Shaka prov
Aku merasa puas saat bisa membuat Angga, bukan Gera tepatnya terbakar emosi. Ternyata dia masih saja dungu seperti dulu. Terlalu ceroboh dan mudah dipancing. Sungguh miris jika seorang Rara harus jatuh ke tangan lelaki seperti dia.
Bagaimana mungkin dia bisa melindungi Rara yang notabene banyak musuh dimana-mana? Sementara untuk jaga perasaan dia saja tidak bisa!!
' heh, dasar kurcaci! ' Akan kupastikan kamu merasakan apa yang aku rasa. Meski mungkin aku harus mengorbankan Rara.
Rara, gadis lugu yang bergelut dalam duri. Dia sama sekali tidak sadar telah bermain api dengan dewa agni. Sebenarnya aku kasihan jika harus melibatkan dia.
Bagaimanapun dia tidak tau apa-apa dan memang dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini.
Tapi apa boleh buat, karna hanya dengan memanfaatnya aku bisa menghancurkan Gera. Sama seperti dulu dia menghancurkan hidup orang yang aku sayang.
Dan aku tak akan pernah memaafkan apalagi melepaskannya.
Akan kupastikan dia merasakan kesakitan yang sama dengannya.
' Aku janji Ta, dia akan hidup dalam kesakitan! Sama seperti kamu dulu! ' gumamku.
" Beneran lo mau ngasih panti ini buat gadis itu? " Panji asistenku menyerahkan sebuah map yang berisi perijinan panti.
" As seem your look! " jawabku datar.
" Trus apa yang bakal lo lakuin sama dia? " Dahi Panji berkerut menatapku.
" Jangan ngrusak anak orang! "
Aku hanya tersenyum sinis mendengar ocehannya.
" Gue bukan bajingan!!! Cuma bermain bentar!"
Panji geleng-geleng melihat kebiasaanku. Ya, gimana tidak! Kebiasaanku yang suka membuat para wanita ketakukan sampai tidak berani mengenal lagi. Kebiasaanku yang suka membuat wanita lari terbirit-birit saat melihat bayanganku. Dan kebiasaanku yang akan membuat mereka tidak bisa bernafas saat berada di dekatku.
Bukan dengan menikmati tubuh mereka, bahkan aku sama sekali tak pernah sekalipun menyentuh seorang wanita. Tapi penyiksaan batin dan mental yang akan membuat mereka kapok mendekatiku.
Hanya satu orang yang pernah ku sentuh Rara.
Gadis yang sedikit mencuri perhatianku. Tatapan mata teduhnya yang selalu menyejukkan. Bagai embun di pagi hari.
" Ku tunggu di pintu Manyaran! " ku kirim pesan itu pada nomor yang selalu ku simpan sejak lama.
Lima menit tak ada balasan. Apa dia sudah tidur? Bukannya dia seorang insomnia akut??
Akh, bodoh!!! Mana mungkin dia tau nomorku!!! Ku garuk kepalaku yang tak gatal menyadari ketololanku.
Panji yang sedari tadi memperhatikanku geleng-geleng tersenyum mengejek.
" Masih peduli panti kan? " Ku kirim lagi pesan padanya.
Masih tak ada balasan. Ku banting gelas soda yang sedari tadi ku minum.
" Lama-lama lo beneran suka sama gadis itu! "
Panji terkekeh melihatku yang salah tingkah.
Masa bodoh, ku sambar kunci dan map yang telah disiapkan Panji. Ku lajukan lykan hypersportku menuju bantaran Barito. Terserah mau datang or tidak, akan aku tunggu sampai dia datang. Aku yakin jika menyangkut panti dia tidak akan main-main.
Setengah jam berlalu belum ada tanda-tanda kedatangannya. Aku duduk bersedekap diatas kap lykan ku, menikmati hembusan angin malam yang terasa mendamaikan.
Tanpa sadar sorot sebuah mobil menginterupsi lamunanku.
Diam, ku lihat dia menatapku dalam. Entah apa yang dipikirnyanya. Tapi besar juga nyali gadis ini, berani memenuiku sendiri tengah malam tanpa satupun ajudannya.
Sesaat aku terpesona melihat wajah ayunya yang begitu polos tanpa make up sedikitpun. Rambut yang dicepol asal-asalan dengan anak poni yang berhamburan di keningnya menambah semakin manis.
" What's wrong? " Katanya pelan.
Aku hanya diam tanpa merespon. Menikmati setiap inci kulit langsatnya. Begitu sempurna.
Tatapan teduh itu sama sekali tak berubah meski terlihat jelas ketakutan di iris coklatnya.
" Bukannya sudah selesai? " Tanyanya pelan.
" Never! " Aku tetap menatapnya dalam. Terlihat lucu saat ketakutan itu ditutupi dengan sikap sok beraninya. Sangat cute!!
" So? "
Ku pandangi mobil di depanku. Jazz?? batinku heran. Seorang Waskito hanya mengendarai jazz? So impossible ! Mana mungkin aku ngajak duel kalo lawannya cuma gini??
Aku heran, ajudannya saja bawa Tesla kog dia cuma bawa jazz??? Gak mungkin kan kalo dia dianak tirikan karna cewek sendiri??
