"Can, diluar ada Wendy. Dia bilang ingin bertemu denganmu."
"Mau apa dia kesini bu?"
"Mana ibu tahu, cepat temui dia."
Candra bergegas turun dan menghampirinya dibawah.
"Mau apa kau kesini?"
"Candra apa kau tidak merindukanku? Sudah 4 tahun aku pergi ke Canada tapi kau tidak berusaha mencari tahu keberadaanku." Ucap Wendy sambil duduk mendekati Candra, namun Candra justru menjauh.
"Untuk apa? Itu kan urusanmu."
"Hei! Kau lupa jika aku ini sahabatmu sejak kecil? Kau lupa siapa dulu yang selalu bermain denganmu? Siapa yang dulu selalu membantumu disaat kesulitan? Siapa yang dulu-"
"Berhenti membahas itu. Aku merasa tidak nyaman." Potong Candra dengan wajah dingin.
" Apa maksudmu?"
"Semenjak kejadian itu, aku.. tidak lagi menganggapmu sebagai sahabatku." Ucap Candra tegas.
"Why? Secinta itukah kau dengan Lastri?! Sampai-sampai kau memutuskan hubungan persahabatan kita! Secinta itu? Hah, cinta memang membuat orang buta!"
"Cukup! Tahu apa kau soal cinta? Kau hanya parasit dalam hubunganku dan Lastri."
"Buka mata kau Candra! Lastri sudah memiliki kekasih, lalu apalagi yang akan kau harapkan darinya? Apa kau akan mengganggu hubungan Lastri dengan kekasihnya itu? Cih, kau tidak jauh berbeda denganku yang kau bilang parasit!" Tegas Wendy sambil menekankan kata parasit.
"Parasit itu hanya pantas disebut untukmu. Aku tidak akan mengganggu hubungan Lastri dengan Jeffry, karena Jeffry adalah sahabatku. Aku akan menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan semua kepada Lastri tanpa menggangu hubungan mereka."
"Sudahlah kau tidak usah membuang waktumu untuk menunggunya. Bagaimana jika kau menjadi kekasihku? Alangkah lebih baik bukan?" Tanya Wendy dengan senyum sumringah nya.
"Apa kau baru saja menembakku?" Tanya Candra heran.
"Tentu saja tuan Park Candra yang terhormat. Jadi bagaimana jawabanmu?"
"Aku tidak bisa."
"Ck, jangan terpaku oleh masa lalu can. Ada saatnya kau harus mengambil langkah yang kau tidak inginkan, mungkin saja itu yang terbaik untukmu. Terkadang yang kita benci itu adalah yang terbaik untuk kita. Sebaliknya, yang kita suka itu adalah yang terburuk untuk kita." Ucap Wendy tiba-tiba menjadi bijak.
"Tidak usah menasihatiku. Kau tidak paham apa itu cinta. Menurutku keputusan yang aku ambil sudah benar dan kau tidak bisa mengganggu keputusanku."
"Apa kau yakin? Jika kau berubah pikiran hubungi aku. Aku yakin cepat atau lambat kau akan berubah pikiran."
Candra kemudian menatap mata Wendy dengan tajam.
"Cinta itu tidak bisa dipaksa. Jika kau memaksanya nanti kau akan sakit hati karena orang yang bersamamu hatinya tidak untukmu tapi untuk orang lain. Carilah kebahagiaan diluar sana. Aku yakin pasti banyak laki-laki tulus yang mencintaimu."
Candra berbalik hendak meninggalkan Wendy, tapi kemudian ia kembali menatap Wendy.
"Dan satu hal lagi."
"Jangan pernah mengharapkanku, karena aku masih mengharapkan Lastri. Sekarang kau boleh pergi." Kemudian Candra benar-benar meninggalkan Wendy yang masih terdiam ditempatnya.
Beberapa saat kemudian Wendy keluar dari rumah Candra dan menelepon seseorang.
"Aku punya tugas untukmu."
***
Hari ini Lastri diajak ke tempat pemotretan ibunya Seulgi. Disana seulgi membutuhkan model yang berat badan dan tingginya ideal untuk dijadikan model majalah baru. Seulgi membutuhkan dua orang, jadi dia memutuskan untuk mengajak jichu ke pemotretan. Kenapa tidak lilis? Walaupun lilis lebih tinggi dari jichu, lilis tidak ingin menjadi model. Dia memutuskan untuk berlatih dance dari pada menjadi model.
Sekarang Lastri dan jichu sudah sampai di studio pemotretan.
