Mungkin ini karena ia sudah berbuat baik saat perjalanan menuju kemari tadi. Sehingga Mayang mendapatkan keberuntungan kecil seperti ini.
Bukankah, ia habis menolong seorang nenek yang hampir saja tertabrak? Tentu saja karena perbuatan baiknya itu, Yang Di Atas membalasnya dengan kebaikan pula.
Seperti itu 'kan? Seperti peribahasa yang mengatakan, Apa yang kau tabur akan kau tuai kemudian? Amalmu akan kau dapatkan nantinya. Iya 'kan? Hehe...
Mayang tertawa geli sendiri memikirkan peribahasa yang disebutnya itu. Sejak kapan ia menjadi sok bijak? Tapi walau bagaimanapun juga, hal itu memang yang selalu diajarkan padanya sejak ia kecil. Jadi tidak ada ruginya 'kan ia menanamkan hal ini pada dirinya sendiri sampai sekarang atau bahkan, juga nanti?
"Kenapa kamu? Koq, malah tertawa sendiri?" tanya Shella, teman kerjanya yang juga seorang waiters, yang merasa aneh melihat Mayang yang senyum-senyum tak jelas seorang diri, padahal tidak ada apapun yang lucu.
"Bukan apa-apa. Hanya tiba-tiba terpikirkan sesuatu hal yang lucu saja," jawab Mayang sambil tersenyum.
"Bukannya kau hari ini ada pertemuan orangtua murid di sekolah adikmu? Aku pikir kau akan datang cukup terlambat hari ini. Atau mungkin... absen? Karena jika kau terlambat di depan muka Si Ubur-Ubur, akan jauh lebih baik jika kau tidak usah masuk saja sekalian. Dia pasti akan langsung memotong gajimu. Sungguh mengerikan!" seru Shella sambil bergidik ngeri.
Mayang tertawa menanggapinya.
"Untungnya aku tidak terlambat, walaupun aku juga tidak mungkin membolos. Sekalipun dia akan memotong setengah dari gajiku dalam satu hari, tapi masih ada setengahnya lagi bukan? Bukannya aku justru akan lebih rugi jika aku benar-benar tidak masuk kerja full?" balasan Mayang langsung mendapat decak kagum dari shella.
Mayang memang adalah orang yang kelewat rajin. Kalau Shella jadi Mayang. Ia tidak akan membela mati-matian untuk masuk kerja jika ia sudah bangun kesiangan atau alasan lain yang mungkin ada sehingga ia datang terlambat. Shella tentu tidak mau bertindak serepot Mayang.
Karena apa? Karena aturan bodoh di restoran ini tentunya. Setiap karyawan yang datang terlambat bahkan jika hanya satu menit saja, akan mendapat potongan gaji sebanyak setengah dari gajinya dalam satu hari.
Bukankah akan sangat kejam? Jadi jika ia masuk kerja full tapi terlambat, maka pada akhirnya ia hanya akan mendapat setengah dari gaji hariannya! Ini namanya penyalahgunaan wewenang!
Tapi, Shella tetap saja menggangguk menanggapi ucapan Mayang karena ia sudah tahu watak temannya itu. Shella tidak mempermasalahkan prinsip hidup dan pola pikir Mayang.
"Lagipula, pertemuan orangtua murid berlangsung tidak lama, jadi aku dapat dengan selamat sampai kemari tepat waktu! Bukankah aku seharusnya mendapatkan pujian?" Mayang berujar dengan bangga.
Ia terkekeh membayangkan bagaimana ia buru-buru sekali seperti orang gila yang dikejar hantu hanya untuk mengejar waktu agar sampai ke restoran ini tepat waktu. Sehingga setidaknya, apa yang dilakukannya itu setimpal dengan apa yang didapatkannya sekarang.
Gajinya tidak akan dipotong. Dan tentu saja ini membuat hatinya sangat senang.
"Ya... kau beruntung hari ini," balas Shella sekedarnya dan menambahkan.
"Dasar, kau ini! Si Gila Kerja!"runtuk Shella.
Mayang hanya senyum menanggapi. Shella kemudian mengganti topik. Keduanya mulai membicarakan hal yang lain.
"Bagaimana nilai adikmu? Juara lagi?" tanya Shella penasaran.
Mayang tersenyum bangga, " Tentu saja! Namanya juga adikku. Dia memang anak yang pintar dan teladan. Nilainya selalu sempurna. Perfect!"
