KANYA
Jakarta, pada akhirnya aku kembali menetap di sana, kampung halaman. Suasana panas kota menyambut saat aku keluar dari bandara bersama Naren. Terminal tiga ultimate tidak pernah sepi. Orang-orang datang silih berganti. Ada yang tampak sibuk bercengkrama di ruang tunggu, dan ada juga yang cekikikan saling berbagi cerita. Sebagian lagi ada yang berjalan tampak tergesa.
"Siapa yang jemput?" tanyaku yang berjalan di sisi Naren. Tangan lelaki itu menggandeng tanganku, sementara sebelah lainnya menarik koper yang kami bawa.
"Arsen. Mengaku jadi seorang enterpreuner tapi banyak banget waktu luangnya," sahut Naren, dan aku langsung melihat keberadaan adik Naren itu berada di teras bandara. Rupa yang agak mirip Naren itu tersenyum seraya melambaikan tangan.
Dia memeluk Naren dan menyalamiku sesampainya kami di depannya.
"Pengantin baru mukanya tambah fresh, apalagi Mbak Kanya, makin bening kayak kaca," ujar Arsen berkelakar.