Chereads / MARRY AN IMAGINARY HUSBAND / Chapter 37 - GADIS 22 TAHUN YANG RAPUH

Chapter 37 - GADIS 22 TAHUN YANG RAPUH

Kening dari Meyra langsung berkerut ketika melihat seseorang yang berada di ruang tamu di waktu tengah malam seperi ini. Wanita itu berjalan mendekat hingga akhirnya kini ia mengetahui siapa yang saat ini berada di hadapan dirinya.

"Niel, sedang apa kau di sini?"

Setelahnya laki-laki itu pun berbalik dan melihat ke arahnya dengan senyum manisnya itu memandang ke arahnya. "Mama, kau membuatku terkejut."

Sementara itu Meyra saat ini menatap penampilan Daniel dari atas sampai bawah dengan gantungan kunci mobil yang masih berada dalam genggamannya. Hal tersebut membuat wanita itu langsung menghela nafas dengan kedua tangan yang melipat di dada.

"Sepertinya kau baru saja kembali, siapa yang mengizinkanmu pergi tengah malam seperti ini, huh?"

Daniel tidak tahu harus mulai dari mana untuk menjelaskan yang sebenarnya hingga akhirnya laki-laki tersebut pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya menatap serius kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Ametsa," jedanya dengan gugup. "Dia ..."

Kedua matanya langsung membelalak setelah mendengar putranya menyebut nama seseorang.

"Apa?!" ujar Meyra terkejut. "Di mana dia sekarang? Cepat katakan, Daniel!"

Kemudian wanita tersebut menolehkan kepalanya ke arah jendela dan kembali memandang Daniel dengan mata yang membelalak.

"Kau meninggalkannya di luar sendirian?!" Meyra menatap putranya dengan tidak percaya. "Daniel, aku tidak pernah mengajarkanmu menjadi laki-laki yang seperti ini, ya!"

"Aku tidak pernah meninggalkannya, Ma. Kau salah paham, tolonglah, dengarkan aku terlebih dahulu."

"Tidak, menurutku, kau tetaplah salah, Daniel. Menyingkirlah, aku akan mengajaknya masuk ke dalam!"

Meyra sangat marah besar kepadanya, dan kini wanita tersebut sedang berjalan mendekati mobil dan mengajak sahabatnya tersebut untuk masuk ke dalam rumah.

"Huh, sudahlah, bagaimanapun juga Mama tetap tidak akan pernah mengerti."

Di sisi lain saat ini Ametsa yang baru saja tertidur pun seketika merasakan ada sesuatu yang mengusap puncak kepalanya membuat gadis itu mengeluarkan air mata dari sudut matanya.

"Mama, aku sangat merindukanmu. Aku sangat membutuhkanmu saat ini, kumohon datanglah ke dalam mimpiku."

Tanpa disadari bahwa yang saat ini berada di hadapannya adalah Meyra, wanita yang merupakan orang tua dari Daniel, sahabatnya sendiri.

Entah kenapa mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Ametsa membuat hati wanita itu sangat teriris, mengingat gadis yang berada di hadapannya saat ini sudah tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini selain keluarga Daniel.

"Ametsa, ini aku, bangunlah." Meyra mencoba untuk membangunkan gadis itu meskipun sebenarnya ia sendiri tidak merasa tega untuk melakukannya hingga akhirnya kini dirinya melihatnya yang sudah mulai membuka kedua matanya secara perlahan. "Ayo, kita tidur di dalam, ya, Sayang."

"Bibi?!" ujar gadis itu terkejut, kemudian sedikit bangun dari baringannya itu dan menatap sekeliling yang ternyata begitu sepi dan sudah malam. "I-ini sudah tengah malam, sedang apa kau di sini?"

"Aku tidak mungkin tega membiarkanmu tidur di dalam mobil, Ametsa. Ayo masuk, seluruh tubuhmu akan sakit jika tertidur di sini dengan posisi yang tidak nyaman."

Tanpa sadar kedua matanya pun berkaca-kaca seperti hendak menangis membuat Meyra yang mengerti dengan perasaannya pun langsung tersenyum lalu mengangguk sebelum akhirnya Ametsa benar-benar memeluk erat seorang wanita yang berada di hadapannya saat ini.

