πππ
Pagi datang yang cerah di kota Jakarta.Β Tapi cuaca itu tidak senada dengan suasana hati Sheila Dan Kimberly. Setelah semalam mereka kedatangan tamu asing dirumah nya, daddy mereka langsung mendesak sheila dan Kimberly untuk segera mendapatkan barang yang selama ini mereka incar.
Tujuan sebenarnya Kimberly dan Sheila menetap di Indonesia hanya satu. Arabian Jewel,Β permata yang nilai nya ratusan miliar itu di simpan di rumah besar di Jakarta. Tepatnya, kediaman keluarga Dharma. Rumah Nichol dan Noah.
"Jadi apa rencana lo selanjutnya?" Tanya Sheila. Otaknya benar benar tak bisa mengeluarkan ide sekarang.
Kimberly terdiam mendengar pertanyaan Sheila. Karena sejujurnya, dia tidak tahu harus apa. "Kenapa tugas ini lebih susah dari tugas lain nya?" Heran Kimberly.
"Mungkin karena sekarang ada orang yang nggak mau kita sakitin," jawaban Sheila itu agak membuat Kimberly tercekat.
Itu memang benar. Selama 6 tahun hidup mereka bersama ayah angkat nya, Sheila dan Kimberly hanya memikirkan bagaimana cara mereka bertahan hidup. Tak peduli ada yang terluka, karena memang mereka tidak punya siapa siapa.
Selama 6 tahun, mereka hidup dengan kepura-puraan. Pura-pura menjadi anak smp dan sma biasa. Berpura-pura menjadi keluarga bahagia biasa. Dan berpura-pura menjadi anak perempuan yang lemah di sekolah. Meskipun terkadang, Kimberly dan sheila tidak bisa menahan nafsu mereka untuk tidak mencari masalah.
Tapi sebenarnya, hidup mereka tidak seperti itu. Kehidupan asli Kimberly dan Sheila banyak terjadi di malam hari. Anggap saja, itu yang terjadi ketika kalian di angkat oleh seorang mafia.
Dan semakin lama, umur Sheila dan Kimberly bertambah. Begitu pula perlakuan daddy mereka yang berubah. Dan karena itu, Sheila dan Kimberly berencana kabur. Meskipun sebelum itu, mereka perlu memecahkan sistem rumit milik daddy mereka.
"Jadi kita harus menghindar gitu?" Tanya Kimberly dengan sebelah alis terangkat.
Sheila tersenyum miring dan menggeleng. "Sejak kapan kita suka kabur?" Tanyanya.
"Kan bentar lagi kita kabur, La!" Sebal Kimberly. Pikirannya tidak bisa di ajak bermain teka teki khas Sheila sekarang.
Sheila mencibir kesal melihat lemot nya otak Kimberly sekarang. "Bukan gitu!" Sebalnya "Kita tinggal kerja dua kali lipat dari biasanya,"
"That will need so many of energy, "
Sheila tersenyum remeh mendengar ucapan Kimberly. "Lucky we got it,"
Di saat sedang berdiskusi, daddy mereka muncul di balik pintu kamar Sheila. "Ready kids? We go!" Titah nya.
Sheila Dan Kimberly saling pandang, lalu mengangguk. Kimberly berjalan lebih dulu di depan Sheila bersama daddy nya. Sementara Sheila mengambil sesuatu di laci nya dan menyusul sahabat nya itu.
Di depan pintu,Β daddy mereka berhenti dan menatap Sheila serta Kimberly. Tangannya terulur ke hadapan mereka. Sheila dan Kimberly yang tahu apa mau nya memutar bola mata mereka malas dan merogoh sesuatu di saku baju nya.
Beralih lah handphone dengan case gold dan silver ke tangan daddy mereka. Daddy nya nampak tersenyum puas menerima handphone tersebut. "We go to LA,"
πππ
"Makasih udah mau bantu Nichol, pa!" Seru Nichol ketika dia baru saja sampai di kantor utama Naren.
