Chereads / -MY STORY- / Chapter 6 - V || MY STORY

Chapter 6 - V || MY STORY

Nichol sedang duduk termenung di dalam ruang osis. Sesekali, ia melihat jam yang terletak di arah dinding. Kalau saja ini bukan permintaan gurunya, dia tidak akan pernah menunggu lima belas menit untuk orang paling menyebalkan di dunia.

Flash back...

"Nichol, kamu lagi senggang kan?" Tanya Bu Leti

Sekarang mereka sedang berada di ruang BK. Nichol awalnya kebingungan, kenapa ia di panggil saat sedang mengikuti pelajaran fisika. Tapi saat mendengar penjelasan gurunya itu, ia faham.

"Tadi ibu baru saja menghukum Sheila. Dia sedang berlari di lapangan. Seharusnya sebentar lagi beres," ucap Bu Leti "Tolong kamu ke ruang OSIS menemui dia. Dan jangan lupa berikan hukuman," lanjutnya.

Nichol hanya menyimak dan mengangguk. Saat hendak menuju ruang OSIS, ia sengaja untuk melihat ke arah lapangan. Dan nampak Sheila yang masih berlari dengan keringat mengalir di wajahnya.

Nichol tersenyum puas melihat itu. "Bagus,"

Flash back off...

"Harusnya dia udah beres kan?" Gumam Nichol.

Karena tak mau menunggu lebih lama kagi, Nichol memutuskan untuk menghampiri Sheila di lapangan. Tapi kemudian, Nichol mendengar suara tawa yang familiar dari arah kantin. Karena penasaran, ia menghampiri kantin.

Dan disanalah, Sheila berada. Bukannya menghampiri dan memarahi Sheila. Nichol malah fokus kepada Sheila yang sedang bercanda tawa dengan ibu kantin. Ntah kenapa, peristiwa ini sangat nyaman untuk di pandang oleh Nichol.

Padahal, ia sangat sulit di buat nyaman dengan sesuatu. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Dan sedetik kemudian, ia tersadar. "Lo gila chol," batinnya.

"Awas aja lo," gumam Nichol sembari melihat Sheila yang sedang memakan bakso nya dengan wajah berseri. "Cewek nakal,"

Nichol memutuskan untuk kembali ke ruang OSIS dan memberikan Sheila kejutan disana. Dengan sabar, Nichol menunggu sepuluh menit. Dan saat kenop pintu mulai terbuka, Nichol memasang smirk di wajahnya.

Nampak Sheila membelakkan mata saat melihat Nichol duduk manis di atas meja pojokan ruang OSIS. "Kena lo," batin Nichol.

"Lo telat,"

Sheila mengangkat jari telunjuknya tepat di hadapan Nichol "Lo lagi?!" Protesnya. "Hah! Kenapa di seluruh dunia, gue selalu ketemu sama lo?"

Nichol mendelik mendengar penuturan Sheila "Emang lo kira gue seneng ketemu sama lo?! Gue juga terpaksa kali!"

"Lo tuh emang labil ya," ujar Sheila "Dikit-dikit kek es batu. Dikit-dikit nyerocos," ledeknya

"Hm,"

Sheila membelakkan mata tak percaya. Ia menaruh kedua tangannya di pinggul "Ck! Emang dasar manusia labil!" Kesalnya.

"Banyak banget julukan lo buat gue," ucap Nichol sembari tersenyum miring.

"Sama kayak sifat lo yang suka berubah-ubah," balas Sheila malas. "Udah cepetan! Apa tugas gue?!" Tanya Sheila. Dia ingin to the point saja. Itu lah satu-satunya cara agar bebas dari manusia labil satu ini.

"Ikut gue," titah Nichol.

Dengan malas, Sheila mengekor di belakangnya. Sebenarnya dalam benak Sheila, ia merasa sesuatu yang berat akan menghampiri. Karena arah ini adalah menuju aula kreasi seni. Tapi dia bernafas lega ketika mereka hanya melewatinya.

Mulut Sheila terbuka lebar melihat taman yang indah di penuhi oleh berbagai bunga. Terlebih lagi, Nichol menghentikan langkahnya tepat di ujung taman bunga

"Astagaaa, lo ngapain bawa gue kesini?" Tanya Sheila dengan senyum masih terpajang di wajahnya. Karena tidak ada jawaban dari Nichol, Sheila memutuskan untuk berjongkok dan melihat bunga-bunga itu lebih dekat.

"Kapan terakhir kali gue liat bunga?" Tanya Sheila dengan suara parau dan kecil. Dia tidak ingin kehidupannya terungkap di hadapan orang-orang.

Nichol yang masih bisa mendengar ucapan Sheila mengerutkan kening. "Apa lo bilang?" Tanyanya untuk memastikan.

Sheila yang tersadar dari lamunannya tergagap "A-ah! Nggak," jawabnya "Jadi? Tujuan lo bawa gue kesini apa?" Tanya Sheila menganti topik pembicaraan.

