Sejak kejadian dimana Rara ambruk, kehidupan Rara berubah total. Kedua kakaknya seperti magnet yang selalu menempel di dekatnya. Bahkan Banyu rela kena skorsing gara-gara terlalu lama ambil cuti hanya untuk memastikan keadaan princessnya sudah fit. Belum Damar dan Bara yang selalu bergilir menemani kemana dia pergi, kecuali tidur dan mandi tentunya.
Tau sendiri, bagaimana mereka sekarang pro aktif untuk posesive pada adik kesayangannya. Mulai dari jam makan, jam istirahat, jam tidur, jam kerja sampai jam hang out pun semua dibatasi yang membuat Rara bener-bener kesel dan sebel tingkat Burj Khalifa. Hilang acara surfing dan divingnya akhir pekan ini menikmati alam bawah resort.
Sejak kejadian dimana dia demam tinggi, Gera senantiasa mengecek keadaanya dengan selalu menanyakan kabar. Hal yang membuat Rara berbunga-bunga tapi juga takut. Dia tau Gera dan kakaknya sejak dulu tak pernah akur, dan hal itu dibawa sampai detik ini.
Gerapun tak paham kenapa Tombak dan Banyu masih saja memusuhinya, padahal jelas-jelas mereka tau kejadian itu hanyalah salah paham. Tapi entah mengapa duo dewangga itu seolah menjauhkan Rara dari dia. Damar pun juga ikut-ikutan melarang dia ketemu dengan gadis pujaanya.
" Ra, maaf ya jika kemaren aku ninggalin kamu di resort waktu kamu sakit! Aku terpaksa pergi karna ada hal mendesak sampai gak bisa nunggi kamu bangun dulu! "
Rara tersenyum lembut membaca message di inboxnya.
" Suksma ya buat atensinya... aku uda baikan, cuma empat pawang itu aja yg lebay... "
" Gak boleh gitu, mereka tuh sayang banget sama kamu... " Balas Gera sesaat.
" Tapi aku ga bisa surfing lg... badanku kaku semua jadinya... " terasa manja memang. Tapi beginilah Rara saat ngobrol dengan Gera. Kerjasama resort telah membuat mereka berdua semakin dekat dan intim. Hal itu juga tak lepas dari pengawasan keempat pria kekar yang selalu mengelilinginya.
" Kalau aku jadi mereka juga gak bakal ngijinin kamu buat surfing!! "
" kenapa...??? " balas Rara singkat, merasa tidak punya sekutu lagi yang membelanya.
Ponsel Rara kembali hitam. Satu menit tidak ada balasan, lima menit sampai seperempat jam tidak ada balasan. 'huh, sebel' gerutu Rara pelan. Dibiarkannya ponsel berlogo apel digigit itu disofa ruang kerjanya.
Dibukanya tirai penutup jendela ruangannya. Damai... itu yang dia rasakan saat swastamita menyapanya dengan lembut, memanjakan hati yang sedang berdesir menahan rindu.
Perlahan... Rara menutup matanya sesaat, menikmati setiap usapan hangat lembayung yang mulai meredup.
Waktu teduhnya terusik saat lagu Yo Te Amo mengalun merdu menandakan ada panggilan masuk. Rara melangkah malas menghampiri sofa untuk bergegas menerima panggilan. Paling juga Tombak kakaknya yang over bin amit-amit posesivenya. Atau kalau gak ya geni bersaudara alias Damar dan Bara.
Kening Rara mengekerut saat membaca nama yang tercetak di layar ponselnya. "Gera..." gumamnya pelan.
Digesernya icon berwarna hijau dan didekatkannya ponsel itu ke telinganya.
" ha... " sapaan Rara terputus saat terdengar suara bening yang dirindukannya.
" Aku gak mau terjadi apa-apa sama kamu Ra, aku gak mau leat kamu terkulai lemas diatas bangsal lagi.... aku takut Ra, aku takut kehilangan kamu. Aku gak mau lagi melihatmu seperti kemarin.....aku bener-bener takut Ra...lebih baik aku yang ada diposisimu Ra... " Suara Gera terdengar begetar... terasa menahan sesuatu yang amat berat.
" ke.. ke..na..pa..? " Rara bingung mendengar pernyataan Gera yang spontan seperti itu.
" Huh..... " terdengan hembuas nafas yang dibuang dengan sangat amat berat.