Naren tersenyum dan menepuk pundak Nichol "Everything for my son!" Balasnya.Β "Dan apapun untuk menemukan princess kita,"
Nichol tersenyum "Udah ada perkembangan?" Tanyanya. Naren menggelengΒ "Temen kamu unik ya,"
Nichol menyerngit heran "Unik gimana?" Tanyanya lagi. "She have a lot of secret, " balas Naren sambil menyerahkan dokumen dengan amplop berwarna coklat ke Nichol. "Papa cuman nemu segini,Β tapi papa pastiin bakal terus mencari,"
Nichol tersenyum senang mendengar balasan Naren. Fokusnya kembali beralih ke dokumen yang baru saja di berikan oleh Naren. Suasana begitu hening dan serius, hingga sebuah berita membuat ini lebih serius.
"Pak, kita dapat kabar dari kantor utara," ucap salah satu pegawai Naren, "Apa itu?"
"Finley terlihat di Jakarta kemarin sore," Hanya dengan kalimat itu, Naren terkejut dan Nichol seketika membeku. "Kamu boleh pergi,"
Selepas kepergian pegawai papa nya, Nichol menatap Naren dengan tatapan terkejut. "Fin-ley? Dia di Jakarta?" Tanya Nichol memastikan yang dia dengar tak salah.
"Iya, dia di Jakarta. " jawaban Naren lebih dari cukup untuk membuat Nichol mengepalkan tangannya. "That jerk," umpat Nichol dengan bara api di matanya.
Finley adalah orang yang menyebabkan keluarga Dharma dan Wijaya uring uringan tak jelas mencari keberadaan baby El yang hilang.
"Tenang Nichol, kita pasti bakal nangkap dia." Ucap Naren untuk menenangkan anak sulung nya itu.
Di saat sedang di sulut bara api emosi, ponsel Nichol berbunyi. Suasana hati yang tak jelas, membuatnya mengangkat telepon dengan tak santai. "Apa?!"
"Weh relax bro!" Ternyata yang menelepon adalah Brandon. Seharusnya Nichol tau. Siapa yang mau meneleponnya ketika hari minggu? "Apa?"
Nichol mengerutkan dahinya ketika mendengar suara cewek yang mengenali Brandon lalu merampas handphone nya dengan paksa. "Nichol! Sheila nggak ada dirumah!"
Nichol memutar bola matanya malas ketika mendengar suara Karin yang khawatir di seberang sana. Hanya karena Sheila tidak ada di rumah. "Cuman itu?" Tanyanya
"Lo kok gitu sih?!" Terdengar dari suaranya, kalau Karin sekarang mengamuk. "Pokoknya ke rumah Sheila sekarang nggak pake lama!" Dan kemudian telepon di matikan. Nichol menatap panggilan telepon yang di tutup secara kasar oleh Karin di sana.
Dia menggeleng gelengkan kepalanya dan menatap Naren yang sedari tadi menatapnya. "Nichol pergi dulu," pamitnya. Naren mengangguk dan mempersilahkan Nichol lewat. "Nanti papa kabarin lagi!" Ucap Naren dengan sedikit berteriak karena Nichol sudah berada di luar pintu kantornya.
πππ
Nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi
Karin menghembuskan nafas kasar ketika mendengar kalimat itu untuk kesekian kali. Dia sekarang berdiri di depan rumah Kimberly dan sheila bersama Brandon dan Noah. "Udahlah rin, paling lagi ke luar!" Balas Noah yang hampir resah sedari tadi melihat Karin yang tak bisa diam.
"Tapi Sheila udah janji sama gue! Biasanya dia nggak pernah ingkar janji," ucap Karin.
"Lu bikin janji apa sih? Sampe kita nggak di kasih tau," sebal Brandon. Dia tiba-tiba di telepon oleh Karin yang panik. Dan parahnya, Karin tidak mau memberi tahu acara apa yang mereka bertiga buat tanpa dia, Noah dan Nichol. "Kan gue bilang, ini masalah cewek! Kalian nggak perlu tau!" Tegas Karin.
"Terus ngapain lo nelepon kita? Kalau mau telepon orang lain yang janjian sama lo!" Sebal Noah karena hari minggu nya terganggu.
