"Jadi menurutmu, orang yang semena-mena sepertimu yang senang sekali membuat banyak peraturan tidak jelas dan berbobot seperti yang kau lakukan selama ini adalah yang lebih pantas? Apalagi kau terlalu kolot untuk jabatan itu. Hanya orang yang keren dan lebih berkelas yang paling cocok untuk jabatan CEO itu. bagaimanapun juga kita harus menjaga image perusahaan," sahut Vicky.
"Yang dibutuhkan perusahaan adalah orang bisa mengelolah perusahaan, bukan model pakaian atau icon perusahaan. Apa kau bisa membedakannya?" balas Al lagi.
"Hei, bisakah kalian saling berhenti mengajukan diri seperti itu? kalian membuatku geli. Daripada orang yang suka seenaknya sendiri dan suka semena-mena seperti kalian itu, bukankah lebih baik jika CEO Glowing adalah orang yang lebih berkompetan dan fresh seperti aku? kalian cuma merusak pemandangan saja! Jadi lebih baik kalian mundur dan bekerja dibelakang layar," ujar Danil yang ingin ikut andil juga sehingga masuk keributan diantara kedua kakaknya.
"TIDAK MUNGKIN!!" jawab Al dan Vicky serempak.
"Jika kau yang terpilih, apa yang akan mereka katakan tentangku yang selama ini menjabat sebagai yang tertua di antara kalian? Lagipula apa kau pikir orang yang tidak memiliki jiwa kepemimpinann sepertimu akan cocok untuk menjadi seorang CEO?" lanjut Al meremehkan.
"Siapa yang bilang aku tidak punya jiwa kepemimpinan?" protes Danil.
"Jika kau yang menjadi CEO, lalu apa jika kau sedang marah dan kesal pada bawahanmu kau akan langsung memecatnya seperti yang selama ini kau lakukan? Memecat siapapun anak buahmu yang membuat kesalahan walau hanya sekali dan sangat sederhana?" balas Al menuturkan kebiasaan adiknya.
"Jika itu terjadi, maka perusahaan akan hancur. Bagaimana bisa kau memecat seketarismu atau bahkan direktur sekalipun dan para pemegang saham yang lain jika kau sedang marah padanya? Atau kau justru akan memukulnya dengan tangan-besimu itu? Hah! Membayangkannya saja sudah mengerikan," timpal Vicky ikutan.
Danil menatap keduanya dengan kesal, "Apa kalian sekarang ingin merasakan tangan-besiku ini?"
"Lihat! Kau bahkan langsung menunjukan kemarahanmu itu hanya karena aku mengatakannya. Bagaimana bisa kau menjadi seorang CEO dengan sikapmu yang seperti itu?" balas Vicky tidak merasa takut.
"Bukankah keputusan bukan berada di tangan kalian? Kenapa kalian bersikap seolah-olah kalian yang membuat keputusan? Mencoba bersikap sok hebat?" balas Danil sambil tertawa meledek.
"Memang bukan aku yang membuat keputusan," jawab Al, "Tapi aku sangat yakin bahwa aku yang akan menggantikan Nenek."
"Tidak, Aku yang akan menggantikan Nenek. Bukan kau!" seru Vicky.
"Tidak! Bukan kalian, tapi aku. Kalian sama sekali tidak cocok," seru Danil.
Nenek menatap ketiganya dengan kecewa. Mereka sudah bukan anak kecil lagi. Tapi kelakuan mereka melebihi anak kecil.
Bagaimana mungkin mereka bisa saling berebutan posisi seperti ini, seolah memperebutkan sebuah kue plum yang hanya tersisa satu? Nenek jadi teringat kejadian tadi di restoran setelah ia selesai berbicara dengan koleganya. Tiga anak kecil yang berebutan kue di acara pesta ulangtahun.
Seandainya saja cara waiters tadi bisa digunakannya dalam situasi seperti ini. Tapi itu jelas tidak mungkin. Tidak mungkin ia menyamakan sebuah perusahaan besar dan berkembang seperti 'Glowing' dengan sebuah kue.
Membaginya menjadi tiga bagian dan memberikan pada semua cucunya masing-masing satu? 'Glowing' hanya akan ada satu dan tidak mungkin akan dipecah demi kedamaian semua cucunya.
Glowing memang memiliki banyak cabang di berbagai tempat. Tapi pusat 'Glowing' tetap hanya ada satu yaitu di sini. Di tempat ia berdiri sekarang. Dan ia tidak akan pernah memecah perusahaannya ini.
