"Fajar!!"
"Aku baik-baik saja," ucap Fajar. "Hanya beberapa memar dan luka."
"Apanya yang 'baik-baik saja'?! Sekujur tubuhmu dipenuhi memar begitu!!" seru Irideth dengan ekspresi khawatir.
"Ya, tapi lebih baik menjalani kesakitan fatal selama beberapa menit saja daripada menjalani kesakitan fisik dan mental selamanya." Fajar berucap sembari bangkit menuju posisi duduk.
"Hei, apa yang kau katakan kepada mereka tadi?!" ujar Irideth. "Kau ingin dikatai sebagai orang yang tidak waras? Dasar. Kau ini benar-benar konyol."
"Tapi setidaknya, mulai sekarang mereka takkan menggangguku lagi ...," sahut Fajar. Senyum kebahagiaan terukir di wajahnya yang tertimpa cahaya oranye dari matahari senja. "Akhirnya ... aku akan bisa menjalani hidupku dengan damai ...."
"Aku mengungkapkan yang sebenarnya kepada mereka karena aku ingin membalas hutang budiku kepadamu."
"Kau sudah menyelamatkanku dari dalam kegelapan, tapi yang kulakukan hanyalah berpura-pura menganggapmu sebagai eksistensi yang tidak ada. Karena itulah, aku ingin membalas budi kepadamu."
Senyum timbul di wajah Irideth. "Kau tak perlu membalas budi," ucap gadis itu. "Aku sudah bahagia ketika melihatmu berhasil menjadi pemuda yang lebih baik. Entah kenapa, ketika kau merasa bahagia, aku juga bahagia."
"Aku pun begitu," ujar Fajar.
"Ngomong-ngomong, siapa 'gadis itu' yang disebut oleh mereka?"
"Ah. Itu, ya ...." Fajar memandangi langit senja yang indah. "Itu cerita yang sudah lama ...."
———————————————————————
[4 tahun yang lalu]
Suasana kelas yang tadinya berisik tiba-tiba menjadi hening saat seorang guru wanita melangkah masuk ke dalam kelas. Tak ada satu mulut pun yang terbuka. Semuanya tertutup. Hanya suara langkah kaki sang guru yang terdengar. Melihat kelas yang tertib, guru wanita itu pun tersenyum puas, lalu melanjutkan langkahnya dan berdiri tepat di depan kelas.
'Akhirnya tenang juga,' batin Fajar dengan wajah datar. Dia sama sekali tidak suka suasana kelas yang ramai, apalagi jam kosong. 'Dari tadi ribut sekali. Bikin risih saja.'
Mungkin kebanyakan murid akan menyukai jam kosong dan bersorak gembira saat guru tidak masuk ke kelas, tapi Fajar justru sebaliknya. Dia tidak memiliki teman. Tidak ada yang bisa dia ajak mengobrol atau mabar. Suasana yang sunyi dan tenanglah yang sangat 'perfect' baginya.
"Semuanya tertib, ya. Bagus." Sang guru membuka pembicaraan. "Selamat pagi anak-anak. Bisa disiapkan?"
"Berdiri!!" Ketua kelas pun bangkit berdiri dari kursinya, diikuti oleh siswa-siswi lainnya.
"Beri salam!!"
"Selamat pagi, Bu!!"
Setelah selesai, mereka semua pun kembali duduk.
"Selamat pagi anak-anak. Hari ini, kalian kedatangan teman baru. Dia seorang anak perempuan."
Samar-samar, telinga Fajar yang tajam menangkap bisikan-bisikan dari murid-murid yang duduk di belakangnya.
"Seorang gadis?"
"Kuharap dia cantik!!"
"Apa dia mau berkenalan denganku, ya?"
"Kalau cantik, akulah yang akan lebih dulu berkenalan dengannya."
"Enak saja. Aku dulu!!"
Mendengar semua bisikan itu, Fajar hanya tersenyum muak sambil membatin: 'Dasar cowok-cowok buaya darat. Giliran dengar kata 'anak perempuan' saja langsung semangatnya melebihi Might Guy.'
[TN: Might Guy adalah salah satu tokoh di anime Naruto yang ahli taijutsu. Dia terkenal dengan quotes 'semangat masa muda'-nya.]
Fajar sama sekali tidak tertarik dengan murid baru, sekalipun murid itu cewek dan cantik. Jangankan mendapatkan hati seorang gadis, mendapat teman saja dia belum bisa. Dia hanya berharap gadis tersebut bukan tipe yang sombong, parasit, atau menyebalkan seperti orang-orang yang selalu membullynya. Permasalahan hidupnya sudah cukup banyak, jadi dia tidak mau penderitaannya ditambah lagi oleh murid baru ini.
Bisikan-bisikan dari para murid semakin lama semakin nyaring, sampai-sampai sang guru wanita harus menepukkan kedua tangannya dengan suara keras agar suasana kelas kembali kondusif.
"Mohon tenang, semuanya!!! Ingat, ini masih jam pelajaran!!!" seru guru itu.
Setelah kelas kembali tertib, Bu Guru pun menoleh ke arah murid baru yang sedang berdiri di ambang pintu kelas. "Silakan masuk," ucapnya.
Si murid baru pun melangkah masuk. Seorang gadis yang sekilas terlihat culun dan mirip kutu buku. Dia mengenakan kacamata minus dan berambut hitam sebahu. Baru beberapa langkah berjalan, dia sudah tersandung meja guru dan kehilangan keseimbangannya, bahkan sampai nyaris jatuh ke lantai. Sontak, seisi kelas pun tertawa terbahak-bahak.
'Hei, hei, yang benar saja.' Fajar kembali membatin. Bulir keringat mengaliri keningnya. 'Kalau yang tipenya kayak begini, sih, pasti nanti nasibnya sama sepertiku. Sama-sama jadi bawahan dan media penindasan. Aku jadi kasihan. Gadis polos seperti dia harus masuk ke kandang harimau.'
"Mohon tenang, semuanya!! Mohon tenang!!" seru Bu Guru sambil menepukkan kedua tangannya sekali lagi, lalu beliau menoleh ke arah gadis tadi. "Bisa perkenalkan dirimu? Sebutkan nama, sekolah asal, dan hobimu."
Gadis tersebut pun memperkenalkan dirinya dengan terbata-bata. Sepertinya dia gadis yang pemalu.
"Na-Namaku ...."
-Bersambung-
Yap, saya tahu ini udah telat banget tapi terima kasih banyak, ya. Berkat dukungan kalian, novel ini bisa menduduki posisi juara 2 di kompetisi menulis bertema #44 'Pimpinan Pria - Takdir Cintaku.' Maaf juga author sudah lama dan bahkan sudah sebulan gak update-update. Susah ngumpulin niat ngetik soalnya, hehehe 🤣 *ditampol readers*
(Readers: HALAH, ALESAN!!!)
Terima kasih sudah membaca chapter ini dan sampai jumpa di chapter selanjutnya. Bye bye!!
-Author