"Haizz.. Nek, aku tetap akan selalu mengingat tanah kelahiranku, yaitu Indonesia. Aku tidak mungkin lupa. Bukankah saat ini kita sedang berbicara dalam bahasa Indonesia? Bukankah aku masih cukup lancar berbicara dalam bahasa Indo? Padahal aku hanya berbicara menggunakan bahasa itu denganmu setiap kali kau menelpon. Di sini pun aku hanya menggunakannya untuk mengumpat karena tidak akan ada yang mengerti. Bukankah itu bagus? Dan lagi, aku belum berencana untuk tinggal selamanya di sini. Jika itu terpikirkan olehku maka aku akan pastikan bahwa Nenek adalah orang pertama yang mengetahuinya," balas Glen panjang lebar, mencoba menenangkan nenek.
"Kau... Kapan kau akan serius menanggapi Nenek? Hem? Glenandra... kau sungguh membuat Nenek terus saja naik dara? Apa kamu senang jika Nenek cepat mati?" pekik Nenek.
"Nenek, tolonglah jangan bicara seperti itu. Nenek tahu 'kan, Nenek adalah nenek yang paling aku sayangi di dunia? Tidak ada nenek-nenek yang lain yang lebih baik dari nenek. Nenek adalah yang terbaik. You're the best!"
"Aku tidak butuh pujianmu!!" bentak Nenek Linda, "Yang Nenek butihkan sekarang adalah kepulanganmu ke Jakarta. Tolong atur itu segera. Oke?"
"Baiklah. Baiklah. Akan aku coba pikirkan. Jangan terlalu emosi, oke?" seru Glen, "Dan karena Nenek sepertinya sedang dalam suasana hati yang kurang baik, lebih baik kita bicara lagi lain waktu ya, Nek. Aku ada urusan penting setelah ini. Kapan-kapan kita ngobrol lagi. Bye, nenekku tercinta. I love you so much. And see you later," pamit Glen sambil menutup telpon.
"Glen?" Panggil Nenek. Tapi percuma karena sambungan telepon sudah terputus.
"Dasar, anak itu. Memangnya dia pikir karena siapa suasana hatiku ini jadi buruk? Selalu saja seenaknya sendiri. Tidak pernah mau mendengarkan perkataan neneknya. Kapan sih dia akan berubah? Hah! Benar-benar!" gerutu Nenek tanpa perduli dengan tatapan Pak Otong, supir pribadinya dari kaca spion. Nenek terus saja berdecak dan kesal karena kelakuan cucunya. Tidak ada satupun diantara mereka yang bisa mengerti neneknya dan itu cukup membuat hati nenek sangat sedih.
Lalu mobil Nenek berhenti sejenak di depan lampu merah. Tanpa sengaja ia melihat seseorang yang terasa tidak asing di dekat halte bis yang ada di dekatnya. Diperhatikannya seorang gadis yang sedang menenangkan seorang anak kecil yang menangis. Jika dilihat, sepertinya anak kecil itu terpisah dari ibunya.
Dengan lembut, gadis itu mencoba untuk menenangkan anak kecil itu. Awalnya anak kecil itu tidak menggubris dan terus saja menangis. Tapi akhirnya anak kecil itu diam dan mau mendengarkan apa yang dikatakan gadis itu padanya. Gadis itupun menawari anak kecil itu sebuah permen. Lalu tak lama kemudian ibu dari anak itu muncul dan langsung memeluk erat anaknya dengan wajah cemas sekaligus lega. Si ibu mengucapkan terimakasih kepada Si gadis yang sudah menjaga anaknya dan si gadis pun pamit pergi.
Nenek melihat itu spontan tersenyum. Anak yang baik, pikir Nenek.
Lampu merah kembali hijau, mobil nenek pun melaju pergi.
Hari ini Nenek Linda ada janji penting dengan rekan bisnisnya di sebuah restoran untuk membicarakan proyek baru yang akan dirilis tidak lama lagi. Dan pembicaraan itu berlangsung cukup lama. Mungkin akan lebih lama lagi, jika saja rekan bisnisnya itu tidak mendapat telepon dari rekan bisnisnya yang lain karena ternyata dia ada janji temu ddngan oranglain juga.
