Chereads / ADRIELA / Chapter 11 - Sejak Kapan?

Chapter 11 - Sejak Kapan?

Adriel berdiri di balkon kamarnya dengan perasaan campur aduk. Marah entah kepada siapa, mungkin kepada dirinya sendiri karena bertindak keterlaluan hari ini. Adriel mengerang kesal saat mengingat betapa bodohnya dia tadi siang di kantin sekolah. Sebenarnya dia kenapa?

Perasaan Adriel tidak menentu. Rasa bersalah semakin membuatnya tidak tenang apalagi mengingat fakta bahwa Riela menghilang dari tadi siang setelah berlari keluar dari kantin sekolah.

Adriel menggeleng pelan, menghembuskan nafasnya kasar lalu mengambil ponsel nya, memeriksa pesan disana.

SERGIOS

Zegas Bentanio: Edward, Riela gimana? udah ada kabar?

Danio Fernandez: Hooh. Gimana Riela, Ed?

Justin Franstian: Gimana?

Edward Harrison: Udah bales chat

Balasan Edward sedikit membuat Adriel tenang. Sedikit.

Ilham Bagaskara: Dia dimana?

Nobel Arsenio: Hooh. Ngilang kemana?

Edward Harrison: Gak di kasih tahu.

Ben Ganstra: 2in

Xaviera Quitta: Lo ngechat juga, Ben?

Ben Ganstra: Hooh:v

Danio Fernandez: Sokap lo

Ben Ganstra: Iri bilang bos!

Zegas Bentanio: Sekalian pergatalan yah, Ben?

Nobel Arsenio: Weitsss Gas, selowww ngomong nya

Justin Franstian: Pelanin

Ben Ganstra: Alig lo pada. Nuduh gue mulu -_-

Danio Fernandez: Riel oppa jangan siders dong

Zegas Bentanio: Apasih? Gila nih! Bodoh.

Justin Franstian: Bernada

Danio Fernandez: RIEL OPPA!

Ben Ganstra: OPPA DAFAK!!

Zegas Bentanio: Apa mau mu? Jangan lagi!

Ilham Bagaskara: Kerasukan, Dan?

Xaviera Quitta: Jijik

Justin Franstian: 2in

Nobel Arsenio: 3in

Zegas Bentanio: Ayok ayok berantem!

Danio Fernandez: Salah mulu gue -_-

Adriel Alvaraldo: Lo gak tahu dia dimana? @Edward Harrison

Edward Harrison: Iya.

Adriel kembali tidak tenang. Cowok itu langsung berjalan menuju kamar mandi. Berniat berendam. Kepalanya terasa berat.

•°¤°•

Edward melangkah menuju kelasnya dengan tatapan datar, dia baru saja mengantar Jane ke kelas cewek itu. Edward tidak menemukan Riela di kelas. Mungkin cewek itu belum datang.

Cowok itu berjalan menuju tempat duduknya dan duduk disana tanpa mengucapkan apa-apa.

Adriel yang dari tadi hanya duduk dalam diam langsung menoleh pada Edward disampingnya.

Zegas, Ilham, Ben dan Danio langsung menhentikan obrolan mereka saat Edward datang.

"Selamat pagi abwang Edward" sapa Danio semangat. Cowok itu menopang dagu dengan kedua tangan nya lalu menatap Edward dengn tatapan berbinar.

"Anjir kenapa ekspresi lo kek gitu?" ringis Ben ngeri.

"Emang kenapa ekspresi gue?" tanya Danio sambil menatap Ben.

"Kek homo" jawaban Ben langsung dihadiahi sebuah jitakan oleh Danio.

"Anjing!"

Plak

"Babi!" maki Danio lagi saat kepalanya kembali di pukul.

Plak

Lagi. Kepalanya dipukul. "Bang...." ucapan nya terhenti saat melihat Justin yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam dengan sebelah tangan nya yang terangkat sambil memegang sebuah buku yang cukup tebal.

