'Sial ....' Fajar menggerutu dalam hatinya sambil terus berpikir keras. Dia memutar-mutarkan pensil seperti kincir dan sesekali menggigiti jarinya, berharap rangsangan pada bibirnya akan meningkatkan daya kerja otak. Namun, sia-sia saja. Dia masih tak bisa menjawab soal-soal ulangan yang baginya lebih rumit daripada teka-teki Sphinx tersebut. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah memelototi lembar jawaban dan soal. Dia memandang jam yang tergantung di dinding. Waktu pengerjaan hanya tersisa sekitar setengah jam lagi, dan belum ada satupun soal yang ia jawab.
"Hei, bisakah kau memberi bocoran jawaban untukku?" bisik Fajar. "Kau, 'kan, tak bisa terlihat kecuali olehku. Jadi tolong, ya."
"Mana mungkin!!" ujar Irideth dengan nada tegas. "Bukannya kau sendiri yang bilang kalau kau ingin membangun masa depanmu?"
"Ya, tapi dengan bantuanmu, 'kan?"
"Maksudnya bukan berarti aku akan membantu di saat seperti ini, bodoh."
"Ayolah ..., satu nomor saja ...."
"FAJAR!! NGAPAIN KAMU?!" bentakan guru pengawas yang terkenal dengan kegalakannya mengagetkan Fajar. "KAMU MENCOBA MENYONTEK, YA?!"
"Ah. Nggak, kok, Pak!! Ini ..., ini ...." Fajar langsung salah tingkah dan keringat dingin membanjiri tubuhnya. Dia bergegas meraih pulpennya. "Ah, ya!! Pinjam pulpen!! Saya cuma pinjam pulpen, Pak!! Pulpen saya isinya habis. Ahahahaha," ucapnya beralasan sembari menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
"Perasaan pulpen itu mirip sekali dengan pulpenmu," sahut guru pria tersebut. "Apa kau benar-benar tidak menyontek?"
"Ah, mana ada, Pak!! Mirip doang, Pak. Mirip doang ini, mah .... Punya saya mah udah abis tintanya, Pak. Ahahahaha ...."
'Astaga, kenapa dia pake nyadar, sih?!! Mati dah gua kalo sampe ketauan. Udah belajar dan niat untuk serius pas ulangan masa akhir-akhirnya malah dihukum keluar kelas?' Fajar berusaha menyembunyikan rasa takutnya di balik wajah tertawanya, sementara Sang Guru hanya memandanginya dengan tatapan penuh kecurigaan, membuat keringat dingin semakin deras mengaliri tubuhnya.
Irideth yang berada tepat di sebelah Fajar hanya bisa terdiam dengan bulir keringat mengaliri keningnya. 'Dia itu bodoh atau apa, sih?'
"Begitu ...." Guru itu mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, mencari murid lain yang bertindak mencurigakan. "Lanjut kerjakan ulangannya. Awas kalau kau menyontek."
"Siap, Pak," ucap Fajar.
'Nyaris bet woi, untung aja kaga ketauan tadi astajim,' batin Fajar sambil menghela napas lega. 'Ga lucu kalo nilai gua nanti nol.'
"Hokimu tinggi juga." Irideth tampak sedang tersenyum mengejek.
"Diam, bodoh!! Gara-gara kau, nih!!" bisik Fajar dengan ekspresi wajah kesal.
"Sudahlah, aku kerjakan sebisaku saja." Pandangan Fajar kembali dialihkan ke arah lembar soal dan jawaban. Dia kembali berpikir keras, begitu keras sampai kerutan timbul di dahinya.
Perjuangannya ternyata bukan tanpa hasil. Setelah sekian lama hanya bisa memutar-mutarkan pensil dengan pikiran yang kosong tanpa jawaban, akhirnya Fajar menemukan cara untuk menyelesaikan soal-soal itu. Materi-materi tadi malam yang sempat dilupakannya kini diingatnya kembali.
'Benar juga!! 'Kan, tadi malam aku mempelajarinya!!' batin Fajar dengan senyum terukir di wajahnya. Dia meraih pulpennya, lalu mulai menggoreskan tinta di ujung pulpen di lembar jawaban, menjawab semua soal yang tertera di kertas.
