4
"Aku tidak menyangka kalau Genno akan menolak tawaranku."
"Maafkan aku, ternyata dia jauh lebih konserfatif dari yang ku kira."
Sebuah usaha dibuat untuk mendapatkan keuntungan. Jadi normal kalau seorang pebisnis selalu memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih banyak. Dan Amelie datang dengan menawarakan cara untuk mendapatkan keuntungan yang sangat banyak.
Jika Genno mau menerima usul Amelie maka pada dasarnya dia bisa punya monopoli terhadap industri lokal. Dan monopoli adalah tiket untuk mendapatkan keuntungan besar.
"Jadi kita salah memberikan tawaran huh."
"Kurasa begitu, dari cara bicaranya aku bisa merasa kalau dia tidak terlalu berambisi untuk mendapatkan keuntungan."
Yang tentu saja sebuah karakter aneh untuk seorang pebisnis.
"Tapi kalau dia tidak punya niat untuk mendapatkan banyak keuntungan kenapa dia tetap bertahan dengan usahanya yang sekarang? mangurus bisnis domestik jauh lebih rumit daripada mengurus bisnis militer."
Sebab tidak seperti bisnis dengan militer, dia harus berhubungan dengan jauh lebih banyak orang dan harus memperhatikan jauh lebih banyak faktor agar usahanya bisa tetap berjalan dengan lancar. Tidak seperti bisnis dengan militer, apa yang dibutuhkan masyarakat umum tidak terstandarisasi.
"Apapun alasannya yang jelas sekarang kita tahu kalau yang dia kejar bukan profit, aku akan mencari informasi lebih banyak tentangnya nanti! yang perlu kita pikirkan sekarang adalah rencana B kita."
Setelah berjalan keluar dan sampai ke depan kereta kuda, Haruki membukakan pintu dan membiarkan Amelie serta Miina masuk duluan. Setelah itu, sama seperti sebelumnya dia langsung duduk dengan Amelie yang kali ini juga sudah dengan sigap menyiapkan tempat untuk pemuda itu.
" . . . "
Miina juga kembali memberikan tatapan aneh yang isinya campuran antara kekaguman dan rasa malu. Haruki yang tahu apa yang sedang gadis kecil di depannya pikirkan memutuskan untuk membiarkannya saja dan memberikan tanda pada kusir di luar untuk berjalan.
Begitu dia bisa merasakan kalau kereta kuda yang ditumpanginya bergerak, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Amelie.
"Apa kau sudah siap?."
"Bukankah aku tidak punya pilihan?."
"Baguslah kalau begitu."
Dia memang tidak punya pilihan, siap atau tidak mereka sudah tidak bisa lagi mundur. Apalagi begitu mereka sudah gagal dalam mendapatkan support dari Genno.
"Jadi sekarang kita akan ke mana nona Amelie?."
"Bagian ujung utara kota ini."
"Untuk?."
"Menemui aliansi ekonomi rakyat Amteric."
"Dan mereka itu?."
"Mereka it. . ."
Haruki menghentikan Amelie yang mencoba menjelaskan tentang organisasi yang namanya baru saja dia sebutkan, setelah itu dia malah balik bertanya pada Miina.
"Menurutmu mereka itu apa?."
Miina dibawa hanya untuk sebagai pelengkap, jadi sebenarnya dia sama sekali tidak dibutuhkan dalam rencana mereka sekarang. Menjelaskan sesuatu pada seseorang yang tidak perlu mengetahui apa-apa sama sekali tidak ada manfaatnya. Oleh karena itulah daripada membuang energi untuk sesuatu yang tidak terlalu berguna, Haruki memutuskan untuk membuat Miina belajar sendiri.
Menjejalkan informasi pada seseorang yang tidak punya pondasi sama sekali tidak akan menghasilkan apapun. Haruki ingin mengetes apakah gadis kecil di depanya itu memang punya sesuatu untuk bisa diasah. Selain itu, dengan mencari jawaban sendiri seseorang bisa mengingat hasil jawaban yang didapatkannya jauh lebih lama.
Amelie menurut dan dia berhenti bicara lalu memberikan tanda untuk Miina agar bicara.
"Um. . . . kalau dari kalimat penyusunnya. . ."
Aliansi, perkumpulan atau asosiasi yang dibentuk dengan misi keuntungan bersama antar organisasi. Ekonomi, berarti ada aktifitas ekonomi di dalamnya. Rakyat, di Amteric rakyat lebih sering diasosasikan dengan masyarakat kelas bawah sebab bangsawan menganggap dirinya superior dan pengusaha kaya dianggap sebagai bangsawan tanpa kastil. Lalu kata Amteric tentu saja merujuk pada negaranya.
"Mungkin mereka organisasi pedagang dari rakyat kecil."
Haruki memasang wajah berpikir untuk sesaat lalu bilang. . .
"Lumayan. . ."
Sedangkan Amelie menyikut Haruki dengan keras.
"Jangan menggunakan dirimu yang di masa lalu sebagai patokan!. dengan standard pendidikan yang sekarang dan latar belakangnya, jawabannya itu menakjubkan."
Jawabannya mungkin kedengaran sederhana. Tapi untuk bisa memberikan jawaban sederhana seseorang harus tahu dulu tentang topik yang dilemparkan padanya. Jika dijabarkan lebih panjang, maka jawaban Miina bisa ditulis ulang menjadi.