Danio cengengesan. "Maap" ujar Danio pelan.

"Makanya mulutnya dijaga, Dan. Pagi-pagi tuh harus bawa berkah" ujar Nobel yang baru saja datang bersama Justin.

"Iye- iye. Gue salah" ujar Danio cemberut.

"Cowok emang selalu salah" ujar Zegas.

"Duain" tambah Ilham.

"Kayak lo berdua bukan cowok aja" sinis Danio.

"Riela gimana?" kali ini suara Adriel yang terdengar. Mereka semua diam saat Adriel bersuara.

"Chat gue terakhir di balas semalam" ujar Edward. Wajahnya jelas terlihat kelelahan.

"Semalam lo tidur gak?" tanya Ilham yang begitu terganggu dengan wajah kelelahan sahabatnya itu.

"Cuma dua jam" jawab Edward.

"Alig lo! Kalau lo pingsan gimana?" ujar Danio tidak habis pikir.

"Lo gak mau istirahat aja di UKS?" tawar Ben.

"Bener. Mending lo istirahat di UKS Ed" saran Nobel.

"Kita ijinin deh sama guru" ujar Zegas.

Edward terlihat berpikir sebelum akhirnya mengangguk setuju. Kepalnya terasa sakit. Lagipula percuma ikut kelas hari ini, Edward tidak akan fokus jadi lebih baik dia menuruti saran teman-teman nya untuk istirahat di UKS.

"Perlu di anter gak?" tawar Ben namun Edward hanya menggeleng pelan.

"Istirahat. Jangan banyak pikiran" ujar Justin sambil menepuk pundak Edward.

Edward mengangguk lalu berjalan keluar menuju UKS.

Adriel tidak mengatakan apa-apa. Cowok itu melamun. Jujur saja dia juga memikirkan Riela sampai dia tidak bisa tidur. Rasa bersalah nya begitu besar. Adriel tidak akan tenang sebelum dia meminta maaf pada Riela langsung. Dia berharap dapat bertemu Riela hari ini.

Lamunan Adriel buyar ketika guru masuk kelas, tanda jam pelajaran akan segera dimulai.

•°¤°•

Edward berjalan menuju kelas Riela, berniat mencari sepupunya. Cowok itu berpapasan dengan Adriel dan yang lain nya.

"Mau kemana?" tanya Danio saat melihat Edward.

"Kelas Riela" jawab Edward

"Kita juga. Sekalian" sambung Ilham. Edward mengangguk. Mereka berjalan menuju kelas Riela.

Siswi-siswi yang di lorong heboh saat mereka berdelapan lewat.

Seperti biasa Ilham akan tersenyum begitu ada yang menyapa nya. Cowok itu akan balik menyapa dengan senyum ramah.

"Ambyar anak orang lu gituin" ujar Nobel pada Ilham begitu dia melihat beberapa siswi yang mulai kesenangan dan salah tingkah saat Ilham tersenyum pada mereka.

"Mau gimana lagi? Ilham kan sukanya nebar senyum" ujar Zegas mengingat pribad Ilham yang hangat dan ramah.

"Softboi nya Sergios" ujar Ben

"Iya. Lo fakboi nya" sambung Danio.

"Ngaca babi!" ngegas Ben. Cowok itu langsung berlari menhindari Justin padahal cowok itu hanya menatapnya tajam.

"Babai anak pungut!" teriak Danio pada Ben yang sudah berlari jauh.

Cowok-cowok itu sampai di depan kelas. Mereka hanya menemukan beberapa orang di dalam kelas. Tidak ada Riela, Jane atau bahkan Xaviera.

"Mungkin udah pada ke kantin" ucapan Nobel membuat mereka melanjutkan langkah menuju kantin.

Dari jauh, Edward dapat melihat kekasihnya yang duduk didekat kaca bersama Xaviera. Mereka hanya berdua.

