Chereads / Suddenly Rich : One Lady and Four Knights (Can I Choose 1?) / Chapter 15 - Chapter 015 ( Mengenali Berdasarkan Ciri-Ciri )

Chapter 15 - Chapter 015 ( Mengenali Berdasarkan Ciri-Ciri )

"Kau tidak bisa menolaknya," ujar Nenek dengan sangat santai.

"Hah?" Mayang menatapnya serius.

"Kau sudah menandatangani kontrak itu. Enam bulan. Itu masa kontrakmu yang sudah kita sepakati. Dan jika kau ingin membatalkannya, kau harus mengganti kerugian yang sudah tertera di dalam kotrak itu," seru nenek sedikit mengancam.

Sedikit?

Mayang terkejut mendengarnya, "Tapi bukankah kontrak itu baru saja dibuat? Kenapa aku tidak bisa membatalkannya?"

"Sekali lagi, maaf. Kontrak ini sudah sah sejak ditandatangani. Jadi apabila ada perubahan setelahnya tentu akan berpengaruh," Nenek menjelaskan.

Mayang terpaku di tempat. Kenapa ia sekarang merasa seolah sedang ditipu? Orang yang disangkanya sangat baik hati, kenapa tega sekali melakukan hal ini padanya? Hah! Ini pasti mimpi!!

Pekerjaan ini jelas tidak cocok untuknya. Bagaimana caranya ia bisa menyatukan seluruh perasaan cucu-cucunya hanya dalam waktu enam bulan? Apa tidak lebih baik Mayang bekerja saja sebagai pembantu di rumah mereka?

"Kau tidak perlu khawatir. Aku memberimu waktu enam bulan untuk mencobanya. Dan jika selama itu kau masih juga tidak berhasil, aku tidak akan menuntutmu. Aku hanya ingin kau mencobanya. Siapa tahu kau malah akan berhasil. Sejujurnya, saat kita bertemu beberapa kali secara kebetulan, aku sudah merasa sepertinya kita dipertemukan karena jodoh. Mungkin ini sebabnya, aku merasa pekerjaan ini cocok untukmu. Percayalah," terang nenek membuat Mayang menatap nenek dengan perasaan campur-aduk.

Menolak atau membatalkan tidak bisa. Tentu hanya satu yang bisa ia lakukan, yaitu menerimanya. Mayang tak bisa berkata apa-apa lagi.

***

Mayang sudah duduk di meja makan, tepat di samping nenek saat acara makan malam akan dimulai. Dengan was-was, ia menunggu kedatangan semua cucu nenek yang sebentar lagi juga akan berkumpul di sana.

Melirik jam dinding yang seolah berdetak sangat kencang. Sudah tepat pukul tujuh, semua cucunya masih belum juga tiba. Mayang merasakan sekujur tubuhnya menegang.

Demi pekerjaan ini, ia terpaksa pindah ke rumah ini dan menitipkan Junior pada pamannya. Walau merasa sedikit khawatir mengingat tantenya yang selalu jutek pada keluarganya, tapi dengan berat hati Mayang harus melakukannya.

Dan walaupun sudah hampir seharian ini dia berada di dalam rumah ini. Ia sama sekali belum pernah melihat satu pun dari ketujuh cucu nenek. Nenek hanya memberi kejelasan bahwa semua cucunya itu akan berkumpul di ruang makan saat jam makan malam tiba.

Tepat pada detik ini. Karenanya, Mayang semakin merasa tidak tenang.

Hingga tak berapa lama setelahnya, satu persatu cucu nenek muncul dan mengambil posisi di kursi makan mereka. Mayang memperhatikan mereka secara bergantian. Inikah anak-anak yang perlu didamaikan itu?

Mereka terlihat baik-baik saja!

Bukankah jika mereka memang bermusuhan, mereka seharusnya tidak saling berkumpul untuk makan bersama seperti ini? Mereka begitu kompak untuk datang secara bersama-sama. Apanya yang perlu dikhawatirkan?, pikir Mayang heran.

Hingga seorang di antara mereka menoleh pada Mayang. Mayang spontan gugup.

"Kau siapa? Kenapa kau bisa ada di meja ini?" tanyanya heran. Diikuti pandangan bingung dari saudaranya yang lain.

Mayang memperhatikan wajah pria itu.

