Chereads / ADRIELA / Chapter 3 - Biang Masalah

Chapter 3 - Biang Masalah

Setelah kejadian di lapangan basket tadi, orang-orang mulai membicarakan tentang Riela. Ada yang membela dia tapi ada juga yang mencela cewek itu—memilih berada di pihak Diandra. Entah angkatan kelas 11 atau kelas 12 bahkan kelas 10 sekalipun. Mereka sedang membicarakan Riela.

Riela bukan tipe cewek yang terkenal di sekolah karena penampilannya. Cewek itu dikenal karena kepintaran nya yang selalu mendapatkan ranking satu umum. Posisi yang tidak pernah  tergeserkan oleh siapapun.

"Apaan sih kak Riela. Masa ditawarin foto sama kak Danio gamau sih" ujar seorang cewek dengan nama Lia di nametag nya. Angkatan kelas 10.

"Dih suka-suka kak Riela lah mau foto atau enggak" balas temannya yang lebih membela Riela.

"Halah sok cantik itu mah" ujar seorang yang lain.

"Bodoh yeh lu. Gak ada aturan yang bilang kalau nolak foto sama anak-anak Sergios berarti sok cantik. Jangan tolol deh" ujar seorang cewek berambut panjang. Dia tidak habis pikir dengan kedua teman nya yang mengatai Riela seperti itu. Lagipula ini hanya masalah sepeleh, kenapa harus dibesar-besarkan.

"Dan satu lagi. Kak Riela emang cantik kok" ujar cewek itu lagi. Namanya Risca.

"Kok lo belain dia sih?!" kesal  salah satu teman nya.

"Yah kan dia gak salah" ujar Risca masih setia membela Riela.

"Risca lo harus inget. Kita ini lagi daftarin diri buat masuk tim cheers. Kalau kak Diandra denger lo belain Kak Riela, bisa-bisa lo gak dibolehin masuk tim" ujar Lia panjang lebar.

"Jadi gue harus benci gitu sama orang buat masuk dalam tim? Sempit banget sih otak lo! Masalah orang kenapa gue harus ikutan? Gak ada sangkut pautnya. Lagipula kak Diandra itu cuma wakil. Kapten cheers kan kak Stella" ujar Risca.

"Gausah ngurusin hidup orang. Hidup lo juga belum tentu bener. Urus aja hidup lo" ujar Risca lagi sebelum berjalan menjauh.

"Kok dia marah sih?!" kesal Lia.

•°¤°•

Di sisi lain, Riela, Jane dan Xaviera berjalan menuju kantin. Perut yang lapar memang harus di isi oleh makanan.

"Mau pesen apa? biar gue pesenin" ujar Jane.

"Bakso aja deh" jawab Riela.

"Lo Ra?" tanya Jane pada Xaviera

"Sama deh" jawab Xaviera

"Thanks Jane" ujar Riela sambil tersenyum

"Nyantai" balas Jane lalu melangkah menuju salah satu tempat yang menjual bakso.

Riela dan Xaviera berjalan menuju meja paling ujung dan duduk disana sambil menunggu Jane yang sedang memesan makanan.

"Lo gapapa?" tanya Xaviera tiba-tiba pada Riela yang sedang menunduk.

"Gapapa gamama" jawab Riela sambil tersenyum. Xaviera menghembuskan nafasnya kasar.

"Pengen gue tampar si Diandra" ujar Xaviera lalu memukul meja cukup kuat. Riela terkejut lalu menoleh ke kanan dan kiri. Kantin sedang ramai dan beberapa orang yang duduk di sekitar mereka langsung menoleh sesaat setelah Xaviera memukul meja.

"Kan tadi udah Ra" bisik Riela

"Yah pengen lagi. Kesel banget gue sama tuh cewek. Hobi nya nyari masalah mulu. Pengen gua bonyokin tau gak!" ujar Xaviera kesal. Cewek itu memang sangat tidak suka dengan Diandra karena cewek itu selalu cari masalah dengan Riela sahabatnya.

"Jangan macem-macem Ra!" peringat Riela. Dia tahu benar bagaimana sifat Xaviera. Sahabatnya itu tidak segan-segan memukul orang.

"Ngomongin apasih?" tanya Jane yang datang sambil memegang pesananan makanan.

"Some kind of bitch" jawab Xaviera kasar. Jane sendiri langsung paham.

"Oh si cewek ular" ujar Jane.

