"Perkenalkan aku Irene." Ucap wanita itu sambil mengulurkan tangannya.
"Hai Irene, aku Lastri." Ia pun menyambut uluran tangan Irene.
"Apa kau mengingatku?"
"Bukankah kita baru berkenalan, aku kira kita baru kenal. Ternyata kita sudah lama kenal?" Tanya Lastri
"Em.. mungkin aku yang mengenalmu tetapi kau tidak mengenalku. Aku dengar kau hilang ingatan?"
"Iya, aku tidak ingat semuanya. Tapi jika kau menunjukkan ciri khasmu, mungkin aku akan mengingatmu Irene."
"Tidak apa-apa, kau tidak akan mengingatku. Oh iya simpan nomorku, lain kali kita bisa bertemu lagi ya?"
"Boleh, kau saja yang mengetikkan nomormu di ponselku." Lalu Lastri menyerahkan ponselnya kepada Irene.
"Baiklah." Irene mengambil ponsel Lastri dan mengetik nomornya
"Ini, nanti akan ku hubungi jika kita ingin bertemu. Aku harus pergi karena ada urusan, sampai jumpa kawan."
"Lain kali kau harus kesini lagi Irene."
***
Candra melihat Jichu, Ninie, dan Lilis sedang menikmati bubur ayam. Ia pun segera menghampiri mereka.
"Kau disini? Siapa yang menjaga Lastri?"
"Dia bilang dia ingin sendiri, kami disuruh makan dulu jadi kami ada disini. Selesai makan akan ku bawakan bubur ayam untuknya." Jelas Ninie
Candra mengangguk, "aku akan menemui Lastri."
Kemudian saat dia sedang menuju ruang rawat Lastri, ia bertemu dengan Irene. Kalian tahu bukan kalau Irene itu kakaknya Wendy? Maka dari itu Candra sedikit terkejut.
"Kak Irene? Sedang apa kau disini?"
Irene menoleh ke arah Candra, "Memangnya tidak boleh jika aku menjenguk Lastri?"
"Apa?! Kau jangan coba-coba untuk menyakitinya ku mohon. Dan jangan katakan yang tidak-tidak karena dia masih belum pulih."
"Cih, tenang saja aku tidak akan menyakitinya." Ucapnya sambil berlalu
Lalu Candra bergegas menuju ruang rawat Lastri.
"Lastri, apa kau baik-baik saja?"
Lastri menoleh cepat, "Aku baik-baik saja can! Kau tahu? Tadi ada seorang gadis cantik yang menjadi temanku! Dia sangat baik, dia menolongku saat aku terjatuh didepan lift tadi, lalu dia meminta nomor ponselku agar kita bisa bertemu lagi nanti!" Ucapnya antusias
"Kau terjatuh didepan lift? Untuk apa kau kesana?" Tanyanya dengan sangat terkejut.
"Aku sangat merindukan kak Lay, aku ingin menemuinya. Jadi aku putuskan untuk mencari dimana kamarnya, ternyata itu dilantai dua. Aku tidak kuat karena aku belum makan." Ucapnya sambil memanyunkan bibirnya.
"Astaga kau jangan kesana sendirian, itu terlalu berbahaya. Dan satu lagi, kau tidak boleh percaya dengan wanita yang bernama Irene itu."
"Memangnya kenapa? Dia itu orang baik can."
Candra menarik nafasnya pelan, "Dia itu kakaknya Wendy."
"Wendy? Apa Wendy itu orang jahat?"
"Bisa dibilang dia licik. Jadi untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, lebih baik kau jangan terlalu percaya dengan wanita bernama Irene itu, mengerti?"
Lastri mengangguk, "Baiklah akan ku dengarkan nasihatmu."
Jichu, Ninie, dan Lilis memasuki ruang rawat lastri dengan membawa bubur ayam yang Lastri pesan. Ternyata dibelakang mereka ada Suho, Baekhyun, dan Chen.
Baekhyun langsung masuk ke kamar Lastri, "Bubur ayam pake sambel."
"Cakep." Sambung Chen
Baekhyun menepuk kepala Chen pelan, "Bukan pantun itu, kan dibawakan bubur ayam untuk Lastri."
