Fajar berjalan mengikuti anak berandal itu dengan Irideth mengekor di belakangnya. Tak lama kemudian, mereka pun tiba di sebuah lapangan yang lumayan sepi. Teman-teman dari si berandalan sudah menunggu di sana dengan raut wajah garang. Mereka tersenyum seolah haus darah.
"Mau apa lagi kau?" tanya Fajar sambil memutar matanya malas.
"Tentu saja ..., kami ingin uangmu." Si pemimpin berandalan tersenyum bengis. "Tadi di kelas, aku tidak bisa melakukannya karena ada CCTV. Tapi sekarang, di tempat sepi dan tanpa CCTV ini, takkan ada yang bisa menghalangi kami."
Berandalan tersebut mengulurkan tangannya yang berotot. "Cepat serahkan."
"Oh, kau masih punya rasa takut, ya?" ucap Fajar. "Kukira kau sudah tak punya rasa takut dan malu lagi."
"Apa kau bilang?!" Si berandalan tampak sangat tersinggung dengan ucapan Fajar. Dia menarik kerah baju Fajar. "HEI, KAU ITU LEMAH!! JANGAN BELAGU!!!"
Namun, wajah Fajar sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Itu membuat berandalan tadi menjadi semakin gusar dan mengepalkan tangannya. Namun, belum sempat dia melayangkan tinjunya, bel masuk sudah berbunyi terlebih dahulu.
"Kali ini kau lolos. Awas saja nanti saat pulang sekolah." Dilepaskannya kerah baju Fajar, lalu dia pergi bersama dengan teman-temannya.
"Fajar, kurasa kau sebaiknya meminta dikawal oleh guru saja!!" Irideth terlihat panik.
"Tidak." Fajar menyahut dengan tekad kuat yang tergambar jelas di wajahnya. "Aku tidak mau berlindung di balik punggung orang lain. Aku akan menghadapi mereka sendiri."
"Tapi-"
"Aku tidak mau terus hidup di bawah telapak kaki orang lain," potong Fajar dengan cepat. "Tenang saja, aku tidak akan lari."
——————————————————————————————
[Sepulang sekolah]
Fajar kembali dihadang oleh anak-anak berandalan tadi di tempat yang sama, yakni gang sepi yang biasa dia lewati. Beberapa anak memukul-mukul telapak tangan mereka sendiri dan menggemeretakkan leher untuk menakut-nakuti, tapi kelihatannya Fajar sama sekali tidak takut.
"Kau kelihatan sama sekali tidak takut seperti biasa. Sudah bosan hidup, ya?" tanya si pemimpin geng.
"Kalau berani sini, satu lawan satu. Jangan keroyokan," ucap Fajar dengan sorot mata tajam.
"Heh? Tumben, nih, kau menantang kami." Wakil pemimpin geng terlihat heran melihat tingkah laku Fajar yang tidak seperti biasanya.
"Kalian takut? Payah." Fajar mencoba memprovokasi.
"Siapa yang takut?!" Secepat kilat, si pemimpin geng melancarkan tinjunya yang langsung mengenai perut Fajar dengan telak.
"Ugh!!!" Fajar mengeluarkan sedikit darah dari mulutnya.
"Terima ini!!!"
Dia mengunci kedua kaki Fajar, lalu membanting tubuhnya ke aspal dan meninju wajahnya. Dilihatnya Fajar hanya bisa merintih kesakitan dengan memar di muka dan tubuh serta sedikit darah di bibir.
"Lemah," ucapnya sambil bangkit berdiri.
"Hei ...." Dengan tangan yang gemetaran, Fajar menahan kaki si pemimpin berandalan. "Aku belum selesai ...."
"Lepaskan, bodoh!!" Dengan kasar, si berandalan mengibaskan kakinya hingga tangan Fajar terlepas dari kakinya.
"Kau itu lemah. Jangan macam-macam," ucapnya sembari memasang ekspresi wajah yang jijik.
"Fajar, sudahlah!!" seru Irideth dengan khawatir. "Lebih baik kau menyerah saja!!"
"Aku ... masih belum selesai ...." Fajar bangkit berdiri dengan susah payah, kemudian melancarkan tinjunya yang dengan mudah ditangkap oleh pemimpin berandalan tadi. Si pemimpin geng kemudian memuntir lengan Fajar sampai dia menjerit kesakitan, lalu menendang perutnya sampai Fajar jatuh tersungkur.
"Kau benar-benar keras kepala ...," tatapan jijik si murid berandal kini digantikan oleh tatapan penuh kekesalan. "Mungkin kau harus diberi sedikit pelajaran."
