Riela menatap Adriel dengan alis terangkat, menunggu kelanjutan dari ucapan cowok itu tapi Riela hanya mendapati Adriel terdiam sambil terus menatapnya.
"Suka apa?" tanya Riela karena tidak ada tanda-tanda Adriel akan meneruskan ucapan nya.
"Mata lo" ujar Adriel sambil terus menatap mata Riela. "Gue suka mata lo" ujar Adriel lagi. Cowok itu sedikit terkagum dengan Riela yang berdiri didepan nya saat ini karena cewek itu tidak mengalihkan tatapan nya dari Adriel, dia bahkan balik menatap Adriel tepat dimatanya dan sial nya malah Adriel yang tidak tahan dengan tatapan Riela. Cowok itu membuang pandangan nya ke samping lalu melepaskan cekalan tangan nya pada Riela.
"Makasih" ujar Riela singkat lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Adriel yang berdiri dalam diam. Adriel mengacak rambutnya frustasi, heran dengan apa yang baru saja dia lakukan. Sialan. Riela, cewek itu seperti mempunyai magnet yang menariknya mendekat.
"Sadar Adriel!" ujar Adriel pada dirinya sendiri. Cowok itu melangkah keluar, berniat kembali ke tempat acara.
"Woi Riel!" Adriel berbalik saat ada yang memanggilnya, cowok itu melihat Ilham sedang berlari ke arahnya dengan wajah yang terlihat panik.
"Kenapa?" tanya Adriel begitu Ilham berdiri didepan nya, cowok itu ngos-ngosan karena berlari keliling untuk mencari Adriel.
"Diandra berantem sama temen lo" ujar Ilham. "Siapa tadi namanya? Nanda?" tanya Ilham bingung.
"Nancy" koreksi Adriel.
"Iya itu. Nancy. Mereka berantem" ujar Ilham lagi.
"Terus?" Adriel terlihat tidak tertarik dengan apa yang Ilham katakan.
"Stella kedorong pas mau pisahin mereka. Kepalanya kepentok mej— RIEL!" Ilham berteriak kesal karena Adriel sudah berlari meninggalkan nya sebelum dia selesai bicara.
"Dasar bucin" ujar Ilham lalu berlari menyusul Adriel.
Dari jauh Adriel dapat melihat orang-orang berkerumun, cowok itu menerobos kerumunan lalu matanya menangkap Diandra dan Nancy yang saling bertatapan penuh permusuhan, mereka berdua sedang ditahan oleh Ben dan Nobel. Tatapan Adriel berpendar dan menemukan Stella yang berdiri sambil memegang keningnya. Cowok itu berjalan cepat kearah Stella, tatapan nya terlihat sangat khawatir.
"Kepalanya gimana? sakit banget?" tanya Adriel sambil memeriksa kepala Stella.
"Aku gapapa kok. Cuman kebentur doang" ujar Stella menenangkan Adriel.
"Siapa yang ngedorong kamu?" tanya Adriel serius. Stella terdiam, terlihat jelas tidak ingin menjawab pertanyaan Adriel, dia takut cowok itu akan melakukan sesuatu yang tidak-tidak.
"Jawab Stella" desak Adriel.
"Buk—" ucapan Stella terhenti karena Xaviera yang menjawab pertanyaan Adriel. "Diandra" ujar Xaviera dengan wajah datar.
"DIANDRA!" suasana begitu hening dan menegangkan saat suara Adriel terdengar menyebut nama Diandra dengan nada tinggi, terkesan membentak. Cowok itu terlihat benar-benar marah. Riela yang berdiri di samping Xaviera hanya menatap Adriel dalam diam.
Adriel berjalan kearah Diandra dengan tatapan tajam, setiap langkahnya begitu pasti.
"Bangsat! Kenapa pada diem?! Buruan tahan Riel" ujar Danio. Cowok itu berjalan cepat menuju Adriel.
"Shit!" umpat Edward. Cowok itu langsung berjalan menyusul Danio menuju Adriel diikuti oleh Justin, Zegas dan Ilham.
"Lepasin gue!" bentak Adriel pada teman-teman nya.
"Tahan emosi lo! Dia cewek!" ujar Danio. Cowok itu memberikan kode pada Ben dan Nobel untuk membawa Diandra dan Nancy menjauh.
"Tahan emosi lo Riel!" ujar Edward penuh penekanan. Mata Edward tidak sengaja bertemu dengan mata Riela, Edward tidak dapat mengartikan tatapan jenis apa yang sepupunya itu berikan tapi yang jelas ada kesedihan disana.
