Ia sering menjadi tempat konsultasi para teman-temannya yang memintanya untuk mencari solusi. Mungkin karena punya banyak pengetahuan dan keterampilan, maka ia sering diandalkan untuk mencari setiap solusi dari setiap masalah yang ditimbulkan oleh teman-temannya.
Oke, selesai!
Tentunya jika kalian membaca penuturan di atas, pasti akan berpikiran bahwa Nenek sangatlah hebat dan beruntung karena memiliki cucu-cucu yang sangat mahir, berbakat dan juga pintar.
Ya, memang. Nenek merasa sangat beruntung dan cukup bangga karena bisa membesarkan semua cucunya itu seorang diri, semenjak kedua orangtua mereka tiada. Dan Nenek tentu saja sangat menyayangi mereka semua melebihi apapun.
Mereka adalah anugerah terbesar dalam hidup Nenek setelah ia melahirkan seorang anak laki-laki yang juga paling dicintainya sepanjang hidupnya, Kuncoro.
Tapi bila ada hal yang begitu sempurna kelihatannya, pastinya akan ada hal yang menjadikanya celah untuk tidak menjadi sempurna di dalamnya? Loh? Koq begitu? Ya tentu saja. Seperti yang terjadi dalam keluarga nenek.
Diusianya yang sudah setua ini, jika ia mengharapkan cucu buyut tentunya tidak akan dikatakan serakah 'kan? Nenek memang sangat menyukai anak kecil. Tapi Glen, sebagai anak tertuanya justru belum mau menikah padahal umurnya sudah cukup untuk menikah.
Begitupula dengan ketiga cucu laki-lakinya yang lain yang sudah mapan dan bisa saja menikah, tapi mereka sama sekali belum berpikir ke arah sana.
Sebenarnya itu bukan masalah utama. Nenek memang menginginkan Glen untuk segera menikah, tapi Glen selalu saja berkelit dan akhirnya memilih bersembunyi di luarnegeri untuk menghindari celotehan Nenek padanya.
Anak itu terlalu santai dan bebas. Ia selalu saja bersikap semaunya saja dan sesukanya saja tanpa perduli dengan pemikiran oranglain. Selama dilakukannya adalah hal yang benar dan baik untuknya, maka Glen akan melakukannya.
Seperti ia memilih untuk menjadi pelukis di negara orang dan bukannya menjadi bos di perusahaan ayahnya dan tinggal bersama keluarganya. Sejak kecil, karena merupakan anak tertua, Glen memang sangat mandiri dan juga humbel.
Itu sebabnya tidak akan sulit baginya untuk menetap di negara asing dan berkarya di sana.
Sebenarnya Nenek ingin sekali Glen pulang ke Indonesia, tapi Si Keras Kepala itu tidak pernah mau mendengarkan apa yang dikatakannya. Jika Glen menelpon neneknya, ia hanya akan berbasa-basi dan bermulut manis saja untuk menyenangkan hati neneknya.
Nenek sungguh berharap ia bisa juga bekerja di perusahaan dan mengurus adik-adiknya yang belakangan ini semakin sering bersitenggang terutama Al-Nick-dan-Danil.
Entah apa yang mereka ributkan, selalu saja dan setiap hari. Padahal umur mereka sudah dewasa, tapi sifat mereka masih saja kekanak-kanakan. Ribut untuk hal kecil, sindir-sindiran untuk hal yang tidak jelas apa, dan marah-marahan untuk hal yang tidak penting sekalipun. Ketiganya persis seperti anjing, kucing dan tikus yang tidak pernah bisa akur.
Sementara cucu perempuannya, hanya bermain-main saja kerjanya dan bukannya serius dalam kuliah. Padahal Nenek sudah berbaik hati mengizinkan mereka untuk memilih kuliah di jurusan yang mereka inginkan, tapi tetap saja, mereka tidak pernah serius untuk belajar bahkan saat mereka masih di bangku sekolah.
Nenek masih ingat betapa buruknya nilai akademis mereka. Jika bukan karena nenek yang melarangnya keluar dan mengancam akan memotong uang jajannya, mereka pasti tidak akan lulus. Dan ternyata ancaman itu berhasil.
Mereka akhirnya bisa lulus sekolah dengan nilai yang sangat pas-pasan di detik-detik terakhir.