"Aku mengerti perasaanmu saat ini, Ametsa. Menangislah, jika kau merasa harus melakukannya, aku tidak keberatan untuk terus menjadi tempat bersandar dirimu, tetapi satu hal yang harus kau ketahui, bahwa aku sangat menyayangimu, sama seperti aku menyayangi Daniel. Kalian sangat berarti bagiku."

Ada rasa bahagia dalam diri Ametsa ketika mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Meyra kepadanya, akan tetapi dirinya masih sulit untuk membuka hatinya seperti ini, karena ia yang masih memiliki rasa takut yang begitu besar sehingga pembatas dinding yang dibuatnya dengan begitu kokoh masih berdiri tegak.

"Terima kasih, Bibi, dan maaf sudah merepotkanmu sekali lagi."

Kini Meyra sedang mengusap kepala bagian belakang dari seorang gadis yang berada dalam pelukannya saat ini dengan senyum yang begitu tulus.

"Jangan katakan maaf kepadaku lagi, sudah kubilang bahwa kau tidak pernah menjadi beban untukku dan keluargaku. Jika kau merasa sedang bersedih, datanglah kepada kami yang akan selalu siap siaga ada untukmu."

Malam ini akan menjadi saksi betapa rapuhnya seorang Ametsa, seorang gadis kecil yang sudah ditinggalkan oleh orang tuanya hingga kini ia menjadi gadis dewasa yang berusia 22 tahun ini.

"Ikutlah bersama keluargaku, Ametsa. Aku sangat menanti kehadiranmu di keluarga ini, bersamaku, Pamanmu dan Daniel yang menjadi sahabatmu sejak lama."

"Maafkan aku, Bibi. Tetapi aku tidak bisa melakukannya, aku masih berharap bahwa mereka mungkin suatu hari nanti akan kembali datang kepadaku, dan aku tidak ingin mengecewakan mereka."

Tangis Ametsa seketika langsung pecah bersamaan dengan Meyra yang sangat merasa pilu mendengar jeritan tertahan dari gadis tersebut. Benar-benar membuatnya merasa bersalah karena tidak pernah bisa membahagiakannya.

"Ametsa, katakan kepadaku jika Daniel membuatmu terluka. Biar aku yang memberikannya hukuman jika seandainya dia menyakitimu lagi."

Pelukan pun terlepas karena Ametsa yang menarik diri dari wanita tersebut, sehingga kini Meyra bisa melihat dengan jelas bagaimana seseorang yang berada di hadapannya saat ini yang baru saja menangis membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

"Bagimana," tanya wanita itu. "Kau sudah lebih baik sekarang?"

"Ya, aku sudah sedikit tenang." Ametsa pun menatap dalam seseorang yang berada di hadapannya saat ini membuat Meyra yang melihatnya benar-benar kebingungan. "Bibi."

"Ya, Sayang? Kau baik-baik saja, kan?"

"Aku ..." Gadis itu menggantungkan perkataannya, kemudian menundukkan kepala sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Hey, katakan saja, kau mau sesuatu?"

Di dalam keheningan yang terjadi, tiba-tiba terdengar suara yang membuat kedua pipi Ametsa memerah dengan matanya yang membelalak, berbeda dengan Meyra yang saat ini menahan senyum hanya karena tidak ingin gadis di hadapannya tersebut merasa malu.

"Bibi, aku ..." Ametsa mendongakkan kepala memandang wanita di hadapannya sembari menggeleng. "Bukan aku, itu ... suara ..."

"Tenang saja, aku tidak mendengarnya."

Setelah itu Ametsa pun menghela nafas sebelm akhirnya gadis itu mengusap perutnya dan berkata, "Bibi, aku merasa lapar sekarang," ujarnya.

"Ya sudah, ayo masuk ke dalam, nanti aku buatkan makanan kesukaanmu, kau pasti akan menyukainya."

Mendengarnya saja sudah cukup membuat Ametsa tersenyum senang, karena Meyra yang selalu mengerti dirinya sehingga ia sangat beruntung bertemu keluarga Daniel yang begitu baik terhadapnya.

Sementara itu saat ini Daniel masih berada di tempat yang sama sedang mengintip dari balik jendela. Kedua matanya membelalak ketika ternyata Meyra berhasil mengajak Ametsa untuk turun dari dalam mobil.

"Aku harus pergi dari sini," gumam Daniel yang kini langsung terburu-buru menaiki anak tangga menuju kamarnya sendiri. "Ametsa tidak boleh tahu kalau aku masih memerhatikannya."