Chereads / MARRY AN IMAGINARY HUSBAND / Chapter 22 - BANGUNAN YANG TIDAK TERAWAT

Chapter 22 - BANGUNAN YANG TIDAK TERAWAT

Jilly terus memperhatikan seseorang yang berada di sampingnya saat ini secara diam-diam. Laki-laki itu tidak menyangka bahwa Daniel akan menawarkan diri suatu kebaikan saat ini, benar-benar tidak pernah dirinya duga sebelumnya.

"Jangan terus menatapku seperti itu, aku masih normal."

Perkataan dari saudaranya tersebut membuat Jilly langsung terperanjat, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain sembari berdeham sejenak untuk menghilangkan kegugupannya tersebut.

"Apa yang sedang kau lakukan?" lanjut Daniel. "Apa kau pikir aku tidak tahu? Huh, ayolah, kau ini memang bodoh atau pura-pura bodoh."

Terdengar suara decihan dari sampingnya yang membuat Daniel diam-diam tersenyum smirk, sedangkan Jilly saat ini sedang mengalihkan pandangan ke arahnya dengan kedua tangan yang melipat di dada.

"Apa kau bilang?!" ujar Jilly dengan kedua mata yang menatap tajam. "Barusan kau bilang apa, hah?! Dasar sepupu menyebalkan!"

"Sekarang kenapa kau yang menjadi marah?" tanya Daniel dengan satu alis yang terangkat, menatap saudaranya tersebut dengan sekilas sebelum akhirnya kembali memandang lurus ke depan dengan terheran. "Bukankah seharusnya aku? Kau aneh."

Jilly kembali dibuat kesal setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di sampingnya sehingga membuatnya kini langsung berdeham sejenak sebelum akhirnya mencoba meredakan marahnya yang hampir saja meledak-ledak.

"Oke, tenanglah Jilly, tenang ..." gumamnya dengan kedua mata yang tertutup. "Mungkin maksud dia bukan seperti itu, jadi tenanglah."

Daniel yang mendengarnya langsung menggelengkan kepala setelah mendengar apa yang sedang dilakukan oleh seeorang yang berada di sampingnya saat ini.

"Apa masih kurang jelas?" tanyanya yang kini baru saja menghentikan mobilnya di tepi jalan raya. "Kau itu memang aneh, Jilluy. Bukankah memang seperti itu, seharusnya aku yang marah bukan kau."

"Hei, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, Niel!" ujar Jilly dengan kesalnya. "Apa kau tidak merasa malu dengan ucapanmu itu, huh?"

"Untuk apa? Kau sendiri pun baru saja menyebutku dengan seperti itu, padahal kau tahu kalau aku tidak suka jika ada seseorang yang menyebut namaku hanya belakangnya saja."

Sepertinya berdebat dengan Daniel tidak akan pernah berakhir, maka dari itu, kini Jilly lebih memilih untuk memalingkan wajahnya ke arah lain dengan helaan nafas panjangnya itu.

Hatinya mendadak kesal sehingga yang dilakukannya saat ini hanyalah diam dan membiarkan saudaranya tersebut melakukannya dengan sesuka hati.

"Kau memang sepupu yang menyebalkan, Daniel," gumam Jilly dengan wajah datarnya itu. "Aku membencimu."

Daniel yang kembali melajukan mobil pun hanya diam tersenyum tipis sembari menatap jalan sebelum akhirnya berkata, "Aku juga, Jilly," sahutnya.

30 menit kemudian mereka pun akhirnya sampai disebuah Rumah besar nan megah tersebut yang berada di hadapannya itu. Bahkan Jilly sendiri dibuat terkejut dengan apa yang sedang dilihatnya ini sehingga laki-laki tersebut kini langsung menepuk pundak dari saudaranya tersebut yang sedang mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.

"Daniel," panggilnya dengan kepala yang terus saja menengadah memandang bangunan yang berada di hadapannya tersebut dengan takjub. "Ini tempat tinggal siapa? K-kenapa aku baru melihatnya? Bukankah dulu di sini hanyalah kebun?"

"Sudah lama. Ini adalah tempat tinggal gadis itu, apa kau lupa?" ujar Daniel dengan satu alis yang terangkat memandang seseorang yang saat ini berada di sampingnya. "Aku sudah mendapatkan handphoneku, terima kasih Jilly, aku harus masuk sekarang juga."

"Eh? T-tunggu ... apa kau benar-benar akan masuk ke dalam sana? Ini 'kan seperti Rumah yang sudah tidak terawat dan sepertinya---kosong!" Jilly mendadak merinding, laki-laki itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah samping dimana sepupunya tersebut berada, dan kembali berkata, "Apa jangan-jangan ..."

