Chereads / ADRIELA / Chapter 9 - Menghilang

Chapter 9 - Menghilang

Riela berlari dengan cepat, tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan bingung karena dia berlari sambil menangis.

Riela hanya ingin menghilang dari sini. Sekarang.

Cewek itu berlari menuju kelasnya, memasukan semua buku-bukunya kedalam tas lalu membawanya pergi. Riela melangkah keluar dengan cepat, mengabaikan beberapa teman nya yang memanggil.

Edward baru saja sampai di kelas Riela, cowok itu terengah karena berlari. Matanya mencari Riela didalam kelas tapi cewek itu tidak ada.

"Lo semua pada liat Riela gak?!" suara Edward yang meninggi membuat beberapa orang ada di kelas terkejut. Selain karena suara Edward, mereka juga terkejut karena cowok itu mencari Riela.

"Budek lo semua?!" marah Edward karena tidak ada satu orang pun yang menjawab pertanyaannya. Mereka hanya menatapnya dengan tatapan terkejut.

"T...tadi Riela ngambil tas terus langsung keluar," ujar seseorang, dia terlihat ragu untuk melanjutkan ucapan nya tapi dia memberanikan diri untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Dia....nangis" ujar nya lagi.

Nangis

Edward menghembuskan nafasnya kasar. Cowok itu berlari keluar menuju gerbang sekolah, siapa tahu dia bisa menemukan Riela disana.

•°¤°•

Dikantin suasana hening. Adriel berdiri dengan tatapan kosong. Nobel, Ilham, Zegas, Ben dan Danio berdiri dalam diam.

Jane duduk dikursi dengan kedua tangan menutup wajahnya. Xaviera dan Justin diam dengan wajah datar.

"Bagus banget mulut lo Riel" suara Xaviera memecah keheningan. Cewek itu menatap Adriel tajam.

"Ngomong tuh ngotak dikit" ujarnya lagi. Xaviera benar-benar kesal dengan Adriel.

"Lo tahu tentang hal ini Ra?" ujar Ilham pada Xaviera. Cewek itu mendengus lalu melihat keluar jendela.

"Tahu" ucapan Xaviera membuat mereka menatapnya. Kecuali Jane dan Justin.

"Kenapa kita gak di kasih tahu?!" ujar Danio marah.

"Lo ngerti privasi gak?! Itu privasi nya Riela. Kalau dia gak ngasih tahu kalian, kenapa gue harus ngasih tahu?!" ucapan Xaviera ada benarnya. Danio diam, tidak melanjutkan ucapan nya lagi.

"Siapa lagi yang tahu selain lo?" tanya Nobel.

"Jane" jawab Xaviera.

"Pantesan Jane biasa aja soal Riela dan Edward" ujar Zegas, cowok itu bergerak duduk sambil menopang dagunya ditangan.

"Justin juga" ucapan Xaviera membuat mereka menoleh pada Justin dengan tatapan terkejut.

"Lo tahu Just?!" tanya Ben kaget. Justin hanya mengangguk.

"Bangsat" maki Adriel, cowok itu benar-benar merasa bodoh sekarang.

"Riel" panggil Stella pelan, cewek itu mendekat pada Adriel.

"Aku obatin yah lukanya" ujar Stella. Sudut bibir Adriel terlihat berdarah.

Adriel menoleh lalu mengangguk pelan. "Makasih" ujar Adriel sambil memaksakan tersenyum tipis pada Stella.

"Jangan lupa minta maaf" ujar Justin mengingatkan. Cowok itu menatap Adriel dengan tatapan serius, Adriel menatap Justin balik lalu menganggukan kepalanya.

Sepeninggal Adriel dan Stella, mereka semua duduk dalam diam, masih terkejut dengan kejadian tadi.

"Gile sihhh gue baru liat Edward kayak tadi" ujar Ben sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"2in" sambung Danio. Cowok itu tidak jauh berbeda dengan Ben. Sama-sama tidak percaya.

"Jane lo pernah liat Edward kayak gitu?" tanya Nobel.

Jane menggeleng pelan. "Ini pertama kali gue liat dia begitu" jawab Jane. Jane tidak pernah melihat Edward lepas kendali selama mereka pacaran. Cowok itu sangat pintar mengatur emosinya.