Organisasi yang berdiri sebagai pondasi pendukung kegiatan ekonomi individu atau perusahaan yang didirikan oleh rakyat menengah ke bawah.
"Setidaknya standardku lebih normal daripada standard seorang gadis kecil yang membuat sebuah teritori miskin jadi kaya saat umurnya baru tujuh tahun."
"Aku tidak mau disebut abnormal oleh orang yang punya julukan anak jenius."
"Aku juga tidak mau dipanggil jenius oleh junior yang sudah menghapus namaku dari papan nilai."
Miina yang ada di depan keduanya hanya bisa jadi penonton. Dia tahu kalau sepertinya Amelie dan Haruki sedang berdebat tentang siapa yang lebih normal di antara mereka, tapi baginya perdebatan mereka sama sekali tidak artinya sebab dilihat dari manapun keduanya tidak ada yang normal.
Selain itu.
"Um. . . . jadi kurangnya di mana?."
Dia ingin segera tahu di mana letak kekurangan jawabannya.
Begitu mendengar pertanyaan itu Amelie dan Haruki langsung melihat satu sama lain dan bilang.
"Pembentukan aliansi juga adalah bentuk sistem pertahanan."
"Pembentukan aliansi juga adalah bentuk sebuah protes.
Dalam waktu bersamaan dan. . .
"Dan juga sesuatu yang dia bilang."
"Dan juga sesuatu yang dia bilang."
Juga dalam waktu yang bersamaan.
"Umm?. . ."
Selain agar mereka bisa berbisnis dengan satu sama lain dan mendapatkan produk dengan lebih mudah dan murah, aliansi juga dibuat sebagai upaya pertahanan dari serikat yang notabene punya kapital dan aset yang jauh lebih besar.
Jika pengusaha kecil berdiri sendiri, kemungkinan untuk dimakan oleh serikat atau bangkrut karena kekurangan modal akan semakin besar.
"Lalu apa maksudnya dengan bentuk protes?."
Jika mereka mau mereka bisa menjual produknya kepada serikat, tapi mereka tidak melakukannya.
"Kau tahu kenapa?."
"Harganya tidak sesuai?."
"Salah satunya iya, apa kau masih ingat yang kukatakan pada Genno saat aku menolak harga yang diberikannya?."
"Umm. . . bisnis itu bukan hanya masalah jual beli, bisnis adalah cara seseorang untuk mendapatkan apa yang mereka mau."
"Dan jika kau tidak mendapatkan apa yang kau mau, bisa dibilang bisnis yang kalian lakukan gagal."
Lalu di Amteric sudah jadi barang lumrah kalau apapun yang diinginkan oleh rakyat biasa sama sekali tidak pantas untuk didengarkan. Bahkan banyak bangsawan yang menganggap kalau rakyatnya itu tidak pantas bicara dan hanya harus menurut.
"Mereka menyimpan dendam?."
"Daripada dendam mungkin lebih dekat ke arah sebal, dan jika kau sebal dengan seseorang tentu saja kau tidak ingin mendekati orang itu."
Karena itulah mereka mencoba berdiri sendiri dan tidak bergantung pada serikat, yang tentu saja sebagian besar anggota atasnya terdiri dari para bangsawan.
"Lalu kenapa kita perlu menemui mereka?."
"Meski serikat pada dasarnya punya monopoli ekonomi, tapi sebab bidang yang mereka geluti ada banyak, pemain-pemain yang lebih kecil masih bisa masuk dan mendapatkan keuntungan."
"Kalau mereka pemain kecil bukankah kita tidak bisa mengandalkan mereka?."
"Meski kusebut kecil bukan berarti mereka tidak punya uang, sebab mereka adalah organisasi ekonomi terbesar kedua setelah serikat."
Selain itu apa yang apa yang dianggap Amelie sebagai kecil itu berbeda jauh dengan definisi kecil yang Miina ketahui. Marketshare dari aliansi adalah dua puluh persen, dan jumlah total rakyat penduduk Amteric adalah hampir tujuh puluh enam juta jiwa. Jadi, yang apa yang Amelie maksud dengan mereka bukan organisasi yang tidak punya uang adalah. Fakta kalau mereka hanya bisa meraup untung dari sekitar lima belas juta orang.
Jika yang dijadikan patokan adalah jumlah penduduk Yamato yang notabene hanya tujuh belas juta jiwa, maka angka apa yang Amelie bilang kecil sama sekali tidak kelihatan kecil.
"Lagipula yang kita butuhkan dari mereka bukanlah uang, tapi alat untuk bisa mencari uang."
"Alat untuk mencari uang?."
"Kali ini kau juga harus ikut saat kami melakukan negosiasi."
"Um. . "
Miina mengangguk dengan semangat. Dan dengan itu, perjalan kedua merekapun dimulai. Jika mereka bisa mendapatkan dukungan dari Genno, mereka bisa langsung pulang dan segera mengadakan negosiasi ulang dengan Gerulf.
Tapi sebab rencana pertama mereka sudah gagal, terpaksa mereka harus menggunakan rencana cadangan yang notabene jauh lebih rumit dan memiliki proses yang lumayan panjang.
Semakin rumit sebuah rencana, semakin mudah untuk rencana itu bisa gagal.
