Chapter 8 - Chapter 008 ( Pensiun )

Ketiga anak kecil itu tersenyum senang karena akhirnya sekarang mereka semua mendapat bagian. Jika saja mereka tadi masih saling bersikeras untuk berebut dan hanya satu orang yang dapat, tentunya dua diantara mereka pasti akan sedih dan kesal karena tidak dapat bagian. Sehingga dengan cara ini, semuanya menjadi adil.

"Hore!! Kita dapat kue semua. Asyik!!" teriak salah satu anak kecil itu.

Nenek melihat kejadian itu dengan ekspresi yang sedikit terkejut. Kenapa ia tidak berpikir ke arah sana? Membaginya menjadi tiga bagian? Tadi ia hanya terpikir untuk membelikan yang baru untuk mereka. Bukannya membaginya menjadi tiga bagian seperti yang dilakukan oleh waiters itu terasa lebih mendidik? Itu adalah cara pikir yang lebih mendewasakan. Nenek memperhatikan wajah waiters yang sudah memenangkan hati anak-anak itu. Ehm, sepertinya tidak asing. Nenek mencoba mengingatnya kembali. Mungkin karena usia, ia jadi sulit untuk mengingat banyak hal bahkan mengenali seseorang.

Tapi tunggu....

Ah! Bukankah itu gadis yang tadi sedang menenangkan anak kecil yang kehilangan ibunya di halte bus saat perjalanan menuju restoran? Dan bukankah gadis ini juga yang menolongnya saat ia hampir saja tertabrak tempo hari? Benar, itu adalah gadis yang sama. Jadi gadis itu bekerja di sini? Nenek tersenyum. Gadis yang sangat baik dan berbudi. Tapi rasanya akan lebih menyenangkan jika cucu-cucunya juga punya budi yang baik seperti gadis itu. Nenek menghelah napas lalu kemudian pergi dari restoran itu.

***

Ketiga cucu Nenek, Al, Vicky, dan Danil masuk ke ruangan Nenek dengan wajah terkejut.

"Apa benar Nenek akan pensiun dari jabatan Nenek sekarang?" tanya Danil secara mendadak.

Ketiganya baru saja mendengar berita ini dari seketaris mereka masing-masing dan langsung ingin mengkonfirmasinya pada nenek. Sebelum ini belum ada pembicaraan seperti ini, mereka masih tak percaya karena hal ini sangat mendadak.

"Kenapa hal yang sepenting ini justru kami mengetahuinya dari oranglain? Kenapa Nenek tidak membicarakannya dengan kami terlebih dahulu?" tanya Al merasa tidak senang.

"Apa Nenek sedang membuat rencana aneh yang tidak kami ketahui? Sehingga kami tidak diberitahukan apapun?" timpal Vicky yang juga merasa tidak senang dengan keputusan itu.

Nenek bersikap santai, "Pada akhirnya kalian juga akan mengetahuinya 'kan? Darimana sumber itu tentu bukan jadi persoalan. Nenek memang akan menutup masa jabatan nenek sebagai CEO di perusahaan ini. Sudah waktunya Nenek memberikan yang lebih muda dan energik untuk menjalannya perusahaan ini. Nenek sudah terlalu tua."

"Ya, itu memang benar," jawab Danil setuju, "Nenek memang sudah cukup tua untuk turun dari jabatan. Tapi aku tetap tidak menyangka akan secepat ini."

Nenek melototi cucu ke-4nya, pura-pura kesal, "Apa kau sedang meledek rambut Nenek yang sudah memutih ini?" balas Nenek.

Danil menatap Nenek dengan wajah polos, "Itu memang benar, Semua orang juga sudah tahu akan hal itu. Sekalipun Nenek sudah mengecat seluruh rambut Nenek dengan warna hitam, tetap saja umur tidak bisa ditutupi."

Kali ini Nenek benar-benar menatap kesal Danil. Sekalipun ia tidak bisa menutupi usianya, bukankah sebagai cucunya, Danil tidak pantas berbicara seperti itu? Anak ini selalu saja tidak pernah berkata manis sedikitpun bahkan pada neneknya sendiri.

"Ya, kau benar! Itu sebabnya Nenek ingin melepas jabatan nenek sekarang. Apa kau sekarang puas?" maki Nenek kesal.

