Chereads / ADRIELA / Chapter 8 - Sebuah Tuduhan dan Sakit Hati

Chapter 8 - Sebuah Tuduhan dan Sakit Hati

Edward menatap Adriel dengan tatapan datar, berbanding terbalik dengan Adriel yang justru menatap Edward dengan tajam.

"Ada apenihh? Kenape nihhh?" ujar Ben sambil melihat Adriel dan Edward bergantian. Suasana di sekitar mereka tiba-tiba menjadi tidak nyaman.

"Dua tiga ikan hiu ngepantai. Woi Santai" ujar Danio yang tiba-tiba berpantun ala Jarjit di film Upin Ipin.

"Banyak nonton Upin Ipin nih. Jadi gini" ujar Ben sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Woi udah tatap-tatapnya, nanti baper lagi" ujar Zegas sambil merangkul Adriel. Adriel sendiri langsung menggerakan bahunya untuk menyingkirkan tangan Zegas lalu berbalik, berjalan meninggalkan teman-temannya.

"Kalian berdua kenapa?" bisik Jane pada Edward. Dari tadi cewek itu hanya terdiam sambil memperhatikan.

Edward menoleh pada Jane lalu menggelengkan kepalanya.

"Aku gatau" ujar Edward. Cowok itu lalu memegang tangan Jane lalu menarik pacarnya itu—berniat mengantar Jane ke kelasnya.

Riela langsung berjalan menuju kelasnya diikuti oleh Xaviera.

Danio, Ilham, Justin, Nobel, Zegas dan Ben masih berdiri ditempat mereka, berpikir keras karena kejadian tadi. Tentang apa yang terjadi diantara Adriel dan Edward.

"Kira-kira kenapa yah?" ujar Danio dengan wajah bingung.

"Gatau gue. Suasana tiba-tiba tegang banget" ujar Nobel.

"Mereka berantem?" ujar Ilham menebak.

"Masa sih?" ujar Justin bingung, walaupun dia lebih sering diam tapi saat melihat Adriel dan Edward dalam keadaan seperti tadi membuat Justin juga ikut bertanya apalagi mengingat fakta bahwa Adriel dan Edward sudah bersahabat dari kecil dan mereka berdua hampir tidak pernah bersitegang seperti tadi.

"Auhh dehhhh gelap" ujar Danio lalu berjalan menuju kelasnya. Yang lain memilih melupakan sejenak masalah tadi, mereka menuju ke kelas masing-masing. Jika memang Adriel dan Edward sedang ada masalah, mereka semua akan membantu menyelesaikannya saat berkumpul di rumah Edward sebentar.

•°¤°•

Jam pelajaran dimulai, dikelas Riela sedang ada pelajaran fisika. Keadaan kelas begitu hening, mereka memperhatikan apa yang di jelaskan didepan dengan baik.

"Tesa!" teriakan Bu Ratna membuat seisi kelas kaget, mereka semua menoleh pada cewek yang sedang duduk di ujung ruangan, sedangkan yang tatap juga terlihat terkejut.

"Dandan terus kamu. Dikelas bukannya perhatikan pelajaran dengan baik, malah sibuk dandan" ujar Bu Ratna sambil menatap Tesa tajam.

"Kamu kerjain soal ini!" ujar Bu Ratna sambil bergerak menulis soal untuk Tesa kerjakan.

"Anjir itu soal kan susah banget" bisik Jane dari belakang Riela, sedangkan Riela hanya mengangguk kecil lalu memperhatikan soal di depan dengan tatapan meneliti.

Tesa meringis lalu maju kedepan dengan langkah pelan, bergerak mengambil spidol namun dia hanya berdiri diam didepan papan sambil menatap soal yang ada. Keringat mulai menuruni pelipisnya.

"Kerjain! Bukan diliatin!" bentak Bu Ratna.

"I...iya Bu" jawab Tesa. Cewek itu mulai mencoba mengerjakan soal yang ada.

Lima menit berlalu, Tesa berbalik lalu menatap Bu Ratna takut-takut.

