Chereads / IRIDETH / Chapter 6 - IRIDETH - Chapter 4: Penindasan

Chapter 6 - IRIDETH - Chapter 4: Penindasan

"Si-Siapa mereka?" tanya Irideth sambil menoleh ke arah Fajar.

"Kalian datang lagi, ya ...." Fajar menggaruk-garuk kepalanya, menghiraukan pertanyaan Irideth. "Benar-benar merepotkan."

"Apanya yang 'merepotkan?'" Dengan gaya yang sok, salah satu dari mereka melangkah maju. Penampilannya persis seperti murid berandalan. Rambutnya gondrong dan bagian bawah seragamnya dikeluarkan. "Jangan sok keren, bodoh."

"Kau lama sekali munculnya." Anggota geng yang lain menimpali. "Kami sampai bosan."

"Diam!! Ini juga gara-gara kalian bolos piket, 'kan?! Jadi aku yang harus mengerjakan semuanya." Kemarahan mulai timbul di wajah Fajar. "Kalian ingin apa kali ini? Uangku? Atau apa?"

"Hei. Gara-gara kau tidak menyahut waktu aku meminta jawaban saat ulangan tadi, aku jadi ketahuan dan dihukum keluar kelas, tahu. Nilai ulanganku juga jadi nol," ucap siswa berandal yang tadi memulai pembicaraan. "Kau harus membayar untuk itu semua."

"Itu, 'kan, salahmu sendiri." Fajar terlihat tetap tenang meski sudah jelas dia akan kalah jumlah jika mereka berkelahi. "Jika kau ingin mendapat nilai yang tinggi, belajarlah dengan giat."

"Kau ...." Kerutan tanda amarah mulai timbul di dahi berandalan tadi. Tangannya terkepal erat, bersiap untuk meninju.

"Nilaimu hanya beda sepuluh poin dariku, JANGAN SOK PINTAR DAN SOK BIJAK!!!" Tak bisa menahan kemarahannya, siswa tadi pun langsung melayangkan tinju ke arah Fajar, diikuti oleh anggota-anggota geng yang lain.

Fajar yang sudah memprediksi serangan tersebut segera melindungi tubuhnya menggunakan tas ransel miliknya, tapi kelihatannya benda itu sama sekali tak melindunginya.

"Ugh!! Sial!!" Fajar terus berusaha menahan serangan-serangan itu. Hanya ini bentuk pertahanan yang bisa dia lakukan. Dia tak menguasai ilmu beladiri sama sekali.

"Hentikan, sialan!!!" Irideth berusaha menggunakan tubuhnya sebagai tameng untuk melindungi Fajar, tapi serangan-serangan dari anggota-anggota geng tadi malah menembus tubuhnya.

"Ke-Kenapa?!" Keterkejutan mulai tersirat di wajah Irideth. Gadis itu memandangi kedua tangannya. "Kenapa?! Apa aku tidak bisa melakukan kontak fisik dengan orang lain selain Fajar?!"

"Kalau begitu, terpaksa ...." Irideth mencoba membentuk bola energi iblis di telapak tangannya sambil sedikit menggertakkan giginya, tapi gagal. Tidak ada satupun partikel energi yang tertarik ke arah tangannya.

"Sial ..., tidak bekerja juga?!" umpatnya. "Jangan bilang kalau kekuatan iblisku hilang ketika aku tewas dan rohku terkirim ke dunia ini."

"Sial .... Sialan!! Sialan!! Sialan!! Sialan!! Sialaaaannn!!!" gerutu Irideth dengan penuh emosi sambil meninju dinding gang.

Dia ingat. Ketika usianya masih enam tahun, dia sekelas dengan putra dari seorang Duke yang berpenampilan culun, berkacamata, dan payah dalam kekuatan sihir. Anak itu sering menjadi bahan perundungan di sekolah bangsawan dan sama sekali tidak berani melapor ke orangtuanya. Dia mencoba menolong anak itu, tapi gagal karena tidak memiliki kekuatan sihir. Justru gara-gara dirinya kelakuan para bangsawan berandal itu kepada si anak semakin menjadi-jadi dan si anak akhirnya mengalami masalah kejiwaan. Dia berakhir di rumah sakit jiwa karena orangtuanya tak mau dia menjadi aib bagi nama baik keluarga mereka."