'Yosh!! Sudah kuduga, dari awal aku memang tidak bisa karena aku tidak serius!!'
Senyum turut timbul di wajah Irideth. 'Pemuda konyol itu ..., ternyata kalau sedang serius dia tampan juga.'
(Author: ekhem!! ekhem!! suiittt suiiittttt!!! *ditampol Irideth*)
——————————————————————————————
[Beberapa hari kemudian]
Matahari naik semakin tinggi, menyinari kota Jakarta, diiringi oleh awan-awan yang melintasi langit biru cerah. Udara yang tadinya sejuk mulai memanas. Kelas 11 IPS 2 masih saja riuh meskipun bel masuk sudah lama berbunyi. Ada yang tidur, ada yang mengobrol, ada yang makan, ada yang saking gabutnya sampai mencorat-coret papan tulis dan mengotorinya dengan gambar-gambar yang tidak penting, bahkan ada yang mabar (main game bersama). Entah mereka tidak takut dengan hukuman atau terlalu santai. Yah ..., mungkin ini adalah efek dari tidak adanya guru yang masuk ke kelas selama hampir lima belas menit. Dengan kata lain, mata pelajaran saat ini adalah mata pelajaran favorit sejuta umat, yakni jam kosong (jamkos).
"Hei, Fajar." Irideth mengedarkan tatapan muaknya ke seluruh penjuru kelas. "Apa teman-temanmu selalu begini setiap hari?"
"Yah, namanya juga pelajar Indonesia," ujar Fajar sambil menutup buku pelajaran yang sedang dibacanya. "Pada pemalas semua. Kalau disodori jam kosong kayak gini ya doyan."
"Walaupun teknologinya lebih maju daripada di duniaku, ternyata semangat juang dan moralnya lebih rendah. Mereka niat sekolah gak, sih?"
"Entahlah. Yah ..., namanya juga 'kearifan lokal.'"
"Ada bendungan di dekat sini, gak? Mau kujebol. Gemas aku mau tenggelamkan mereka semua."
"Bukannya kau gak bisa melakukan kontak fisik selain denganku? Lagipula gak ada gunanya kau banjiri ini sekolah. Paling nanti airnya mereka pakai buat cosplay jadi putri duyung atau buat arung jeram pakai perahu kayak."
"EBUSET!!!" Irideth terlonjak kaget. "LAGI BANJIR MALAH MAIN ARUNG JERAM?!"
"Iya. Kemarin juga gitu, pas Indonesia kebanjiran."
"Greget sekali kalian ...." Irideth menggeleng-gelengkan kepalanya. "Yah, setidaknya walaupun remajanya berakhlak rendah, pemerintah di sini tidak sekejam di kerajaanku."
"Mana berani mereka, kemarin aja pas ada demo anak-anak muda bajak kendaraan polisi buat buka barikade."
"EBUSET!!!" Irideth terperanjat untuk yang kedua kalinya. "Kendaraan polisinya ditabrakin ke barikade?!"
"Iya," sahut Fajar.
"Kalian sehat, gak, sih?" sembur gadis iblis itu.
"Sehat, kok. Cuma greget aja," ujar Fajar dengan wajah datar. "Yah, anggap saja ini ciri khas pemuda Indonesia."
Tiba-tiba, pintu terbuka dengan suara keras. Seseorang tampaknya membuka pintu dengan cara yang amat kasar, membuat kelas yang tadinya riuh mendadak sunyi senyap. Dengan panik, murid-murid yang sedang main game maupun makan menaruh kembali smartphone dan kotak bekal mereka di tas serta kembali ke kursi mereka masing-masing. Murid yang sedang tidur pulas langsung terbangun. Sosok seorang pria paruh baya yang sedang melotot tampak di depan kelas.
"KALIAN NGAPAIN?! BUKANNYA PANGGIL SAYA DI KANTOR ATAU BACA BUKU!!"
"Nah, 'kan," ucap Fajar. "Gurunya datang."
-Bersambung-