"Gelas yang sudah pecah nggak akan bisa kembali seperti semula,"
~Sheila Laurie Permana~
πππ
" Lo liat Karin nggak?"
Brandon mengerutkan keningnya ketika mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Noah. Bukan nya apa, tapi kenapa pagi-pagi dia sudah menanyakan Karin yang statusnya teman sekelasnya sendiri. Mana Brandon tahu. "Nggak,"
Noah nampak mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia belum bertemu dengan Karin dari pagi. Biasanya, Karin datang lebih dulu dari pada dirinya yang biasanya ngaret. Entah kenapa firasatnya tak enak.
"Napa lu?" Brandon yang jengah melihat Noah uring uringan tak jelas menjadi terganggu. Ada apa dengan anak bodoh itu?
"Si Karin belum dateng, gue khawatir." Terus terang Noah. Brandon berusaha keras menahan tawanya. Tapi itu tidak bisa terbendung pada akhirnya saat Noah kembali memasang gaya paniknya.
"HAHAHAHAHA BEGO BANGET SIH LO!" Ledek Brandon
"Napa lo ketawa?"
"Telat bangun kali," asumsi Brandon.
"Karin mana pernah telat bangun,"
Brandon mendelik mendengar pernyataan Noah. Mana dia tahu kebiasaan orang. Kan bisa saja suatu hari itu semua berubah kan? "Serah lu lah,"
Noah mendelik ketika mendengar jawaban Brandon. Ketika Brandon bosan melihat Noah yang di depannya ini hanya diam sembari terus menerus menghubungi seseorang, Nichol masuk dengan ekspresi yang kurang lebih sama dengan Noah.
Brandon menghembuskan nafas kasar ketika melihat raut wajah tak nyaman dari Nichol. Mungkin yang namanya telepati pikiran memang ada. Kedua adik kakak ini sama sama terlihat lebih murung dari biasanya. "Kenapa lagi lo?"
"Ish! Kan tadi gue udah cerita," sebal Noah tiba tiba ketika mendengar ucapan Brandon. Dia mengatakannya dengan percaya diri tingkat tinggi. Itu di sebabkan dia tak melihat abang kesayangannya datang ke kelas.
Brandon menggeleng kan kepalanya melihat kepercaya dirian Noah. Dia mengangkat telunjuknya ke arah Nichol yang berdiri di belakang Noah.Β "Gue ngomong sama Nichol,"
Noah langsung memutar badannya kebelakang. "Kapan lo dateng, bang?" Heran Noah. Tak ada rasa malu sama sekali di benaknya ketika dia tahu kalau dia ke pd an. Sudah sifat alamilah.
"Baru," dingin Nichol
"Kenapa lo?" Nichol mengangkat kepalanya dan menatap Brandon yang sedang bertanya kepadanya, "Gapapa,"
"Udah jelas ekspresi lo itu khawatir ogep!" Seru Brandon "Udah, kenapa?"
Nichol menarik nafas dalam dan menghembus kannya kasar. "Sheila,"
Brandon mengerutkan dahinya ketika Nichol bicara hanya satu kata. Ya.. memang biasanya seperti itu sih, tapi bukan berarti hanya menyebutkan nama seseorang. Mana mungkin Brandon paham kalau gitu.
"Lo kan bisa liat pikiran dia Bran," usul Noah, "Ribet kalau nunggu abang gue ngomong mah," lanjutnya
"Akh! Padahal gue lagi males ," kesal Brandon.Β Karena nanti, kalau dia melihat ke mata Nichol, segala informasi dari orang orang di sekitar nya juga akan masuk. Setidaknya yang pernah dengan tidak sengaja dia lihat isi pikirannya. "Udah cepet!"
Brandon mengendus kesal dengan perintah Noah. Tapi karena keknya di ujung tanduk ya, kita lakukan saja. "Sheilabelumdateng," jawab cepat Nichol sebelum Brandon memasuki isi pikirannya.
"Hah?!" Ucap Noah dan Brandon serempak ketika mendengar satu kata mungkin, atau itu kalimat? Entahlah, Nichol berkata terlalu cepat. "Lo ngomong atau nge rap?!" Sebal Brandon.