"Oh iya benar juga." Chen terkekeh
"Bibir ayam pake sambel." Ucap Suho
"Lagi pantun?" Tanya Candra
"Tentu saja! Kenapa kau tidak mengatakan cakep?" Ujar Suho kesal
"Oh iya haha, ayo diulang aku ingin mendengarnya." Goda Candra
"Tidak usah, aku sedang tidak mood!" Rengek Suho.
"Hei Suho, ingat umur. Kau sudah tua, malu dengan jichu haha." Baekhyun semakin meledeknya.
"Lagi pula apa itu bibir ayam pakai sambel? Memangnya ayamnya tidak kepedasan?" Ucap Chen
Tawa mereka pun meledak membayangkannya.
"Sudahlah kalian jangan harap aku traktir lagi." Ancam Suho bercanda
"Astaga maafkan kami Kanjeng, kami minta maaf. Jika tidak dimaafkan kau harus mentraktir kami dua kali lipat." Ucap Candra.
"Tidak. Aku sudah berubah pikiran, aku tidak akan mentraktir kalian lagi."
"Baiklah, aku atas nama Chen mewakili Candra dan Baekhyun meminta maaf yang seikhlas-ikhlasnya dan dengan setulus-tulusnya." ucap Chen.
"Iya-iya aku maafkan, lagi pula aku hanya bercanda haha."
"Astaga Suho, pacar siapa sih kamu?" Tanya jichu
"Pacar kamu lah haha."
"Astaga kalian ini ada-ada saja." Lastri sontak tertawa.
"Las, ini kami bawakan pesananmu. Makan dulu ya sekarang." Ujar Ninie
Lastri menggeleng, "Aku tidak lapar."
"Jangan macam-macam kau, tadi saja kau habis terjatuh. Cepat makan sekarang!" Titah Candra
"APA? LASTRI TERJATUH? BAGAIMANA BISA?" Teriak lilis histeris.
"Ia ingin menemui Lay, tapi saat ingin masuk lift ia terjatuh." Bukan, itu bukan suara Lastri. Tapi suara Candra
"Kau ini! Sudah ku bilang nanti kami akan mengantarmu menemui kak Lay, kenapa kau sangat tidak sabar?" Ucap jichu gemas.
"Aku hanya-"
"Lastri merindukan Lay. Dan saat ia terjatuh, Irene menolongnya. Lalu mereka bertukar nomor telepon." Candra memotong ucapan Lastri.
"Irene? Bagaimana bisa? Lastri kau jangan dekat-dekat dengan Irene! Itu bahaya!" Ujar Ninie.
"Iya iya, Candra sudah mengatakan itu kepadaku."
"Kau harus mengganti nomor telepon!" Ucap jichu
"Untuk apa?"
"Agar Irene tidak bisa menghubungimu." Ucap Baekhyun
"Tapi dia orang baik."
"Dia hanya berpura-pura baik! Bisa saja dia berencana balas dendam atas apa yang terjadi kepada Wendy." Ujar Ninie
Lastri tiba-tiba memegang kepalanya. Ia merasa sangat pusing. Kejadian ia di culik oleh Wendy, sampai Lay yang tertembak terputar kembali di ingatannya.
"Ah aku sangat pusing!" Teriak Lastri
"Las? Kamu kenapa?" Tanya mereka semua panik
"Aku pusing! Kepalaku rasanya ingin pecah!"
"Tidurlah agar kepalamu kembali membaik." Saran Lilis.
"Jangan, makanlah buburmu dulu. Sebelum itu tidak enak, kami sudah bersusah payah membawakan ini untukmu. Isi perutmu dulu agar rasa pusingmu hilang." Itu jichu? Tentu saja bukan, itu Candra.
"Tapi aku tidak ingin makan can."
"Mau aku suapi?" Tawar Candra.
Lastri mengangguk, "Mau banget!"
Akhirnya Lastri makan dengan Candra yang menyuapinya.
***
Hari ini Irene menemui Wendy di kantor polisi. Ia ingin berbincang sedikit kepada adiknya itu.
"Nyonya Wendy, ada yang ingin bertemu dengan anda. Silahkan, waktu anda hanya 10 menit." Polisi tersebut mempersilahkan Wendy untuk menemui seseorang.
"Kak, kakak kesini pasti mau membebaskan Wendy kan? Iya kan? Ayo kak bebaskan Wendy, Wendy sudah tidak betah berada disini!"
