Chereads / ADRIELA / Chapter 4 - Sepupu

Chapter 4 - Sepupu

Riela berjalan masuk ke dalam kelas sendirian. Jane dan Xaviera masih bersama-sama dengan anak-anak Sergios. Riela merasa kepalanya pusing sehingga dia lebih memilih kembali ke kelas alih-alih ke UKS.

Kelas kosong dan sepi tapi Riela menyukainya. Tenang. Itu yang Riela rasakan. Cewek itu memilih duduk di kursi lalu meletakan kepalanya di atas meja sambil memejamkan matanya.

Kepalanya memutar kejadian sepuluh tahun lalu. Kejadian dimana Riela hampir mati karena ketakutan.

Sepuluh tahun lalu....

Riela terduduk di tengah hutan dengan kaki tertekuk di depan dada dan tangan yang memeluk kedua kakinya.

Gelap dan dingin.

Hanya cahaya bulan yang sedikit terlihat melewati pepohonan.

"Mom... Riela takut" ujar Riela dengan suara gemetar.

Riela tersesat saat pada saat camping. Dia terpisah dari teman-temannya saat mereka mendapatkan misi mencari bendera.

"Mommy...." Riela berujar dengan tubuh semakin bergetar. Dia mulai menangis.

Suara daun yang seperti terinjak oleh sesuatu membuat Riela semakin ketakutan. Cewek kecil itu memeluk dirinya semakin erat.

"Kamu gapapa?" suara seseorang membuat Riela mengangkat kepalanya lalu menemukan seorang anak laki-laki yang duduk didepan nya dan menatapnya dengan tatapan khawatir.

"A...aku takut" bisik Riela dengan suara bergetar.

"Gausah takut. Ada aku" ujar anak itu. Riela mengangguk lalu menghapus air matanya.

"Jangan nangis lagi yah" ujar anak itu lalu menggenggam tangan Riela dan mulai menuntun Riela berjalan. Riela terlalu takut untuk bertanya bagaimana anak itu menemukan nya disini. Tapi disaat yang sama dia juga kagum dengan anak itu. Dia tidak takut kegelapan. Dia bahkan berani masuk ke hutan sendiri dan menemukan Riela disini. Riela sangat berterima kasih.

Keduanya terus berjalan dengan tangan yang saling tertaut. Tak lama kemudian mereka sudah sampai kembali di perkemahan. Ada banyak orang yang terlihat sedang mencari Riela.

"Nama kamu siapa?" Riela memberanikan dirinya untuk bertanya.

"Adriel" balas anak itu sambil tersenyum. Tatapan nya hangat. Riela menyukainya.

"Makasih El" ujar Riela berusaha tersenyum.

"Sama-Sama" balas Adriel sambil tersenyum. Dia menyukai tatapan hangat Riela.

"Daniella! Sayang!" teriakan mamanya Riela membuat cewek itu berlari menuju ibunya lalu memeluk wanita itu.

"Puji Tuhan kamu gak kenapa-kenapa sayang" ujar mamanya mengucap syukur.

"Kamu gak kenapa-kenapa kan sayang?" kali ini papanya Riela yang bertanya.

"I'm okay dad" ujar Riela.

"Tadi aku ditolong sama...." ucapan Riela terhenti begitu dia berbalik tapi tidak menemukan penolong nya tadi.

"Sama siapa sayang?" tanya mamanya.

"Oh. Tadi ada mom" ujar Riela sambil menoleh ke kiri dan kanan mencari seseorang.

"Mungkin dia udah pergi" ujar mamanya dan Riela hanya menganggukan kepalanya.

Tanpa sadar air mata Riela jatuh begitu saja. Tubuhnya bahkan ikut bergetar saat mengingat kejadian sepuluh tahun yang lalu. Riela mengangkat kepalanya lalu menghapus air matanya. Cewek itu bangkit dari duduknya lalu mengambil tas dan melangkah keluar kelas.

Karena terlalu buru-buru dan tidak memperhatikan langkahnya, Riela hampir menabrak seseorang.

Riela mengangkat kepalanya dan menemukan Adriel berdiri tepat didepannya.

"S...sorry" ujar Riela lalu berniat kembali melanjutkan langkahnya.