"Silahkan pakai baju ini dulu untuk kalian. Oh iya setelah itu kalian bisa make up disana, setelah make up kalian langsung saja melakukan pemotretan disini ya?" Jelas Seulgi memberi arahan.
"Siap kak." Kata keduanya.
Kemudian setelah keduanya selesai memakai baju yang dipilih, mereka segera untuk di make up. Tidak tebal, namun bisa membuat mereka menjadi cantik bak model profesional.
Seulgi memberi arahan agar Lastri dan jichu berhadapan namun harus menciptakan jarak sedikit. Lalu seulgi mencontohkan gaya potret mereka seperti apa, lalu Lastri dan jichu melakukannya. Setelah itu seseorang yang ditugaskan langsung memotretnya.
"Wah hasilnya sangat bagus ya kak. Disitu aku sangat cantik haha."
"Uh! Aku lebih cantik darimu!" Ujar jichu memukul pelan kepada Lastri.
"Tidak-tidak. Wajahmu terlihat dingin disana."
"Wajah kau juga terlihat dingin, bahkan seperti ingin menerkam orang haha."
"Astaga kau ini!"
"Sudah-sudah, setelah ini aku akan memproses foto kalian ke majalah. Apa kalian ingin pulang atau ingin disini dulu?" Tanya Seulgi.
"Kami pulang saja kak, aku dan jichu akan naik taksi."
"Iya, kami tidak ingin merepotkanmu disini."
"Baiklah hati-hati ya."
"Siap."
Kemudian jichu dan Lastri mencari taksi didekat sana. Lalu sebuah taksi berhenti menghampiri mereka.
Lalu mereka naik ke taksi itu.
"Mas ke perumahan Kenanga indah ya." Ucap jichu.
"Baik mba."
Kemudian taksi itu melaju kencang. Dua jam kemudian mereka heran mengapa tidak sampai ke tujuan yang mereka inginkan. Lastri dan jichu melihat ke luar jendela melihat kiri dan kanan mereka terdapat banyak pohon yang sangat lebat, seperti sedang dihutan.
"Mas tunggu, seperti ini bukan jalan menuju perumahan kami." Ucap Lastri.
"Mas tolong putar balik ya, kayaknya kita tersesat." Jichu mulai panik
"Tenang saja, kalian tidak akan tersesat." Kini supir taksi itu tersenyum penuh makna.
"Tidak tersesat bagaimana? Sudah jelas-jelas ini bukan arah rumah kami. Kami mohon mas putar balik ya."
"Diam saja jika kau ingin selamat."
"Mas sebenarnya siapa sih? Mas mau apa?" Jichu kini sedang mencari ponselnya
"Aku hanya ingin membawa kalian ke suatu tempat."
"Jangan macam-macam mas, aku bisa saja melaporkanmu." Lastri lalu mengambil ponselnya dan hendak menelepon Lay.
"Silahkan saja, tidak akan ada sinyal didaerah sini haha. Percuma kalian meminta bantuan, tidak akan ada yang menolong kalian."
Dan benar saja saat Lastri dan jichu ingin menelepon orang yang dituju, tiba-tiba sinyal menghilang sehingga mereka tidak bisa menghubungi keluarga mereka.
"Las, bagaimana ini? Aku sangat takut!" Bisik jichu kepada lastri.
"Sudah kau tenang saja. Perbanyak berdoa agar kita selamat dari kejahatan yang akan dilakukan orang bodoh ini."
Kemudian Lastri berteriak sekuat tenaga hingga mengetuk kaca mobil.
"TOLONG! TOLONG! SIAPAPUN YANG MENDENGAR TOLONG KAMI! AKU MOHON TOLONG KAMI!"
Jichu yang melihat Lastri melakukan hal yang sama.
"AKU MOHON TOLONG KAMI! JIKA KAI MENDENGAR TOLONG KELUARKAN KAMI DARI SINI! JIKA KAU TIDAK BERANI TOLONG LAPORKAN POLISI! AKU MOHON TOLONG!!"
"Haha, percuma kalian berteriak seperti itu karena disini tidak akan ada yang menolong kalian. Diam saja dan ikuti saja permainanku."
"SIAPA YANG MENYURUHMU BODOH?!"
"Apa kau yang bernama Lastri?"
"YA! MAU APA KAU MENCULIK KAMI?"
"Oh jadi kau yang bernama Lastri. Tenang saja, aku hanya berurusan denganmu. Dan gadis disebelahmu itu, aku tidak ada urusan dengannya."
Lastri melihat ke arah jichu yang sedang terheran heran.
"Mau apa kau dengan Lastri? Jangan macam-macam!!!"