Niat awal Haruki dengan meminta tenggang waktu sebanyak dua minggu adalah untuk memberikan waktu semua orang untuk beristirahat jika rencana awal mereka sudah berhasil. Tapi sebab mereka melakukan kesalahan perhitungan. Sekarang mereka harus menggunakan waktu dua minggu itu untuk bekerja secara penuh.
Meski kesalahan perhitungannya sendiri masih dalam batas toleransi.
Setelah melakukan perjalanan selama tiga jam, akhirnya rombongan Amelie sampai di salah satu kantor operasi Aliansi.
Proses untuk bisa bertemu dengan salah satu pemimpinnya tidak panjang dan rumit, tapi meski begitu bukan berarti proses menunggu gilirannya untuk berbicara tidak melelahkan. Untuk suatu alasan, ada banyak orang yang bertingkah tidak terlalu ramah dan berkesan kalau kehadiran Amelie dan yang lainnya tidak terlalu disambut.
Miina yang baru pertama kali diperlakukan seperti itu kelihatan grogi tapi sebab dia tidak ingin mempermalukan Amelie sehingga dia berusaha sekuat tenaga untuk kelihatan tenang. Sedangkan Amelie yang sudah punya banyak pengalaman untuk dijadikan target kebencian tanpa alasan tidak terlalu terpengaruh.
Begitu jam yang Haruki bawa menunjukan kalau mereka sudah menunggu sekitar dua jam. Akhirnya ketiganya bisa mendapatkan giliran untuk bertemu dengan salah satu pemimpin dari aliansi.
Tidak seperti ruang kerja Genno yang penuh tapi rapi, ruangan dari orang yang mereka datangi sekarang punya kesan yang berbanding terbalik. Selain ruangan itu penuh, di barang-barang yang ada di sana juga terkesan berantakan, selain itu tempat itu juga ramai. Sebab ada beberapa orang yang sedang sibuk memproses dokumen-dokumen di tempat itu dengan buru-buru.
"Aku sama sekali tidak punya banyak waktu, jadi cepat bicaranya dan langsung ke pokoknya saja!."
Dan sambutannya juga sama sekali tidak ramah.
Tapi meski begitu Amelie malah agak bersyukur karena sepertinya orang yang ada di depannya itu satu tipe dengannya. Mengutamakan efisiensi. Selain itu dengan kehadiran banyak orang, ketegangan yang dirasakannya di ruangan itu juga bisa jadi jauh berkurang.
"Tuan Arbe, aku ingin bergabung dengan aliansi dan mendapatkan premit untuk memulai usaha sendiri."
"Ha?. . "
"Aku ingin kau menerbitkan premit untukku."
Tidak seperti dengan serikat, Amelie tidak datang dengan maksud untuk menjual sesuatu. Tapi mendapatkan ijin untuk menjual sesuatu. Tentu saja dia bisa meminta premit dari serikat, tapi dari interaksinya dengan Genno yang sebelumnya. Dia yakin kalau orang tua itu akan mencoba menghalanginya membuka bisnisnya sendiri.
"Aku tidak tuli bodoh!!."
"Lalu kenapa tuan Arbe bertanya balik!!."
"Karena aku tidak menerima orang yang ingin main-main."
"Kalau begitu tidak ada masalah sebab aku tidak main-main."
Bukannya Amelie tidak paham apa yang ingin coba Arbe katakan padanya, dia hanya tidak mempedulikannya. Dan hal itu membuat orang tua yang tingginya tidak jauh berbeda dari gadis itu memegang keningnya seperti sedang sakit kepala.
Arbe menggebrak meja lalu memelototi Amelie sambil berteriak.
"Apa kau meremehkanku!!!? premit itu bukan mainan! benda itu adalah bentuk tanggung jawab besar! ketika kau mendapatkannya apa yang kau lakukan akan punya pengaruh terhadap aliansi."
"Aku tahu dan paham."
Amelie menjawab dengan lancar sambil memasang wajah tenang. Tapi sayangnya, jawaban cepat dan tegasnya itu malah hanya membuat kemarahan Arbe jadi semakin panas.
"Apa kau serius mendengarkan omonganku!!!?."
Mengesampingkan Miina yang kelihatan agak takut, Haruki dan Amelie sama sekali tidak bergeming. Teriakan Arbe jauh lebih keras, kemarahan orang tua itu juga lebih jelas terlihat, tapi meski begitu tekanan yang diberikannya jauh di bawah Genno. Jika Genno punya aura seorang tentara yang ingin membunuh seseorang, aura yang Arbe keluarkan hanyalah masih selevel kakek-kakek judes yang jadi tetangga mereka selama bertahun-tahun.
"Tolong tenanglah tuan Arbe, aku sangat paham kenapa kau memberikan reaksi seperti ini."
Amelie adalah seorang anak kecil yang tidak punya pengalaman selama puluhan tahun, tidak punya anak buah, dan tidak punya modal apalagi track record. Jadi tentu saja ketika gadis kecil itu bilang dia ingin meminta premit, yang bisa dibilang adalah bentuk lain dari sebuah jaminan untuk membuka usahanya sendiri. Tentu saja semua orang yang pikirannya masih waras tidak akan menerima permintaannya begitu saja.
"Berhenti di situ!!! jika kau sudah paham cepat keluar dari sini! aku sibuk!!!."
