Xaviera baru saja berjalan menjauhi Diandra saat langkahnya harus terhenti didepan Stella yang berdiri sambil menatapnya.
"Harus banget lo gituin Diandra?" suara Stella yang terdengar marah membuat Xaviera mengangkat alisnya. Anak-anak Sergios menatap Stella dengan tatapan terkejut.Baru kali ini mereka melihat Stella seperti itu. Riela dan Jane juga menunjukan reaksi yang sama seperti yang lain nya.
Stella menatap Xaviera dengan tajam. Dia marah. Selama ini dia hanya bisa diam ketika Diandra—sahabatnya diperlakukan kasar tapi kali ini dia tidak bisa diam saja, walaupun Diandra selalu cari ribut tapi tidak seharusnya Xaviera melakukan kekerasan fisik pada sahabatnya itu.
"Harus. Kenapa? lo gak suka?"tanya Xaviera dengan tatapan datar, dagunya terangkat menantang Stella.
"Jelas gue gak suka! Dia itu sahabat gue!" suara Stella meninggi, dia benar-benar marah.
"Coba lihat apa muka gue kelihatan peduli?" ujar Xaviera sarkas. Stella semakin menatap Xaviera tajam.
"Gue gak peduli! Mau dia sahabat lo kek! Apa kek! Gue gak peduli!" ujar Xaviera.
"Lo bisa gak ngehargain orang? Di ajarin sopan santun gak lo?!" ujar Stella masih dengan nada tinggi. Mereka menganga melihat sisi lain dari Stella.
"Gue hargain lo kok" ujar Xaviera enteng. Sengaja tidak mengerti maksud ucapan Stella. Dia ingin cewek itu lebih terang-terangan mengatakan maksud ucapan nya.
"Hargain sahabat gue!" Nah. Benar saja, Xaviera langsung tersenyum miring mendengar ucapan Stella.
"Lo minta gue hargain sahabat lo?" tanya Xaviera namun Stella hanya diam seolah-olah itu tanda iya.
Xaviera terkekeh pelan lalu detik berikutnya ekspresi gadis itu terlihat datar, tatapan nya menajam. Cewek itu maju selangkah mendekati Stella.
"Ajarin dulu sahabat lo cara menghargai orang. Baru gue hargai" bisik Xaviera tepat di telinga Stella.Cewek itu melirik Stella lalu berjalan menjauhi nya lalu menyenggol bahu Stella dengan sengaja.
Xaviera berjalan sambil melirik Adriel yang menatapnya tajam. Bodo amat. Xaviera tidak peduli kalau setelah ini Adriel akan marah padanya karena mengasari Stella.
"Makin lama Rara makin serem" ujar Ben sambil bergidik ngeri.
"Heran banget gue. Kenapa coba kita selalu diem kalau Rara lagi gitu? Cuma nonton. Kagak ngapa-ngapain" ujar Danio keheranan. Cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Takut jadi korban" ujar Zegas kelewat jujur.
"Takut di tampol, Gas?" tanya Ilham sambil menahan tawanya.
"Hooh" jawab Zegas sambil menganggukan kepalanya.
"Lemah!" ujar Nobel
"Dih bangke. Lo juga lemah!" ujar Zegas tidak terima dikatai lemah.
Stella berjalan mendekati Adriel, melirik cowok itu sebentar lalu berjalan menjauh tanpa mengatakan apa-apa.
"Yah ngambek tuh bucin elu" ujar Danio sambil menyenggol lengan Adriel sedangkan cowok itu hanya diam dan berjalan pergi.
"Duh duh gue dikacang" ujar Danio sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Drama" cibir Justin
"Ayo balik" ujar Edward lalu menggandeng tangan Jane. Mereka berjalan pergi meninggalkan Diandra seolah-olah cewek itu tidak terlihat.
Diandra sendiri mendengus lalu ikut berjalan keluar dari lapangan basket.
•°¤°•
Setelah pulang sekolah, Riela langsung pulang ke rumahnya, cewek itu masih sendiri di rumah karena neneknya belum juga pulang dari luar kota. Tapi dia tidak kesepian karena Riela ditemani dua ekor anak anjing yang lucu. Edward memberikan nya sebagai hadiah. Cowok itu menepati janjinya. Riela benar-benar senang saat melihat hadiah yang Edward maksud adalah dua ekor anak anjing yang lucu.
"Bubu! Bebe!" panggil Riela pada kedua anjingnya yang langsung datang dan menatap Riela dengan tatapan lucu.
(Bubu Kanan, Bebe Kiri)
"Uhhh unyu banget anak mama" ujar Riela sambil mengelus anjing-anjingnya. Riela memperlakukan mereka seperti anak-anaknya, bahkan cewek itu menyebut dirinya mama. Lucu sekali.