" Masuk mobil! " perintahku. Berlalu membuka pintu segera memasuki mobil.
Ku lihat sama sekali tidak ada pergerakan darinya. Dan aku paling benci jika harus menunggu.
Ku tarik tangannya kasar dan kusuruh masuk lykanku. Ku banting pintu mobil karna terlalu kesal menunggu.
Apa semua wanita di dunia ini begitu lelet bergerak?? Dan itulah hal yang sangat membuatku jengan dengan makhluk yang disebut WANITA.
Aku tak peduli dia yang ketakukan karna cara nyetirku yang semrawut. Sengaja... biar dia merasakan ketakutan dan aku sangat menikmati wajah pasinya yang menggemaskan.
Seenggaknya bisa mengobati kecewaku karna tak bisa duel.
Semakin ketakutan semakin ku tambah kecepatan.
" are you crazy?!! " umpatnya menatapku penuh amarah.
Ku tatap matanya, mata yang selalu membuatku teduh. Berbeda dengan wanita lain yang selalu berbinar dan tergelam saat menatapku, di hanya menatapku dalam. Tanpa ada rasa tertarik sedikitpun.
-' Sungguh gadis yang malang'- batinku.
Ku nikmati setiap pergerakan lykanku menyerobot bahu jalan tanpa peduli pengemudi lainnya. Bahkan dia sampai tak berani membuka mata karna kegilaanku.
Aku berhenti tepat di pinggir pantai, meresapi setiap garis aruna yang mulai terurai. Begitu damai....dan dia, masih tetap setia menutup mata.
" Out !" perintahku.
Ku biarkan dia dengan keadaanya. Lumayan... bagi seorang pemula untuk tidak sampai muntah. Sementara Panji yang notabene cowok saja sudah pasti teler jika ku ajak gila seperti tadi.
Aku duduk di atas kap Lykanku, memandang cakrawala luas, menyapa setiap usapan angin laut yang menenangkan.
Dia duduk mengampiriku, ikut menikmati pesona alam nan megah. Bias kemerahan yang menyapu kulit langsatnya semakin menambah pesona. Andai dia bukan milik Gera, batinku.
" Lo tau kenapa gue selalu manggil lo Rosee?"
Dialihkan pandangannya menatapku sambil menggeleng pelan.
" Karna setiap gue natap mata lo, ada sejuk yang gue rasa! Layaknya embun pagi. " Aku menghela nafas panjang, mengingat sirat mata yang sangat aku rindukan.
Akh, pikiran apa ini! Dia orang yang berbeda dan aku gak mau sampai terjatuh!
" Forget that! " ucapku.
Ku ambil map yang berisi perijinan panti dan ku sodorkan padanya.
" Akta tanah sekaligus surat IMB beserta perijinan panti lainnya. "
Dia hanya bengong, tak percaya jika semudah itu aku melepaskan panti.
" Lo berhasil karna lo gak muntah gue ajak ngebut tadi. "
" Dan lo lebih tangguh dibanding tiga kurcaci itu! "
Ku lihat dia membolak balik isi map, menatapku nanar, mencari keyakinan jika itu memang benar-benar kuberikan padanya.
Aku beranjak menjauhi dia, menghidupkan mesin dan beranjak pergi.
" Sebentar lagi ajudan lo datang! " Ku tinggalkan dia sendiri di pinggir pantai.
Agak sadis mungkin, dengan keluar rumah memakai baju tidur pastinya tak membawa apa-apa! Bahkan dompet ataupun ponsel tak ada padanya.
Aku terus melajukan Lykanku, sekilas ku dengar dia berteriak memakiku. Biarlah, toh sebentar lagi Damar, yang disebut ajudannya pasti datang menjemput.
Aku bisa memastikan hal itu karna tadi Panji sudah ku suruh menghubungi dia memberi tau kemana aku membawa Rara.
Aku bukan lelaki brengsek yang tak bertanggung jawab meninggalkan seorang wanita sendiri. Bukan... aku bukan Gera yang bisa meninggalkan orang yang kesakitan seorang diri. Aku bukan manusia biadab seperti dia.
Ku buang kunci mobilku begitu saja di meja. Panji datang membawakan segelas air dingin.
" Jangan kebanyakan minum soda! "
" Ingat luka lo! "
Aku tau, apa kelemahanku dan dia akan selalu setia mengingatkanku jika aku sengaja menyakiti diriku sendiri.
" Puas? " tanyanya datar.
Aku hanya diam, memejamkan mata mencari ketenangan setelah susah payah berusaha mengendalikan emosi saat menatap teduh mata itu.
-' Bagaimana dia punya mata yang sama kayak kamu Ta? '- gumamku. Mata teduh penyejuk layaknya embun.
" Kenapa? " Panji menatapku dalam melihatku yang semakin gusar.
" Mandi lo dan tenangin diri lo! "
Aku melangkah gontai menuju bathroom. Ku biarkan tubuh ini tersiram dinginnya air shower. Biarlah, biarlah dinginnya air ini menyejukkan batinku.
Panji menatap nanar kamar mandi yang berisik dengan air shower. Dia begitu cemas melihat tuannya yang lunglai.
" Lo gak akan bisa bangkit jika masih ngikat diri sama masa lalu Ka!! " gumamnya.