"Sebab tuan Arbe sudah memberiku label kalau aku ini tidak kompeten aku yakin kalau apapun yang kukatakan pasti tidak akan kau percaya, karena itulah aku ingin meyakinkan tuan Arbe dengan cara lain."
"Jangan bicara berbelit-belit, langsung saja!! kau mau apa!?."
"Aku ingin meminjam beberapa orang darimu, seratus kilo kentang, dan peralatan memasak! Aku akan membuktikan kalau aku bisa mencari uang sendiri.."
"Ha? kau benar-benar tidak tahu malu! selain itu kenapa aku harus menuruti permintaanmu?."
"Bagaimana kalau begini! jika aku gagal menghabiskan barang yang kau berikan padaku maka aku akan memberikan semua hasil panen teritoriku di musim depan secara gratis padamu."
Yang ingin Amelie lakukan sederhana. Jika seseorang tidak mempercayaimu kau tinggal mencari cara agar mereka mengakuimu. Dan untuk mendapatkan kepercayaan dari seorang pebisnis yang kau perlukan hanyalah uang. Biarkan uang yang berbicara. Jika dia bisa membuktikan kalau dia bisa mendapatkan keuntungan, maka dia akan punya kesempatan untuk mendorong negosiasi ke arah yang menguntungkannya.
"Teritori?. . . ."
Tidak seperti para pemimpin serikat yang normalnya hanya diperlukan untuk mengambil keputusan besar, para pemimpin aliansi sering harus ikut terjun ke lapangan dan secara personal mengatur jalannya administrasi. Karena itulah saat mereka sering menemui seseorang sambil menyelesaikan pekerjaanya. Membuat perhatian mereka terbagi.
Sampai beberapa saat yang lalu informasi yang dia anggap penting dan dia ingat-ingat tentang tamunya sekarang hanyalah dia seorang anak kecil, dan dia punya ide gila untuk meminta premit untuk memulai bisnis.
"Kau. . ."
Begitu dia mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya dan berhenti sejenak untuk memperhatikan Amelie. Akhirnya dia sadar kalau gadis kecil yang sedari tadi dia teriaki bukanlah seorang gadis kecil biasa.
"Apa tuan Arbe kenal dengan Anneliese? dia adalah Ibuku."
Anneliese? bukankah dia salah satu istri raja?. Selain itu bukankah dia juga adalah pemilik teritori yang selama ini memberikan supply sayuran berkuaitas tinggi yang biasanya dia jual ke kalangan bangsawan dengan harga tinggi?.
". . ."
Tiba-tiba wajah Arbe berubah pucat. Dia sadar kalau dia baru saja menginjak sebuah ranjau. Jika gadis kecil di depannya adalah anak dari salah satu istri raja, itu berarti dia adalah tuan putri dari negaranya. Dengan kata lain, dia baru saja meneriaki salah satu anggota keluarga kerajaan.
Tamat.
Nasibnya sudah tamat.
JIka Amelie marah dan tidak terima maka dia bisa dihukum mati dengan alasan lease majeste.
"Bagaimana tuan Arbe? apa kau menerima taruhanku?."
Amelie yang tidak menyadari dilema yang sedang Arbe hadapi terus maju untuk mendorong agendanya.
"Baiklah. ."
Dari nada gadis di depannya, sepertinya Amelie tidak marah padanya. Tapi untuk jaga-jaga dia menyerah dan menurut saja untuk mengikuti permainan gadis itu. Selain itu, dia juga yakin kalau Amelie akan gagal dan menyerah sendiri. Jika sampai hal itu terjadi, maka dia akan mendapatkan komoditas berharga bahkan tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun.
Dengan kata lain, apapun yang terjadi pada akhirnya dialah yang akan untung.
"Kalau begitu aku minta ijin untuk mendirikan stall di depan kantor ini."
"Asal kau tidak mengganggu aktifitas orang-orang di sini, silahkan saja."
"Terima kasih banyak."
Dengan begitu Amelie dan yang lainnya pergi untuk menyiapkan diri, sedangkan Arbe kembali bekerja sambil menemui banyak tamu lainnya setelah menyuruh beberapa anak buahnya untuk membantu Amelie.
Selama Amelie dan yang lainnya berusaha untuk menjual barang pinjaman mereka, kegiatan di kantor alinasi terus berjalan seperti biasa. Dan sama seperti hari-hari sebelumnya, ketika jam sudah menunjukan tengah hari semua orang dibebaskan untuk beristirahat selama satu jam sebelum kembali bekerja.
Dan begitu Arbe keluar dari ruang kerjanya untuk makan siang, dia melihat kalau banyak pekerjanya sedang memakan sesuatu yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dan snack yang mereka bawa itu mengeluarkan aroma yang membuat perut laparnya jadi berbunyi.
"Hey ka. . ."
"Tuan Arbe."
Ketika dia akan memanggil salah satu anak buahnya untuk bertanya di mana dia membeli snack yang dia sedang makan, tiba-tiba Amelie masuk ke dalam ruangan dan memanggilnya.
Meski dia sudah memutuskan untuk bertindak lebih hormat tapi untuk suatu alasan dia tidak bisa menyembunyikan rasa sebalnya saat Amelie datang. Amelie yang sadar kalau kehadirannya tidak diinginkan mencoba untuk tidak mempedulikan reaksi orang tua di depannya itu.