Karena Nichol tak kunjung bicara, Brandon mengambil langkah besar. Seketika Brandon menbelakkan matanya dan tertawa sekencang mungkin. Noah yang melihat Brandon tiba-tiba tertawa seperti itu, menatapnya heran. "Lo kesurupan?"
Brandon menoyor kepala Noah yang bicara sembarang. "Nggak lah!" Serunya. Perhatiannya beralih ke Nichol yang duduk di sebelah Noah. "Lo gengsi nya gede banget sih!"
"Apaan?" Tanya Noah yang tak tahu apa-apa. "Abang lo cuman mau nanyain Sheila, khawatir ceritanya!" Goda Brandon.
Noah tertawa mendengar alasan Nichol menjadi uring-uringan. "Sok lah lo bang!" Ledek Noah.
"Stop it!" Sebal Nichol yang malu. Oh ayolah, gengsi nya tidak bisa di salahkan di sini. Brandon menatap Nichol dengan tatapan yang sulit di artikan. Dia ingin membahas urusan pribadi, masalahnya ada Noah si mulut ember di depannya. Jadi dia menunggu sampai waktu yang tepat.
"Eh btw," ucapan Brandon itu menarik perhatian Noah yang tahu ujung pembicaraan ini. "Apa? Apa?"
Brandon menarik ujung bibirnya menuju senyuman jahil. Nichol memutar bola matanya malas ketika momen ini sering kali lewat di pembicaraan mereka.
"Niki kelas sebelah baru aja perawatan loh! Katanya abis lima ratusΒ ribu," Brandon mengatakan itu seperti remaja remaja perempuan yang sedang bergosip pedas. "Wah gila!! Cuman lima ratus ribu aja bangga," ledek Noah yang membalas seperti seseorang bermulut pedas.
"Dasar kalian," desis Nichol yang dibalas gelak tawa puas dari Brandon dan Noah.
πππ
Tiga gadis SMA nampak sedang berlari lari menyiapkan peralatan sekolah mereka. Ini semua adalah efek karena mereka semalem tidur terlalu malam. Dan bodohnya, tidak ada yang ingat untuk memasang alrm. Jadi ya, mereka terlambat.
Awalnya Kimberly menyarankan untuk libur saja, tapi mengingat mereka ada ulangan dan selalu di awasi oleh daddy mereka, jadi itu hanya sekedar niat.
"Telat nih!" Seru Sheila sembari memasang sepatunya dengan terburu-buru.
"Kita ke sekolah naik apa??" Tanya Karin. Dia biasanya melihat Sheila dan Kimberly datang ke sekolah dengan berjalan kaki. Tapi tidak mungkin di waktu genting sekarang mereka jalan kaki kan?
"Easy, we ride!" Seru Sheila yang membuat Kimberly kaget, "Lo gila?! Naik ninja? Really?!"
Sheila mengangguk "kita nggak punya motor lain please," ujar Sheila "Dan udah mau telat gini nggak mungkin kita naik bis,"
Karin mengangguk setuju dengan ucapan Sheila "Gue ikut lo aja Kim,"
"Sip, gue ngebut ya!" Ucap Kimberly memberitahu Karin sebelum dia terkejut di tengah jalan.
"Oke, ayo!"
πππ
"Yah pak! Bukain gerbangnya dong!" Pinta Sheila ketika dia berada di depan sekolah nya.
"Ya allah! Telat lagi?" Tegur satpam SMA Kenangan. Sheila hanya cengengesan ketika satpam tersebut bilang lagi. Ya, biasanya dia telat karena jalanan macet. "Yaudah lah,Β masuk!"
"Makasih pak! Baik deh hehehehe," seru Sheila senang dan melajukan motornya ke dalam sekolah. "Makasih pak!" Ucap Karin yang berada di belakang Kimberly.
"Lain kali jangan telat!" Tegur pa satpam tadi. Sheila mengangkat tangannya ke udara dan membuat tanda oke dengan jarinya.
"Padahal kan masuk main kurang lima menit," gerutu Kimberly.Β Karin terkekeh mendengar gerutuan Kimberly yang berada di depannya. "Dahlah biarin, satpam baru!"
"Cih!"
πππ
"Eh? Ada apaan tuh?" Nichol dan brandon menarik perhatiannya ke arah tunjuk telunjuk Noah. Nampak keramaian murid lelaki di parkiran. "Rame banget," lanjut Noah.