Berandalan tadi menempatkan kakinya di perut Fajar, kemudian menekannya sekuat tenaga hingga Fajar menjerit kesakitan.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRGGHHH!!!"
"Sekarang kau lihat, 'kan?! Perbedaan kekuatan kita sangatlah jauh!!! Gadis yang selalu membelamu waktu itu juga tidak ada lagi di sini!!"
"Kau ...." Mendengar itu, Fajar menjadi gusar. Dia bergegas bangkit berdiri dan melayangkan tinjunya. "KAU PIKIR KARENA SIAPA DIA TIDAK ADA DI SINI LAGI, HAH?!"
Namun, itu adalah suatu tindakan yang sia-sia. Si berandal kembali menangkap dan memuntir lengan Fajar.
"AAAAAARRRRGGHH!!!" Fajar berteriak kesakitan.
"Kau pikir ini anime, hah?!" seru sang pemimpin berandalan. "Ketika marah maka kau akan mendapat power-up?! Begitu?!"
"Cih. Untuk apa kau terus bertarung seperti ini?! Kau sudah kehilangan segalanya!! Kau tidak punya orang lain untuk dilindungi lagi!! Gadis itu sudah meninggalkanmu!! Untuk apa kau bertarung?! Kenapa?! Kenapa kau masih melawanku?!"
"Seandainya kau tidak melawan, maka mungkin memarmu tak akan sebanyak sekarang!!! Untuk siapa kau bertarung sampai merelakan tubuhmu menjadi dipenuhi memar seperti itu?! Jawab!! Untuk siapa kau menjalani perjuangan yang tidak berguna begitu?! JAWAB!!! UNTUK SIAPA KAU BERJUANG?!"
Fajar mengunci kedua kaki milik si berandalan, lalu menjatuhkan dirinya dengan tubuhnya berada di atas, kemudian bangkit berdiri. Sayangnya, kakinya tidak kuat menopang berat badannya hingga akhirnya dia jatuh terduduk di aspal jalanan.
"Bukan untuk siapa-siapa," ucapnya. "Aku hanya ingin keluar dari penderitaan ini dan hidup dengan damai."
"Apanya yang 'hidup dengan damai?!' Jangan sok!!" Murid berandalan tersebut bangkit berdiri dan menarik kerah baju Fajar sampai tubuhnya terangkat, lalu memukulinya bertubi-tubi.
"Uhuk!!!" Bibir Fajar kembali dikotori oleh darah.
"Fajar!!" Irideth kembali berseru dengan panik.
"Kau tahu?" ucap Fajar. "Ada seseorang yang telah membangkitkan kembali semangat juang di dalam diriku. Bahkan sekarang pun dia ada di sini, meski mungkin kau dan teman-temanmu tidak bisa melihatnya. Karena itulah, aku tidak boleh mengecewakan dirinya."
"Bodoh ...." Irideth hanya mampu terdiam dengan air mata haru mengaliri wajahnya. "Kau mau dianggap tidak waras, huh?"
"Kau ini bicara apa, sih?! Apa pukulanku tadi membuat otakmu menjadi miring?!" bentak si berandalan sambil kembali melancarkan tinjunya. Namun, kepalan tangannya segera ditepis oleh tangan Fajar. "Kau bicara tentang eksistensi yang tidak ada sama sekali!! Kau sudah sakit jiwa?!"
*buaggh!!*
Melihat kelengahan pemimpin geng itu, Fajar pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas dan segera menendang perutnya menggunakan lutut, tepat di ulu hati. Anak berandal itu pun terjatuh ke aspal dan merintih kesakitan.
"Jangan berani kau mengatakan itu lagi," ucap Fajar dengan sorot mata tajam. "Dia memang tidak bisa kalian lihat ..., tapi dia adalah seorang gadis yang benar-benar hebat. Tidak ada satupun orang yang boleh memandang rendah eksistensinya!!"
"Fajar ...." Air mata semakin deras mengaliri wajah Irideth. "Hmph, dasar pemuda bodoh."
"Agh ...." Si pemimpin berandalan mencoba untuk bangkit berdiri, tapi gagal. Bagian vital dari tubuhnya telah terluka. Dengan susah payah, dia berhasil berdiri dan membalikkan badan, tapi langkah gontainya membuat dirinya terjatuh berulang-ulang di atas aspal.
"Bos sudah dikalahkan!! Lari!!!"
"Hei, jangan tinggalkan aku, pengkhianat!!!" seru murid berandal tadi sembari berusaha menyusul anak-anak buahnya yang lari tunggang-langgang.
"Akh ...." Tak kuasa menahan beban tubuhnya lebih lama lagi, Fajar pun kembali jatuh tersungkur ke permukaan aspal.
"Fajar!!"
-Bersambung-