"Aku sudah selesai tuan Arbe."
"Selesai apanya?."
"Aku sudah selesai menjual barang yang kau titipkan, dan ini uangnya."
Amelie mengeluarkan sebuah kantong berisi uang dan memberikannya kepada Arbe. Dan begitu orang tua itu menerimanya dia merasa kalau berat yang dia rasakan di tangannya sama sekali tidak masuk akal.
"Kau. . tidak membelinya sendiri kan?."
"Pertanyaan itu agak sedikit menyakitkan tuan Arbe."
"Lalu bagaimana kau bisa melakukannya? selain itu meski kau berhasil menjual semuanya uang yang kau dapatkan terlalu banyak! harga pasaran kentang tidaklah setinggi itu."
Secara teknis, tidak mungkin Amelie bisa menjual kentang di tempat itu. Jika dia memaksa maka maka dia harus menjual dengan harga yang sama atau lebih rendah dari harga yang diberikan aliansi. Dengan kata lain dia tidak akan bisa mendapatkan keuntungan. Jika Amelie ingin menjualnya dengan harga lebih tinggi, dia harus pergi ke tempat yang cukup jauh dari aliansi agar bisa menaikan harga jualnya.
Tapi yang dia lakukan hanyalah membuat stall di depan kantornya.
"Memangnya siapa yang menjual kentang?."
"Kau meminta kentang untuk dijual dan aku memberikannya padamu."
"Aku memang meminta kentang tapi bukan berarti aku ingin menjualnya begitu saja."
"Aku benar-benar mulai tidak suka dengan cara bicaramu yang berputar-putar, berbelit-belit, dan kedengaran seperti sedang membodoh-bodohkan orang."
"Maafkan aku tuan Arbe, sepertinya aku tertular kebiasaan seseorang."
Dan orang itu tentu saja adalah Haruki, yang pada dasarnya memang mengasah skillnya untuk mencari informasi tentang seseorang tanpa memberikan info tentang dirinya, memancing lawan musuh, dan membuat lawan bicaranya kehilangan niat untuk melawan.
"Jadi?."
"Tuan Arbe masih ingat kalau aku meminta alat memasak kan? aku hanya memotongnya tipis, memberinya garam dan menggorengnya lalu menjualnya."
Amelie meminta Miina yang terlihat lewat pintu keluar gedung untuk membawakannya sample. Dan setelah menunggu selama beberapa saat, akhirnya Arbe bisa merasakan apa yang Amelie jual.
"Ini. .
Sama sekali tidak seperti apapun yang pernah dia makan sebelumnya. Rasa, tekstur, dan aromanya sama sekali tidak ada yang mirip dengan makanan yang pernah dia coba sebelumnya. Tapi hal terbaiknya bukan pada semua itu, fakta kalau apa yang dia makan adalah kentang jauh lebih penting.
"Akan kuakui kalau kau tidak hanya bicara omong kosong."
Hampir semua orang menganggap kentang hanya makanan pengganti gandum saat mereka tidak bisa mendapatkannya. Dan sebab aliansi bisa mendapatkannya dengan harga murah dalam jumlah banyak, mereka lumayan populer di kalangan masyarakat bawah. Hanya saja, sebab masyarakat bawah lebih mengutamakan membuat makanan yang bisa mengisi perut dan cepat membuat kenyang, jarang ada yang mencoba bereksperimen dengannya. Oleh sebab itulah, kebanyakan makanan yang terbuat dari kentang tidak memiliki rasa yang menarik.
"Membuat produk baru dari bahan murah yang mudah didapatkan, aku mengakui kemampuanmu! aku akan menyiapkan premitmu tapi sebelum itu. . . ."
Amelie merasa kalau tatapan Arbe padanya mulai berubah.
"Kau. . . masih punya ide lain kan?."
Amelie tersenyum.
"Tentu saja. . . kalau tidak, aku tidak akan berani ke sini dan meminta premit. . . tapi tentu saja aku tidak bisa memberikannya hanya dengan bayaran premit saja."
"Sebut saja angkanya!!."
"Sebelumnya aku minta maaf tuan Arbe, bukannya aku ingin menghina, tapi sepertinya aliansi tidak punya cukup uang untuk membelinya! aku sudah mencoba menjualnya pada serikat dan tawaran terendah mereka adalah enam digit angka."
"Jangan bercanda!! uang sebanyak itu akan membuat aliansi pincang."
Aliansi bisa terus bertahan karena mereka memotong profit mereka dan lebih fokus untuk menjual barang umum dalam quantitas yang banyak. Jadi cash yang mereka miliki berada jauh di bawah serikat. Jika mereka mau mereka bisa membeli informasi yang Amelie miliki, tapi jika mereka melakukannya maka produksi akan tersendat. Dan ketika hal itu terjadi, maka akan ada banyak orang yang bisa kehilangan pekerjaannya.
"Kalau begitu lupakan saja, kau bisa memulai bisnismu sendiri, aku bisa mencuri resepmu saat kau mulai menjualnya."
"Apa tuan Arbe yakin mau menolak berbisnis denganku?."
Selain namanya akan turun nilainya karena melewatkan kesempatan besar, Amelie juga bisa kembali ke serikat dan menjual resepnya dengan harga yang pernah ditawarkan pada mereka dulu. Dan ketika serikat mendapatkannya, maka tidak diragukan lagi kalau posisi aliansi yang sudah di bawah akan semakin tertekan.