Sangat berbeda memang dengan kakak laki-laki mereka dan juga tentunya adik mereka, Irshan, yang bisa dikatakan paling baik nilai akademisnya dibandingkan dengan semua cucu Nenek yang lain.
Kalau untuk nilai akademis, Nenek memang tidak pernah mengkhawatir cucunya yang paling kecil itu. Hanya saja, Nenek merasa Irshan sangat berbeda dengan saudaranya yang lain. Irshan lebih sulit mengekspresikan dirinya sendiri pada oranglain.
Dan dia juga jarang sekali terlihat berkomunikasi atau bahkan ribut dengan kakak-kakaknya yang lain, seperti yang biasa terjadi di rumah ini.
Terkadang Nenek merasa, anak itu seolah tidak berada dalam satu ruangan dengan mereka saat ada kalanya mereka sedang berkumpul bersama, padahal anak itu selalu ada. Dia sering bersikap ada tapi seolah-olah tidak ada. Aneh bukan?
Nenek menghelah napas panjang memikirkan semua cucunya itu. Ada kekhawatiran yang besar yang dirasakan nenek untuk semua cucunya itu.
Apa ini hanya kekhawatiran biasa yang memang terjadi disaat usia seseorang menginjak semakin tua? Entahlah. Tapi tetap saja, semua ini membuat Nenek merasa sangat tidak tenang. Ia tak bisa membiarkan cucu-cucunya bersikap seperti itu terus.
Bagaimana keadaan semua cucunya nanti, jika seandainya saja ia tidak ada. Memang saat ini tubuhnya masih sehat-sehat saja.
Tapi nanti? Jika seandainya saja ada hal buruk yang mungkin saja terjadi? Seperti halnya, kejadian kemarin, saat dia hampir saja tertabrak mobil.
Mungkin masih baik jika ia hanya terserempet kemarin, tapi jika saja ia tidak ditolong orang, apa mungkin sekarang ia akan bisa duduk dengan tenang di meja makan? Apa yang akan terjadi dikeluarga ini nantinya, jika seandainya hal itu sampai kejadian, walaupun ia juga tentunya sangat tidak mengharapkannya?
Nenek hanya berharap yang terbaik untuk semua cucunya ini. Apapun itu, ia hanya bisa pasrah dan berserah untuk yang terbaik bagi mereka yang dititipkan oleh Kuncoro padanya. Ya, ia sudah menjanjikan hal itu pada anaknya, setelah anaknya meninggal dunia 12tahun yang lalu.
***
Mayang melihat selembar kertas yang ada di laci meja belajar Junior dengan pandangan kosong. Acara rekreasi ke Dunia Fantasi Ancol besok jam 7pagi. Dibacanya kembali isi kertas itu dan kemudian menghelah napas panjang.
Mayang langsung berjalan keluar mencari adiknya, Junior.
"Kenapa kau tidak menunjukan kertas ini pada Kakak?" tanya Mayang begitu mendapati adiknya di ruang tengah sedang menonton tv.
Junior menoleh pada kakaknya lalu melihat kertas yang sedang dipegang kakaknya itu.
"Kakak membuka-buka lemari mejaku lagi?!" protes Junior tak senang. Ia kesal kenapa kakaknya itu senang sekali membuka-buka barang miliknya.
Walaupun ia tahu kakaknya pasti sedang membereskan buku-buku yang berantakan setelah ia gunakan tadi. Tapi tetap saja, bukankah ia sudah pernah mengatakan bahwa ia sendiri yang bertanggung jawab membereskan kamarnya sendiri?
Mayang menarik Junior menghadap ke arahnya.
"Jawab pertanyaan kakak sekarang! Kenapa kamu tidak memberitahukan kakak soal acara rekreasi yang diadakan sekolah? Acaranya besok pagi, dan kakak sama sekali tidak tahu apapun tentang hal ini. Apa kamu sengaja menyembunyikannya dari kakak?" tanya Mayang dengan wajah serius.
Junior menatap kakaknya.
"Tidak. Juju bukannya ingin menyembunyikannya dari kakak. Juju cuman nggak ingin ikut acara itu saja. Itu bukan acara yang diwajibkan. Jadi setiap anak boleh memilih untuk ikut ataupun tidak," jawab Junior akhirnya.
***