Chereads / The Last Curse at 17 / Chapter 5 - 5

Chapter 5 - 5

Sekembalinya di kelas yang masih saja ricuh itu, aku masih merasakan perih seakan kuku-kuku Soraya masih menancap di kulit lengan tanganku. Aku menyingkap lengan bajuku untuk memeriksa keadaan kulitku. Aku membeliak melihat kulit pergelangan tanganku dan kulit lenganku terdapat bekas cakaran yang cukup dalam untuk membuatnya terlihat mencekung, namun tidak terdapat darah sama sekali. Aku yang tidak ingin diwawancara oleh rombongan penasaran dan para guru pun memilih untuk izin dengan alasan badanku yang tiba-tiba menjadi kurang enak. Mereka yang sedang sibuk dengan anak-anak kesurupan pun hanya mengangguk. Aku mengambil sepeda keranjangku diparkiran dan segera menuju ke rumah. Saat mengendarai sepedaku aku merasa badanku mulai lemas. Seperti ada yang menyedot tenagaku melalui luka-luka misterius itu.

Ketika waktu sholat dzuhur tiba pada pukul 12.30, aku mengambil air wudhu. Ketika sedang berwudhu aku merasa luka-luka misterius itu terasa membakar. Aku berjenggit terkejut ketika rasa panas itu menyengat tiba-tiba saat terkena air wudhu. Dengan tekat kuat melaksanakan kewajiban, aku tetap melanjutkan kegiatan wudhuku. Rasa panas itu memuncak ketika aku sholat hingga aku tak tahan untuk tidak menangis di tengah sholatku. Namun setelah membaca zikir dan doa sehabis sholat, aku melepas mukenaku. Aku melihat luka misterius itu sudah tidak secekung sebelum aku sholat, walaupun masih terdaapat goresan dan sedikit cekungan. Aku mengucap rasa syukur berkali-kali ketika melihatnya.

.

Keesokkan paginya aku berangkat sedikit lebih siang dari kemarin. Setelah aku memarkirkan sepedaku, aku melangkah menuju kelasku. Saat melewati parkiran guru aku merasa heran karena tidak ada satu pun kendaraan guru atau murid nakal di situ. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, siapa tahu ada yang bisa kutanyai mengenai keadaan yang mengherankan aku. Namun nihil, tak seorang pun dapat kutanyai. Mengedikkan bahu, aku memilih melanjutkan langkahku menuju ke kelas.

Di tengah pembelajaran pagi, atensi murid-murid di kelasku, termasuk aku, tertarik ke belakang kelasku yang dapat kami lihat melalui jendela, karena di sana terdapat Pak kiyai yang kemarin mengikat tangan Soraya dengan surbannya kini tengah mengobrol dengan guru agama, wakasek, dan kasek. Aku tidak terlalu memperhatikan obrolan mereka, tapi tidak lama setelah itu sang Pak kiyai membacakan sesuatu di dalam air mineral kemasan botol 600 ml, lalu menyiraminya di seluruh parkiran milik guru itu. Belum selesai Pak kiyai menyiramkan air itu di seluruh parkiran, murid-murid langganan media makhluk ghaib sudah pada meronta bereaksi. Ah sial, kenapa salah satunya harus tepat di sampingku. Dengan gesit aku membereskan buku-bukuku ke dalam tas sekolah. Lalu melangkah keluar kelas karena sudah tidak ada lagi guru yang peduli dengan murid yang membolos saat ini, tapi aku belum berniat untuk pulang, aku ingin bermain ke rumah adik kelasku yang lumayan dekat denganku. Rumahnya tepat berada di depan kelasku, karena orangtuaya bekerja sebagai penjaga sekolah.

Aku mengucap salam sambil memanggil-manggil nama adik kelasku itu di depan rumahnya. Tidak lama, muncul adik laki-lakinya yang masih berada di taman kanak-kanak mempersilakan aku masuk dan duduk di ruang tengahnya. Karena aku juga sudah akrab dengan keluarga adik kelasku itu, mereka menyambutku dengan hangat, bahkan menyajikan jajanan ringan. Setelah adik kelasku yang bernama Atun itu keluar dari kamarnya, kami mengobrol dengan asik.

"Kak Lin, kakak udah tahu belum tentang cerita itu?"

"Hah? Nggak, aku nggak ada dengar sama sekali tentang itu. Penampakan apa dan dimana memangnya?"