"Gue bukan mau bawa lo ke taman," jujur Nichol dengan suara sangat dalam "Tapi kesana,"

Nichol mengangkat telunjuk nya ke arah gudang di pojok dari taman. Gudang yang nampak seperti di tinggalkan bertahun-tahun dan tidak pernah di bersihkan. Gelap, usang, dan berdebu. Sheila mendelik melihat kondisi gudang itu.

Ia menatap Nichol dengan tatapan memohon. "Please.... jangan nyuruh gue beresin itu," mohonnya

Nichol memajang smirk di wajahnya. "Kalau emang iya?"

"Wah! Lo jangan kejam-kejam deh!" Keluh Sheila.

"Tinggal kerjain, apa susahnya?" Balas Nichol tanpa melihat Sheila yang sudah down hanya dengan melihat kondisi luar gudang itu.

Nichol mendorong tubuh Sheila untuk bergerak menuju gudang kotor tersebut. Dengan ogah-ogahan Sheila berjalan. Saat sampai depan pintu, Sheila menendang pintu gudang tersebut dengan sangat keras.

"Lo mau pintunya rusak?!" Protes Nichol

Sheila tidak mengindahkan ucapan Nichol. Ia melangkah masuk ke dalam gudang usang berdebu itu. Kondisi dalamnya lebih parah di banding luar. "Demi apa! Ini gudang berapa tahun nggak di bersihin?!" Tanya Sheila.

Nichol mengangkat kedua bahunya sembari tersenyum jahil. "Beresin sekarang, gue tunggu" titah Nichol.

"Nggak usah di tunggu! Gue bukan anak kecil," kesal Sheila.

"Nanti lo kabur," ucap Nichol "Udah cepetan!"

Dengan perasaan dongkol, Sheila mengambil alat kebersihan dan menyapu seluruh lantai berdebu itu. Kondisi gudang yang kotor dan berdebu. Kertas bekas berserakan di mana-mana. Dan pencahayaan yang minim. Sangat menambah penderitaan Sheila. 

Nichol yang melihat ekspresi Sheila saat menggeser kursi-kursi bekas itu, terkekeh. Entah kenapa, ia memang sangat suka melihat Sheila sengsara. "Beresin yang bener!" Jahil Nichol.

"Nyenyenye!" Sheila meledek ucapan Nichol yang semena-mena. Setelah memakan waktu setengah jam, gudang nampak lumayan bersih. Meskipun belum seratus persen.

Sebenarnya menurut Sheila, gudang tidak perlu sebersih semua ruangan di sekolah. Tapi Nichol memaksa, semua nya harus seratus persen bersih. Sheila mengelap keringatnya yang jatuh membasahi wajah. Ia melirik Nichol yang malah asik bermain handphone nya.

Brak!

Sheila membanting lap pel yang di pegangnya. Itu membuat Nichol menatap Sheila dengan tatapan membunuh. "Kalau pel an nya rusak, lo yang ganti," ujar Nichol

"Beliin gue minum dong!" Sheila tidak mengindahkan ucapan Nichol. Dia malah menyuruh kakak kelasnya itu untuk membelikannya minum di kantin.

"Siapa lo nyuruh-nyuruh?!" Tanya Nichol.

"Gue murid yang lagi di siksa sama lo!" Jawab Sheila "Udah sama cepetaannn!" Titahnya

Nichol membuang nafas kasar "Lo itu emang nggak punya sopan santun ya,"

"Emang," jawab enteng Sheila.

Nichol mendelik mendengar jawaban enteng Sheila. "Ogah!" Tolaknya

"Sayangnya gue nggak nanya," jawab Sheila

"Dan sayangnya gue nggak mau," bela Nichol. "Lo tau kan? Gur itu kakel lo?!"

"Oh, terus?" Acuh Sheila. "Nggak mau beliin gue minum? Ya udah gue beli sendiri," lanjut Sheila den hendak keluar dari gudang.

Nichol membanting pintu untuk menutupnya sebelum Sheila berhasil keluar. "Beresin dulu kerja lo," titah Nichol

"Gue mau minum dulu," ujar Sheila

"Nggak boleh,"

"Awas!"

"Lo tuli ya? Gue bilang nggak,"

"Lo juga sama, gue bilang AWAS!" Bentak Sheila.

Nichol terkejut saat Sheila membentaknya. Satu yang ada di kepalanya, Sheila benar-benar tidak punya moral dan sopan santun. Karena Nichol paling anti dengan orang seperti itu, dia melepaskan genggaman tangannya dari pintu dan mempersilahkan Sheila lewat.

Sheila awalnya bingung kenapa Nichol langsung  berubah. Tapi ia tidak mau ambil pusing dan langsung memutar kenop pintu itu.

Sheila mengerutkan kening saat kenop pintu sulit terbuka. "Kok nggak bisa di buka?" Paniknya. "Lo kunci ya?"

"Jangan sembarang tuduh! Coba buka lagi," bantah Nichol

Sheila membuka untuk kedua kalinya, tapi masih sama. Nichol yang geram berdecak pelan "Ck! Lemah!" Ledeknya.

Dia mendorong Sheila ke pinggir dan meletakkan tangganya di atas kenop. "Kok nggak bisa?!"

🗝🗝🗝