Brandon menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas di tengah keramaian itu. "Wihh! Ada yang pake ninja ke sekolah, " serunya yang membuat Noah tertarik. "Cewek apa cowok?"
"Nggak keliatan,"
Nichol ikut menyipitkan matanya untuk memperhatikan pengendara yang membuat satu sekolah ribut. Saat sedang fokus melihat, Nichol menemukan hal yang tak asing dari motor itu. Dia pernah melihat nya. "Gue duluan!"
Noah dan Brandon menatap heran Nichol yang tiba-tiba pergi begitu saja. Dan langkah kakinya sudah benar-benar jauh dari mereka.Β "Kenapa dia?" Tanya Brandon.
Noah hanya menggidikan bahunya tak tahu. Perhatiannya kembali ke pengendara yang tadi di kerumuni. Dan seketika matanya membelak. "ITU SHEILA WOI!" Hebohnya.
Sheila yang mendengar namanya di panggil dengan lantang menoleh. Dia memutar bola mata malas ketika yang memanggilnya adalah Noah.
Sheila, Kimberly dan Karin menghampiri Noah dan Brandon. "Gila lo bawa ninja ke sekolah," ucap Noah yang tak di hiraukan oleh Sheila.
"Abis tadi kita hampir telat, yaudah!" Balas Karin. "Emang nggak ada kendaraan lain gitu?" Heran Brandon. "Nggak,"
"Tumben cuman berdua," ujar Kimberly. Noah mengangkat ibu jari kanannya ke arah Nichol kabur tadi, "Abang gue buru-buru,"
Mendengar mereka membahas Nichol, entah kenapa hati Sheila merasa sakit. Memori malam itu berputar kembali di kepalanya. Dengan cepat dia menggeleng-gelengkan kepalanya menghilangkan ingatan itu. Ingat! Sheila kuat!
"Ngeliat ninja gue jadi inget sama temen kalian," ujar Noah tiba-tiba. Awalnya Kimberly dan Sheila bingung siapa yang di maksud. Tapi kemudian mereka ingat kalau malam itu, Ara di tinggal berdua dengan Noah.
"Oh Ara!" Seru Sheila "Emang Ara kenapa?"
Noah tergidik ngeri membayangkan barbar nya teman mereka yang di panggil Ara itu. "Lebih galak dari singa," ujar Noah yang membuat Brandon terkekeh geli.
"Siapa sih?" Heran Karin yang tidak tahu siapa itu Ara.
"Temen gue dari LA," balas Sheila "Namanya Aloera," Karin mengangguk kan kepalanya paham.Β
"Namanya nggak realistik beneran," tutur Noah "Gue mikirnya dia Aloevera," asalnya
"Ketauan Ara kena pukul lo!" Seru Kimberly "Emang orangnya kayak gimana sih?" Tanya Karin yang mulai tertarik dengan Ara ini.
"Jangan kenal, Rin!" Seru Noah "Kelakuannya mirip Harlequin!" Lanjutnya yang membuat Brandon mengangguk "Sebelas dua belas !" Tuturnya.
Sheila dan Kimberly tertawa ketika melihat kedua orang di depan mereka takut dengan sosok Ara yang agak lembut. Yah, itu sih dari pandangan mata Sheila dan Kimberly.
"Dia baik kok," Karin mengangguk setuju ketika mendengar ucapan Sheila. Menurutnya orang yang setipe dengan Sheila dan Kimberly pasti baik.
"Bye the way, Nichol kemana?" Tanya Sheila. Setelah berargumen antara hati dan kepalanya, muncul sebuah keputusan yang akan mengubah semuanya. "Ciee nyariin!" Goda Noah yang mendapat injakan kaki dari Sheila. "Lembut bisa nggak sih?!" Omel Noah.
"Lo nya nyebelin!" SebalΒ Sheila. Noah mendelik menatap Sheila. Sementara Sheila menatap Noah tajam. Brandon menggelengkan kepalanya terhadap tingkah laku adik kelasnya itu.
Saat sedang saling bercanda,Β Nichol lewat di depan mereka bersama Airin.Β Semua orang membelak melihat itu. Masalahnya, Nichol lewat tepat di depan Sheila seperti orang asing.
Atau mungkin, mereka sudah menjadi orang asing.