"Seberapa besarpun uang yang akan kami dapatkan dari informasimu, semuanya akan percuma saja kalau kami mati duluan! aliansi tidak bisa mengorbankan cashflownya."
"Tenang dulu tuan Arbe! aku sudah memikirkan tentang hal itu."
Amelie mencoba menenangkan Arbe dengan memintanya duduk di sebuah kursi, setelah itu dia memberikannya minuman yang Miina juga bawa. Dan begitu orang tua itu kelihatan bisa diajak bicara lagi. Akhirnya Amelie mulai kembali melanjutkan topik tadi.
"Aku tidak akan menjual semua resep itu secara cash, jadi tuan Arbe tidak perlu khawatir tentang masalah cashflow! tapi sebagai gantinya, aku meminta bagian dari penjualan setiap produk yang menggunakan ideku sebanyak lima persen."
Daripada harus membayar uang di muka yang nilainya sangat banyak, memberi Amelie lima persen dari hasil penjualan dari produk yang Amelie buat jauh lebih mudah secara finansial.
"Kau mau mendapatkan uang tanpa bekerja? kedengarannya sangat menyenangkan."
Sisi buruk dari sistem yang ditawarkan Amelie adalah, meski Amelie sudah tidak lagi terlibat dalam produksi dan tidak melakukan apapun untuk mereka. Aliansi harus tetap membayarnya selama mereka masih menjual barang dengan ide dari Amelie. Dengan kata lain, mereka membayar orang yang menganggur.
"Aku tidak meminta tuan Arbe memberiku bagian selamanya, aliansi hanya perlu memberiku bayaran selama setahun setelah itu aku tidak akan ikut campur lagi urusan kalian."
Arbe bahkan sudah bersiap untuk mencari celah untuk lolos dari ikatannya dengan Amelie kalau gadis kecil di depannya benar-benar meminta bagian untuk selamanya. Dia bisa melakukan modifikasi resep lalu berhenti menjual resep yang diberikan Amelie. Tapi sepertinya dia tidak perlu melakukannya. Meski setahun kedengaran lama, tapi waktu setahun itu akan lewat begitu saja tanpa kau sadari.
"Jadi bagaimana tuan Arbe?."
"Hah. . . . aku akan kelihatan jauh lebih waras jika menerima tawaranmu daripada mengorbankan cashflow aliansi, jadi aku setuju! premitmu akan segera kukeluarkan, kau tidak keberatan kalau aku mengambil biaya awalnya dari profitmu kan?"
Ekspresi marah dan serius Arbe mulai pudar, membuat Amelie akhirnya bisa tersenyum dengan lega. Setelah itu Arbe mengajak untuk berjabat tangan dan keduanya segera membuat jadwal untuk membuat perjanjian tertulisnya.
"Setelah ini apa yang ingin kau lakukan? kau ingin mendirikan bisnismu sendiri kan? apa kau mau minta bantuan padaku lagi?."
Dan menambah hutang budi Amelie padanya.
"Terima kasih, tapi tuan Arbe tidak perlu melakukannya, jika tuan Arbe ingin membantu bagaimana kalau memberiku daftar orang-orang yang meminta premit tapi gagal atau mantan pebisnis yang bangkrut?."
"Aku sangat yakin kalau kau belum punya modal sebab pembayaran dariku masih harus menunggu, selain itu kau tidak punya anak buah, bagaimana kau mau memulai bisnismu?."
"Tuan Arbe, di dunia ini ada banyak hal yang jauh lebih penting dari uang, dan bagi seorang pebisnis hal itu adalah kepercayaan."
Sebagai seorang veteran dalam dunia bisnis, tentu saja Arbe tahu akan hal itu. Jika kau mendapatkan kepercayaan dari seseorang, kau bisa membeli sesuatu bahkan tanpa uang sekalipun.
Tapi mengesampingkan pesan dari kata-kata Amelie, Arbe sama sekali tidak bisa menyukai cara bicara gadis kecil itu. Cara bicara yang kedengarannya dipakai oleh seorang guru pada muridnya.
Setelah meninggalkan kalimat itu, Amelie dan kelompoknya segera kembali ke kereta mereka dan pergi dari kantor aliansi. Kemudian, mereka berputar-putar di bagian tengah kota untuk mencari penginapan.
Saat berangkat mereka menginap di kereta kuda, dan di hari sebelumnya mereka bisa beristirahat di rumah Genno. Tapi sebab mereka punya rencana lain, mereka harus menemukan sebuah tempat yang bisa menampung orang banyak untuk menginap.
Mereka ingin menghemat uang yang mereka miliki, tapi kali ini mereka harus mengeluarkan uang yang cukup banyak agar rencana mereka yang selanjutnya bisa berjalan.
Begitu mereka menemukan penginapan yang cocok, matahari sudah hampir tenggelam. Sayangnya, meski mereka sudah bekerja seharian dan merasa sangat capek, tidak ada satupun dari mereka yang bisa beristirahat kecuali Miina yang sepertinya benar-benar sudah kehabisan tenaga.