"Dari yang gue lihat, Edward sayang banget sama Riela" ujar Zegas.

"Wajar" sambung Justin. Xaviera dan Jane mengangguk setuju.

"Kalian tahu kan kalau Edward anak tunggal? dia juga udah bareng sama Riela dari kecil. Lo pada mikir aja deh sesayang apa dia sama Riela" ujar Jane panjang lebar.

"Berasa adik kandung pasti" ujar Danio.

"Tapi gue bingung banget sama Riel. Kenapa sensi banget sih sampai gak nanya ke Ed duluan. Malah langsung nuduh" ucapan Ilham membuat mereka kembali berpikir. Heran dengan sikap Adriel hari ini.

"Jangan-jangan Riel suka sama Riela?" tebak Zegas.

"Wadaw kok otak gue juga kesitu yah?" sambung Ben

"3in" sambung Nobel

"Eh tapi kan tuh cowok bucin banget sama Stella" ujar Danio.

"Gak paham lagi gue" ujar Ilham sambil memijit pelipisnya.

"Ngumpulnya batal dong" ujar Zegas.

"Melihat keadaan. Bisa jadi batal" sambung Danio.

"Tetep jadi. Harus" ucapan Justin membuat mereka menoleh kearah cowok itu.

"Biar bisa selesain dulu masalah Ed sama Riel" ujar Justin menjelaskan.

"Bener kata Justin. Selesain dulu masalah Ed sama Riel. Mereka pasti canggung abis baku hantam tadi" ujar Jane membenarkan.

"Dari cara Riel tadi ngatain Riela, gue yakin Edward marah banget sepupunya digituin" ujar Ilham yang langsung mendapat anggukan setuju dari teman-temannya.

"Kudu kerja keras kita" ujar Nobel.

"Mau gimana pun mereka harus baikan" ujar Xaviera mutlak.

•°¤°•

Adriel dan Stella sedang berada di UKS saat ini, Stella sedang membersihkan luka di sudut bibir Adriel.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Stella pada Adriel yang dari tadi hanya diam sejak mereka memasuki UKS.

"Aku gakpapa" jawab Adriel sambil tersenyum tipis.

"Jangan lupa minta maaf yah" ujar Stella mengingatkan. Adriel tersenyum. "Iya sayang" ucapan Adriel membuat Stella salah tingkah.

"Apaansih kamu" ujar Stella malu-malu. Adriel tersenyum lalu mengacak pelan rambut cewek itu. "Makasih yah" ujar Adriel.

"Sama-sama" balas Stella tersenyum manis.

"Aku ke kelas duluan yah. Kamu istirahat aja disini" ujar Stella. Cewek itu bergerak merapikan peralatan yang dia pakai saat membersihkan luka Adriel.

"Iya" balas Adriel singkat. Stella tersenyum lalu berjalan keluar meninggalkan Adriel.

Sepeninggal Stella, senyum diwajah Adriel menghilang. Cowok itu membaringkan tubuhnya di tempat tidur lalu menatap langit-langit UKS dengan rasa bersalah. Adriel menyesal. Sangat. Dia mengingat dengan jelas bagaimana raut wajah Riela saat Adriel mengatainya macam-macam. Tangannya yang gemetar, matanya yang berkaca-kaca.

Mata itu. Mata yang biasa Adriel lihat ketika tidak sengaja tatapan mereka bertemu, penuh dengan kehangatan saat menatapnya tapi hari ini, mata itu seolah terluka dan itu karena nya.

Adriel mengerang frustasi. Gelisah. Dia seolah ikut sesak hanya dengan tatapan Riela. Mata itu terlalu mempengaruhi nya.

Cowok itu membuka ponselnya lalu membaca pesan di grup chat Sergios.

SERGIOS

Danio Fernandez: Sesuai rencana, Sebentar tetap ngumpul. Harus!

Zegas Bentanio: BETUL!

Ben Ganstra: HARUS!

Nobel Arsenio: Gaboleh nolak

Ilham Bagaskara: Gak ada akhlak kalau nolak.

Justin Franstian: Ok.