Ya. Itu adalah salah satu ruang gelap dalam kehidupannya yang sebelumnya. Dia berniat menolong, tapi malah memperparah masalah. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Perasaan tidak berdaya yang dirasakannya saat itu mirip sekali dengan yang dia rasakan saat ini. Sebuah perasaan yang sangat menyebalkan.

Kaki rampingnya menendangi kerikil dengan penuh kemarahan. Wajahnya tampak merah padam karena amarah. "Sial!!!"

————————————————————————————————

"Sialan ...." Fajar bangkit berdiri sambil menepuk-nepuk bajunya yang dikotori oleh debu dan pasir sembari berdecak kesal. Hari sudah gelap dan geng berandalan tadi baru saja pergi. "Sebenarnya apa masalah mereka? Setiap hari terus-menerus menindasku hanya karena alasan-alasan sepele."

"Hei." Irideth membuka pembicaraan. "Maaf."

"Hm? Ada apa?" sahut Fajar. Dia mengambil tas ranselnya, lalu menepuk-nepuknya juga untuk membersihkannya dari debu. "Gadis dingin sepertimu tiba-tiba meminta maaf kepadaku. Tumben sekali. Kau kerasukan apaan?"

"Gimana caranya kerasukan? Wujudku sekarang saja sudah roh." Sebutir keringat mengaliri pelipis Irideth.

"Ah, iya. Aku lupa," ucap Fajar sambil kembali menggendong tas ranselnya. "Kukira kau kesambet Mario Teguh."

"Mario Teguh itu siapa lagi?" Si gadis iblis terlihat kebingungan.

"Ah, ya. Aku lupa kalau kau bukan berasal dari dunia ini. Lupakan saja. Jadi, kau meminta maaf untuk apa?" tanya Fajar.

"Maaf, aku tidak membantumu tadi."

"Soal itu, ya .... Lupakan saja. Wujudmu roh, jadi aku bisa memakluminya. Kau tentu tidak bisa melakukan kontak fisik dengan manusia biasa. Ditambah lagi, ini bukan duniamu. Aku sudah bisa menduga bahwa pasti kekuatan yang kau miliki di dunia fantasi sudah lenyap ketika kau direinkarnasi kemari."

"Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak lewat jalur lain saja? Kau sudah bisa memprediksi kalau mereka akan datang untuk menindasmu, 'kan?"

"Ya, tapi cuma ini satu-satunya jalan menuju rumahku. Tidak ada jalan pintas."

"Kenapa kau tidak meminta guru untuk mengawalmu saat pulang sekolah?"

"Kau percaya pada guru?" Fajar tertawa seolah mengejek. "Mereka hanya akan mengawal untuk beberapa hari, lalu setelah situasinya aman mereka akan pergi dan geng itu akan datang lagi, bahkan mungkin kali ini tindakan mereka akan lebih kejam."

"Jadi begitu ...." Irideth memandangi aspal berwarna kelabu di bawah kakinya dengan tatapan prihatin. "Kau tak punya pilihan lain selain menjalani semua tekanan itu."

"Kau tidak perlu bersimpati kepadaku," ujar Fajar.

"Tapi, kenapa kau bisa menjalani semuanya dengan wajah tenang?" Irideth mendongakkan kepalanya dan kembali menatap Fajar.

"Karena aku sudah terbiasa," jawab Fajar. "Ini takdirku. Sudah nasibku menjadi seorang pemuda yang lemah dan pengecut. Aku tidak bisa mengubahnya."

"Sekarang, hentikan obrolan kita. Ayo pulang. Nanti keburu larut malam."

"Ya."

-Bersambung-

Seperti biasa, jangan lupa vote power stonenya ^^