Chereads / MARRY AN IMAGINARY HUSBAND / Chapter 16 - SAUDARA SEPUPU DANIEL

Chapter 16 - SAUDARA SEPUPU DANIEL

Betapa terkejutnya Meyra karena ia tidak pernah mengetahui sebuah alasan dari putranya itu sehingga kini dirinya benar-benar menyesal telah berbicara seperti itu kepada putranya sendiri.

Wanita itu menghela nafas dengan kedua tangan yang saat ini merana pelipisnya membuat Hanzo yang melihatnya pun langsung menggengga pergelangan tangan dari istrnya tersebut.

"Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi," ujar pria itu. "Lagi pula, sekarang kamu sudah tahu, 'kan?"

Meyra yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepala dengan tatapan sendunya memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Aku merasa bersalah terhadapnya, apa kau tahu itu?"

"Ya, aku sangat tahu, Meyra. Tetapi kau juga jangan berlarut dalam kesedihan, Daniel pasti akan baik-baik saja setelah ini." Hanzo membawa wanitanya itu ke dalam pelukan dan kembali berkata, "Lagi pula, Daniel tidak akan pernah bisa marah dalam waktu yang lama. Kau tahu itu, 'kan?"

Meyra yang saat ini berada dalam pelukan suaminya itu pun menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa ia mengerti maksud dari perkataan Hanzo dan dirinya kini benar-benar berharap bahwa yang dikatakan oleh pria itu memanglah benar.

Di sisi lain saat ini Daniel baru saja sampai di Cafe dengan wajah tanpa ekspresi. Laki-laki itu langsung memarkirkan motornya di belakang bangunan yang merupakan tempatnya bekerja.

Ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Hal itu membuat dirinya dengan segera bergegas untuk membuka Cafe tersebut.

Akan tetapi, saat Daniel baru saja sampai di depan pintu, kedua matanya melihat pintu tersebut yang sudah terbuka sehingga menjadikan laki-laki itu merasa terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" gumamnya dengan kening yang berkerut. "Hanya aku yang mempunyai kuncinya, lalu kenapa pintu ini bisa terbuka?"

Daniel menggigit bibir bawahnya dengan satu tangannya yang saat ini menggaruk pelipisnya sebelum akhirnya laki-laki itu memberanikan diri untuk masuk ke dalam cafe dan memastikannya.

Benar, tidak ada pilihan lain selain ia yang harus masuk ke dalam dan melihat apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga dirinya bisa mengetahui kebenarannya.

Dengan perlahan laki-laki itu memasukinya dengan jantung yang berdebar-debar, karena sungguh seumur hidupnya ini adalah kali pertama Daniel harus menghadapi situasi yang seperti ini sehingga membuatnya benar-benar merasa takut.

Ternyata di dalam Cafe masih gelap sehingga membuat Daniel merasa khawatir takut terjadi sesuatu di sini.

Keduanya matanya menatap waspada ke arah sekeliling tempat itu dengan tatapan yang begitu terlihat ketakutan.

Daniel menghela nafasnya sejenak sebelum akhirnya mencoba untuk berdiri tegak memberanikan diri untuk tidak takut di situasi yang seperti ini sehingga laki-laki tersebut yang mengetahuinya pun langsung menghela nafas seketika.

"Sedang apa kau mengendap-endap seperti itu?"

Suara seseorang membuatnya benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Daniel langsung menghentikan langkahnya dan menatap sekeliling ruangan dengan berpura-pura tidak takut terhadap apapun.

Hingga dimana ia menemukan seseorang yang sedang berdiri di ujung ruangan membuat Daniel kembali merasakan debaran jantungnya yang begitu kencang. Dirinya mulai merasa bahwa saat ini seluruh tubuhnya mulai melemas membuat laki-laki itu tidak tahu lagi harus berbuat apa dalam menghadapi situasi yang seperti ini.

"Daniel, apa kau tidak mendengarku?"

Suara itu lagi kembali terdengar, akan tetapi seseorang yang dilihatnya saat ini tidak juga mendekat dan hanya berdiam diri mematung di tempatnya membuat laki-laki itu meneguk ludahnya seketika.

"Daniel!"

Bersamaan dengan itu tepukan di pundaknya membuat laki-laki tersebut berteriak kartena terkejut, tetapi tidak lama kemudian langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika mengetahui bahwa ternyata yang sedari tadi memanggilnya berasal dari seseorang yang berada di sampingnya.

