Chereads / The Last Curse at 17 / Chapter 3 - 3

Chapter 3 - 3

Aku berujar tanpa melihat ke arah Masitah, aku yakin ia mendengar yang akukatakan. Dugaanku tidak sepenuhnya salah, hanya saja aku berbicara dengan orangyang salah. Suara kikikan melengking membuat tubuhku kaku dan darahku berdesirsehingga jantungku bekerja lebih cepat.

.

Belum sempat aku menengok ke belakang, Masitah menarik jilbabku sambil mengikik lebih keras. Saat tanganku menahan agar jilbabku tidak lepas kikikan Masitah berubah menjadi teriakkan melengking yang membuat para makhluk ghaib yang berada di dalam tubuh murid di kelasku semakin liar. Salah seorang guru menolongku dengan menarik Masitah menjauh dariku dan membawanya keluar kelas. Masitah menatapku nyalang. Aku terduduk di kursiku dengan keadaan lemas.

Benar saja tidak lama setelah para murid kembali sadar, kegiatan belajar mengajar hari itu dibubarkan. Murid-murid yang baru saja sadar dari kerasukkan masih dibiarkan istirahat karena badan mereka yang masih terasa lemas. Aku keluar kelas dengan membawa tasku dan milik Masitah. Aku bertanya kepada guru yang tadi membawa Masitah keluar dari kelas akan keberadaan teman sebagkuku itu. Ternyata Masitah sedang berada di dalam ruang UKS. Ia terlihat lemas dengan mata yang masih memerah dan sayu. Aku menghampirinya untuk memastikan keadaannya sambil memberikan tas miliknya. Tidak lama aku berpamitan pulang karena kakak Masitah sudah datang. Ketika sedang memasang sepatu di depan ruang UKS, atensiku kembali ditarik oleh keramaian di depan kelasku. Aku menghampiri Huda yang merupakan sumber dari keramaian ini.

"Da, kenapa?"

"Lin, coba lihat!"

Aku menatap bingung kepada batok kelapa yang tinggal separuh namun bersih, seperti sudah diamplas. Aku mengambil batok kelapa itu masih dengan ekspresi bingung.

"Apa yang aneh?"

"Aduh, Lin. Coba lihat itu ada gambar."

Huda menunjuk ke bagian tengah batok kelapa tersebut. Sekilas dilihat itu hanyalah pola batok kelapa pada umumnya, tapi ketika diamati itu merupakan suatu gambar dan... tulisan? Mataku membeliak, tertegun. Jika aku mengelak ini sebuah rekayasa, tapi tidak mungkin kan pola batok kelapa dapat direkayasa, karena aku tidak melihat sedikitpun goresan benda tajam di permukaannya. Tidak lama setelahnya salah seorang guru wanitaku bertanya tentang keramaian yang kami buat dan melihat batok kelapa itu. Huda menceritakkan jika baru saja ia bermain dengan teman-temannya di bagian belakang sekolah dekat dengan tanah timbunan tinggi yang disana terdapat banyak pohon kelapa. Masing-masing dari mereka mengambil batok kelapa kering lalu mengamplasnya untuk dibuat mainan. Tapi Huda tidak tahu kenapa dari sekian banyak pohon kelapa ia memilih mengambil batok kelapa yang jatuh dari pohon kelapa yang paling jauh dari yang lain dan berbatasan langsung dengan jurang.

Setelah mendengar cerita Huda aku meninggalkan kerumunan untuk pulang ke rumah. Akhir-akhir ini setiap hari aku pulang dengan rasa penasaran akan misteri-misteri itu. Pertanyaanku akan motif yang ada pada batok kelapa terus menggema di pikiranku.

'Bagaimana bisa ada gambar jelangkung dan tulisan... mati?'