Danio Fernandez: Lo harus dateng @Adriel Alvaraldo

Ben Ganstra: Ed lo gaboleh ngehindar di rumah sendiri.

Edward Harrison: Ok.

Xaviera Quitta: Harus lengkap. Kalau gak, bubar aja!

Zegas Bentanio: SIAP LAKSANAKAN!

Ben Ganstra: 2in

Danio Fernandez: 3in

Nobel Arsenio: 4in

Ilham Bagaskara: 5in

Justin Franstian: 6in

Adriel Alvaraldo: Oke. Gue dateng. Pasti

Adriel tahu kenapa teman-teman nya ngotot ingin tetap berkumpul. Dia yakin mereka ingin menyelesaikan masalah antara Edward dan dirinya dan Adriel tidak keberatan sama sekali. Memang kesalahpahaman harus diluruskan kan?

Adriel baru saja ingin memejamkan matanya saat ponselnya bergetar.

Adriel mendengus saat menemukan pesan dari Diandara.

Diandra Alarice: Kamu gakpapa kan?

Diandra Alarice: Aku denger dari Stella kamu berantem sama Edward.

Diandra Alarice: Bales chat aku Riel. Jangan diread doang.

Diandra Alarice: Riel

Diandra Alarice: Aku khawatir sama kamu

Diandra Alarice: Riel

Adriel langsung menonaktifkan ponselnya lalu mulai menutup mata. Tidak lama setelah itu, cowok itu terlelap.

•°¤°•

Edward berdiri di depan rumah Riela. Cowok itu menekan bel rumah berulang-ulang namun tidak ada yang membukakan pintu untuknya.

"Nek, nenek ini Edward" panggil Edward namun tidak ada yang menjawab.

"Nenek kayaknya gak dirumah. Berarti Riela juga gak disini" gumam Edward.

Cowok itu mengangkat ponselnya lalu menelpon Riela namun dia hanya mendengar suara operator yang menandakan nomor Riela sedang tidak aktif.

"Lo kemana sih, La" bisik Edward sambil menatap ponselnya

"Kenapa gak biarin gue nemenin lo" Edward duduk di kursi teras sambil menunduk.

Riela seperti menghilang.

Drrrt Drrrt

Edward melihat ponselnya dengan cepat. Nama Jane terlihat disana.

"Halo" bisik Edward pelan

"Gimana? kamu udah ketemu Riela?" tanya Jane diujung sana. Suaranya terdengar khawatir.

"Belum. Dia gak ada di rumah"

"Loh? Kamu yakin?"

"Iya sayang"

"Udah coba telpon?"

"Hp nya gak aktif"

"Astaga. Jadi gimana?"

"Gak tahu. Aku nunggu aja disini"

"Yaudah tapi jangan lupa balik yah. Riela pasti pulang kok. Kamu tenang yah" ujar Jane menenangkan.

"Iya sayang"

"Oke. Aku matiin yah"

"Iya. Love you" ucapan Edward membuat Jane terkekeh diujung sana.

"Sempat-sempatnya. Dah. Love you too"

Edward masih menunggu di depan rumah Riela namun sayangnya sampai matahari mulai terbenam, Riela juga belum muncul. Entah kemana cewek itu pergi.

"Lo kemana sih, La" bisik Edward frustasi. Cowok itu bahkan terus mengirimi Riela chat dari tadi tapi tidak ada balasan dari cewek itu.

"Ok fine. Gue pulang" ucap Edward pada dirinya sendiri. Cowok itu beranjak dari duduknya, dia masuk kedalam mobil lalu meninggalkan rumah Riela. Mengingat dia sudah berjanji untuk bertemu dengan anak-anak Sergios hari ini.

•°¤°•

Edward baru saja sampai saat dia melihat mobil teman-teman nya sudah ada. Cowok itu berjalan masuk dengan langkah pelan. Wajahnya terlihat begitu lesu. Penampilan Edward benar-benar berantakan. Kancing baju yang terbuka, dasi yang sudah dia lepas dan rambut yang berantakan.

Nobel meringis saat melihat penampilan teman nya itu. Baru kali ini melihat Edward dengan penampilan mengenaskan seperti ini.

