Chereads / MARRY AN IMAGINARY HUSBAND / Chapter 28 - KEKECEWAAN HANZO

Chapter 28 - KEKECEWAAN HANZO

Hanzo yang tidak sengaja mendengarnya pun langsung mendongakkan kepala menoleh ke arah sebuah pintu kamar yang tidak tertutup rapat tersebut.

Karena penasaran, pada akhirnya pria tersebut melangkahkan kakinya menuju ke kamar. Ketika sampai di sana ia melihat seorang wanita yang begitu dikenalnya itu sedang berdiri menghadap jendela kamar, akan tetapi yang dirinya pertanyakan adalah mengapa istrinya terlihat seperti gelisah.

"Ada apa?" tanya Hanzo.

Sementara itu Meyra yang sedang membelakangi pria tersebut langsung membelalakan kedua matanya setelah mendengar seseorang baru saja berbicara.

"Eh, sejak kapan kamu ada di sini?" ujar Meyra dengan senyum tipisnya itu. "Aku baru saja selesai berbicara dengan Putra kita."

Hanzo yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepala dengan kedua tangan yang melipat di dada.

Entah kenapa, ia merasa bahwa Meyra menyembunyikan sesuatu itu yang tidak dirinya ketahui.

"Oh, apa dia tidak masuk kerja? Ini kan sudah hampir siang, lalu bagaimana dengan keadaan Ametsa? Dia baik-baik saja kan?"

Beberapa pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Hanzo membuatnya langsung terdiam seketika, dengan kedua tangan yang bergerak gelisah serta mata yang terus mengalihkan pandangan dari tatapan seorang pria yang berada di hadapannya saat ini.

Sebenarnya wanita itu hanya takut untuk mengatakan yang sebenarnya kepada sang suami. Karena apapun itu jika bersangkutan dengan seorang gadis yang bernama Ametsa pasti akan marah besar.

Apalagi lagi jika ada sesuatu yang tidak enak didengar tentang gadis itu. Karena pria tersebut sangat menyayangi Ametsa melebihi dirinya sendiri.

"Sebenarnya ada yang ingin aku katakan kepada dirimu. Hanya saja aku takut jika kau akan marah kepadanya."

Kening Hanzo langsung berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh istrinya itu.

"Apa maksudmu?" tanya pria itu dengan kening yang berkerut dalam memandang istrinya yang sama sekali tidak balas menatapnya kembali. "Memangnya apa ya sudah Daniel lakukan? Apakah dia telah berbuat kesalahan?"

"Sayang," panggil Meyra setelah menghela nafas." Aku ingin kamu tahu bahwa Daniel tidak bersalah, itu saja."

Hanzo semakin menggelengkan kepalanya kuat setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Meyra kepadanya.

Sungguh, pria tersebut benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh wanitanya itu.

"Apa yang kau katakan?" ujarnya dengan kening yang berkerut. "Bersalah? Memangnya apa yang terjadi kepadanya?"

Saat ini Hanzo benar-benar dibuat bingung oleh istrinya yang sangat berbeda dari biasanya. Ia juga tidak menyangka bahwa dirinya akan berada disituasi seperti ini, yang menjadi orang bodoh yang tidak tahu apapun.

"Apa kau tahu? Aku merasa menjadi orang paling bodoh di dunia ini karena tidak tahu apapun tentang semua yang sudah kau katakan!"

Meyra yang terkejut pun langsung menggelengkan kepala dengan air mata yang entah sejak kapan mengalir begitu saja.

"Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya bingung untuk mengatakannya saja," ujar wanita itu dengan tatapan sendunya. "Aku benar-benar tidak tahu harus dimulai dari mana untuk menceritakannya."

Pria tersebut langsung menghela nafas dengan kedua mata yang terpejam sejenak. Kemudian kembali memandang istrinya yang saat ini sedang menundukkan kepala dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Melihat itu Hanzo langsung memutuskan untuk pergi dari hadapan wanitanya. Kini ia sedang di ruangan kerjanya dengan ponsel yang berada dalam genggaman dirinya.

Hingga di mana ponsel miliknya berdering dan tertera sebuah nama putranya disana. Mengetahui hal tersebut Hanzo pun langsung menjawab panggilannya.

"Halo," sapa seseorang di seberang sana.

"Halo Daniel, kau di mana sekarang?"

Seketika suasana pun hening yang membuat Hanzo langsung mengerutkan keningnya.