Riela baru saja memberi mereka makan. Cewek itu pergi sebentar ke kamar untuk mengambil ponselnya lalu kembali untuk bermain bersama kedua anjingnya.
Riela sedang menggendong kedua anjingnya saat bel rumahnya berbunyi.
"Nenek udah pulang kali yah?" gumam Riela sambil melihat pintu rumahnya. Cewek itu berjalan masih dengan menggendong kedua anjingnya di tangan kiri sedangkan tangan sebelahnya bergerak membuka pintu rumah.
"Nenek udah pu....Heh?" ucapan Riela terhenti, wajahnya berubah terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Ngapain bengong?" ujar Edward lalu bergegas masuk padahal belum di persilahkan.
"Kagak ada akhlak" ujar Ben
"Hai Ri" sapa Danio
Ya. Yang datang ke rumah Riela adalah anak-anak Sergios plus Jane min Adriel.
"Nggak disuruh masuk nih?" ujar Ilham menyadarkan Riela dari keterkejutan nya.
"Eh masuk-masuk" ujar Riela begitu tersadar dari keterkejutan nya.
"Thanks Ri" ujar Zegas.
Mereka pun bergegas masuk ke rumah Riela.
"Ih lucu banget puppys nya" ujar Jane lalu mengambil satu anjing dari gendongan Riela.
"Hati-hati" ujar Riela khawatir.
"Iya Ri. Ya ampun khawatir banget sih" ujar Jane
"Yang bener gendong nya, Jane. Nanti Bebe gak nyaman" ujar Riela lagi karena terganggu dengan cara Jane menggendong anjingnya.
"Sama anjing aja perhatian apalagi sama pacarnya" ujar Danio cengengesan.
"Calon pacar disini" sambung Ben percaya diri dan langsung mendapat lemparan bantal dari teman-teman nya.
"Asu gue diserang" maki Ben
"Bodoh sih" sambung Justin kasar.
"Jahat lo, Just sama gue" ujar Ben dengan tampang sakit hati.
"Emang" sahut Justin.
"Adriel gak dateng?" tanya Nobel
"Kagak. Lagi ngebucin" jawab Zegas. Seketika raut wajah Riela berubah namun cewek itu dengan cepat menyembunyikan nya.
"Beli anjingnya dimna Ri?" tanya Xaviera.
"Gatau. Dibeliin soalnya" jawab Riela
"Siapa yang beliin?" tanya Ilham
"Gue" ujar Edward yang baru kembali dari dapur dengan minuman kaleng ditangan nya.
"Lo yang beliin, Ed?" tanya Danio dan Edward menjawab dengan anggukan.
"Aku mau juga dong" ujar Danio dengan suara manja
"Jijik" ujar Justin melihat kelakuan teman nya yang makin abnormal.
"Peruwuan antar sepupu" celetuk Nobel.
"Lo dapet apa Jane?" tanya Ben yang tiba-tiba kepo.
"Dapet Edward aja udah cukup buat gue. Udah seneng" ujar Jane yang langsung membuat para cowok ngenes seperti Ben dan Danio berteriak heboh.
"ANJAYYYYYY BUCIN"
"MAKIN UWUPHOBIA KAN GUE!"
"Jomlo jomlo dasar jomlo" ejek Xaviera pada Ben dan Danio yang sedang heboh saling mengguncangkan badan mereka.
"Kalian kok dateng gak bilang-bilang?" tanya Riela yang sebenarnya masih bingung kenapa teman-teman nya ini tiba-tiba sudah berdiri didepan rumahnya.
"Pengen main aja" Edward yang menjawab, mewakili yang lain.
"Oh gitu" ujar Riela.
"Nenek belum pulang?" tanya Edward lagi. Riela menggeleng. "Belum" jawab Riela.
"Eh, Ed lo beli puppys nya dimana? gue pengen pelihara juga" ujar Ben tiba-tiba.
"Anjing kok melihara anjing" Ben langsung menerjang Danio saat itu juga, menutup hidup Danio sehingga cowok itu sulit bernapas.
"Anjimmmm! Hampir wafat gue" ujar Danio setelah Ben melepaskan nya. Mereka pun tertawa karena tingkah Ben dan Danio.
"Guys" panggilan Zegas membuat mereka menoleh padanya dengan tatapan bertanya.
"Laper" ujar Zegas dengan cengiran di wajahnya.
"Anjimmmm beneran. Kagak beli makanan apa-apa tadi" ujar Ben setelah menyadari sesuatu.
"Bego banget tolong" ujar Nobel sambil menepuk jidatnya.
"Beli aja bahan makanan di supermarket" ujar Riela.
"Eh iya mumpung masih sore. Gaskeun" ujar Zegas bersemangat.
"Sampai malem disini gapapa kan Ri?" tanya Ilham.
"Gak papa sih asal jangan malem banget. Besok kan sekolah" ujar Riela
"Oke. Kalau gitu kita sampai jam 10 aman kan?" tanya Ilham lagi. Riela mengangguk.