"Aku juga diceritain mamaku sih, kak. Jadi gini, saat malam Jumat minggu kemarin itu ada beberapa anak kelas 5 dan kelas 6 entah main apa mereka ke sini. Benar-benar malam, sekitar pukul 11 malam, karena itu aku sudah tidur. Mereka masuk lewat halaman belakang sekolah dalam keadaan beberapa orang setengah mabuk lem, sebagian tidak. Nah, ada anak yang Namanya Sauqi kelas 5, kakak kenal?"

"Oh tahu tapi nggak kenal, dia pernah maling ponselku saat kami masih kelas 4. Nah terus?"

"Si Sauqi ini dia bawa ponsel berkamera, jadi entah ide darimana dia menyelipkan ponsel itu di antara pintu renggang ruang kelas 6 B, yang dulu katanya ada salah satu murid yang terjun dari jendela itu. Setelah beberapa kali ia mengambil foto dan video, ia melihat hasilnya, lalu tiba-tiba mamaku dengar teriakkan nyaring dan langkah berdentum menuruni tangga kayu yang sudah mulai hancur itu. Mamaku cepat-cepat keluar sambil membawa senter, lalu ia menemukan seorang anak yang terengah-engah dikelilingi oleh beberapa anak lelaki. Si Sauqi itu terlihat trauma, ia tidak menangis tapi seluruh badannya gemetaran. Setelah agak tenang Sauqi bercerita kepada mamaku tentang yang ia dapat di ponselnya. Ternyata itu adalah penampakan..."

"Apa tu?"

"Apa hayoo??"

"Kupukul kamu. Cepat apa itu?!"

"Hahaha... iya iya. Ternyata di dalam kelas tersebut nggak hanya ada satu atau dua makhluk, melainkan lima makhluk. Sebentar, sepertinya mamaku ada menyalin rekaman videonya."

Atun beranjak menanyakan mamanya jika ada rekaman vdeonya itu atau tidak. Dan beruntungnya ada. Atun menyetel di ponselnya. Di situ kami dapat melihat, empat sosok kuntilanak, dan sesosok pocong. Atun mengatakan keluarganya akan melaporkan ini ke pihak sekolah sehingga dapat menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

Setelah keadaan sekolah sudah mulai tenang, aku berpamitan kepada Atun dan keluarganya untuk pulang. Aku mengambil sepedaku di parkiran belakang sekolah, tidak banyak sepeda yang tersisa ternyata. Sesampainya aku di rumah aku mengucap salam dan mengganti bajuku. Ketika aku sedang menonton televisi di dapur, aku mendengar ibuku berbincang dengan salah seorang pembeli di warungku.

"Ibu sudah tahu belum, kasus kehilangan uang bergilir di perumahan sana? Kejadiannya nggak sekali dua kali, terus-terusan, andaikan sekali dua kali mungkin dia nggak akan sadar kalau uangnya ada yang hilang."

"Yang benar, mbak? Saya nggak ada dengar loh," ujar mamaku.

"Iya, setelah rumah iparnya Ami itu, bergiliran di rumah lain, kecuali rumah Mama Dais. Nah mereka mulai curiga tapi kayak nggak mungkin gitu, kan ya, Mama Dais aja yang paling kaya di situ. Tapi, saat Mama Dedy main ke rumahnya Mama Dais, pas hendak minjam toilet ia melihat ruangan setengah terbuka yang isinya serba kuning, baunya menusuk, dan penuh benda-benda seperti sesembahan ritual. Ternyata mereka katanya melihara tuyul."

Aku yang mendengar cerita si pembeli itu tiba-tiba teringat dengan bunga-bunga kuning dan kain selendang berwarna kuning itu. Semua terasa jelas sekarang.

.

Setelah sekian banyak kejadian mistis itu, akhirnya setahun berlalu dengan kejadian mistis yang tanpa henti, sehingga nilai-nilai para murid ikut menjadi korban. Aku yang kini memasuki tahun keenam, berada di kelas yang berbeda dari kelas 6 yang tahun lalu. Ternyata setelah menerima laporan dari keluarga Atun, pihak sekolah memutuskan untuk merenovasi ruang kelas 6 yang lama. Tapi... aku bingung, bukan berarti aku menginginkan hal yang sama dengan tahun kemarin terjadi tahun ini, tapi kini tidak ada satu pun kejadian mistis yang terjadi. Sama sekali! Padahal murid-murid kelas 5 tahun ini jauh lebih ribut dari pada murid-murid tahunku.

.

Setelah ini akan kuajak kalian memasuki gerbang dunia yang tidak semua orang percaya bahwa itu ada. Sampai bertemu pada babak selanjutnya (: