Chereads / The Last Curse at 17 / Chapter 10 - 10

Chapter 10 - 10

'Bagaimana selama ini aku merasa baik-baik saja?'. Aku segera membayar makanan yang tadi ku pesan, lalu dengan cepat aku kembali ke kelas.

.

'Sayang sekali tadi tidak ada orang selain aku yang makan di warung itu,' pikirku. Aku bertiarap di kasur sambil membuka-buka buku pelajaran. Dan benar saja dugaanku besok tugas IPS harus dikumpul. Aku benci pelajaran itu. Sebenarnya bukan pelajaran yang kubenci, hanya saja aku tidak menyukai guru IPS ku yang hanya menyenangi anak-anak terkenal di sekolah. Aku sebagai murid biasa tentunya sering dipersulit oleh beliau, parahnya lagi beliau adalah wali kelasku.

Selesasi mengerjakan tugas yang akan dikumpul besok, aku bersiap untuk tidur. Walaupun lampu sudah kuganti menjadi lampu tidur namun aku bukan anak patuh yang akan tidur tepat pada jam tidur seharusnya. Aku memainkan gawai androidku. Aku hanya dapat membaca novel e-book di sini, karena gawaiku tak secanggih itu untuk dapat memuat banyak aplikasi. Tapi aku tak mempermasalahkannya karena aku merasa belum membutuhkan gawai yang lebih canggih. Waktu berlalu, malam semakin larut. Ketika aku menyadari, aku melihat jam, ternyata sudah pukul satu dini hari. Walau pun aku masih dapat membuka mataku, namun aku sadar bahwa besok aku masih harus sekolah. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa gerah, sehingga aku melepas kaos pendekku lalu menyelimuti tubuhku dengan sarung tipis. Aku menutup mataku dan mulai pergi ke alam mimpi.

Mataku terasa berat untuk dibuka. Tapi aku merasa ada sesuatu di yang menggelikan di perpotongan leherku. Mataku terbuka dengan membeliak, dan tanganku membuang apa pun itu yang ada di perpotongan leherku. Ternyata seekor cacing. 'Bagaimana bisa binatang menjijikan itu ada di kamarku?'. Aku masih memperhatikan cacing yang menggeliat di lantai itu karena jantungku masih berdetak dengan cepat. Aku sangat benci dengan serangga. Ketika aku berkedip, tiba-tiba saja cacing itu hilang. Jantungku yang tadi sudah mulai normal, kini semakin parah. Aku mengenakan kembali kaosku, lalu berlari keluar kamar untuk tidur bersama orangtuaku.

.

Hari ini hari Jumat. Karena para siswa dan guru laki-laki akan melaksanakan sholat Jumat, jadwal pembelajaran hari ini hanya sampai pukul sebelas. Sebelum pulang aku berjalan di antara paman penjual berbagai macam jajanan murah dan enak bersama sahabatku, Sifa. Aku menemaninya hingga orangtuanya menjemput, setelah itu aku berjalan ke parkiran motor di samping sekolah.

Sampai di rumah, aku mengganti bajuku. Aku merasa bimbang, antara menceritakan kejadian pada malam itu, atau tidak. Karena aku yakin, pasti orangtuaku tidak akan percaya. Keputusan final adalah, aku diam, aku akan menghadapi semampuku.

Setelah orang-orang yang melaksanakan sholat jumat turun dari masjid, termasuk ayah dan kakakku yang sudah pulang, aku melihat ibuku memakai pakaian rapi. Tidak biasanya ibuku keluar pada siang bolong, apalagi pada cuaca teramat cerah begini.

"Mau kemana, bu?"

"Itu, ibu mau nemenin si Tante Nanik, yang langganan kita itu, yang jualan roti. Dia minta tolong ibu temenin ke orang pintar."

"Jauh?"

"Ya ibu juga nggak tau, belum pernah kesana kok. Kenapa? Mau ikut?"

"Nggak, ah. Ngantuk."

Tidak lama aku melihat sebuah mobil berwarna merah hati berhenti di depan rumahku. Orang yang mengemudikan membuka kaca mobilnya, sehingga aku dapat melihat sang pengemudi. Mungkin itu yang bernama Tante Nanik. Setelah melambaikan tangan pada ibuku, aku kembali ke kamarku.

Tidak lama aku melihat sebuah mobil berwarna merah hati berhenti di depan rumahku. Orang yang mengemudikan membuka kaca mobilnya, sehingga aku dapat melihat sang pengemudi. Mungkin itu yang bernama Tante Nanik. Setelah melambaikan tangan pada ibuku, aku kembali ke kamarku.

Tidak lama setelah aku merapikan pakaian sholatku, ibuku memasukki kamarku dengan baju yang sudah diganti daster rumahan.

"Kamu ngapain?"

"Nggak ada. Habis sholat aja. Kenapa?" Lalu mamaku duduk di kasurku, yang tandanya ia akan berbicara panjang. Tanpa bertanya aku ikut duduk di kasurku dan ibuku memulai pembicaraan.

"Kan dulu kamu pernah bilang kalau kamu pernah ngeliat bayangan hitam di pojokkan kamarmu." Dahiku mengerut siring pikiranku bekerja. Kapan aku cerita pada ibu?

"Kapan?"

"Yang pas kamu SD itu. Kamu ada cerita kan."

"Ah, masa iya? Kapan mbak cerita sama ibu?"

"Ada lah intinya kamu cerita. Nah tadi ibu kan ke tempat orang pintar itu, namanya Mbak Nemi. Pas di tengah-tengah pembicaraan antara Tante Nanik, tiba-tiba dia langsung bilang gini, 'anak ibu yang cewe sering diganggu ya?' gitu, terus kan ibu ingat yang malam-malam kamu keluar kamar terus kamu ada cerita kamu lihat bayangan hitam. Terus kata Mbak Nemi itu, ada sosok genderuwo jantan, bahkan dia ngikutin kamu ke kamar ini." Hatiku mencelos ketika mendengar cerita ibuku. Kini semuanya jelas. Seluruh penyebab kejadian-kejadian itu.