"Halo, kau masih di sana kan?" tanya Hanzo. "Ada yang ingin Papa bicarakan denganmu."

Sementara itu saat ini Daniel merasa khawatir karena takut Papanya mengetahui tentang hilangnya Ametsa.

"O-oh, iya Pa, memangnya ada apa?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat.

"Mamamu berbicara aneh," jawab Hanzo dengan kening yang berkerut. "Begini saja, kapan kau akan pulang ke rumah?"

"Aku tidak tahu, Pa. Mungkin nanti malam karena ada yang harus aku urus sebelumnya."

Mendengar hal tersebut membuatnya menjadi merasa penasaran dengan yang sebenarnya sedang terjadi.

"Ada apa?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. "Cepat katakan yang sebenarnya."

"Tidak ada apa-apa, Pa."

"Benarkah? Jangan sampai Papa tahu yang sebenarnya bukan dari mulutmu sendiri."

Karena perkataan dari Hanzo, akhirnya laki-laki itu pun mulai memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya.

"S-sebenarnya ... Ametsa menghilang," ungkap Daniel dengan kedua mata yang terpejam saat ini. "Aku sudah beritahukan Mama, tetapi aku pikir Papa sudah tahu tentang ini."

"Sekarang kamu sudah tahu 'kan yang sebenarnya?" tanya Meyra yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu. "Aku sebenarnya ingin mengatakannya kepadamu, hanya saja bibir ini tiba-tiba terasa sulit untuk mengucapkannya, maafkan aku."

Kini Hanzo masih diam dengan kebingungannya itu. Masih dengan ponselnya yang tersambung telepon bersama putranya, dan juga, kedatangan istrinya yang secara tiba-tiba setelah membuatnya merasa aneh.

Lalu, kabar tentang seorang gadis yang begitu disayanginya tersebut mendadak hilang membuat Hanzo benar-benar tidak bisa memercayai siapapun.

"Pa," panggil Daniel dari seberang sana. "Aku janji akan segera menemukannya, tolong percayakan semua ini kepadaku."

Tanpa sadar salah satu tangannya mengepal dengan kedua mata yang terpejam lalu menghela nafas.

"Terserah kau saja, Daniel. Jika saja terjadi sesuatu kepadanya, aku tidak akan memaafkanmu, ingat itu!"

Kemudian panggilan pun dimatikan sepihak oleh Hanzo. Sedangkan Meyra yang melihatnya menjadi merasa khawatir terhadap putranya.

Hanzo langsung menatap sekilas istrinya sebelum akhirnya pria itu berjalan keluar ruangan kerjanya dengan perasaan kecewanya terhadap Daniel dan Meyra.

Meyra yang sedang memerhatikan kepergian sang suami pun tiba-tiba saja mendapat sebuah panggilan video yang ternyata dari putranya sendiri.

"Ha-halo Daniel," sahutnya dengan ekspresi yang sangat cemas.

Di seberang sana Daniel bisa melihat dengan jelas bagaimana Mamanya yang begitu bersedih membuat laki-laki tersebut menghela nafas seketika.

"Ma, Papa---" Wanita tersebut langsung menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tenang saja, dia tidak akan pernah bisa marah dalam waktu yang cukup lama. Nanti setelah keadaannya sudah kembali membaik, baru kita bicarakan lagi, oke?"

Mendengar hal tersebut membuat Daniel menjadi merasa bersalah. Laki-laki itu pun menganggukan kepalanya dan berkata, "O-oke, maafkan aku."

Meyra pun tersenyum sembari menggelengkan kepala menatap putra satu-satunya yang begitu disayanginya tersebut.

"Sudahlah, ini bukan salahmu, Daniel. Kalau begitu Mama pergi dulu, ya. Jangan lupa untuk mengabariku jika kamu sudah menemukan Ametsa."

Laki-laki tersebut pun tersenyum tipis lalu mengangguk. "Baik Ma, aku pasti akan memberitahumu lebih dulu."

Setelah itu panggilan pun telat berakhir dengan Daniel yang menjadi merasa bersalah karena sudah membuat Meyra berada dalam posisi yang sulit seperti ini.

Tetapi sekarang yang terpenting adalah menemukan keberadaan Ametsa yang tiba-tiba saja menghilang begitu saja. Daniel harus segera mencarinya, tidak peduli dengan Jilly dan Cafenya, pada akhirnya tetap saja Ametsa lebih penting dari segalanya.