"Tenang saja nona manis, aku tidak akan menyakiti temanmu. Aku hanya ingin sesuatu darinya."
"Lebih baik kau lepaskan kami!"
Supir taksi itu pun tidak menghiraukan perkataan mereka.
***
Sudah pukul sembilan malam, tapi Lastri belum pulang juga.
"Ayah, Lastri sudah pulang dari pemotretan di studio Seulgi?" Tanya ibunya.
"Sudah lama bu, sekitar pukul tiga tadi mereka sudah menyelesaikan pemotretan. Mungkin saja Lastri dan jichu mampir ke caffe atau ke toko buku."
"Ibu akan menghubungi jichu."
Tut...
Tut...
Tut...
Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan
"Jichu tidak bisa dihubungi yah. Aduh bagaimana ini? Ibu sangat khawatir."
"Coba kamu hubungi Lay, siapa tahu dia mengetahui keberadaan Lastri dan jichu."
"Baiklah aku akan menghubunginya."
"Halo mah? Ada apa?"
"Lay, apa kau tahu dimana keberadaan Lastri dan jichu?"
"Bukankah mereka langsung pulang saat melakukan pemotretan di studio Seulgi?"
"Mamah tidak tahu, tapi sampai sekarang mereka belum pulang. Ponsel Lastri dan jichu tidak bisa dihubungi. Mamah sangat khawatir, bisakah kau tanyakan kepada teman-temannya?"
"Baik mah, Lay akan menanyakannya dan berusaha mencari mereka."
"Terima kasih nak, kalau sudah ketemu kabari mamah."
"Siap mah."
Telepon pun dimatikan.
"Bagaimana?"
"Lay akan berusaha mencari keberadaan Lastri dan jichu."
"Kita kerumah orang tua jichu saja bagaimana? Kita tanyakan keberadaan mereka, siapa tahu mereka tahu."
Ibunya Lastri pun mengangguk setuju, lalu mereka menuju kerumah orang tua jichu.
Sementara disisi lain, Lastri dan jichu sedang duduk di kursi tetapi tangannya diikat dengan kuat agar mereka tidak bisa melarikan diri, jangan lupakan mulut mereka yang disumpal oleh solasi.
Apakah aku akan mati disini?
Astaga aku bahkan belum menikah
Aku belum membahagiakan orang tuaku
Aku belum menjadi anak yang baik
Ya Tuhan tolong selamatkan aku dan jichu dari kejahatan orang ini. Batin Lastri.
Tiba-tiba seorang wanita datang menghampiri mereka. Sepertinya dialah dalang dari semua ini, karena dibelakangnya terlihat pria-pria bertubuh kekar sedang mengawasinya seperti berjaga-jaga agar Lastri dan jichu tidak kabur.
"Hai cantik, gimana? Enak gak tangannya di iket?" Tanya wanita itu memegang dagu Lastri.
Kemudian wanita itu menghampiri jichu.
"Aku kasihan kepadamu.. jichu. Aku tidak ada urusan denganmu, tapi karena kau sedang bersama Lastri jadi sekalian saja aku menculikmu haha."
Lastri dan jichu hanya bisa menatap wanita itu dengan tatapan marah.
"Sebaiknya kau jauhi saja temanmu si Lastri ini. Dia sangat tidak berguna! Andai saja kau tidak berteman dengannya, kau tidak akan aku culik saat ini haha. Malang sekali nasibmu."
Kini wanita itu menghampiri Lastri dan melepaskan solasi yang ada di mulut Lastri dengan kasar.
"APA MAUMU?" Tanya Lastri kepada wanita itu.
"Mauku? Haha, jelas kau pasti tahu apa mauku."
"Aku tidak tahu! Cepat katakan!"
"Aku ingin memberikanmu hukuman karena telah merebut Candra dariku!" Ucap Wendy tegas. Ya, wanita itu adalah Wendy.
"Merebut? Merebut apa? Apa kau tidak tahu aku sudah memiliki kekasih? Dan itu bukan Candra!"
"Aku tahu! Tapi Candra tetap saja mengejarmu. Dia seperti tidak bisa kehilanganmu."
Kemudian Wendy menatap Lastri dengan tajam lalu memegang dagu Lastri dengan keras yang membuat sang pemilik dagu kesakitan.
"Dan kau tahu? Aku baru saja menyatakan cintaku padanya, namun apa jawabannya? Dia menolakku. Demi kau! Dia sangat mencintaimu! Aku bingung kenapa dia bisa secinta itu denganmu." Wendy tersenyum miris.
"Sekarang rasakanlah pembalasanku."