Karena ucapan Noah, Karin langsung teringat sesuatu. Dia menatap Noah dengan tatapan memohon. "Noah, please lu pernah ketemu sama Ara kan? Gue minta nomer nya dong!"
Noah terkejut ketika Karin tiba-tiba meminta nomor orang yang jelas saja Noah tak ingat. "Siapa Ara?"
Karin mencibik kesal dengan ingatan Noah yang jangka pendek. "Itu loh! Aloera,"
Noah langsung membuat mulutnya seperti huruf 'o' ketika mendengar nama perempuan yang menemaninya di arena balap waktu itu. "Tau dari mana lo?" Tanya Noah.
"Sheila cerita, udah cepetan!" Geram Karin. Noah mengambil handponenya dengan malas dan memberikannya kepada Karin. Dengan cepat , Karin mengetikan nama Ara di handphone Noah.
"Kok nggak ada?" Tanya Karin. Noah mengintip nama apa yang Karin cari untuk menelepon Ara. "Ya nggak akan ada lah! Gue simpen pake nama Harlequin, "
Karin mendelik ketika Noah mengatakan itu. Dengan malas dia mengetikan nama Harlequin di handphone Noah. "Buat apa lo simpen nomer cewek barbar itu?" Tanya Brandon.
"Dia ngutang ke gue seratus ribu," jawab Noah yang membuat Brandon tertawa. "Cuman seratus ribu aja di tagih? Lo sultan bukan sih?" Ledaknya. Noah hanya mencibir mendengar ledakan Brandon.
Tiba-tiba, Noah merasakan ada seseorang berdiri di belakangnya. Noah sedikit terlonjak kaget ketika melihat Nichol berdiri di belakangnya. Sementara Brandon, tertawa melihat perilaku Noah. "Badan aja tinggi, masih aja takut," ledaknya lagi. Karena memang, Noah yang paling tinggi di antara mereka.
"Suka suka gue lah!" Sebal Noah karena sedari tadi dia di jadikan objek bulian oleh Brandon. "Jadi kalian ngapain disini?" Tanya Nichol sembari memasukan kedua tangannya ke saku celana.
Brandon menunjuk Karin yang sedang menelepon dengan dagu nya. "Noh karin heboh," balasnya.
"Emang Sheila kemana sih? Paling pergi belanja sama Kimberly," enteng Nichol sembari mengarahkan pandangannya ke jendela kamar Sheila.
"Bisa diam nggak?!" Sebal karin karena dia sedang menelepon, tapi tiga cowok itu malah berisik. "Ya maaf,"
Karin mencibir mendengar kata maaf dari Noah dan kembali fokus ke teleponnya, "Halo Ra, gue Karin. Temen Sheila sama Kimberly,"
"Yo! Gue tau siapa lo, that two always tell me about you," balas Ara ramah di seberang sana.
"Lo dapet kabar dari Sheila?" Tanya Karin. "Gue nyamperin kerumah nya tapi nggak ada," lanjutnya
"Dia nggak ngabarin lo?" Tanya Ara yang membuat Karin menyerngit. "Nggak,"
"Ah! Pasti dia lupa. That girl always forget about something, " ujar Ara yang di benarkan oleh Karin. Well, Sheila memang pelupa. "Sheila sama Kimberly lagi ada urusan di LA. Nanti malem mereka baru terbang lagi," ucap Ara yang membuat Karin mengangguk. "Thanks ra,"
"Wait Rin!" Panggilan dari ara itu membuat Karin yang hendak menutup telepon mengurungkan niatnya. "Don't tell anyone oke!" Peringat Ara. Karin menatap sebentar ketika cowok yang masih mengobrol di belakangnya. "Oke," balasnya dan panggilan berakhir.
"Jadi gimana?" Tanya Nichol begitu Karin mendekat lagi. Karin menatap mereka bertiga dengan tatapan polos dan SENYUM manis. "Nggak papa, ayok!" Ajak Karin "Anter gue pulang ," lanjutnya yang membuat Noah dan Brandon mengeluh. Tapi berbeda dengan Nichol yang menatap Karin penuh curiga. Weird.
πππ