"Kenapa?" pertanyaan Adriel membuat Riela menghentikan langkahnya lalu menatap Adriel dengan tatapan bingung dari balik kacamatanya.

"Kenapa nangis?" tanya Adriel lagi.

Pertanyaan Adriel membuat Riela gelagapan. Cewek itu meremas kedua tangannya yang saling bertautan lalu menggeleng pelan tanpa menatap Adriel.

"Gue gapapa" ujar Riela lalu berjalan meninggalkan Adriel.

Adriel berdiri ditempatnya sambil menantap punggung Riela yang semakin menjauh. Adriel merasakan sesuatu yang aneh begitu menatap mata Riela. Aneh tapi dia menyukainya.

•°¤°•

Riela berjalan menuju kedepan. Berniat menunggu angkot saat mobil Edward berhenti di depan nya.

"Masuk" ujar Edward singkat.

"Gamau. Pulang aja sendiri" balas Riela sambil menatap Edward malas.

"Masuk Daniella" Riela mendengus kesal saat Edward sudah memanggilnya dengan nama tengah. Itu artinya cowok itu tidak mau dibantah.

"Jane mana?" tanya Riela begitu selesai memasang sabuk pengaman.

"Udah gue anter pulang" balas Edward lalu mulai melajukan mobilnya.

Keadaan mobil hening. Edward fokus menyetir sedangkan Riela sedang memejamkan matanya. Dia tidak tidur.

Edward menoleh pada Riela yang sedang memejamkan mata. "Ikut kan?" tanya Edward tiba-tiba.

Riela membuka matanya lalu menatap Edward.

"Apa?" tanya Riela

"Pensi" balas Edward singkat.

"Gatau. Belum ijin" ujar Riela lalu kembali memejamkan matanya.

"Gue ijinin ke nenek" ujar Edward.

"Terserah lo deh" ujar Riela. Setelah itu kembali hening. Tidak ada yang berbicara hingga mereka sampai di rumah Riela.

Riela turun dari mobil lalu di ikuti oleh Edward.

"Thanks udah nganterin" ujar Riela berterima kasih.

"Iya" balas Edward singkat.

Riela berjalan memasuki rumah dan di ikuti oleh Edward. Riela menekan bel rumah satu kali dan sesaat setelah itu seorang wanita tua muncul dari balik pintu dan tersenyum menatap Riela.

"Udah pulang cucu nenek" ujar nenek Riela sambil tersenyum. Riela tersenyum lalu memeluk neneknya.

"Ada Edward nek" ujar Riela begitu melepaskan pelukan nya.

"Edward masuk dulu" ajak neneknya Riela. Edward tersenyum tipis lalu mengangguk dan ikut masuk kedalam rumah.

"Duduk dulu" ujar Rebeca neneknya Riela. Riela sendiri sudah menuju ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

"Gimana kabarnya?" tanya Rebeca pada Edward.

"Baik nek" ujar Edward dengan senyum sopan.

"Edward udah jarang kesini" protes Rebeca. Edward tersenyum tidak enak.

"Maafin Edward nek" ujar Edward.

"Gapapa. Sering-sering main yah" ujar Rebeca dan hanya dibalas Edward dengan senyum.

"Nek. Edward mau minta ijin buat ngajak Riela ikut pensi sekolah sebentar malam" ujar Edward panjang lebar. Hal langkah.

"Boleh. Nenek gak masalah. Sebenarnya nenek gak masalah soal kegiatan-kegiatan Riela selagi itu masih positif" ujar Rebeca yang seketika mendapat respon kebingungan dari Edward. Cowok itu menyerngit bingung.

"Nenek gak pernah larang-larang Riela?" tanya Edward. Rebeca terlihat bingung.

"Enggak Edward" ujar Rebeca. Edward mengangguk lalu kemudian tatapan nya beralih pada Riela yang datang dengan minuman di tangan nya.

"Kenapa lo liat gue kayak gitu?" tanya Riela yang bingung dengan tatapan tajam Edward.

"Nenek tinggalin yah. Kalian ngomong aja berdua" ujar Rebeca pamit lalu bangun dari duduknya dan meninggalkan Riela berdua dengan Edward.

Riela duduk di sofa lalu. Cewek itu melempar bantal ke Edward karena cowok itu masih menatapnya dengan tajam.

"Ngajak berantem?" ujar Riela yang kesal dengan tatapan Edward.

