Chereads / The Last Curse at 17 / Chapter 4 - 4

Chapter 4 - 4

Hari masih awal tapi awan kelabu sudah menyapa, membuatku enggan untuk beranjak dari tempat tidur, tapi tentu saja aku tetap bangun jika tidak ingin uang sakuku dipotong. Dengan gontai aku berjalan kea rah kamar mandi dan bersiap untuk pergi sekolah.

Aku mengayuh sepeda dengan pelan karena masih cukup panjang waktu sebelum jam masuk, jalanan saja masih sepi. Sambil mengayuh aku menengok kanan dan kiri untuk melihat pemandangan di sekitarku walaupun sudah sangat familiar. Aku melihat ke arah rumah rumah salah satu murid seangkatanku namun berbeda kelas. Aku tahu karena anak itu terkenal karena pintar dan beberapa kali menyumbang dana untuk sekolah walau sekolah kami sekolah negeri, Dais namanya. Angin berhembus cukup kuat berlawanan arah dariku, lalu tiba-tiba aku melihat sesuatu seperti bunga berwarna kuning berterbangan dari atas atap rumah anak itu yang berbentuk persegi tanpa genting dan jatuh di samping rumah, selanjutnya aku melihat pula sebuah kain selendang berwarna kuning yang melambai-lambai terhembus angin. Aku memberhentikan sepedaku sejenak untuk mengamatinya, tapi tidak lama, karena aku piker tidak ada yang aneh berkebalikan dengan perasaanku yang tidak nyaman saat melihatnya. Aku memilih mengabaikannya dan melanjutkan perjalananku menuju sekolah.

Hari ini sekolah kembali ricuh setelah jam istirahat. Berbagai makhluk kembali memasuki raga beberapa murid di kelasku. Makhluk ghaib itu memasuki orang-orang yang sama dengan yang kemarin. Murid perempuan di kelasku yang bernama Soraya dimasukki makhluk yang bernama melati, akunya. Dia berjalan ke arahku sambil mengendus-endus.

"Kamu harum. Melati... ayo, ayo ikut aku."

Belum sempat memahami apa maksud perkataan makhluk itu, aku sudah ditarik olehnya keluar kelas dan menuju hutan di samping sekolah. Aku hanya dapat mengikutinya, bahkan aku tidak diperbolehkan memakai alas kaki terlebih dahulu. Ia mencengkram pergelangan tanganku sangat kuat sehingga aku dapat merasakan kukunya yang tajam seperti hendak menembus urat nadiku. Di belakangku beberapa murid yang penasaran dan guru yang khawatir mengikuti kamu berdua. Cukup dalam ia menarikku hingga kami menjumpai sebuah pohon beringin yang akarnya menjuntai-juntai dan melilit batang pohonnya. Tajuknya yang lebar membuat hawa di sini terasa sejuk dan lembab karena sinar matahari yang hanya dapat menembus sedikit dari celah-celah ranting dan daun.

"M-Melati, ini dimana?"

"Ini rumah melati. Melati sendirian, yang lain gak ada yang mau temenin. Eh bukan... melati hanya tidak suka karena mereka... bau! Melati yang paling harum, dan kamu harum melati jadi harus jadi teman Melati."Makhluk itu mengakhiri kata-katanya dengan cekikikan. Saat aku berjalan mundur perlahan, ia menyadarinya dan langsung merangkul tangan kananku dengan erat. Aku berusaha keras melepaskannya namun badanku terasa lemas ketika merasakan hawa dingin menusuk dari hawa tubuhnya. Aku menengok ke belakang, di situ ada beberapa murid yang tadi mengekori kami namun tak berani melakukan apapun, sampai guruku datang dengan seseorang yang tidak kukenal. Orang yang bersama guruku itu melepas surban di kepalanya lalu mengikat tangan Soraya yang merangkul pergelangan tanganku. Ketika surban itu mengenai tangannya, Soraya menjerit melengking dan benar-benar mencengkram lenganku dengan kukunya. Aku menarik paksa lenganku, karena jika tidak mungkin bajuku akan sobek.

Soraya dibawa paksa oleh guruku dan Pak kiyai. Aku masih tetap di tempatku berdiri sambil melihat gerombolan penasaran itu pergi membuntuti 'hiburan' mereka. Aku memegangi lenganku tepatnya di tempat Soraya menancapkan kuku-kukunya, lalu menengok kembali ke arah pohon besar itu. seakan berbicara, angin berhembus cukup kencang dan melambaikan akar-akar gantung pohon beringin itu saat aku melangkah pelan menjauh dari tempat itu.