Bahagiaku sederhana, dimana aku bisa melihat sederhananya senyum itu yang membuatku sejuk seperti dalam lembah.
Bahagiaku sederhana, dimana aku bisa melihat tawa lepasmu bagai camar yang terbang tanpa beban.
Bahagiaku sederhana, dimana ku bisa mendengar ceriamu seperti ombak yang saling berlarian.
Sesederhana itu, ku ingin bisa melewati hariku dengan semua yang ada padamu. Dengan hidupmu. Meski mungkin akan terlalu sulit tuk ku mewujudkannya. Meski mungkin akan terlalu susah untuk menjadikannya nyata.
Tapi aku bersumpah, apapun akan ku lakukan untuk bisa bersamamu...
Aku tidak tau bagaimana caraku memulai, tapi satu yang ku yakini, aku akan terus berjuang, berjuang dan berjuang.
Berjuang mendapatkan restu papamu. Berjuang mendapatkan ijin kakakmu. Dan berjuang mendapatkan kepercayaan keluargamu.
Aku tau, tak semudah mengatakan iya untuk sesuatu yang baru. Tapi akan kupastikan, ku takkan menyerah untuk bisa bersamamu
Mclaren 570s grey melaju cepat membelah jalanan saat hari mulai dibasahi air dari atas.
Sepasang mata menatap lurus ke depan tanpa terganggu sedikitpun dengan lalu lalang jalan yang semakin ramai. Fokusnya hanya satu, segera sampai di tempat tujuan dan bertemu dengan orang yang sudah menunggunya sejak lima menit lalu.
Meski hati tak menentu dan pikiran yang bercabang, tapi tetap dikuatkan niatnya untuk bertemu dengan dia.
Apa alasannya, apa tujuannya, apa maunya dan bagaimana hasilnya nanti, dia akan tetap menemui orang itu. Meski mungkin setelah pertemuan ini akan ada ambulans yang datang. Atau satu kompi pasukan yang akan baku hantam, masa bodoh. Aku tidak akan mundur. Dan kupastikan apa yang sudah aku dapat, tidak akan pernah ku lepas lagi.
Ku pelankan mclarenku saat memasuki area pinggiran bakau. Ku lihat audy r7 sudah terpakir rapi disana. Hanya satu, tanpa pengawal tanpa ajudan dan tanpa teman.
Ku edarkan pandangan ke segala penjuru, sampai mataku menangkap sosok tegap yang sedang bercengkrama dengan petani garam.
Aku berjalan menghampiri keduanya, secara spontan mereka menoleh saat langkahku mulai mendekat.
Sepasang mata sayu dengan kerut wajah tersenyum ramah ke arahku, mengulurkan tangan untuk menjabatku.
" sugeng rawuh mas... monggo menawi badhe mirsani bakau....nopo badhe mirsani tambak sarem... tapi geh kaanane taksih biasa... dereng ditoto! " ( selamat datang mas, silakan jika ingin melihat bakau.... atau melihat tambak garam... tapi ya keadaannya masih sederhana.. belum ditata ). Begitu kiranya terjemahan bahasanya, sedikit banyak aku bukan orang yang biasa pakai bahasa kromo (bahasa jawa dengan tingkat level yang berbeda) meski aku masih keturunan darah biru dan memanggil bokap dengan sebutan " romo ".
" Terima kasih pak, tapi saya ada janji dengan orang yang berdiri di samping bapak! " jawabku ramah.
" owalah... tamune den Tombak to!... geh mpun monggo disekecaaken...bapak tilar riyen geh! " (oh, tamunya tuan Tombak to, ya sudah silakan dinyamankan.... bapak tinggal dulu ya! )
" Iya pak, terima kasih! "
Bapak itupun berlalu menyisakan aku dan Tombak sendirian di ladang garam.
Kuamati tubuh tegap di depanku yang asyik mendorong stoler membentangkan plastik. Begitu rapi dan cekatan, tak seperti pembawaannya yang garang, pekerjaanya lebih seperti seorang pengrajin atan petani garam yang profesional, begitu telaten dan sangat rajin.
" Jangan cuma leat, bantuin kek! " protesnya masih dengan tangan yang terus mendorong stoler.
" didn't my job! " jawabku singkat!
" Lo pikir ini juga kerjaan gue? "
" Kalo bukan kerjaanmu kenapa kamu kerjain? aneh! " jawabku tanpa bergerak sedikitpun dari tempatku berdiri.
Tombak hanya diam sambil terus mendorong stoler sampai satu ladang itu penuh dilapisi plastik.
Berjalan dengan menatapku datar tanpa ekspresi sedikitpun.