"S...sudah Bu" ujar Tesa pelan. Bu Ratna menoleh ke papan, melihat hasil kerja Tesa lalu kemudian menggeleng kesal.

"Ingat belajar! Jangan dandan terus! Duduk sana!" ujar Bu Ratna lalu menghapus jawaban yang di tulis Tesa, menyisakan soalnya saja.

"Ada yang bisa jawab soal ini? Kalau bisa, akan bebas dari ujian tengah semester nanti" ucapan Bu Ratna membuat murid-murid melebarkan mata mereka.

Mereka langsung berlomba-lomba mencari jawaban.

"Bu. Saya" Bu Ratna menoleh lalu tersenyum pada Riela yang sedang mengangkat tangan, murid-murid yang tadinya sibuk menunduk mencari jawaban langsung mengangkat kepala mereka lalu memasang wajah seolah putus harapan begitu Riela melangkah kedepan.

"Aelahhhh keduluan" ujar salah satu murid cowok.

"Auto gak ada harapan" ujar seseorang lagi.

"Semoga jawaban nya salah, biar gue bisa maju kerjain" ujar yang lain nya.

Riela mengerjakan soal dengan cepat, cewek itu melangkah kembali ke tempat duduk, membiarkan Bu Ratna memeriksa jawaban nya. Anak-anak yang lain menunggu dengan tegang saat Bu Ratna sedang memeriksa.

"Tidak pernah mengecewakan. Bagus Riela. Jawaban kamu tepat" ujar Bu Ratna.

Hembusan nafas kesal langsung terdengar dari beberapa murid saat mengetahui jawaban Riela benar. Riela tersenyum pada Bu Ratna lalu mengangguk pelan.

"Baik pelajaran hari ini sampai disini. Sampai ketemu minggu depan. Kalian boleh istirahat" ujar Bu Ratna lalu melangkah keluar kelas.

"Anjir iri iri iri" ujar Jane pada Riela.

"Bagi otak dong Ri" ujar Xaviera dengan wajah cemberut.

"Gamau" ujar Riela lalu tertawa pelan.

"Idihhh pelit banget" sambung Jane.

"Makanya belajar Jane" ujar Riela.

"Jangan bucin mulu" ujar Riela lagi. Ucapan nya membuat Jane cemberut sedangkan Xaviera sibuk menertawai Jane.

"Lo juga Ra, belajar!" ujar Riela kali ini ditujukan untuk Xaviera, cewek itu langsung menghentikan tawanya.

"Rasain" ejek Jane.

"Berisik lo Jane. Dahlah mending ke kantin" ujar Xaviera lalu menarik tangan Riela meninggalkan Jane

"Eh tungguin woi!" teriak Jane lalu berjalan cepat mengikuti Riela dan Xaviera, mereka bertiga baru saja ingin melangkah keluar dari kelas saat anak-anak Sergios sudah berdiri didepan mereka.

"Ngapain lo pada?" tanya Xaviera.

"Ke kantin bareng yok neng Rara" ujar Danio genit.

"Ogah" balas Xaviera.

"Jahat" ujar Danio dengan wajah sok sedih.

"Hai beb" ujar Jane sambil berjalan menuju Edward.

"Woi tolong jangan ada peruwuwan depan gue!" ujar Ben heboh sambil menutup matanya.

"Kasian Ben. Makin uwuwphobia" ujar Nobel sambil menepuk-nepuk bahu Ben.

"Ben tik-tok ayo" ajak Zegas.

"Tik-tok terus" ujar Ilham

"Hayukkk" sambung Ben bersemangat.

"Eh nanti aja Gas. Pas di rumah Edward" ujar Ben lalu mendapat respon dari Zegas berupa anggukan dan jari jempol yang dinaikan.

"Neng Riela kok diam aja" ujar Danio. Cowok itu memang sering menyadari keterdiaman Riela saat berada diantara mereka.

"Riela kan gak brisik kayak lo" itu suara Justin.

"Jahat lo Just sama gue" ujar Danio sambil menatap Justin dengan tatapan sedih yang dibuat-buat.

"Jangan drama terus" ujar Adriel dengan suara rendah namun matanya menatap Riela, bukan Danio.