Amelie menulis banyak surat undangan yang ditujukan pada orang-orang yang namanya ada di dalam daftar yang diberikan oleh Arbe, sedangkan Haruki dan kusirnya sedang menentukan jalur paling pendek yang bisa mereka lalui untuk menghemat waktu perjalanan untuk mengirim undangan-undangan itu.
Dan setelah selama tiga jam melakukan persiapan, akhirnya semuanya beres. Begitu jam menunjukan pukul tujuh malam, mereka dengan enggan membangunkan Miina dan memintanya mengirimkan surat yang Amelie tulis bersama dengan kusirnya.
Sedangkan Haruki pergi ke tempat-tempat ramai untuk mencari orang-orang kelas bawah yang ingin bergabung dengannya dan Amelie. Amelie sendiri juga masih belum bisa tidur, dia perlu menyiapkan materi untuk menghadapi orang-orang yang datang atas undangannya besok.
Amelie masuk ke kamarnya dan mulai memutar otak, Miina dan kusirnya mulai berjalan dan mengunjungi semua orang yang ada dalam daftar mereka. Sedangkan Haruki. . .
"Aku pesan kopi. ."
Sedang menunggu kopi hangatnya di sebuah tempat penuh orang di salah satu sudut kota di bagian distrik komersial.
Tentu saja dia sedang tidak bersantai, telinganya memperhatikan dengan seksama pembicaraan yang terjadi di sekitarnya. Distrik yang dia datangi adalah tempat komersial khusus dan bisa dibilang pusatnya bisnis di kota itu. Oleh karena itulah sebagian besar orang-orang yang ada adalah pedagang, mulai dari yang lokal, yang dari kota lain, bahkan sampai yang dari negara lain.
Yang sedang Haruki lakukan adalah mencari target yang mudah untuk diajak bekerjasama, dan dengan orang yang mudah diajak bekerjasama adalah. .
"Pengajuan premitku ditolak lagi, mereka bilang profitku masih terlalu kecil."
"Hari ini ada petugas pemeriksa yang datang ke rumahku, sepertinya aku salah melakukan perhitungan pajak."
"Serikat dan Aliansi, dua-duanya menolak produk yang kubawa. ."
Orang-orang yang sedang ada dalam kesulitan.
Begitu dia menemukan targetnya, Haruki langsung membawa kopinya yang sudah datang dan bergerak mendekati sekumpulan orang itu.
"Kelihatannya kalian sedang ada masalah."
Melihat Haruki yang tiba-tiba datang, mereka tidak langsung bisa menjawab. Tapi sebelum mereka sempat memikirkan reaksi apa yang harus mereka berikan, Haruki sudah duduk dengan nyamannya seakan mereka adalah teman lama.
"Dan dari apa yang kudengar sepertinya masalahnya punya hubungan dengan bisnis. . kalau iya, sepertinya aku bisa membantu."
Haruki mengambil sesuatu dari sakunya dan meletakkannya di meja agar semua orang bisa melihatnya.
"Ini. . ."
"Sebelum ada yang berpikir aneh-aneh, aku akan bilang dulu kalau ini asli! kalian bisa memeriksanya jika mau besok, tapi setidaknya dengarkan aku dulu."
Semua orang juga akan curiga kalau tiba-tiba ada seseorang yang menawarkan bantuan saat kau sedang kesulitan. Apalagi kalau orang yang dibicarakan adalah seseorang yang tidak jelas asal-usulnya.
"Namaku Haruki, hari ini aku dan partnerku mendapatkan premit kami dan aku ingin menawarkan sebuah kontrak pada kalian."
"Kontrak?. "
"Ya, meski aku bilang ingin memulai bisnis tapi sebenarnya barang yang bisa kami jual sudah tidak ada."
Barang yang mereka ingin jual adalah ide Amelie, tapi hal itu sudah mereka jual. Selain itu, hal semacam ide tidak bisa dijual di pasar umum, sehingga pada dasarnya Amelie dan Haruki tidak punya apa-apa lagi untuk dijual.
"Lalu?."
"Bagaimana kalau kalian menjual barang kalian lewat kami?."
"Maksudnya?."
"Kalian akan menjual barang atas nama kami, dan kami akan mengambil sedikit bagian dari hasil penjualan kalian."
Seseorang bisa berjualan tanpa menggunakan premit. Tapi jika mereka tidak masuk ke dalam sebuah organisasi, jarak jangkau dari bisnis mereka akan sulit untuk dikembangkan. Mereka tentu bisa membangun organisasi untuk usahanya sendiri, tapi hal itu memakan waktu, biaya dan tenaga. Jika mereka ingin lebih mudah melakukan ekspansi, mereka bisa bergabung dengan serikat ataupun aliansi.
Tapi untuk bisa bergabung dengan kedua organisasi itu ada banyak syarat yang harus dipenuhi seperti profit minimum, dokumentasi, dan juga legalitas. Yang kebanyakan dari mereka tidak bisa urus sendiri karena masalah teknis.
Ngomong-ngomong Amelie tidak meminta premit dari aliansi adalah karena di sana dia juga punya terlalu banyak saingan besar yang akan membuat usaha yang dibuatnya sulit untuk berkembang. Dia butuh uang banyak dalam waktu cepat, dan dia tidak punya waktu untuk bermain politik di sana.
"Kami akan mengurus semua hal kecuali barang dagangan kalian."