" Karna aku sayang sama kamu Ra.... aku gak mau kehilangan kamu... lebih baik aku mati daripada aku kehilangan kamu... "
Rara tertegun, pandanganya kosong, badannya lemas takbertenaga mendengar pengakuan Gera sesaat.
Dia tak pernah membayangkan jika Gera akan mengutarakan perasaanya. Antara bahagia dan khawatir. Bahagia, karna perasaannya selama ini terbalaskan. Khawatir, karna dia tau kakaknya tak akan mengijinkan apalagi merestui hubungan ini.
" Halo, Ra... kamu masih disana kan?? " suara Gera disebrang membuyarkan lamunannya.
" Ra.... " panggilnya pelan
" i.. iya... aku masih disini... " gugup saat Gera menginterupsi lamunannya.
" Kenapa.. hem..." tanya Gera penuh kelembutan.
" Gak papa... " jawab Rara malu... wajahnya sudah merona semerah senja di ufuk barat.
" Mau kan Ra jadi bagian hidupku? "
Rara hanya diam, tersenyum malu menarap rona kemerahan yang semakin menghilang...
"Ra..... " panggil Gera manja...
" Abang serius?? " tanya Rara hati-hati.
" Lebih dari serius... kalo abang harus kerumah sekarang bertemu papah dan kedua kakakmu juga abang jabani...! "
" jangan! " cegah Rara setengah berteriak.
" Kenapa? takut sama mereka? "Gera tau, gadisnya ketakutan jika kedua kakaknya sampai tau.
" Takut gak bisa ketemu abang jika kak Tombak sampai tau kita ada hubungan... " jawab Rara lirih..
" Jangan takut... abang bersedia nerima konsekwensinya jika sampai kedua kakakmu itu ngamuk... abang gak takut.. yang abang takutkan hanya kehilangan kamu... abang gak mau lagi itu terjadi.. abang sayang sama kamu Ra... abang cinta sama kamu.... "
" Rara juga sayang sama abang.. " Ucap Rara pelan terkesan malu-malu.... "
" i.. y... e... s... s...!!?? " terdengar pekikan keras diseberang sana. Entah bagaimana euforia Gera saat gadisnya bilang sayang.
Rara hanya senyum-senyu mendengar suara gaduh di ponselnya.
" ehem.. ehem... halo Ra...? " suara Gera kembali menginterupsi lamunan Rara.
" Heem... "
" Ya uda... sekarang kamu siap-siap ya... uda malem... bentar lagi Damar sampai jemput kamu. Ati-ati ya di jalan... "
" iya bang... "
"see yuu sweetty... "
" see yuuuuu.... "
Baru saja telfon dimatikan Damar sudah berada di depan pintu.
" Ra, pulang yok uda malem...! " Damar mengampiri meja Rara dan membereskan berkas-berkas Rara yang masih teronggok rapi di atas meja.
Rara yang masih merona gelagapan melihat Damar mendekatinya.
" Ra,..?" Damar mendekatinya dengan mimik wajah yang amat sangat cemas. Disentuhnya kening Rara dengan lembut.
" are you okey??" tanyanya pelan.
Bagaimana Damar tidak terlihat khawatir jika wajah Rara saja sudah berubah merah layaknya seseorang yang demam empat puluh derajat.
Rara mengerjap ngerjab bingung saat Damar terlihat sangat cemas.
" Wajah kamu merah banget Ra... kamu kecapekan?? atau badan kamu gak enak? " tanya Damar penuh kekhawatiran.
Rara cengo mendengar ocehan Damar. Jadi karna itu Damar sampai segitu paniknya.
Hanya karna wajahnya yang berubah memerah.
Padahal itu karna Gera yang baru saja menembaknya, bukan karna dia yang sedang demam atau gak enak badan.
" Kita pulang ya.. abis itu istirahat gak usah nglanjutin kerja! Bisa digorok kapten nanti aku kalau kamu sakit!! "
" hehe... masih takut sama kak Tombak ya? " tanya Rara ngledek.
" Ya iyalah... dia atasan gue... bisa dimutasi ke timika gue kalo pe kamu sakit Ra...! :
" hehehe... asyik dong kalo kamu dimutasi, aku bisa bebas..! "
" Whatt??? lo ya Ra... dasar... udah ah.. pulang... sakarepmu lah.. pasrah bongkokan aku!!? " Damar terlihat kesal menggandeng Rara meninggalkan ruangannya.
" Siap pulang laksanakan lettu Damar... " ejek Rara mengikuto langkah kaki Damar yang membawanya ke parkiran menghampiri tesla biru yang akan mengantarnya sampai rumah.