Edward menyadari tatapan Adriel yang tertuju pada Riela, cowok itu memilih diam.

"Buang-buang waktu makan aja" kesal Xaviera lalu menarik Riela menuju kantin.

Riela dan Xaviera sampai di kantin dengan anak-anak Sergios yang tidak jauh berada di belakang mereka berdua. Jane sendiri berjalan bersama Edward dengan tangan nya yang di genggam oleh cowok itu.

"Bakso Ri?" tanya Xaviera memastikan pesanan Riela namun cewek itu menggeleng.

"Seblak aja" ujar Riela.

"Tumben makan yang pedes-pedes di sekolah" ujar Xaviera heran.

"Lagi pengen" ujar Riela jujur.

"Yaudah lo tunggu yah di meja kita. Biar gue yang nungguin pesanan" ujar Xaviera. Riela mengangguk lalu berbalik dan berjalan menuju meja di dekat jendela.

Cewek itu baru saja duduk saat anak-anak Sergios juga ikut duduk disana.

Riela menatap Jane seolah bertanya kenapa anak-anak Sergios duduk disini.

"Gatau Ri. Pada ngikut" ujar Jane sambil tersenyum tidak enak. Dia tahu kalau Riela tidak suka menjadi pusat perhatian, dengan adanya anak-anak Sergios yang duduk satu meja dengannya pasti membuat dia menjadi pusat perhatian.

Ditambah lagi Adriel duduk didepan nya.

Riela bergerak tidak nyaman karena Adriel terus menatapnya.

"Ngapain duduk disini sih?!" kesal Xaviera yang baru saja datang membawa pesanan makanan miliknya dan Riela.

"Yaelahhh emang gak boleh Ra?" tanya Zegas.

"Gak" balas Xaviera.

"Geser lo" ujar Xaviera pada Danio yang duduk disebelah Riela.

"Yaelah Ra, gabisa liat temen bahagia apa?" ujar Danio tidak mau bergeser.

Xaviera menarik nafasnya panjang, lalu meletakan nampan yang dia bawa keatas meja lalu menatap Danio.

"Geser gue bilang" ujar Xaviera dengan penuh penekanan.

"Geser Dan kalau gak mau mati" ujar Ben.

"Ampun Ra" ujar Danio lalu bergeser dengan cepat.

"Fakboi kok penakut" ejek Nobel sambil menertawai Danio.

"Yang ini beda bos" ujar Danio sambil melirik Xaviera takut-takut.

"Iyalah beda. Xaviera Quitta lo lawan" ujar Nobel masih tertawa.

"Quenn Sergios beda" sambung Ilham.

"Ra. Jangan galak-galak nanti gak punya pacar" ujar Zegas.

"Gak penting juga" balas Xaviera.

"Aelah Gas. Lo kayak punya aja" ejek Ben.

"Punya kok" ucapan Zegas membuat mereka semua menoleh pada Zegas. Menatap Zegas dengan tatapan kaget. Zegas tidak pernah punya pacar jadi mereka sangat antusias kalau memang benar Zegas punya pacar.

"Serius lo?!" tanya Danio ngegas.

"Perasaan gue gak enak" ujar Ilham

"Sama" sambung Justin.

"Emang siapa pacar lo?" tanya Adriel yang dari tadi hanya diam.

"Lisa BLACKPINK"

"Gue masukin juga lo ke botol" kesal Danio.

"Sudah gue duga" ujar Nobel

"Halu nya gak ngotak" sambung Edward tajam.

"Kebanyakan ngemil tik-tok sih" ujar Ben.

"Jangan buli gue plisss" ujar Zegas.

"Tenang. Gue dipihak lo Gas" ujar Xaviera sambil mengarahkan tangan ke Zegas meminta tos.

"831 Ra" ujar Zegas membuat teman-teman nya bingung.

"Apaan 831?" tanya Jane.

"I love you" ujar Zegas santai.

"Anjing emang" celetuk Danio.

Plakk

"Aduhhhh sakit Just" ringis Danio sambil mengelus belakang kepalanya.