"Kenapa Nenek jadi sewot seperti itu hanya karena aku mengatakan hal yang sebenarnya? Bukankah Nenek yang mengajarkan aku untuk selalu mengatakan hal yang sebenarnya sekalipun itu tak menyenangkan atau menyakitkan?" balas Danil membela diri. Tapi akhirnya ia tertawa juga melihat reaksi nenek yang memang tidak senang jika ada yang menyinggungnya soal umur.

Nenek memang selalu merasa dirinya masih sangat sehat dan muda diantara orang-orang seusianya. Seperti itulah. Itu sebabnya semua cucunya ini merasa heran dengan berita pensiun nenek ini. Rasanya terlalu tidak masuk akal bagi mereka.

"Kenapa Nenek harus mundur sekarang? Bukankah Nenek sedang mengerjakan proyek penting yang selama beberapa tahun belakangan ini jadi fokus utama Nenek?" tanya Al dengan wajah seriusnya.

"Ya, kau benar. Dan karena proyek itu akan segera selesai dan dilaunchingkan, Nenek rasa tugas Nenek sudah selesai. Nenek ingin bersantai dan bersenang-senang disisa umur Nenek sampai maut menjemput. Itu saja," jelas Nenek gamblang.

"Nenek bicara apa sih?!" sela Vicky, "Jangan menanggapi serius ucapan Danil. Dia itu memang senang asal bicara saja. Kami jelas tahu Nenek masih sehat dan baik-baik saja. Apa ada hal buruk tentang kesehatan Nenek yang tidak kami ketahui?"

Al dan Danil menoleh ke arah Vicky lalu menatap neneknya dengan ekspresi terkejut.

"Apa itu benar?" tanya Al.

"Itu tidak benarkan, Nek?" tanya Danil yang jadi khawatir.

"Kalian ini... tentu saja tidak. Nenek baik-baik saja. Nenek masih sangat sehat. Bukankah kalian yang selalu mengontrol kesehatan nenek melalui Dokter Ogura, dokter khusus keluarga kita?" bantah Nenek.

"Lalu jika seperti itu... Kepada siapa Nenek akan menunjuk orang untuk menggantikan posisi Nenek?" tanya Vicky yang tiba-tiba tersadar bahwa posisi itu pasti akan kosong jika nenek pensiun nanti dan pasti harus ada seseorang yang akan menggantikannya. Ia saling pandang dengan kedua saudaranya yang lain.

"Apa Kakak Pertama berencana kembali ke Indonesia dan menggantikan Nenek?" tanya Al.

"Bagaimana mungkin dia akan kembali ke Indonesia? Nenekmu sudah membujuknya seperti apapun, Kakakmu tetap saja tidak mau. Jika dia tahu nenekmu ini akan turun jabatan, apa kau pikir itu akan membuatnya kembali?" jawab Nenek.

"Itu tidak mungkin. Apalagi jika dia tahu tentang nenek yang akan berhenti. Dia justru akan semakin bersembunyi di sana. Itu adalah hal yang paling mungkin akan dilakukannya mengingat dia yang paling tidak mau berurusan dengan apapun yang berhubungan dengan perusahaan. Apalagi menjadi CEO? Itu jelas mustahil," seru Danil yang langsung disetujui oleh yang lain.

Glen memang tidak pernah menyukai pekerjaan yang mengharuskannya bekerja di kantor, sekalipun itu adalah perusahaan milik ayahnya sendiri. Ia lebih menyukai seni dan lukisan. Itu sebabnya Glen yang seharusnya menggantikan ayahnya sebagai anak tertua begitu ayahnya meninggal, justru malah menolak dan memilih pergi dari rumah untuk mencari kebebasan.

"Jika bukan pada Kakak Tertua, lalu siapa?" tanya Vicky penasaran.

"Itu sudah jelas bukan?" balas Al, "Menurutmu, siapa yang paling pantas setelahnya?"

Vicky tertawa meledek, "Apa kau ingin mengatakan bahwa kaulah orangnya?"

Al tersenyum sebagai jawabannya. Jelas itu mengartikan bahwa memang dia yang seharusnya dipilih dan memang dia yang pantas menjabatnya.

"Tentu saja aku. Tidak mungkin 'kan orang yang suka seenaknya dan tidak pernah serius dalam bekerja sepertimu akan cocok untuk jabatan itu?!" balas Al.

Vicky menatap Al dengan kesal. Sementara Nenek hanya bisa menghelah napas panjang untuk kesekian kalinya. Mulai lagi dan lagi...

***