Kening Daniel langsung berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh saudaranya itu membuatnya benar-benar kesal seketika.

"Jangan-jangan apa?! Kau, jangan berbicara sembarangan tentang Ametsa, Jilly. Awas saja kau."

"D-daniel---" Belum sempat Jilly berbicara, Daniel sudah kembali memotong perkataannya itu sehingga kini lai-laki tersebut hanya bisa diam dan mengatupkan bibirnya rapat. "Maafkan aku."

Daniel yang melihatnya pun langsung menggelengkan kepalanya lalu berdeham sebelum akhirnya membukakan pintu mobil dan segera berlalu pergi menjauhi mobil. Dapat Jilly lihat bahwa saat ini saudaranya itu benar-benar memasuki Rumah besar dan megah itu yang sudah tidak terawat.

Melihat hal itu menjadikannya benar-benar merasa penasaran dengan apa yang ada di dalam Rumah besar tersebut.

"Daniel sepertinya sudah gila," gumamnya yang masih memandang bangunan tinggi dan besar tersebut. "Apa dia sedang berhalusinasi?"

Deg.

Kedua matanya langsung membelalak setelah mengucapkan hal tersebut sehingga kini Jilly benar-benar terkejut. "Apa? Tidak mungkin, 'kan? Tidak, tidak, Daniel sendiri berkata bahwa ini memanglah tempat tinggal gadis itu."

Jilly berusaha menghilangkan pikiran negatifnya itu yang muncul begitu saja sehingga membuatnya merasa gelisah karena takut terjadi sesuatu kepada saudaranya tersebut.

"Tapi, kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan Rumah ini, ya?" ujarnya dalam hati. Kemudian menghela nafas lalu menggelengkan kepalanya kembali. "Sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja."

Setelah itu Jilly pun akhirnya memutuskan untuk pergi dari sini. Laki-laki tersebut keluar dari mobil dan mengitarinya sehingga kini ia berada di sisi kanan kendaraan untuk mengemudi. Kemudian dirinya langsung menancap gas berlalu pergi meninggalkan tempat itu dengan bulu kuduk yang berdiri.

Saat ini Daniel baru saja sampai di depan pintu utama dari Rumah Ametsa. Laki-laki itu sudah memencel bel berulang kali, akan tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu akan membukakan pintunya sehingga membuatnya semakin merasa tidak tenang.

"Ametsa maafkan aku," ujarnya dalam hati. Kemudian Daniel langsung membuka pintunya begitu saja dan masuk ke dalam dengan berlari karena rasa khawatirnya yang begitu luar biasa.

Laki-laki itu langsung menaiki anak tangga satu per satu sehingga kini ia pun sudah berada di depan sebuah pintu kamar dari sahabatnya sendiri. Dirinya yang mengetahui hal tersebut langsung mendobraknya dengan cukup keras sembari berteriak memanggil nama gadis itu.

"AMETSA!!!" teriak Daniel dengan nafas yang tersengal-sengal serta jantung yang berdetak begitu cepat. Tetapi yang dirinya lihat adalah kedua orang tuanya yang saat ini sedang berdiri memandang ke arahnya, terutama Hanzo yang saat ini ia ketahui bahwa pria itu sedang marah kepadanya.

Hanzo memandangnya dengan tajam sembari menggelengkan kepala. "Daniel! Bisa tenang sedikit? Ametsa baik-baik saja, jangan terlalu berlebihan."

Namun, bukan Daniel namanya jika tidak menuruti perkataan Papanya itu. Laki-laki tersebut langsung melangkahkan kakinya dengan cepat mendekati pria itu untuk menanyakan keberadaan dari Ametsa.

"Pa, Ametsa dimana?!" tanyanya dengan raut wajah yang begitu terlihat khawatir. Sedangkan Hanzo dan Meyra saat ini hanya diam sembari saling menatap satu sama lain setelah mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar dari putranya tersebut.

Hanzo yang melihat tatapan istrinya pun langsung menghela nafas, kemudian mengangguk sebelum akhirnya memandang putranya yang saat ini sedang menunggu jawaban darinya.

"Ametsa ada di balkon," jawabnya. Daniel yang mendengarnya langsung menatap ke arah belakang dimana ternyata gadis itu sedang berada di sana membuatnya langsung melangkahkan kakinya menghampiri sahabatnya tersebut. Akan tetapi dengan cepat Hanzo mencekal pergelangan tangannya yang membuat laki-laki itu menatapnya dengan penuh tanya.

"Jangan, biarkan dia sendiri. Dia tidak ingin diganggu oleh siapapun," lanjutnya yang membuat Daniel mendadak terdiam lesu sembari memandangi Ametsa yang sedang menangis di depan sana.