Tapi apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi kelakuan cucu-cucunya ini, terutama ketiga cucunya ini? Kening Nenek seakan ingin pecah memikirkan kelakuan cucu-cucunya yang tidak pernah bisa bersikap dewasa dan harmonis.
Kapan lagi ia akan menemukan kedamaian ditengah-tengah keluarga saat semuanya berkumpul? Sama seperti saat kedua orangtua mereka masih ada. Nenek menatap ketiganya dengan sedih.
"Apa kalian masih ingin ribut terus??" tanya Nenek merasa kesal.
"Nenek, nenek sebenarnya akan memilih siapa?" tanya Danil, "Aku tahu, Nenek tidak akan mempertimbangkan usia karena aku yang paling kecil disini 'kan? Nenek tentunya akan memilih berdasarkan kemampuan kinerja kami selama ini 'kan?"
"Apa kau ingin mengatakan bahwa kau yang paling berjasa di perusahaan?" komplain Vicky, "Kau bahkan belum lama ini bergabung di perusahaan. Bagaimana kau bisa bicara seolah kau yang paling berguna di sini?!"
"Sekalipun aku baru, tapi kau sudah mengukir cukup banyak prestasi. Bukankah itu sangat bagus padahal aku masih sangat baru dibandingkan kalian?" balas Danil menyombongkan diri yang diikuti tertawaan merendahkan dari Al dan Vicky bersamaan.
"Jangan pernah bermimpi, Nenek jelas tidak akan memilih kalian dan justru malah akan memilihku. Jadi hentikan rengekan kalian sekarang," seru Al.
"Nenek sudah membuat keputusan. Nenek tidak akan menyerahkan jabatan Nenek pada kalian," seru Nenek memecah pertengkarang ketiganya.
"Apa?"
"Apa Nenek tidak salah?"
"Apa maksud Nenek?"
Al, Vicky dan Danil serempak kaget.
"Nenek tidak akan menyerahkan perusahaan ini pada kalian jika kelakuan kalian masih seperti ini. Nenek serius dengan ucapan Nenek. Jadi, percuma saja kalian saling ribut dan mengajukan diri kalian masing-masing. Nenek tidak akan memilih salahsatu dari kalian sampai kalian merubah sikap kalian ini. Nenek tidak perduli sekalipun jika jabatan ini harus kosong selamanya atau bahkan Nenek harus memberikannya pada oranglain. Jadi sebaiknya renungkan kembali sikap kalian ini. Apa kalian mengerti?" terang Nenek.
Ketiganya terkejut.
"Kau lihat? Ini semua salahmu. Kau ribut tak jelas sehingga membuat Nenek jadi marah," tuduh Al pada Vicky.
"Kau menyalahkanku?" protes Vicky tak percaya, "Ini jelas salahmu. Jika kau tidak lebih dulu mengajukan dirimu untuk posisi itu dengan percaya diri, hal ini tidak akan mungkin terjadi."
"Apa kau bilang? Ini salahmu!" balas Al tak mau kalah.
"Dan jelas juga salah Danil. Kenapa dia harus selalu ikut campur dengan urusan para kakaknya? Bukankah sebagai adik, seharusnya dia diam saja?" timpal Vicky lagi.
"Apa? Aku?" protes Danil yang kesal ikut diseret-seret, "Kenapa aku? Hei!! Bukankah umur kita hanya berbeda satu tahun saja. Kenapa kau harus bersikap seolah kau jauh lebih senior dariku?"
"Karena aku memang lebih senior darimu!"
"Cukup!!" teriak Nenek darting (alias : darahtinggian) , "Apa kalian tidak mendengar ucapan Nenek?" tanya Nenek marah, "Kenapa kalian harus ribut di sini? Di ruanganku? Jika kalian masih ingin ribut, Keluar! Keluar sekarang juga! Keluar dan kembali ke tempat kalian masing-masing lalu renungkan kembali perbuatan kalian ini. Kalian sungguh membuat kepala Nenek hampir pecah. Apa jika itu benar terjadi baru kalian akan berhenti bertengkar?"
Ketiganya menatap Nenek dengan iba, "Nek..."
"Haizzz... benar-benar membuat frustasi. Jangan panggil Nenek! Sudah Nenek bilang 'kan? Keluar!! Keluar sekarang juga!!" teriak Nenek.
Ketiganya lalu lari terbirit-birit keluar dari ruangan Nenek sambil masih saling menatap sengit. Nenek langsung terduduk lemas.
***