"Udah. Gausah dibahas. Kita makan aja" ujar Riela menghentikan pembiraan tentang Diandra karena sejujurnya Riela tidak suka membahas cewek itu.

"Ba de wehh hoal hensi hanti uwalamppp. Hou bedua dateng han?" tanya Jane yang mengunyah makanan dengan mulut penuh.

"Ditelan dulu makanan nya baru ngomon Jane" tegur Riela.

"Tau nih. Jorok banget" ujar Xaviera. Jane menatap Xaviera tajam lalu menelan makanannya.

"Lo berdua dateng kan pas pensi nanti malem?" tanya Jane setelah menelan makanannya.

"Dateng" jawab Xaviera.

"Kalau lo Ri?" tanya Jane lagi pada Riela. Cewek itu terdiam.

"Gak tau. Nanti gue ijin dulu sama nenek" ujar Riela.

"Kalau dapet ijin. Bilang ke gue. Biar gue jemput" ujar Xaviera.

"Pakai motor gede lo?" tanya Jane

"Gak. Gue nanti malam sama Justin berangkat nya" jawab Xaviera. Riela dan Jane hanya menganggukan kepala mereka.

Mereka bertiga kembali fokus makan sebelum kemudian kantin menjadi ribut dengan teriakan siswi cewek.

Jane dan Riela menoleh ke arah pintu masuk kantin untuk melihat siapa yang datang. Berbeda dengan Xaviera yang duduk menghadap kearah pintu sehingga dia sudah tahu penyebab suasana kantin tiba-tiba menjadi ribut.

"Malah menuju sini" ujar Xaviera sambil memutar kedua bola matanya kesal karena anak-anak Sergios berjalan menuju meja mereka bertiga.

"Aduh pacar gue ganteng banget yak" ujar Jane bucin setelah melihat Edward yang tersenyum padanya dari jauh.

"Bucin ihh" ujar Riela sambil terkekeh pelan.

"Dih ngaca woi ngaca" balas Jane.

"Halo eneng-eneng cantik abwang boleh gabung gak?" ujar Danio sambil duduk di  sebelah Riela. Cewek itu seketika bergeser karena Danio duduk terlalu dekat dengan nya.

"Gausah dipepet kayak gitu bambang" ujar Nobel

"Heh nama bapak gue tuh" ujar Ben sambil memukul belakang kepala Nobel pelan.

"Benedict Ganstra anaknya pak Bambang" ujar Danio.

"Serius nama bapak lo Bambang?" tanya Adriel

"Gak. Gue becanda" balas Ben cengengesan

"Yeh anjing" umpat Nobel yang sesaat kemudian menutup mulutnya begitu tatapan tajam Justin tertuju padanya.

"Maap bang. Khilaf" ujar Nobel. Justin memang tidak suka mendengar orang-orang mengeluarkan kata-kata kasar didepan nya.

"Khilaf kok keterusan" ujar Ilham.

"Belain gue napah Ham" ujar Nobel.

"Ogah si Ilham belain lo" balas Adriel. Matanya tidak sengaja kembali bertemu dengan mata Riela namun seperti biasa cowok itu selalu mengalihkan tatapan nya duluan.

Riela kembali melanjutkan makanan nya yang belum habis karena sempat memperhatikan interaksi anak-anak Sergios.

Jane sendiri sedang sibuk makan dengan Edward yang duduk disamping nya. Xaviera? Dia sudah selesai makan dan sedang sibuk dengan ponselnya tanpa berniat ikut dalam pembicaraan cowok-cowok itu.

"Pesan makan dulu" ujar Zegas yang sedari tadi diam.

"Ben sama Danio yang tugas mesanin" ujar Adriel.

"Kok gue lagi? Minta si Nobel aja" ujar Danio sambil menunjuk Nobel dengan dagunya.

"Ogah. Lo aja. Cocok jadi pesuruh" ujar Nobel mengejek

"A....." ucapan Danio menggantung saat Justin sedang menatapnya.

"Ayam goreng" ujar Danio melanjutkan ucapan nya yang tertunda. Tidak jadi mengumpat karena Justin.

"Gue kira lo bakalan maki gue" ujar Nobel mengejek.

"Takut gue" ujar Danio

"Takut apa?" tanya Zegas

"Takut dimakan sama Justin" ujar Danio lagi lalu bangun dari duduknya. Bersiap menjalankan perintah memesan makanan.