"K-kau---?!" Daniel membelakkan kedua matanya terkejut melihat kehadiran orang di sampingnya itu, kemudian menatap ke arah dimana dirinya melihat adanya seseorang yang sedang berdiam diri di ujung ruangan lalu menoleh kembali ke arah samping. "Bukannya kau tadi berada di sana?"

"Kau ini bilang apa?" ujar laki-laki tersebut yang saat ini memandang ke arah Daniel dengan terheran-heran. "Aku sudah berada di sini sedari tadi, tetapi kau tidak melihatku."

Laki-laki itu berdecih dengan kedua tangan yang kini melipat di dada. "Kau ini ... jahat sekali," lanjutnya lagi.

Tentu saja, Daniel yang mendengar hal tersebut benar-benar merasa ada yang tidak beres. Laki-laki itu menatap kembali sebuah tempat dimana tadi dirinya melihat seperti ada seseorang yang berdiam diri di ujung sana.

Setiap kali mengingat hal itu membuat ia bergidik ngeri lantaran Daniel yang mulai berpikiran hal buruk tentang tempat ini.

"Jilly, kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau ..." Laki-laki itu menggantungkan ucapannya, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain dengan pikirannya yang terus saja tertuju kepada apa yang sudah dilihatnya beberapa saat yang lalu. "Apa tempat ini berhantu?"

Seorang laki-laki yang saat ini berada di hadapan Daniel pun tercengang mendengar apa yang baru saja dikatakan olehnya.

"Daniel, pertama aku adalah Bosmu di sini. Kedua, bagaimana bisa kau berkata seperti itu tentang tempat ini kepada Bosmu? Ketiga, apa kau pernah melihat sesuatu?!"

Saat ini untuk pertama kalinya Daniel menghadapi sikap menyebalkan Jilly yang merupakan sepupunya sendiri. Laki-laki itu adalah pemilik Cafe tempatnya dan Ametsa bekerja, maka dari itu ia yang selalu mengatasi segala kesulitan terhadap gadis itu jika harus berhadapan dengan saudaranya tersebut karena dirinya yang menyembunyikan tentang hal ini dari gadis tersebut.

"Sudahlah, lagi pula saat ini kita sedang berdua. Aku memang bekerja untukmu, tetapi kau tidak membayarku sama sekali, jadi jangan berharap aku akan memanggilmu seperti yang kau mau."

Jilly yang mendengarnya pun langsung mengulum bibirnya dengan kedua tangan yang saat ini dimasukkannya ke dalam saku celana. "Baiklah, tetapi untuk pertanyaanku selanjutnya, aku benar-benar serius."

Daniel menghela nafasnya sembari menggelengkan kepala memandang sepupunya tersebut dengan tersenyum masam. "Apa kau benar-benar ingin tahu? Kau 'kan takut terhadap hantu."

"Hei!" Jilly menatap kesal ke arah seseorang yang berada di hadapannya saat ini, meskipun pada akhirnya laki-laki itu langsung mengusap tengkuknya sembari menatap sekeliling Cafe dengan pandangan yang begitu terlihat jelas sedang mencemaskan sesuatu. "Aku ... tentu saja takut."

Daniel yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepala dengan wajah datarnya itu. Kemudian menghela nafas sebelum akhirnya melangkahkan kakinya untuk segera bersiap-siap bekerja.

"Sudahlah, lupakan saja apa yang aku katakan," ujarnya kepada laki-laki itu. "Aku izin pamit untuk bekerja, Bos."

"Hei, Daniel, kau harus menjawab pertanyaanku dulu!" teriak Jilly kepada saudara sepupunya tersebut. "Kau benar-benar menyebalkan."

"Kau lebih menyebalkan, Jilly."

Jilly yang mendengarnya pun langsung mendengus kesal dengan kedua tangannya yang saat ini terkepal. Laki-laki itu memalingkan wajahnya ke arah lain dan memilih untuk membantu saudaranya tersebut untuk membuka Cafe ini.

"Daniel, kau tidak datang bersama dengan gadis itu?"

"Oh, iya, aku hampir melupakan yang satu itu. Ametsa jatuh sakit, jadi kau tidak boleh memarahinya ketika dia sudah masuk kerja kembali."

Laki-laki itu yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepala melihat Daniel yang baru saja mengatakan hal tersebut.

"Dasar gila, aku ini adalah Bosmu!"

"Ya, ya, terserah kau saja, Bos. Tetapi, kau harus mengingat perkataanku tadi, mengerti?"

Jilly pun langsung menghela nafasnya dengan kasar, lalu berkata, "Ya, terserah kau saja."