Sial. Edward sangat membenci fakta jika Riela bersedih. Cowok itu sangat menyayangi sepupunya itu.
Riela masih bertatapan dengan Edward, seakan mengerti dengan tatapan Edward yang terlihat khawatir, Riela melempar senyum. Senyum tipis yang sayangnya terlihat menyedihkan di mata Edward.
'Jangan sedih la' batin Edward sambil terus menatap sepupunya.
"Ra?" panggil Riela pelan. Xaviera menoleh.
"Iya?" sahut Xaviera.
"Gue pulang bareng Edward sama Jane yah" ujar Riela sambil menatap Xaviera.
"Oke Ri" setuju Xaviera.
"Jane, gue pulang sama lo dan Edward yah" ujar Riela pada Jane. Jane tersenyum lalu menganggukan kepalanya.
•°¤°•
Pensi dibubarkan lebih awal karena masalah yang terjadi. Ketua OSIS SMA Nirwana meminta maaf kepada anak-anak dari SMA Abdi Bangsa karena keributan yang terjadi saat pensi berlangsung.
Riela dan Jane sedang menunggu Edward yang masih berbicara dengan anak-anak Sergios dan OSIS.
"Ri?" panggil Jane pelan. Riela yang sedari tadi hanya diam, menoleh pada Jane dengan tatapan bertanya.
"Lo gak papa kan?" tanya Jane pelan. Cewek itu terlihat khawatir karena Riela hanya diam dari tadi.
Riela tersenyum, tapi matanya tidak bisa berbohong. Matanya mulai berkaca-kaca saat menatap Jane. Cewek itu langsung terisak begitu Jane memeluknya, berusaha menangkan dengan mengelus punggung nya.
Riela jarang menangis, Jane tahu itu. Tapi kali ini begitu Riela menangis didepan nya, hati Jane juga terasa sakit.
"Nangis aja Ri. Gak papa" ujar Jane sambil terus mengelus punggung Riela.
"Apa gue nyerah aja?" ujar Riela begitu pelukan nya dengan Jane terlepas.
"Nyerah aja!" itu suara Edward. Riela dan Jane menoleh lalu menemukan Edward yang berdiri dengan kedua tangan berada di dalam saku celana.
Jane menatap pacarnya dengan tatapan kesal, tidak setuju dengan ucapan Edward barusan.
"Kenapa?" tanya Edward saat menyadari Jane menatapnya dengan tajam. Cewek itu hanya mendengus kesal lalu kembali menatap Riela.
"Nyerah bukan berarti lo lemah, tapi bijaksana ngerti kapan harus berhenti" ujar Edward. Cowok itu terlihat serius.
"Ayo pulang!" ajak Edward. Cowok itu langsung berjalan duluan meninggalkan Jane dan Riela.
"Keputusan ada ditangan lo Ri" ujar Jane sambil tersenyum pada Riela.
"Makasih Jane" ujar Riela sambil balas tersenyum.
•°¤°•
Mobil Edward melaju menuju rumah Riela. Cowok itu memilih mengantar pacarnya duluan setelah itu baru mengantar sepupunya.
Riela sudah pindah di kursi depan setelah sebelumnya duduk di kursi belakang. Keduanya hanya terdiam. Riela menatap keluar dari kaca mobil sedangkan Edward fokus menyetir, cowok itu sesekali melirik Riela yang terus diam.
"Gausah galau. Gak cocok" ujar Edward memecah keheningan. Cowok itu lebih memilih Riela yang banyak bicara daripada Riela yang hanya terdiam seperti patung.
"Berisik" ketus Riela.
Edward hanya tersenyum kecil lalu kembali fokus menyetir, membiarkan keheningan mendominasi.
Mobil Edward berhenti di depan rumah Riela.
"Makasih Ed" ujar Riela lalu bergegas turun dari mobil. "Ngapain turun?" tanya Riela saat melihat Edward ikut turun dari mobil.
"Mau nginep" balas Edward asal.
"Heh? kok tiba-tiba?" ujar Riela kaget.
"Biar ada yang nemenin lo galau" ujar Edward mengejek Riela.
"Siapa juga yang galau" kesal Riela.
Edward terkekeh pelan. Cowok itu tiba-tiba menatap Riela dengan serius.
"La?" panggil Edward pelan
"Hm" sahut Riela
"Jangan sedih. Gue gak suka" ujar Edward suara nya terdengar serius namun matanya menatap Riela dengan tatapan sedih. Tatapan yang jarang Edward perlihatkan pada orang lain.
Riela menatap Edward penuh arti sebelum akhirnya cowok itu membawa Riela kedalam pelukan nya.
"Princess doesn't cry"