Irene mendengus kesal, "Tidak, aku hanya ingin memberitahumu bahwa tadi aku menemui Lastri."
"Lalu apa yang kakak lakukan? Apa kakak melukainya? Atau ada niat untuk membunuhnya?"
"Cih, aku tidak kejam sepertimu. Tadi aku menolongnya saat ia terjatuh, lalu kami bertukar nomor telepon. Aku berharap akan menjadi teman yang baik untuknya."
"Maksud kakak apa? Kenapa kakak malah ingin berteman dengan orang yang sangat aku benci? Apa kakak lupa bahwa sekarang aku berada disini karena dia?!" Kesal Wendy.
Irene menatap Wendy tajam, "Sadarlah bodoh! Kau ada disini karena kesalahanmu juga. Sebaiknya hilangkan sifat iri dengki didalam hatimu, karena sifat itu akan membawamu kepada jalan yang salah."
"Tidak usah menasihatiku kak, lebih baik kakak balaskan dendamku kepada Lastri atau jichu. Kakak ingat? Dulu kakak sangat mencintai kak Suho, tapi setelah ada jichu dia malah berpaling." Ucap Wendy memanas-manasi
Irene terdiam. Ada benarnya juga perkataan adiknya itu. Tidak tidak, dia tidak boleh termakan omongan adiknya. Bagaimanapun juga, Suho memutuskannya atas kesalahan yang ia lakukan.
"Kata siapa? Suho memutuskanku bukan karena jichu, itu karena waktu itu aku berbohong kepadanya. Aku bilang tidak akan pergi dengan tetanggaku, tapi aku malah pergi. Itu semua salahku!"
"Tapi setidaknya kau jadi perempuan jangan mau kalah! Rebut kembali yang sudah menghilang darimu. Jangan jadi wanita lemah!" Wendy sengaja menekankan kata 'Lemah' agar Irene tersulut emosi.
"Terserah kau saja, aku ingin pulang."
Irene kemudian pergi meninggalkan kantor polisi.
Ada benarnya juga ucapan Wendy. Apa yang harus ku lakukan? Batin Irene.
Saat Irene sedang berjalan ia bertemu dengan Jeffry yang sedang bersama Somi.
"Bukankah itu Jeffry kekasih Lastri? Dan mengapa ia jalan dengan Somi yang statusnya sebagai adiknya Lastri? Aku harus mengikutinya." Batin Irene
Jeffry dan Somi pergi ke suatu caffe.
Jeffry memanggil seorang pelayan disana untuk memesan makanan, "Ayam bakarnya 2, Jus mangga nya 2 ya mba. Kamu mau pesan apalagi sayang?"
"Aku sangat ingin durian, bisakah kita memesan jus durian saja?" Ucap Somi
"Oh ya mba, 1 jus mangga diganti dengan 1 jus durian ya mba."
"Tidak-tidak! Aku ingin keduanya."
"Baiklah kalau begitu jus mangga 2, jus durian 1."
"Kau tidak ingin jus durian juga?" Tanya Somi
Jeffry menghembuskan nafasnya pelan, "Tidak sayang, aku sudah memesan jus mangga. Jadi kau saja yang memesan jus durian ya?"
"Tapi aku ingin minum bersamamu."
"Baiklah-baiklah. Ayam bakar 2, jus mangga 2, jus durian 2 ya mba. Maaf merepotkan."
"Pesanan akan segera dibuat, tunggu sebentar ya mas."
Jeffry mengangguk. Ia harus banyak-banyak sabar sekarang ini karena kondisi Somi yang sedang mengandung anaknya.
"Sayang, perutku semakin membesar. Aku takut ketahuan." Rengek Somi sambil mengusap perutnya.
"Tidak usah takut, kita hadapi ini bersama ya?"
Somi mengangguk, ia pikir nasibnya sangat beruntung karena telah bertemu dengan lelaki yang sangat mencintainya dan juga bertanggung jawab.
"Sekarang usia kandunganmu sudah berapa bulan sayang?" Tanya Jeffry
"Baru 1 bulan."
Irene yang sedari tadi memperhatikan mereka, tiba-tiba terkejut karena seorang pelayan menghampirinya.
"Mau pesan apa mba?"