"Sebutin pesanan kalian" ujar Danio sambil membuka ponselnya untuk mengetik pesanan teman-teman nya supaya tidak salah memesan.

"Gue sama Zegas bakso. Minumnya es teh" ujar Ilham

"Nasi goreng pedes sama es susu" ujar Adriel

"Lo Just?" tanya Danio

"Sama" jawab Justin

"Sama kek siapa? Ilham sama Zegas atau Riel?" tanya Danio bingung

"Adriel" jawab Justin singkat. Danio hanya bisa menarik nafas menghadapi teman nya yang satu ini. Terlalu mirip kulkas.

"Mie ayam 1. Es jeruk 1" ujar Nobel

"Edward?" tanya Danio

"Samaan kek Nobel" jawab Edward

"Okeh. Ditunggu yah pesanan nya" ujar Ben seperti pelayan-pelayan restoran.

"Cocok" ujar Edward.

"Diem aja Ra" ujar Ilham pada Xaviera yang sedari tadi diam.

"Males ngomong" balas Xaviera seadanya.

"Ra main tiktok kuy" ajak Zegas tiba-tiba. Kalian harus tahu kalau Zegas ini  seleb tiktok. Followersnya ribuan.

"Pintu keluar disana, lo sprint sekarang juga" ujar Xaviera sambil menunjuk pintu keluar kantin.

"Hahahah hahahahhaha ngakak" ujar Nobel menertawai Zegas.

"Sadis banget Ra" Ujar Adriel

"Riela lo datang kan ke pensi nanti malam?" pertanyaan Ilham pada Riela membuat semua mata tertuju padanya. Menunggu jawaban Riela.

"Gatau. Masih ijin dulu sama nenek"

"Mau gue ijinin?" tanya Edward tiba-tiba. Mereka terkejut dengan pertanyaan Edward kecuali Jane,Xaviera dan Justin yang terlihat biasa saja.

"Hubungan nya sama lo apa Ed? kok malah lo yang minta ijin?" tanya Nobel bingung. Mereka menantikan jawaban Edward sedangkan cowok itu hanya diam setelah mendapat tatapan peringatan dari Riela dan hanya Adriel yang menyadari tatapan Riela. Cowok itu menyerngitkan keningnya. Menebak-nebak kira-kira  apa yang dia dan lain nya tidak tahu.

"Pesanan datang" suara Ben seakan-akan menyelamatkan Edward dari situasi menegangkan. Edward ingin menjawab pertanyaan Nobel tapi Riela tidak mengijinkan dia mengatakan yang sebenarnya.

"Selamat makan" ujar Ilham.

"Selamat makan"

"Hai" sapaan ceria dari seseorang membuat mereka semua menatap ke arah sumber suara.

Adriel tersenyum begitu melihat Stella.

"Boleh gabung gak?" tanya Stella.

"Boleh Stella. Duduk aja" jawab Adriel ramah.

Stella datang bersama dengan Diandra. Cewek itu hanya terdiam walaupun matanya menatap Riela tajam. Riela sendiri seakan tidak peduli dengan tatapan Diandra.

Stella mengambil tempat duduk disebelah Adriel.

"Lo gak liat disini udah full?" gerakan Diandra yang ingin duduk terhenti saat suara Edward terdengar. Semua mata tertuju pada Edward. Cowok itu biasanya tidak peduli namun entah kenapa kali ini cowok itu terang-terangan menatap Diandra dengan tatapan tidak suka.

"Dua-in" sambung Xaviera.

"Kalau udah selesai makan yah bangun dong. Biar gue bisa duduk" sindir Diandra sambil menatap Riela, Jane dan Xaviera bergantian.

"Diandra" tegur Stella merasa tidak enak kepada Adriel dan lainnya.

"Gue pengen duduk tapi katanya full. Kalau udah selesai makan yaudah bangun atau cari tempat lain kek. Biar gue bisa duduk disini" ujar Diandra.

"Kenapa gak lo aja nyari tempat lain?" Riela bersuara dengan tatapan yang tidak biasa. Riela rasa dia harus berbicara kali ini sebelum Jane yang melakukannya.

"Lo berani sama gue?!" balas Diandra dengan nada tinggi.

Orang-orang dikanti mulai memperhatikan mereka.

"Lo kalau muncul pasti selalu ada keributan yah" ujar Danio yang mulai kesal. Dia sedang lapar dan ingin makan dengan tenang tapi cewek yang satu ini benar-benar titisan dajjal.