Dengan santainya duduk di atas jembatan kayu tanpa peduli kotor ataupun bersih, mengadap ke lahan garam luas yang siap dialiri air laut untuk diproses menjadi garam besok pagi.
Kami sama-sama terdiam, menatap kesibukan para petani garam.
" Besar juga nyalimu berhubungan dengan waskito! "
"Sama manusianya apa yang harus ditakuti? " jawabku remeh.
" sama? " ku lihat Tombak mengerutkan keningnya saat ku bilang kata sama.
" Jauhi Rara jika kamu tak memahaminya! Gue g mau adek gue terluka karna keegoisan lo! "
" Lo ga punya hak buat itu! "
" Gue punya, gue kakaknya dan gue akan nglakuin apa saja buat nglindungi dia! "
" Nglindungi ? Lo pikir gue ancaman yang suatu saat bisa ngebahayain dia? Gue juga sayang sama dia, mana mungkin gue nyakitin dia? " Aku berkata sarkas , bagaimanapun aku sayang sama Rara, apa dia pikir aku bakal nyelakai dia? Gila ni orang!!
" Heh, gak nyadar lo? "
" Gila lo ya... gue sayang sama adek lo, mana mungkin gue nyakitin adek lo? sinting!!! "
" Lo emang gak nyakitin dia... tapi lo buat dia dalam bahaya! paham!! "
" Maksudnya? "
Tombak menatapku dalam, menggeleng gelengkan kepalanya seolah heran dengan jawabanku.
" Lo bilang lo sayang adek gue, tapi lo sama sekali gak paham sama adek gue! "
Aku menatap heran, sama sekali gak paham dengan apa yang dia maksud.
" Lo leat para petani garam disana? Lo bisa bayangin gak berapa penghasilan mereka setiap harinya? Lo bisa leat gak mereka punya skill apa saja, punya keahlian lainnya gak buat nyari uang jika gak ada tambak garam ini? Atau sederhana saja, gimana mereka nyari uang jika pantai ini ditutup? Bisa mikir kesitu gak? " Perlahan wajah datar itu memperlihatkan aura marah sarat emosi.
Aku yang di bom pertanyaan hanya bingung harus menjawab apa. Maksudnya apa? Aku benar-benar gak ngerti.
" Lo gak paham ato lo pura-pura begok? percuma sekolah di Jerman kalo otak lo cetek! "
" Gue emang gak ngerti maksud lo! "
" Ampun dah... ngomong sama batu! "
" Lo kalo ngomong yang jelas dong, jangan muter-muter !"
" gini ya, lo sign in tender dengan ajishaka grup, lo tau ga itu proyek apa? Disitu jelas terpampang bahwa pantai ini akan direlokasi menjadi resort, yang artinya pantainyapun bakal jadi privat! Sampai disini lo sadar kesalahan lo? "
Aku hanya diam membatu, mencerna setiap ucapan Tombak. Benar, kemarin memang secara ga langsung mas Pandu sign in mou dengan ajishaka grup untuk merelokasi suatu tempat. Tapi g paham apa hubungannya dengan Rara?
Bagai tertampar saat kusadari apa yang terjadi. Aku menatap tajam mata Tombak tanpa bisa berkata apa-apa. Dia hanya memandangku lekat.
Sudah kupastikan Rara pasti tidak akan pernah setuju dengan proyek ini, apalagi menyangkut hidup orang banyak! Bodoh bodoh bodoh... kenapa aku sama sekali gak berpikir kesitu! bagaimana aku bisa lupa prinsip Rara? Ah, sial... begok begok begok!!! Aku benar benar lupa gimana sifat cewek yang aku sayang itu.
" Dan buat buat nutupi penalti proyek, Rara harus kehilangan resort kebanggaannya! "
Aku semakin kaget dibuatnya. Resort? kebanggaan? Aku tau Rara punya satu resort di tanjung benoa yang dia bangun dari uang dia sendiri, resort yang dibuat, didesain dan dirancang sesuai keinginannya. Resort yang akan jadi rumah impiannya kelak. Oh my God... apa yang sudah kulakukan sampai aku ngerusak impian dia!!!!! Bodoh kamu Ger... bodoh.. benar benar bodoh!!!!
Ku lempar jauh pandanganku ke luas hutan bakau... tak peduli Tombak yang sejak tadi menatapku lekat...
" Uda jadi bubur, sekarang tinggal gimana cara lo buat ngatasi kesedihan dia.. gue tau adek gue juga sayang sama lo, tapi gimana gue bisa ngasih restu jika lo sendiro aja ga bisa nglindungi dia!!! Take care.... "
Tombak berdiri, meninggalkan ku yang masih melamun .Maafin aku Ra... maaf... aku kecolongan lagi....