Daniel baru saja membaca pesan dari Ametsa yang berisi sebuah permohonan untuk tidak mengikuti atau mengawasinya, maka dari itu sedari tadi laki-laki itu terus saja merasa kesal terhadap seorang pria yang bernama Jason.
"Jason, mulai hari ini aku akan mencari tahu tentang dirimu. Akan kupastikan kau tidak akan bisa hidup dengan tenang jika seandainya kau berani membuat sahabatku terluka, ingat itu!"
Kedua tangannya mengepal kuat memandang lurus ke depan dengan perasaan yang benar-benar sulit untu dijelaskan. Siapapun yang mencoba mendekati Ametsa, akan berhadapan dengannya terlebih dahulu.
Tidak lama kemudian terdengar sebuah suara ketukan pintu yang membuat Daniel langsung menghela nafas, lalu berjalan mendekati pintu kamarnya untuk membukakan pintu.
"Mama, sedang apa di sini?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. "Bukankah tadi kau bilang mengantuk?"
Meyra yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya wanita itu tersenyum dan berkata, "Apa aku boleh masuk?" tanyanya.
"Oh, maafkan aku, ayo masuk," ujar Daniel yang membukakan pintunya lebih lebar untuk mempersilakan wanita tersebut memasuki kamarnya. "Jadi, ada apa Mama ke sini?"
"Apa kau sudah menemukan Ametsa?" tanya Meyra kepada putranya itu dengan posisi yang membelakanginya. "Papamu masih tidak ingin berbicara."
Daniel menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Dia pergi bekerja sebelum aku terbangun, maka dari itu, aku tidak melihatnya sama sekali. Sekali lagi, maafkan aku."
"Baguslah, aku benar-benar takut kau akan bertengkar dengan Papamu sendiri, Daniel."
"Ya, aku berjanji tidak akan seperti itu lagi," ujarnya kepada Meyra dengan kepala yang menunduk. "Aku benar-benar menyesal sudah membuat kalian khawatir."
Melihat putranya yang seperti itu membuat Meyra tersenyum, kemudian ia pun berjalan mendekatinya dan menarik tubuh Daniel untuk dirinya peluk.
"Kau tidak sepenuhnya bersalah, Daniel. Jika aku yang berada diposisimu, mungkin aku akan melakukan hal yang sama, tetapi sebaiknya kau cari tahu terlebih dahulu sebelum menyimpulkan segala sesuatu."
Pelukan pun terlepas dan tergantikan oleh sebuah usapan lembut dikepala putranya itu. "Daniel, aku baru saja teringat kalau kau belum makan malam. Apa kau ingin kubuatkan sesuatu?"
"Tidak perlu, lagi pula aku sedang tidak merasakan lapar. Aku hanya lelah, ingin beristirahat, itu saja."
Meyra yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya menganggukkan kepala sembari tersenyum.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat.
Kening Daniel berkerut. "Memangnya, aku kenapa?"
"Tidak ada, hanya saja aku pikir kau perlu teman untuk mendengarkan keluh kesahmu."
Kemudian laki-laki itu menghela nafas dengan kepala yang menunduk sebelum akhirnya kembali mendongak memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Apa kau memikirkan Ametsa?" tanya Meyra.
"Apa aku terlihat sedang memikirkannya?" Daniel menatap Meyra dengan kedua alis yang terangkat. "Maafkan aku."
"Untuk apa kau meminta maaf?" ujar Meyra dengan terheran. "Coba katakan, apa yang membuatmu terus memikirkannya?"
"Aku merasa bahwa Ametsa tidak akan pernah bisa menyukaiku."
Mengerti dengan yang dikatakan oleh putranya itu, kini Meyra langsung menggenggam kedua tangan Daniel dan diusapnya sebagai tanda kasih sayang.
"Apa kau masih mengharapkannya?" tanya pria itu dengan kedua alis yang terangkat. "Kau tidak akan pernah mengerti bahwa seseorang seperti Ametsa akan sulit untuk memercayai laki-laki dalam hidupnya."
"Terkadang, aku ingin mengabaikannya perasaanku saja, tetapi sepertinya akan semakin sulit jika aku masih terus berada dalam kehidupannya."
"Jika Ametsa menjadi bagian dalam keluarga ini, apa kau akan menerimanya?"
