SEBUAH BABAK BARU DI DUNIA BARU]
.
Hai, masih denganku, Delin Dwinaya. Kali ini aku akan membawa kalian memasuki suatu babak baru di dalam hidupku yang tak pernah sekali pun terlintas di pikiranku semua kejadian-kejadian ini akan terjadi. Tenang saja, aku tidak akan menceritakan suatu cerita yang akan memberikan pengaruh magis terhadap kalian. Cukup temani aku, dan berikan tanggapan jikalau kalian adalah aku.
.
2015
Aku melangkahkan kakiku memasuki gerbang bercat hijau muda. Anak-anak berseragam biru putih berbaris mengular untuk menjalani razia kelengkapan seragam yang memang rutin dilakukan setiap Senin pagi. Aku salah satu yang berbaris dengan percaya diri karena merasa bahwa aku memakai seluruh atribut dengan lengkap. Setelah melalui pemeriksaan atribut, aku berjalan menuju kelasku, Kelas 8 B, yang berada di bagian paling pojok sekolah dekat dengan tembok pembatas.
Para teman dekatku menyapa dengan ceria ketika melihatku memasuki kelas. Aku bukan lagi anak antisosial, tapi bukan berarti aku dapat bergaul dengan semua orang. Aku bergabung dengan mereka yang sedang asik mengobrol.
"Apaan nih seru banget kayaknya?"
"Eh, Lin. Kamu pernah nggak tinggal di sekolah lewat dari pukul empat sore?"
"Em lumayan sering, sih. Kan waktu itu aku latihan lomba sampe pukul lima biasanya, dan yang waktu itu kita Persami."
" Kamu latihan dimana?"
"Di kantor atau aula. Kenapa?"
"Nggak pernah di kelas ini?" aku menjawab dengan gelengan kepala.
"Nah, kutebak, pasti hari ini Naima nggak masuk."
"Kok gitu?" tanya temanku yang juga penasaran.
"Kemarin itu, dia lagi pacaran gitu kan di sini, tapi dua pasang sama sepasangnya lagi anak kelas sebelah. Nah mereka itu pada duduk di bangku depan kelas sampai senja. Aku nggak tahu ya apa aja yang mereka lakukan. Katanya waktu mereka ketawa-ketiwi, pertama hanya Naima yang dengar, dia dengar seperti cekikikan dari arah belakang kelas, tapi dia tanya yang lain nggak ada yang dengar. Lalu mereka lanjut bersendagurau, kali ini cekikikan itu menjadi sebuah tawa melengking. Barulah semuanya terkejut saat mendengar itu, lalu pacar Naima yang kelewat penasaran menengok kearah belakang kelas kita. Ia langsung berteriak karena melihat sesosok wanita, rambutnya panjang menutupi wajahnya dan bajunya penuh bercak darah kering sedang melambaikan tangannya. Tidak ingat lagi dengan Naima, pacarnya itu main lari seenaknya meninggalkan mereka bertiga yang akhirnya ikut lari bersamanya. Tapi malamnya Naima tidak bisa tidur sampai dini hari. Saat itu lah dia mengirim pesan melalui aplikasi whatsapp kepadaku yang kebetulan juga belum bisa tidur. Ia berkata ia seperti dipandangi seseorang dan bayang-bayang makhluk ghaib itu terus muncul di kepalanya karena ternyata Naima sempat melihatnya tapi hanya sekilas. Pacarnya saja tidak ada menghubunginya barang kali meminta maaf karena meninggalkannya. Jadi saat ini kemungkinan ia sedang tidak enak badan."
Cerita dari Anisa tersebut berakhir dengan berbunyinya bel masuk kelas. Peljaran berjalan dengan lancar, dan benar saja Naima tidak menampakkan batang hidungnya. Saat istirahat namaku dipanggil oleh bagian pengawas harian melalui pengeras suara. Ternyata guru Bahasa inggris mencariku, ia mengatakan bahwa ia ada perjalanan dinas sore ini sehingga tidak dapat mengajar kegiatan ekstrakulikuler dan memintaku untuk menggantikannya mengajar.
Jam sekolah berlalu begitu saja. Aku sudah menghubungi kakakku yang hari ini akan menjemputku karena hari ini aku pulang lebih lambat. Aku menuju mushola untuk menunaikan sholat dzuhur, lalu memasukki kelas tempatku mengajar ekstrakulikuler yang biasanya berakhir pukul empat sore. Namun ternyata kegiatan hari ini sedikit lebih sibuk dari biasanya karena sudah mulai persiapan lomba bulan depan, dan berakhir pada pukul setengah lima. Ketika aku menghubungi kakakku ternyata ia sedang latihan bersama bandnya, ia menyuruhku untuk meminta ayahku saja yang menjemput, dan ternyata ayahku masih sibuk dengan pembeli di warung. Aku mengerti saja dan menunggu di depan gerbang sekolah. Langit mulai gelap dan udara semakin dingin menusuk, Pak satpam berpamitan pulang kepadaku dan mengunci gerbang. Awalnya beliau menawariku untuk mengantarku pulang, namun aku menolak karena aku tahu rumah Bapak itu berlawanan arah dengan rumahku, jadilah aku setia menanti sambil memainkan ponselku. Aku mendengar pohon bergemerisik, ah wajar saja, mungkin karena angin. Namun, ketika aku menganngkat kepalaku aku melihat pohon yang tepat di depanku hanya menggoyangkan daunnya. Entah perasaanku saja atau memang hanya pohon ketapang besar di belakangku saja yang bergoyang dengan hebohnya. Dengan perasaan bimbang aku menengok kebelakang. Dan benar saja, pohon-pohon lainnya yang berada di halaman sekolah tak bergoyang seheboh pohon yang tepat berada di belakang punggungku ini. Lalu aku iseng melihat ke atas, dan di situ aku terkejut hingga hampir terjengkang. Aku langsung berdiri dan berjalan terpogoh pogoh menjauh dari sana menuju trotoar samping sekolah. Aku menghela nafas lega ketika melihat ayahku memakai motor birunya terlihat dari tikungan pertigaan.