Chereads / IRIDETH / Chapter 9 - IRIDETH - Chapter 7: Nilai Ulangan

Chapter 9 - IRIDETH - Chapter 7: Nilai Ulangan

"Nah, 'kan," ucap Fajar. "Gurunya datang."

Beberapa murid tampak panik dan ketakutan melihat sorot mata garang dari guru pria yang sedang berdiri di depan kelas, sementara yang lainnya (termasuk Fajar) hanya memalingkan muka dan memasang wajah tidak peduli, seolah berkata: 'Gua gak ikut-ikutan ya, njir.'

"Anu, Pak ...." Salah satu murid yang tadi tertangkap basah sedang main game bareng memberanikan diri untuk angkat bicara. "Tadi ... tadi kita lagi belajar online ...."

"MATAMU BELAJAR ONLINE!! BELAJAR ONLINE KOK SAMPAI KEASYIKAN DAN KETAWA-TAWA BEGITU!!!" bentak Sang Guru. "KELIHATAN DI CCTV, TAHU!!!"

'Ah, anjirlah. Mati gua. Lupa lagi gua kalo di sini ada CCTV-nya,' gerutu murid tadi dalam hati. "Bu-Bukan, Pak .... Tadi ...."

"HALAH, GAK USAH BANYAK ALASAN!!! YANG TIDUR, MAKAN, DAN MAIN GAME, SEKARANG JUGA KELUAR!!!"

Mereka yang tertangkap basah langsung bangkit berdiri dari tempat duduknya, kemudian melangkah dengan lesu dan kepala ditundukkan. 'Apes bet, sih, gua.' Begitulah kira-kira isi hati mereka.

Sementara itu, Fajar hanya tersenyum kecil sambil berusaha menahan tawanya. "Makan, tuh. Kena batunya, 'kan, kalian," ucapnya.

"Salah sendiri gak niat sekolah," timpal Irideth.

"Yah ..., namanya juga pelajar Indo," sahut Fajar.

"Dasar. Pagi-pagi sudah bikin kesal saja." Sang Guru menggerutu sambil duduk di kursinya dan meletakkan tumpukan kertas yang dibawanya. "Hari ini, bapak akan membagikan hasil ulangan kemarin!!"

"Kau optimis, tidak?" tanya Irideth.

"Ya, tentu saja," ujar Fajar.

Satu-persatu murid (kecuali yang dihukum keluar kelas) pun dipanggil untuk maju ke depan dan mengambil kertas ulangan. Reaksi mereka beragam. Ada yang kecewa, senang, dan ada pula yang biasa saja. Tak lama kemudian, nama Fajar pun dipanggil. Fajar maju ke depan dan ternyata usahanya tidak mengkhianati hasil. Di kertas ulangannya tertulis jelas angka 80. Kedua mata Fajar pun membelalak lebar. Dia memang sudah memprediksikan ini sebelumnya, tapi tetap saja dia terkejut.

"Pak, ini bapak gak salah koreksi, 'kan?" Fajar mengedip-ngedipkan matanya.

"Mana ada saya salah koreksi. Ini nilai murni kamu." Guru killer itu memegang bahu Fajar dengan wajah bangga. "Pertahankan, ya."

'Tu-Tunggu!!!' Kebahagiaan yang memenuhi jiwa Fajar membuat dia hampir meledak. 'Guru yang terkenal killer ini bangga padaku?'

"Baik, Pak." Fajar menerima kertas ulangannya sembari tersenyum riang dan langsung berjalan kembali ke kursinya. "YESSS!! HAHAHAHA!! YUHUUU!!!"

Irideth turut tersenyum melihat kebahagiaan Fajar. "Dengan ini ..., satu masalah sudah terselesaikan ...," ucapnya.

"Huh?" Mendadak, Irideth merasakan sensasi yang aneh merambati badannya. Dia memandangi sekujur tubuhnya. Tampak struktur tubuhnya mulai memudar.

"Oh, tidak." Gadis itu tersenyum miris. "Sudah kuduga ini akan terjadi."

Dia memandangi Fajar yang tengah melangkahkan kaki dengan riang sambil memandangi kertas ulangannya. "Maaf, ya, Fajar ...."

—————————————————————————————

[Jam istirahat]

"Hei," ucap Fajar membuka pembicaraan sambil membuka kotak bekalnya. "Terima kasih karena sudah menyemangatiku sehingga nilaiku bisa naik."

"Ah, bukan apa-apa. Jangan dipikirkan," sahut Irideth. "Aku hanya ingin menepatiku janjiku untuk membantumu membangun masa depanmu."

"Sebagai gantinya, kau mau separuh dari bekalku?" tanya Fajar.

"Hei, yang benar saja!!" Irideth terdiam dengan bulir keringat mengaliri keningnya. "Aku, 'kan, tidak bisa melakukan kontak fisik selain denganmu."

"Ah, iya."

"Lagipula kalaupun aku bisa melakukan kontak fisik, bisa-bisa nanti sekolahmu geger dengan isu hantu tengah hari."

"Benar juga."

"Kebodohanmu masih tetap ada, ya, rupanya."

"Hei!! Aku tidak bodoh!!"

"Sudahlah, lebih baik kita hentikan pembicaraan ini. Nanti kau dianggap tidak waras oleh satu kelas."

"Ucapanmu ada benarnya juga."

Fajar pun meraih sendoknya, lalu mulai memakan bekalnya. Baru beberapa menit, dia sudah dikejutkan oleh sosok pemimpin geng berandal yang tengah berdiri tepat di hadapannya.

"Merepotkan sekali, sih." Fajar meletakkan sendoknya sambil menggerutu. "Ada apa lagi kali ini?"

"Ikut aku," pinta murid berandal tersebut. "Awas, jangan berani-beraninya kau kabur. Kalau kabur, kau akan merasakan rasa sakit dua kali lipat lebih parah daripada yang biasa."

Fajar menghela napas panjang, lalu menutup dan menyimpan kotak bekalnya. Dia bangkit berdiri, sementara murid-murid lain hanya pura-pura tidak tahu dan asyik dengan kegiatan mereka masing-masing. Mereka memang takut sekali kepada geng berandal itu.

"Jangan, bodoh!! Kau mau berakhir bonyok lagi?!" seru Irideth khawatir.

"Tenang saja," sahut Fajar dengan suara pelan. "Aku akan menghadapi mereka."

-Bersambung-