"Apa kau yang bernama Danil?" tanya Mayang tanpa sadar. Mengenali dengan c epat tahi lalat bulat yang ada di pelipis kanan pria itu. sehingga begitu melihat, ia langsung saja bicara tanpa dipikir lagi.

Perkataannya itu, tentu saja langsung membuat pria itu kebingungan. Pria itu jelas tidak kenal dengan Mayang. Tapi mengapa Mayang begitu mudah langsung menebak namanya?

"Apa kau mengenalku?" tanya Danil bingung.

Mayang tersenyum tipis, "Sebetulnya sih tidak," jawabnya ragu.

"Apa dia kenalan baru Nenek?" tanya pria yang ada di sebelah pria yang bernama Danil sambil melirik ke arah neneknya.

Mayang menatap ke arahnya dan langsung reflek bersuara.

"Ah! Kau pasti yang bernama Vicky," celetuk Mayang dengan begitu spontan. Mayang langsung mengenali dengan cepat juga karena hanya cucu nenek yang bernama Vicky yang mengecat rambutnya jadi berwarna pirang.

Vicky reflek mengerutkan keningnya, "Apa-apaan ini? Dia juga mengenaliku?" tanyanya setengah meremehkan.

Saudarinya yang lain langsung menimpali.

"Hei! Apa kau ingin mengatakan bahwa kau tahu siapa namaku juga?" celetuk salah seorang cucu nenek yang perempuan, setengah meledek.

Mayang berpindah menatapnya. Wanita dengan kesan tomboy.

"Ya, kau pasti Hellena dan kembaranmu yang di sebelahmu itu pasti Hellina. Kalian benar-benar hampir identik," ucap Mayang sambil melirik keduanya bersamaan dengan takjub.

Ini pertama kalinya Mayang bertemu dengan anak kembar. Keduanya langsung saling menatap dan mengangkat kedua alisnya. Herilna lebih dulu memberikan respon.

"Sepertinya itu benar," sahut Hellina menanggapi dengan malas. Mayang justru tersenyum senang karena jawabannya kali ini juga tepat.

Ia memang punya kebiasaan mencirikan setiap orang yang baru dikenalnya dalam memori otaknya. Maklum, Mayang sebetulnya punya penyakit yang akut soal mengenali orang. Apalagi untuk orang yang baru dikenal atau dilihatnya, ia bisa seperti orang yang hilang ingatan kalau sudah menyangkut menghafalkan wajah orang yang baru ia lihat.

Jadi, saat tadi nenek menunjukkan foto keluarganya dan memperkenalkan satu persatu anggota keluarganya, Mayang sibuk menghafalkan ciri-ciri khusus dari mereka masing-masing hanya supaya jika mereka bertemu nanti, Mayang bisa langsung mengenalinya dengan cepat.

Alhasil, semuanya jadi berguna.

Mayang berhasil mengenali mereka satu persatu dari ciri-ciri yang Mayang catat tadi. Danil punya tahi lalat di pelipis kanannya. Vicky satu-satunya cucu laki-laki nenek yang berambut pirang. Si kembar Hellena yang tomboy (berambut lurus) dan Hellina si feminin (berambut panjang bergelombang).

Tinggal tiga orang lagi, pikir Mayang gelisah.

Karena menurut kesaksian nenek, cucu pertama sedang berada di luar negeri dan tidak akan ada di rumah ini sekarang. Jadi yang tersisa tinggal cucu nenek yang paling muda dan cucu nenek yang kedua.

Mayang melirik ke arah meja yang paling ujung dan jauh darinya juga nenek. Dilihat dari wajah dan tinggi badan, pasti laki-laki yang duduk di meja paling ujung itu adalah cucu nenek yang paling kecil, Ikshan. Persis seperti yang dikatakan nenek, Ikshan adalah cucunya yang paling tenang selain satu orang lagi...

Pandangan Mayang bergerak ke arah cowok lain yang duduk tepat berada di depannya. Dia pasti adalah cucu kedua nenek. Al.

Cowok berkacamata tipis dengan potongan rambut yang agaknya terlalu rapi dan ekspresinya yang terlihat kaku. Mayang menyimpulkan bahwa pria itu pasti adalah tipe pria yang sangat membosankan.

Hingga merasa diperhatikan, Al melirik Mayang dengan pandangan tak senang. Mayang langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Benar 'kan? Pasti membosankan dan juga menakutkan, pikir Mayang.