"Eh? Saya pesan jus jeruk 1 saja mba."
"Makannya mau mba?"
"Tidak usah."
"Baik pesanan akan segera dibuat, tolong ditunggu mba."
Irene mengangguk dan kembali memperhatikan Jeffry dan Somi yang sedang berbicara, tentu saja dengan sebuah majalah yang menutupi wajah cantik Irene.
"Mereka membicarakan apa ya? Aku tidak bisa mendengar mereka, tapi kenapa Somi terus saja mengelus perutnya?" Tanya Irene kepada dirinya sendiri.
Pesanan Jeffry dan Somi sudah datang, mata Somi tampak berbinar. Lalu dia makan dengan terburu-buru seperti orang yang tidak makan seharian.
"Makannya pelan-pelan." Titah Jeffry
Namun dalam sekejap makanan Somi sudah habis, begitupun dengan jus durian dan mangga yang ia punya.
"Aku masih sangat lapar." Rengek Somi sambil terus mengusap perutnya.
"Astaga bagaimana bisa?"
"Aku tidak tahu, mungkin karena bayi yang ada didalam sini." Somi mengambil tangan Jeffry untuk memegang perutnya.
"Lihatlah anakmu, dia sangat lapar." Lanjut Somi
"Sehat-sehat ya nak, jika kau tampan kau akan mirip sepertiku. Jika kau cantik, kau akan seperti ibumu." Ucap Jeffry sambil mengusap perut milik Somi.
"APA?! JADI... JADI SOMI MENGANDUNG ANAK JEFFRY? APA LASTRI TAHU TENTANG INI? ASTAGA APA YANG HARUS KU LAKUKAN?" Irene berteriak dalam hati. Bagaimana cara berteriak tapi dalam hati? Kalian bisa tanyakan pada Irene.
"Mba, saya ingin memesan lagi." Ucap Jeffry memanggil pelayan.
"Silahkan mas ingin pesan apa?"
"Saya ingin nasi goreng dengan telur mata sapi dan pecel lele yang pedas, juga ayam goreng, nasi bebek, oh iya jangan lupa mie instannya mba. Untuk minumannya saya pesan jus durian, jus stroberi, jus alpukat, dan jus jeruk ya. Terima kasih mba." Ucap Somi
"Baik ditunggu sebentar ya mba."
Somi mengangguk, berbeda dengan Jeffry yang sedari tadi menganga karena melihat Somi memesan makanan seperti orang yang sedang ngerap.
"Apa kau yakin akan menghabiskan ini semua?" Tanya Jeffry saat pesanannya sudah sampai.
"Tentu saja, kau tunggu ya. Aku akan menghabiskan ini semua tidak akan lama."
Setelah Somi menghabiskan semua makanannya, mereka pergi dari caffe itu. Irene tentu saja masih mengikuti mereka.
Somi merasa ada yang mengikuti mereka, lalu ia pun berbalik. Tapi tidak ada orang disana, mereka pun kembali berjalan. Saat Somi berbalik lagi, tetap saja tidak ada orang dibelakang mereka.
"Ada apa sayang?" Tanya Jeffry.
"Aku rasa ada yang mengikuti kita jef."
Jeffry tertawa pelan, "Mungkin itu hanya perasaanmu saja, efek dari kau yang makan terlalu banyak."
"Tidak, kali ini aku serius. Aku merasa ada yang mengikuti kita, tunggu sebentar."
Somi berjalan kearah tumpukan kayu yang tinggi untuk mengecek siapa yang mengikuti mereka sejak tadi. Irene yang berada dibalik tumpukan kayu itu hanya bisa berdoa agar Somi tidak bisa memergokinya.
Satu langkah
Dua langkah
Tiga langkah
Somi hampir mendekati tumpukan kayu itu, dan...
"Somi cepat kita kembali ke rumah sakit, Lastri sedang ada ditaman. Sangat berbahaya jika Lastri mengetahui keberadaan kita yang sedang bersama." Ujar Jeffry
"Ah ya, baiklah aku segera kesana."
Somi langsung menyusul menuju rumah sakit untuk menemui Lastri.
Irene menghembuskan nafasnya lega.
"Syukurlah mereka tidak memergokiku, terima kasih ya Allah."