Mereka tetap melanjutkan langkah mereka menuju meja tempat Jane dan Xaviera berada. Jane yang menyadari kedatangan anak-anak Sergios langsung menegakan tubuhnya. Cewek itu menatap Edward lalu menarik sudut bibir nya, membentuk senyum kecil.

"Riela?" tanya Edward langsung pada intinya. Dia bahkan belum duduk.

"Dia...." Jane terlihat ragu. Edward menatap Jane dengan sebelah alis yang terangkat seolah meminta cewek itu melanjutkan ucapan nya.

"Dia gak masuk hari ini" ujar Jane pelan. Ucapan Jane membuat wajah Edward mengeras, cowok itu memalingkan wajahnya menatap keluar kaca lalu memejamkan matanya. Adriel memperhatikan raut wajah Edward. Dia tidak pernah melihat Edward segusar ini.

"Ada kabarnya gak kenapa dia gak masuk hari ini?" tanya Danio. Cowok itu terdengar serius.

"Gak ada" Xaviera yang menjawab. Mereka semua terdiam. Riela seolah-olah ingin menghilang.

"Ed, lo bener-bener gak tahu dia dimana?" tanya Ilham pada Edward yang masih berdiri.

"Selain rumahnya. Gak ada tempat lain gitu? mungkin rumah keluarganya yang lain?" ucapan Nobel membuat Edward tersadar akan sesuatu.

Kenapa tidak terpikirkan?

"Just gue titip tas gue" ujar Edward. Setelah mendapat anggukan dari Justin, Edward langsung berlari keluar dari kantin.

"Woi Riel mau kemana?!" teriak Danio saat tiba-tiba Adriel bangun dan berlari menyusul Edward.

•°¤°•

Riela duduk dipinggir danau dengan lutut di tekuk. Tangan nya dia letakan di atas lututnya. Riela memejamkan matanya menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, membuat rambutnya yang tergerai tertiup angin.

Berharap rasa sesak yang dia rasakan akan menghilang bersama dengan angin yang melewatinya tapi itu hanya harapan kosong. Rasa sesak itu tidak kunjung hilang. Seolah tidak mau pergi, masih ingin menyiksa Riela.

Riela sudah menghabiskan banyak waktu untuk menangis namun dia tidak juga lega.

Kepalanya selalu memutar kejadian bagaimana Adriel menuduhnya. Mata nya yang menatap Riela merendahkan. Tidak ada

tatapan hangat seperti saat pertama kali dia bertemu Adriel. Tatapan Adriel terasa asing.

Air matanya kembali mengalir. Riela benci saat dia terlihat lemah seperti ini. Dia benci pada dirinya sendiri yang begitu lemah jika sudah menyangkut Adriel. Memang nya apa yang dia harapkan?

Riela menyeka air matanya dengan kasar meskipun setelah dia menyeka nya, air matanya tetap jatuh lagi. Cewek itu berdiri dari duduknya. Berniat pulang ke rumahnya. Namun langkahnya terhenti saat dia berbalik dan menemukan Edward berdiri didepan nya. Menatap nya. Tatapan yang membuat Riela kehilangan tenaga untuk berdiri.

Cewek itu hampir saja terjatuh kalau saja Edward tidak lebih cepat menariknya kedalam pelukan. Secepat dia masuk dalam pelukan Edward, secepat itu juga Riela menangis. Kali ini dia tidak menangis dalam diam.

Riela menangis dalam pelukan Edward. Tangannya meremas baju seragam Edward dengan keras. Lepas. Riela menangis dengan lepas, tidak ada yang ditahan.

Adriel berdiri mematung. Menyaksikan Riela yang menangis hebat dalam pelukan Edward.

Apa dia sudah sangat kelewatan?

Sedalam apa dia menyakiti cewek itu?

Pertanyaan-pertanyaan itu mengusik kepala Edward.

Yang terakhir.

Apakah ini pertama kalinya dia menyakiti Riela? Atau dia sudah melakukan nya dari dulu?

•°¤°•