πππ
Sheila menghembuskan nafas sembari merenggangkan semua otot otot tangannya. Pelajaran terakhir sudah di lewatinya. Dan rasanya hari ini adalah hari terberat. Karena pertama kali dalam seumur hidup, Sheila memperhatikan guru dengan sangat baik.
"Ibu lihat perkembangan kamu sudah membaik Sheila," ucap Bu Leti tiba-tiba ketika Sheila sudah berada di depan meja guru dengan tas di punggung nya.
Sheila tersenyum lebar mendengar pujian guru kesayangannya itu. "Jelas dong bu!" Bangganya
Bu Leti tersenyum tipis mendengar itu, "Sepertinya Nichol berhasil mendidik kamu ya,"
Mood Sheila langsung turun ketika BuLet menyinggung Nichol. Seharian ini Nichol selalu menghindar dari Sheila. Padahal ada hal penting yang ingin dia bicarakan. Sheila hanya menanggapi perkataan BuLet dengan senyum tipis.
"Lanjutkan ya," ujar BuLet dan melangkahkan kakinya keluar dari kelas Sheila.
"Ayo pulang!" Seru Kimberly di belakang sheila yang juga sudah siap membawa tas di gendongannya.
"Duluan aja!" Titah sheila. "Yakin lo?" Sheila mengangguk. Kimberly menyipitkan matanya ketika mencium bau bau mencurigakan dari Sheila. "Awas pulang-pulang lo nangis!" ANCAM Kimberly
Sheila berdecak kesal karena sekarang kimberly menganggapnya perempuan cengeng. "Udah sana pulang aja! Gue ada urusan," ucap Sheila meyakinkan.
Kimberly menelan ludahnya kasar ketika melihat sebuah kilatan di tatapan mata Sheila. "Jangan bikin masalah lo!" Desis Kimberly tepat di sebelah telinga Sheila.
Sheila mengangguk "Relax! I'm just wanna play," balas Sheila dengan suara yang tak kalah kecil. Dia menepuk-nepuk bahu Kimberly dan melangkah pergi dari kelasnya.
Ketika sampai di depan gedung IPS, seseorang yang sedari tadi Sheila ingin temui sudah menunggu di depan nya sembari bersandar pada tembok. Sheila seketika memasang wajah datar ketika berhadapan dengan dirinya.
"Kita break dulu belajarnya satu minggu," ucap Nichol tetap dengan gayanya yang sama. Tapi entah kenapa di ucapan itu tersirat nada menyakitkan.
Karena memang, Nichol sudah menjadi aneh ketika Sheila menatapnya tidak lagi dengan tatapan ingin mengerjai. Tapi dengan tatapan datar dan dingin sedingin es.
Sheila memalingkan mukanya ke arah lain dan melipat tangannya di depan dada. "Gue udah nggak butuh!" Ketusnya yang membuat Nichol bingung.
"Nggak butuh apa?"
Sheila mengubah arah tatapannya tepat ke mata Nichol. Kalau saja Sheila tidak mengingat kejadian malam itu, dia akan jatuh ke dalam mata hitam pekat itu. "Gue udah nggak butuh pelajaran tambahan dari lo, fokus aja sama Airin!" Ujar Sheila "Dia mau ikut olimpiade kan? Toh, gue juga udah banyak perubahan!"
"Oh?" Ingin rasanya Nichol berkata "Gue nggak mau," . Tapi yang keluar dari mulutnya bukan itu. Gengsi nya masih terlalu besar.
"Lagian lo nggak mau kan? Ngajarin perempuan nggak baik" Sheila membuat tanda kutip dengan tangannya saat mengatakan itu.
Nichol hanya diam, dia tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya keluh dan otaknya yak bisa merangkai kata kata. Karena Nichol tak bicara apapun, Sheila menjadi jengah. Jadi Sheila memutuskan untuk meninggalkan Nichol dengan pikiran berkecamuk lagi.
"Gue minta maaf," akhirnya satu kata keluar juga dari mulut Nichol. "Please, still with me!"
Ucapan yang keluar dari mulut Nichol menghambat langkah kaki Sheila. Mungkin akan mudah untuk pergi jika yang bicara adalah Nichol yang biasa. Tapi, Sheila bisa merasakan nada rengekan dan ketidak relaan dari ucapan Nichol.
"Masih mau belajar bareng aku kan?"
πππ