"Buset dahhh mendingan penampilan gembel daripada lo sekarang" ujar Danio sambil melihat Edward dari atas kebawah.

"Berisik lo" ujar Jane, cewek itu melangkah menuju Edward.

"Mandi dulu gih sana" ujar Jane. Edward mengangguk lalu menaiki tangga menuju kamarnya.

Adriel hanya diam, melihat penampilan Edward tadi, dia langsung tahu seberapa paniknya Edward karena Riela.

"Gue ngechat Riela dari siang tapi dia off" kalimat Xaviera membuat Adriel menoleh.

"Gue telpon juga hp nya mati" sambung Jane.

"Ed nungguin dia dirumahnya tapi Riela gak ada" ujar Jane lagi

"Dia gak ada dirumahnya?" tanya Zegas kaget. Jane mengangguk.

"Sampai jam segini gak pulang?" tanya Ben tidak percaya.

"Kalau dia pulang, Edward mukanya gak gitu-gitu amat" balas Jane.

"Rumah temen nya mungkin?" tebak Ilham.

"Dia gak ada dirumah gue. Rumah Rara juga" balas Jane.

"Heh emang teman nya cuma lo berdua?" tanya Nobel kaget.

"Hooh" ujar Xaviera.

Obrolan mereka terhenti saat Edward turun dengan wajah datar, cowok itu memilih duduk disamping Jane.

Suasana sangat tegang. Mereka bingung haru bersikap bagaimana.

"Pesan makan dulu" ujar Jane memecah keheningan.

"Oke" ujar Justin. Cowok itu mulai mengorder berbagai makanan, dibantu oleh Xaviera.

Sayangnya sampai makanan datang pun, mereka masih menunduk dalam diam. Tidak berkata apa-apa.

Sampai suara Adriel membuat mereka mengangkat kepala masing-masing.

"Gue minta maaf Ed" begitu to the point. Adriel menatap Edward serius, bersungguh-sungguh dengan ucapan nya.

Edward menarik nafasnya dalam.

"Gue gak tahu lo kenapa hari ini. Tapi yang jelas lo benar-benar bangsat hari ini" maki Edward. Adriel hanya diam, dia memang bersalah.

"Sorry" ujar Adriel lagi.

"Gue benar-benar minta maaf udah nuduh lo kayak gitu" sesal Adriel.

Yang lain hanya diam, membiarkan Adriel dan Edward menyelesaikan masalah mereka.

"Dia hilang" suara Edward yang bergetar membuat mereka menoleh pada cowok itu. Hari ini mereka semua melihat sisi lain dari Edward.

"Dan gue benci saat gue gak bisa ngapa-ngapain sekarang" tangan Edward mengepal.

Dia dimana, apa cewek itu banyak menangis? apa dia baik-baik saja?

Dia. Riela.

Membayangkan Riela menangis tanpa dirinya membuat Edward sesak bukan main.

Riela menghilang.

Dan Edward juga seakan-akan kehilangan sebagian dirinya.

"Gue marah sama lo Riel. Gue benci saat lo selalu bisa buat dia nangis disaat gue berusaha ngejaga dia dari apapun yang berpotensi nyakitin dia" ujar Edward panjang lebar.

"Maksud lo?" tanya Adriel bingung. Selalu? maksud Edward apa?

"Kenapa harus lo?! Kenapa dari semua orang di dunia, kenapa harus lo?!" ucapan Edward semakin membuat Adriel bingung.

"Kenapa harus sahabat gue sih?!" kesal Edward.

"Lo sahabat gue, Adriel. Gue maafin soal tuduhan lo ke gue" ujar Edward dengan nada rendah.

"Tapi gue harap lo juga minta maaf ke sepupu gue" ujar Edward lagi, matanya menatap Adriel serius.

Adriel membalas tatapan Edward. Cowok itu menganggukan kepalanya yakin. "Pasti" ujar Adriel

"Gue harap lo gak ada lagi dalam kehidupan Riela" ujar Edward penuh penekanan.

Ucapan terakhir Edward seolah mengusir Adriel dari kehidupan Riela.

Adriel berusaha menyangkal tapi tidak bisa. Dia merasa sesak.

Entah karena apa.

•°¤°•