"Mulut" ujar Justin.

"Iye-iye maap"

Riela sendiri tidak terlibat dalam obrolan mereka, dia hanya memakan seblaknya dalam diam.

"Lo pada gak mesen makan?" tanya Xaviera.

"Otewe" ujar Ben

"Nitip Ben" dan seperti biasa, Ben dan Danio akan bertugas memesan makanan.

Tidak lama kemudian Ben dan Danio sudah datang membawa makanan. Mereka semua mulai makan dalam diam.

Tiba-tiba Riela berdiri. "Mau kemana Ri?" tanya Xaviera.

"Beli minum" Xaviera mengangguk, Riela langsung berjalan untuk membeli minuman.

Riela berjalan kembali menuju tempat duduknya setelah mendapat minumana rasa taro yang dia mau tapi langkahnya berhenti saat melihat Stella sudah duduk di depan Adriel—ditempat duduk Riela.

Riela kembali melanjutkan langkahnya walaupun bingung harus duduk dimana.

Jane yang peka langsung bicara. "Stella lo cari tempat duduk lain kek. Itu tempatnya Riela" ujar Jane.

"Aduh sorry. Ini tempat duduk lo yah?" tanya Stella pada Riela. Riela mengangguk.

Stella baru saja akan berdiri saat tangan Adriel menahannya agar tetap duduk. Cowok itu mengalihkan tatapanny pada Riela.

"Lo udah habis makan kan? jadi biarin Stella duduk disini" ujar Adriel. Riela terdiam, dia belum selesai makan tapi entah mengapa dia menganggukan kepalanya dalam diam.

"Loh Ri. Makan lo belum habis" ujar Jane saat melirik mangkuk seblak milik Riela yang belum habis.

"Udah kenyang Jane" jawab Riela masih dengan posisi berdiri.

"Stella lo pindah deh" suruh Jane.

"Stella disini" ujara Adriel penuh penekanan. Teman-teman nya mulai menatap Adriel.

Riela berdiri tidak nyaman.

"Apaan sih lo? Riela belum habis makan!" bentak Jane, dia kesal pada Adriel.

"Lo gak denger dia bilang udah kenyang?" suara Adriel meninggi. Yang lain nya mulai merasakan suasana memanas.

"Udah Jane" ujar Riela pelan tapi Jane seakan tuli. Dia tidak menghiraukan ucapan Riela.

"Lagian lo apaan sih Stella?! Datang-datang main duduk aja. Gak liat apa itu tempat orang" kali ini Jane marah-marah pada Stella.

"Sorry Jane" sesal Stella.

"Lagian jadi cewek gatal amat nempel-nempel terus" sinis Jane.

"Diem lo!!" suara Adriel yang membentak membuat Riela dan yang lain terlonjak kaget. Apalagi Jane.

"Kalau gatau apa-apa mending tutup mulut lo!" kali ini Adriel berdiri, dia bahkan berbicara sambil menunjuk Jane.

"Apaan sih?! Kok lo malah bentak gue sih?!" ujar Jane tidak kalah emosi.

Riela semakin berdiri tidak nyaman, cewek itu berjalan menuju Jane, berusaha menarik tangan sahabatnya itu.

"Jane udah" ujar Riela sambil memegang lengan Jane.

"Udah yahh. Jangan gini" ujar Riela lagi.

"Munafik!" ujar Adriel tajam, matanya menatap Riela tajam.

"Didepan Jane lo mainin peran sebagai sahabat. Dibelakang, pacar nya lo ambil" ucapan Adriel membuat mereka semua menatap Riela kaget, hanya saja mereka kaget akan hal berbeda.

"Maksudnya?" Riela bertanya tidak mengerti.

"Jangan sok polos!" bentak Adriel.

Edward mengepalkan tangan nya. Adriel sudah keterlaluan

"Santai lo" Edward berdiri. Menghalangi Riela dari Adriel

"Kenapa? lo gak terima karena pacar lo gue bentak? atau selingkuhan lo yang gue bentak?" ujar Adriel sambil menatap Edward tajam.