Nenek dan rekan bisnisnya mengakhiri pembicaraan dengan saling berjabat tangan.
"Terimakasih atas kerjasamanya. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan Anda. Ini suatu kehormatan," kata Si Rekan Bisnis Nenek.
"You're welcome. Saya juga senang juga bisa bekerja sama dengan Anda. Dan saya harap, ini akan menjadi kerjasama yang akan saling menguntungkan. Terimakasih," balas Nenek.
Keduanya lalu berpisah. Nenek lalu berjalan menuju ke pintu keluar sambil melihat sekeliling. Hari ini terlihat sangat ramai. Ternyata restoran ini sedang melangsungkan acara ulangtahun untuk anak-anak. Mereka menggunakan hampir separuh ruangan yang ada di dalam restoran ini untuk merayakan acara ulangtahun salah satu anak. Nenek tersenyum memandangi anak-anak yang berlarian kesana kemari dengan semangatnya dan juga dengan gerak tawa. Rasanya sangat menyenangkan, mereka seolah memiliki energi yang tidak berbatas. Nenek jadi ingat saat cucunya masih kecil dulu. Mereka juga sangat lucu dan menggemaskan. Walaupun juga ada yang sedikit nakal, mereka selalu bisa membuat wajah nenek selalu tersenyum.
Mendadak perhatian nenek terarah pada tiga anak kecil yang saling berebut makanan. Kue plum besar dengan coklat ceres diatasnya dan tersisa hanya satu. Ketiga anak itu saling tarik-menarik untuk memperebutkan kue itu. tidak ada yang mau mengalah. Mereka terus saja menariknya dan berteriak bahwa kue itu adalah miliknya. Nenek berpikir sejenak. Apa ia harus memesankan lagi kue plum di restoran itu untuk mereka? Mereka sepertinya tidak ada yang mau mengalah sampai salah satu diantara mereka menang.
Tapi kemudian, seorang waiter wanita menghampiri keributan kecil itu.
"Hei!! Kalian tidak boleh saling berebut seperti itu!" serunya pada ketiga anak kecil itu.
"Ini punyaku!"
"Tidak, Ini punyaku!"
"Enak saja, aku yang duluan. Ini punyaku, tahu!!"
Tak ada yang menggubrik waiters wanita itu.
Si waiters kembali mencoba memisahkan ketiganya. Ia mengambil kue yang diperebutkan itu. Mengangkatnya tinggi agar tak ada satupun diantara anak kecil itu yang bisa menggapainya, lalu menatap ketiga anak itu dengan tatapan menggurui.
"Sudah kukatakan 'kan? Kalian tidak boleh saling berebut. Masih banyak makanan di sini. Kalian bisa mengambil yang lain," serunya lagi mencoba melerai.
Ketiga anak itu tidak ada yang mau menurut, mereka hanya diam di tempat dengan wajah kecewa.
"Omo! Kenapa wajah sedih kalian itu?" tanya gadis itu merasa bersalah lalu detik berikutnya ia menghelah napas.
"Baiklah! Jika kalian bersikeras ingin memakan kue plum ini," lanjut waiters itu lagi, "Kakak akan memberikannya pada kalian."
Salah satu anak merespon.
"Kakak mau kasih kami masing-masing satu?" tanya salah satu anak dengan antusias.
"Aku bisa makan itu lagi?" tanya yang lain menimpali.
Waiters itu mengganguk.
Nenek langsung berpikir bahwa ia sudah didahului. Tadinya Nenek juga berpikiran seperti itu. Ia baru saja mau membelikan mereka 2buah kue plum lagi sehingga ketiganya tidak perlu saling berebut.
"Ya, tentu saja,"seru si Waiters.
Waiters itu membelah kue plum itu menjadi tiga bagian, "Kakak akan membaginya menjadi tiga bagian. Ini untuk kalian satu persatu," lalu memberikannya pada ketiga anak itu masing-masing satu bagian, "Walaupun ukurannya jadi lebih kecil, bukankah lebih menyenangkan jika kita saling berbagi? Jadinya kalian semua dapat 'kan? Ini artinya simbiosis mutualisme. Semua sama-sama untung!"
***