"Biang masalah" desis Edward.

"Yah lo liat sendiri dong. Nih cewek nantangin gue!" ujar Diandra dengan nada tinggi.

"Eh lo santai  aja dong ngomongnya!" ujar Jane sambil berdiri dan menujuk Diandra.

"Kalem euy" ujar Zegas

"Ri"panggil Xaviera pelan. Mereka semua menatap Xaviera yang tiba-tiba bersuara memanggil Riela dengan pelan.

Riela menoleh pada Xaviera.

"Kayaknya tamparan gue kurang deh" Justin langsung  ikut bangun dari duduknya sesaat setelah Xaviera berkata seperti itu. Cowok itu menahan Xaviera begitu cewek itu akan melangkah menuju Diandra.

"Ra" ucap Justin memperingatkan  penuh penekanan.

"Diandra mending lo pergi" ujar Adriel yang sedari tadi diam memperhatikan mereka. Dia mulai muak dengan sikap Diandra.

"Gausah caper" tambah Danio.

"Apa lo bilang?!" teriak Diandra tidak terima.

BRAKKKK

Mereka semua terkejut begitu Adriel bangun dan menggebrak meja dengan kasar sampai ada minuman yang tumpah.

"Eh ayam ayam gorengg" kaget Ben tiba-tiba menjadi lata.

"Lo ngerti gue bilang pergi?" tanya Adriel tajam. Diandra terkejut.

"G..gue"

"Lo ngerti gak?!" bentak Adriel.

" Riel udah" ujar Stella menenangkan

"Bro tenang. Dia cewek" tambah Ilham.

"Apaan sih! Kok lo malah bentak-bentak gue?!" mereka tercengang melihat Diandra yang entah kerasukan atau apa sehingga mendapat keberanian untuk menantang Adriel. Bahkan cewek itu membentak Adriel.

Keadaan semakin ricuh. Beberapa orang mulai berbisik-bisik.

"Anjay nyari mati si Diandra"

"Astgafirulloh tuh cewek nantangin Adriel?!"

"Buset berani banget tuh cewek"

"Seorang Adriel. Ketua Sergios ditantang cuy"

"Kak Diandra gak kesurupan kan? Itu serius dia ngebentak kak Adriel? ketua Sergios?! Gue gak salah denger kan?"

"Daebak"

"Welcome to the hell bitch"

Seakan tersadar dengan perbuatannya, Diandra menatap Adriel takut-takut.

"Adriel g..gue" Diandra kehilangan kata-katanya. Tatapan tajam Adriel seakan-akan dapat mengeluarkan pisau yang bisa membunuhnya saat ini juga.

Membentak seorang Adriel Alvaraldo Dollan sama saja dengan cari mati. Cowok itu memang terlihat baik tapi bukan berarti dia tidak memiliki taring. Bahkan vampire yang terlihat seperti manusia dapat mengeluarkan taring di saat-saat tertentu.

Sekali lagi. Membentak Adriel apalagi didepan umum seperti ini saja dengan mencari mati. Tidak ada yang berani membentak Adriel dan sekarang Diandra melakukan nya.

"Adriel" Stella memanggil nama Adriel pelan. Berusaha menenangkan cowok itu. Dia tidak ingin sahabatanya berada dalam masalah. Namun sayang, Adriel tidak menghiraukan nya.

"Good job bitch" ujar Xaviera menatap Diandra dan tersenyum miring. Mengejek perbuatan bodoh cewek itu.

"Diem lo!" bentak Diandra pada Xaviera.

"Lo yang diem" balas Justin dengan suara rendah penuh penekanan.

Diandra semakin terpojok karena tidak ada yang membela nya. Bahkan Stella hanya bisa berdiri diam. Tidak bisa melakukan apa-apa.

Sial.

"Lo diam aja gue diginiin?" tanya Diandra pada Stella.

"Bukan gitu Di" jawab Stella. Stella bukan nya tidak ingin membantu, hanya saja Diandra memang salah. Cewek itu selalu mencari-cari masalah duluan. Stella tidak suka itu.

"Sahabat macam apa lo?!" kali ini Diandra membentak Stella.

Kesalahan kedua. Karena kali ini wajah Adriel terlihat mengeras dengan tatapan tajam yang terarah pada Diandra.

"Pergi" desis Adriel.

"Pergi sebelum gue ngelakuin hal yang gak bakalan lo duga"

•°¤°•