Edward meminum minuman yang tadi Riela bawa sebelum kemudian kembali menatapam cewek itu dengan tajam.

"Jago bohong ya lo" ujar Edward tajam.

"Hah? Apaan sih" balas Riela tidak mengerti.

"Nenek bilang dia gak pernah tuh ngelarang lo ikut kegiatan selagi masih positif tapi kenapa setiap ada kegiatan sekolah lo selalu gak ikut dengan alasan nenek gak ijinin?" Riela terdiam karena pertanyaan Edward. Terlalu bingung harus menjawab apa.

"Gue..." Riela kehilangan kata-katanya.

"Jangan bohong sama gue" ujar Edward tajam. Riela menelan ludahnya ngeri dengan tatapan Edward.

"Iya-iya gue bohong" aku Riela. Percuma juga bohong. Edward tidak bisa dibohongi.

"Alasannya?" tanya Edward. Riela benar-benar diinterogasi oleh Edward. Sepupunya itu benar-benar membuat Riela terpojok. Iya Riela dan Edward memang sepupu. Papanya Riela adalah kakak kandung dari mamanya Edward. Hal ini hanya diketahui oleh Jane, Xaviera dan Justin. Anak-anak Sergios yang lain bahkan siswa-siswi SMA Nirwana tidak ada yang tahu soal ini. Itu semua karena keinginan Riela.

"Kok gue malah diinterogasi sih?" kesal Riela. Edward seakan tidak peduli dengan kekesalan sepupunya itu.

"Jawab" ujar Edward. Riela memutar bola matanya malas.

Dasar Edward

"Gasuka. Pokoknya gasuka ikutan" ujar Riela.

"Gasuka atau ngehindarin Adriel?" Riela rasanya ingin melempar Edward ke hutan. Sepupunya ini memang sangat pintar dalam membuat Riela kesal.

"Kenapa lo jadi cerewet? Udah cair es nya?" bukannya menjawab pertanyaan Edward, Riela lebih memilih menyindir sepupunya itu.

"Bodo amat" ujar Edward. Cowok itu memang tidak banyak bicara bahkan dengan anak-anak Sergios atau Jane sekalipun tapi jika dengan Riela, Edward bisa menjadi sosok berbeda. Lebih banyak bicara.

"Masih?" tanya Edward.

"Apanya? kalau ngomong yang jelas dong bambang. Jangan satu kata doang. Gue bingung" ujar Riela karena bingung dengan pertanyaan Edward.

"Masih suka?" kali ini Riela langsung mengerti dengan ucapan Edward. Riela terdiam lama. Tidak menjawab pertanyaan Edward.

"Diam berarti iya" ujar Edward

"Apaan sih. Udah. Pulang sana" usir Riela tiba-tiba.

"Lo harus ikut ke pensi nanti malem" ujar Edward.

"Gak. Males" ujar Riela

"Ikut. Atau..." ujar Edward menggantung.

"Atau apa?" tanya Riela

"Atau gue bongkar rahasia lo" ancam Edward. Riela melebarkan matanya lalu melempar Edward dengan bantal lagi namun cowok itu dengan cepat menangkapnya.

"Gue tampol lo yah" ujar Riela kesal.

"Yah makanya ikut" paksa Edward.

"Yaudah iya. Gue ikut. Puas lo?" jawab Riela kesal. Edward tersenyum miring penuh kemenangan.

"Oke. Gue jemput" ujar Edward namun Riela terlihat tidak setuju.

"Gak. Gue bareng sama Xaviera dan Justin aja" tolak Riela. Edward yang paham dengan maksud Riela akhirnya setuju.

"Oke. Intinya lo dateng" ujar Edward lalu bangun dari duduknya. Berniat pulang.

"Bilang ke nenek gue balik" pamit Edward.

"Hm. Hati-hati" balas Edward

"Dandan. Jangan malu-maluin gue" ujar Edward

"Banyak omong. Udah sana" usir Riela lalu mendorong Edward keluar.

"Awas kalau gak dateng" ujar Edward setelah masuk kedalam mobilnya.

"Iya bawel" ujar Riela

Mobil Edward sudah meninggalkan rumah Riela. Cewek itu masuk kedalam rumah lalu mendengus pelan.

"Dasar sepupu setan"

•°¤°•