Somi menghampiri Lastri yang sedang duduk ditaman bersama Ninie, jichu, lilis, jangan lupakan disana ada Lay dan seulgi yang menemani mereka. Jeffry? Ia memutuskan untuk menemui Lastri nanti saja agar mereka tidak curiga.
"Hai kak Lastri, apakah kau mengingatku? Ah ya, maafkan aku karena baru menemuimu hari ini. Aku ada tugas kuliah yang harus diselesaikan."
"Em.. siapa ya? Aduh maaf aku tidak bisa mengenalimu. Bisakah kau tunjukkan bagaimana ciri khasmu agar aku bisa mengingatmu?"
"Astaga aku ini adikmu, Somi. Aku yang selalu merebut bonekamu dan barang-barangmu haha."
"Oh Somi!! Aku ingat, kemarilah aku ingin memelukmu!"
Lalu Lastri dan Somi berpelukan lumayan lama. Lastri merasa ada yang mengganjal pada perut Somi.
"Somi, apa kau gemukkan? Apa kau makan terlalu banyak hm?" Ucapnya berniat untuk menggoda Somi. Tapi wajah Somi memucat karena panik.
"Eh? Ti-tidak. Aku hanya- aku.. aku hanya makan beberapa ayam bakar karena aku sangat lapar."
"Apa-apaan kamu ini? Kenapa kamu makan terlalu banyak?" Tanya Lastri dengan muka yang terlihat marah.
Somi hanya diam, ia takut jika Lastri mengetahui yang sebenarnya.
"Astaga aku hanya bercanda Somi haha. Kenapa wajahmu panik seperti orang yang takut ketahuan saat melakukan kesalahan? Ayolah kita sering bercanda kan?" Tawa Lastri
Namun Somi hanya bisa tersenyum tipis.
"Walaupun dia sering merebut semua milikmu waktu kecil tapi percayalah, dia tidak akan merebut kekasihmu." Ucap Lay yang berjalan mendekati Lastri dan Somi menggunakan kursi rodanya. Karena Lay masih belum boleh berjalan sendiri tanpa kursi roda.
Somi mematung. Benar-benar kali ini ia ingin sekali menumpahkan semua air matanya dihadapan semua orang dan bersaksi bahwa ia adalah orang paling munafik dikeluarga ini. Tapi ia tidak seberani itu jadi dia tidak akan mengatakannya.
"Benar sekali kak, aku percaya dengan kata-katamu. Adik kecilku ini tidak mungkin merebut kesayanganku Jeffry!"
Kemudian semuanya tertawa kecuali Somi. Somi meneteskan air matanya saat ini. Sungguh, ia tidak bisa menahannya. Ia merasa seperti seorang pendosa yang mengkhianati kakaknya yang bahkan sudah mempercayainya.
"Somi, kenapa kau menangis?" Tanya seulgi yang mengetahui itu.
"Menangis? Ah tidak, aku hanya terharu kepada kak Lay dan kak Lastri. Walaupun mereka sedang sakit dan bahkan kak Lastri sedang hilang ingatan pun, mereka masih mempercayaiku. Aku sangat menyayangi kalian semua!" Ucap Somi sambil mengusap air matanya.
Lalu Lay, Lastri dan Somi berpelukan karena terbawa suasana.
"Ekhem. Apa kalian melupakan kami?" tanya lilis yang menghentikan kegiatan haru mereka.
Jichu menepuk pundak Lilis pelan, "Kau ini mengganggu saja! Mereka itu sedang ada momen mengharukan, seharusnya kau tidak menggangu!"
"Haha maafkan aku, habisnya aku tidak diajak." Lilis memanyunkan bibirnya.
"Kalau begitu, bawa keluargamu kesini agar kau bisa diajak." Goda Ninie
"Astaga ayo kemari, kita berpelukan bersama." Ajak Lastri
"Aku juga ingin ikut!" Rengek seulgi
"Iya iya sayang, ayo kemari dan berpelukan bersama." Ajak Lay kepada Seulgi.
Kemudian mereka akhirnya berpelukan bersama. Tanpa mereka sadari, Somi sudah menangis deras tapi tidak bersuara. Ditambah hujan yang mendukungnya untuk menangis, karena tidak akan ada yang menyadari jika ia sedang menangis. Terima kasih hujan.
.
.
.