Mayang sengaja mengaitkan jarinya untuk menunjukkan simbol 'oke' tersebut.
Shella mencibir, "Dasar kau! Jika sudah membicarakan adikmu, selalu saja seperti itu. Menyombongkan diri. Kebiasaan buruk. Tapi bagaimanapun juga aku ucapkan selamat, ya atas keberhasilan adikmu."
Mayang tertawa mendengar cibiran Shella.
Junior, adik Mayang yang berusia 10tahun dan saat ini sedang duduk di bangku kelas 5 SD memang selalu menjadi kebanggaannya. Itu sebabnya ia sangat menyayangi adiknya itu dan berjanji akan menyekolahkannya sampai sarjana saat besar nanti. Itu janji yang juga diucapkannya pada kedua orangtuanya, lebih tepatnya, almarhum kedua orangtuanya.
Kalian tentu merasa heran 'kan, kenapa Mayang yang harus menghadiri acara temu-wali di sekolah? Padahal seharusnya acara seperti itu dihadiri oleh para orangtua muridnya. Ya, kedua orangtua Mayang dan Junior memang sudah meninggal. Mereka sudah berada damai dengan Sang Pencipta di atas sana.
Tentu Mayang akan lama sekali untuk bisa bertemu kembali dengan mereka nantinya, jika ia sudah saatnya dipanggil juga.
Ibu Mayang meninggal saat Mayang berusia 13tahun, tepat ketika ibu melahirkan Junior, adik Mayang. Ayah Mayang meninggal 5tahun yang lalu akibat kecelakaan lalu-lintas. Sehingga sejak itu, Mayang hanya hidup berdua dengan adiknya saja.
Junior adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Karenanya, Mayang akan bersedia melakukan apapun yang ia bisa untuk adiknya itu. Junior harus tumbuh dengan baik dan menjadi orang hebat suatu saat nanti apapun yang terjadi. Itulah yang selama ini diperjuangkan Mayang dalam hidupnya.
***
Sementara di sebuah rumah lain, di ruang makan keluarga. Berkumpulan 7anggota keluarga di rumah itu. Seorang Nenek dan keenam cucunya. Empat cucu laki-laki dan dua cucu perempuan. Mereka tengah santai menyantap sarapan pagi mereka masing-masing.
Awalnya semuanya hening dan tenang karena masing-masing sibuk dengan sarapannya sendiri. Tak ada yang berniat berkomentar atau bercanda gurau layaknya keluarga pada umumnya jika sudah berkumpul.
Tapi kemudian percakapan pun terjadi di tengah-tengah mereka. Mungkin lebih tepatnya sedikit kericuhan yang membuat sang Nenek, si kepala keluarga di rumah itu mulai merasa kesal.
Diawali dengan komentar dari cucu ke-3 yang mengeluhkan peraturan perusahaan keluarga mereka yang terlalu ketat dan banyak menuntut.
"Apa perlu melapor setiap kali harus keluar kantor? Apa kau membuat peraturan itu tidak terlalu berlebihan?" protes Si Cucu ke-3. Laki-laki dengan rambut bercat coklat pirang, sedikit gondrong dan berponi samping. Laki-laki itu memakai kemeja biru muda polos lengan panjang yang digulung asal ke atas dan sweater rajut lengan buntung berwarna abu-abu.
"Tentu saja. Hal ini berguna untuk mendisiplinkan seluruh karyawan agar tidak sembarang saja keluar dan membolos dari pekerjaannya," timpal cucu ke-2 dengan santai sambil menyeleput kopi hitamnya.
Laki-laki yang ini memiliki potongan rambut pendek rapi seperti para pekerja kantoran pada umumnya ditambah dengan kacamata tipisnya yang menghias di wajahnya. Gaya pakaian yang dikenakannya setiap hari rata-rata hampir sama.
Kemeja garis-garis entah itu horizontal atau vertikal atau hanya kemeja polos berwarna netral dilengkapi dengan dasi, rompi, dan jas yang disesuaikan warnanya.
Cucu ke-3 mencibir.
"Kau menyindirku? Kenapa aku juga harus ikut masuk dalam daftar karyawanmu itu? Kusarankan padamu, jika kau ingin membuat peraturan, kau harus mendiskusikannya dulu denganku juga. Jangan membuat keputusan secara sepihak tanpa bicara dulu dengan yang lain. Apa ini perusahaan milikmu seorang?" gerutu cucu ke-3 tetap tak setuju.
***