"Riel lo ngomong apasih?" ujar Ilham sambil menatap Adriel bingung.

Adriel menoleh pada Ilham lalu tersenyum miring, tatapannya beralih pada teman-teman nya yang lain lalu kembali menatap Edward.

"Tanyain aja ke temen kita ini" ujar Adriel.

"Ed lo jelasin maksud ucapan Riel!" pinta Nobel namun Edward hanya diam.

"Kenapa diam?" sinis Adriel.

"Lo gak tahu apa-apa!" bisik Edward rendah. Adriel tersenyum sinis.

Riela semakin berdiri tidak nyaman, apalagi saat seisi kantin menjadikan mereka bahan tontonan—dia sangat tidak nyaman, tubuhnya mulai bergetar.

"Ed..." panggil Riela hampir tidak kedengaran.

"Gue tahu kalau lo main belakang sama ni cewek" ujar Adriel pada Edward.

"Jane gue cuma kasian sama lo, dibohongi sama orang kayak dia. Lo selalu belain dia tapi kelakuan dia busuk di belakang lo" ujar Adriel sambil menunjuk Riela.

"Bodoh" bisik Xaviera pelan. Dia tahu apa yang terjadi saat ini.

"Maksud lo, Ed selingkuh sama Riela?" tanya Ben.

Tatapan terkejut begitu kentara diantara mereka. Kecuali Xaviera dan Justin yang diam dengan tatapan datar.

Seisi kantin mulai berbisik-bisik.

"Anjir gak nyangka gue si Riela kayak gitu"

"Tikungan tajam bos"

"Gile gile gile. Nusuk temen dari belakang"

"Kasian si Jane"

"Parah sih Riela"

Dan masih banyak lagi bisikan orang-orang yang menyudutkan Riela, ada juga yang mengasihani Jane.

"Diem lo semua!!" bentak Jane tidak tahan dengan bisikan-bisikan yang ada.

"Masih lo belain juga?" sinis Adriel.

"Lo gak tahu apa-apa Adriel" ujar Jane.

"Lo yang gak tahu apa-apa Jane! Gue liat Edward pelukan sama Riela tadi malam" ucapan Adriel membuat Riela semakin gemetar.

Tidak. Ini tidak boleh seperti ini.

"Sok polos padahal murahan!" mulut Adriel seakan-akan mengandung satu kilo cabai. Pedas.

"Riel lo jangan kayak gini dong!" tegur Danio tapi Adriel tidak mendengarkan ucapan Danio.

"Murahan"

BUGH

Edward memukul Adriel dan secepat itu juga Adriel membalasnya. Para cewek memekik terkejut. Justin dan Ben langsung menengahi Adriel dan Edward di bantu oleh Zegas, Danio, Ilham dan Nobel.

"LO BERDUA KENAPA SIH HAH?!" teriak Ilham.

"Gausah berantem kayak gini!" ujar Ilham lagi.

"Udah dapat apa lo dari dia sampai lo belain dia segininya hah?!"

Sakit.

Riela merasa hatinya berdenyut begitu mendengar kalimat Adriel. Apa dia terlihat seperti cewek murahan?

Riela menangis, kakinya melangkah mundur secara perlahan.

"Jaga mulut lo bangsat!" teriak Edward lepas kendali. Hal langkah. Ini pertama kalinya anak-anak Sergios melihat Edward lepas kendali.

"Segitu sayangnya lo sama seling—"

"RIELA SEPUPU GUE!" ucapan Edward membuat seisi kantin terkejut, kecuali Jane, Xaviera dan Justin yang sudah tahu.

"A...apa?" ujar Adriel kaget.

"Riela sepupu gue. Sepupu kandung gue" ujar Edward, suaranya menurun, terlihat menyesal.

Maaf La

"La...." Edward berbalik, tapi dia tidak menemukan Riela yang semula berdiri di belakangnya.

"Sial!" maki Edward. Cowok itu langsung berlari keluar dari kantin tanpa memperdulikan teriakan teman-teman nya.

Adriel berdiri dengan tatapan kosong.

Dia baru saja melakukan kesalahan besar.

•°¤°•