Daniel langsung terdiam mematung di tempatnya dengan kedua mata yang menatap lurus memandang Meyra yang juga saat ini sedang menatapnya.
"Kalian masih akan tetap bertemu dalam satu rumah, meskipun kalian tidak bisa bersama. Dan Ametsa menjadi adikmu suatu saat nanti."
"A-aku tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi," ujar Daniel yang kini langsung memalingkan wajahnya ke arah lain dengan kedua tangannya yang kini melipat di dada. "Apa aku bisa menghapus perasaanku untuknya?"
"Kalau begitu, berjuanglah, aku akan selalu mendukungmu, Niel. Aku akan sangat bahagia jika kalian bisa menikah dan memiliki Daniel junior untuk Mama."
Mendadak suasana pun menjadi hening setelah Meyra mengucapkan itu membuat Daniel langsung menoleh dengan kedua mata yang memincing.
"Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu," ujar Daniel.
Meyra terkekeh. "Tidak, tidak, aku hanya bercanda. Lupakan saja apa yang baru saja kukatakan dan selamat tidur putraku sayang."
Akhirnya wanita itu pun berdiri dari duduknya meninggalkan Daniel yang saat ini masih melamun memandang kepergiannya yang baru saja keluar dari dalam kamar.
Di sisi lain saat ini Ametsa sedang berada di sebuah salon yang begitu mewah membuat gadis itu terkagum dengan semua yang berada di dalamnya.
"Ja-jason tunggu!" ujar gadis itu.
Pria yang berjalan lebih dahulu memasuki salon pun langsung menghentikan langkahnya ketika mendengar suara panggilan dari Ametsa yang berada di belakangnya.
"Oh, maaf aku sudah melupakanmu, itu karena aku terlalu bersemangat malam ini."
Belum sempat Ametsa bertanya, gadis itu sudah dibuat salah tingkah hanya dengan mendengar perkataan dari seseorang yang berada di hadapannya itu.
"Oh, iya, ada apa?" lanjutnya.
Ametsa yang mendengarnya pun langsung berdeham sejenak sebelum akhirnya berkata, "Jason, untuk apa kita datang ke sini? Apa kau ingin menemui seseorang?"
Dilihatnya saat ini pria yang berada di hadapannya itu sedang terkekeh lalu tersenyum. "Aku ingin merubah sedikit penampilanmu saja, tidak apa-apa, 'kan?"
Tentu saja, Ametsa benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya itu sehingga kini gadis tersebut langsung memalingkan wajahnya ke segala arah untuk memerhatikan setiap sudut tempat ini.
"Apa kau bercanda, Jason? Di tempat semewah dan sebagus ini?" ujar Ametsa dengan senyum canggungnya itu. "Memangnya, apa aku pantas berada di tempat seperti ini?"
"Kenapa kau berbicara seperti itu? Tentu saja, kau pantas dan berhak mendapatkan kemewahan ini, karena kau sangat cantik."
Ya tuhan, saat ini Ametsa benar-benar tidak tahu harus bagaimana agar bisa mengontrol detak jantungnya yang sedang berdetak begitu kencang. Ia tidak ingin terlihat sedang gugup karena dirinya yang bisa merasakan bahwa Jason adalah seorang pria perayu yang handal.
Tetapi sialnya Ametsa masih saja terbawa perasaan oleh setiap kata-katanya, entahlah, dan saat ini gadis itu sedang merasa kesal kepada dirinya sendiri.
"Ametsa, apa kau baik-baik saja?" tanya Jason dengan satu tangannya yang melambai tepat di hadapan wajahnya. "Tolong katakan kepadaku jika kau tidak merasa nyaman di tempat seperti ini, ya, agar aku bisa memahamimu."
"Ya, m-maksudku, aku baik-baik saja dan aku merasa nyaman di tempat ini."
Jason yang mendengarnya pun langsung menyunggingkan kedua sudut bibirnya sebelum akhirnya pria itu menarik pergelangan tangan dari Ametsa untuk membawanya masuk ke dalam gedung besar ini.
"Ayo, kau harus dandan yang cantik."
"K-kau bisa saja, Jason. Tetapi, terima kasih."
"Kau tidak perlu berterima kasih kepadaku, karena ini kemauanku, Ametsa."
"B-baiklah, maafkan aku."
Kini Ametsa hanya bisa diam dengan kepala yang menunduk karena sedang berusaha untuk menahan senyumannya itu.