"Eh tapi ini serius ke supermarket beli bahan makan? bukan beli makanan jadi aja?" tanya Danio.
"Iya. Biar lo rasain masakan sepupu gue" ujar Edward sambil tersenyum tipis, ada nada bangga dalam suaranya.
"Wihh jadi kepo kan gue. Oke! Gaskeun!" ujar Danio bersemangat.
"Tapi ditambah aja sama makan jadi biar Riela gak repot-repot amat" saran Nobel.
"Setuju" ujar Justin.
"Yaudah gue bagi tugas. Ben, Danio, Zegas sama Ilham sama gue beli makanan jadi. Riela, Edward,Jane,Justin sama Nobel otewe supermarket. Gimana?" ujar Xaviera.
"Oke setuju. Tapi lo yakin ngikut sama kita, Ra? tanya Ben
"Yakin. Biar lo pada gak beli sembarangan!" ujar Xaviera.
"Siap bos!" ujar Ben sambil hormat.
"Yaudah ayo" ujar Jane.
"Gue bawa mereka gak papa kan?" tanya Riela sambil mengangkat anjing di gendongan nya.
"Bawa aja" ujar Edward.
"Gue gendong satu yah Ri" ujar Jane dan Riela mengangguk setuju.
"Nanti lo kasih tau aja mau beli apa aja, biar kita yang ngambil" ujar Nobel.
"Oke" jawab Riela.
"Gaskeun"
Akhirnya mereka mulai menuju tempat sesuai tugas masing-masing.
•°¤°•
Ditempat lain tepatnya di sebuah Cafe. Adriel duduk berhadapan dengan Stella. Setelah cowok itu menjemputnya dari rumah lalu menuju cafe, mereka berdua hanya saling diam.
"Mau makan apa?" tanya Adriel memecah keheningan.
"Aku lagi kenyang" ujar Stella.
"Kamu marah sama aku?" pertanyaan Adriel membuat Stella menatap cowok itu. Stella menggeleng pelan.
"Lalu?" tanya Adriel
"Aku kesel aja sama sikap temen-temen kamu. Aku gak suka" ujar Stella.
"Dari yang aku lihat, temen-temen kamu tuh gak ngehargain Diandra. Dia itu sahabat aku, Adriel. Aku gak suka dia digituin" ujar Stella lagi.
"Maaf" ujar Adriel
"Ngapain kamu yang minta maaf? Kamu gak salah"
"Aku bakal bilang sama mereka buat lebih baik sama Diandra" ujar Adriel walau sedikit ragu. Dia tidak mungkin memaksa teman-teman nya untuk bersikap baik pada seseorang. Itu pilihan mereka dan Adriel tidak bisa mengatur itu hanya karena dia ketua Sergios. Apalagi sikap Diandra sendiri yang membuat teman-teman nya hilang respect pada cewek itu. Tapi dia akan coba membicarakan ini dengan teman-teman nya. Demi Stella. Ya. Demi Stella.
"La?" panggil Adriel. Stella menatapnya.
"Soal kita. Mau gini aja?" seakan mengerti dengan arah pembicaraan Adriel, Stella menarik nafasnya dalam.
"Aku juga gak mau kita tanpa status terus kayak gini. Tapi gimana? Diandra suka sama kamu. Dia sahabat aku" Adriel terdiam mendengar ucapan Stella. Masih alasan yang sama, Diandra.
"Bisa gak kali ini aja, pikirin tentang kita. Bukan orang lain" ucapan Adriel membuat Stella menyerngit tidak suka.
"Orang lain?" tanya Stella tidak suka.
"Diandra itu bukan orang lain. Dia sahabat aku" ujar Stella lagi.
"Oke-oke aku minta maaf. Diandra sahabat kamu, aku tau. Tapi apa kita bakal gini terus? aku juga butuh kepastian dari kamu" ujar Adriel terdengar frustasi.
"Kamu capek nunggu aku?" ujar Stella sambil menatap Adriel lekat.
"Bukan gitu" ujar Adriel sambil menatap Stella, sedikit merasa bersalah karena terlalu mendesak cewek itu.
"Kalau kamu capek. Kita bisa nyerah" ujar Stella dengan suara parau. Adriel menggeleng kuat.
"Gak! Aku gak bisa" ujar Adriel.
"Terus gimana?!" tanya Stella mulai frustasi. Adriel bergerak menggenggam tangan Stella lalu menatap cewek itu yakin.
"Kita berjuang. Bareng-bareng. Aku yakin kita bisa" ujar Adriel meyakinkan.
"Kamu mau kan?" tanya Adriel. Stella menatap Adriel lalu mengangguk pelan.
"Aku bakal nunggu sampai kepastian itu datang buat kita" ujar Adriel penuh tekad.
•°¤°•