Dengan kata lain Haruki akan mengurus masalah legalitas, akuntansi dan juga dokumentasi sehingga yang perlu mereka lakukan hanyalah fokus untuk menjual dagangannya. Mereka tidak lagi perlu memikirkan semua halangan itu agar bisa melakukan ekspansi, tapi untuk mendapatkan layanan itu mereka harus menjadi anak buah Haruki dan membayar biaya.
"Aku membangun usahaku sendiri adalah agar aku tidak perlu bekerja pada orang lain. . . jadi. . "
"Karena itulah aku bilang kontrak, bagaimana kalau kita mulai dengan kontrak selama seminggu! jika kau tidak merasa cocok kau bisa keluar setelah seminggu berlalu. . . pikir sejenak dan bayangkan keuntungannya."
Dia bisa menyerahkan masalah rumit lain pada Haruki dan partnernya, selain itu sebab dia berada di bawah Haruki itu berarti premit Haruki juga berlaku untuknya. Dan asalkan dia punya hak atas benda itu, dia bisa pergi ke manapun di Amteric tanpa membayar tarif masuk kota, punya lokasi yang selalu siap dipakai, dan juga mengakses produk-produk dari luar yang dimonopoli oleh organisasi besar.
"Kalau aku bilang, penawaranku sangat menguntungkan, dan aku yakin kesempatan semacam ini tidak akan datang lagi di minggu depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan."
Lawan bicara Haruki mulai mempertimbangkan untung ruginya dia mengikuti Haruki.
"Sebab waktunya sempit, aku harap kau bisa memberikan jawabannya sekarang juga."
Ketiga orang di hadapannya saling melihat satu sama lain.
"Sebelum itu, aku ingin tahu berapa bagan yang kalian minta."
"Tiga puluh persen."
"Kurasa tarifnya agak terlalu tinggi."
"Jika kalian mau berkeringat sendiri kalian hanya perlu membayar sepuluh persen dari profit kalian."
Dengan begitu Haruki tidak perlu memikirkan tentang masalah tenaga dan bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus.
"Bagaimana?."
Haruki mengulurkan tangan kanannya.
"Setuju."
"Terima kasih, perjanjian tertulisnya akan menyusul kalian hanya perlu menungguku di tempat ini lagi besok."
Tangannya disambut dengan sigap.
"Ahh. . . jika ada teman kalian yang ingin bergabung, tolong ajak mereka juga."
Setelah itu Haruki pergi dan mengunjungi banyak tempat ramai lain untuk menawarkan hal yang sama. Dan ketika jalan sudah sepi dan semua tempat mulai kelihatan kosong, Haruki memutuskan untuk kembali ke penginapan.
Pada jam tiga pagi.
"Selamat datang."
Begitu dia membuka pintu ke dalam penginapan, yang menyambutnya bukanlah pelayan, melainkan Amelie yang sedang duduk di kursi tunggu.
"Tolong jangan bilang kalau kau begadang atau sengaja menungguku."
"Kalau begitu aku tidak akan bilang apa-apa."
"Sekarang aku tanya, kau tidak begadang atau sengaja menungguku kan?."
"Ahhm . . . .umm. . . . aku sudah tidur di mejaku selama dua jam."
"Itu namanya ketiduran!."
"Berhubung aku sudah bangun, kurasa tidak ada salahnya mencari udara segar."
"Lalu apa-apaan dua cangkir teh panas yang kau bawa itu?."
Pulang disambut oleh seorang gadis cantik yang pengertian setelah bekerja sama sekali bukan hal buruk. Sebaliknya malah. Tapi hal yang membuatnya senang malah berakhir menjadikan Amelie sakit, dia sama sekali tidak menginginkannya.
"Ehehehe. . . "
Amelie hanya tertawa kecil sedangkan Haruki menghela nafas. Setelah itu keduanya menuju ke kamar Amelie. Mereka menyewa dua kamar terpisah sesuai jenis kelamin. Miina berama Amelie dan Haruki bersama si kusir. Tapi berhubung Amelie sepertinya ingin mengajaknya bicara dan dia juga perlu berkonsultasi untuk masalah rencananya besok. Akhirnya keduanya memutuskan untuk pergi ke kamar gadis kecil itu dulu.
"Bagaimana progressnya?."
Seperti yang Haruki duga, Amelie langsung memulai pembicaraan. Dan topik yang dia angkat tidak lain kecuali status rencana mereka.
Haruki meminum teh yang sekarang sudah berpindah ke tangannya dulu sebelum menjawab.
"Sementara lancar, lalu kau sendiri?."
Amelie yang duduk di sampingnya dengan santainya meski di depan mereka ada kursi lain juga meminum tehnya sebelum menjawab.
"Sementara sama juga."
Haruki merenggangkan badannya dengan berlebihan untuk menggunakannya sebagai alasan agar bisa sedikit menjauh dari Amelie. Sebelumnya, sama seperti dengan Erwin. Amelie juga menjaga sedikit jarak dengan Haruki. Tapi, sejak mereka berhasil kabur dari pembunuh bayaran yang ditugaskan untuk membunuhnya. Sepertinya gadis kecil itu tidak lagi mau repot-repot melakukannya.
Ketika ada kesempatan, Amelie selalu saja mencari tempat terdekat dengannya seakan hal itu adalah sesuatu yang normal.
Memiliki seorang gadis manis yang selalu ingin menempel padanya mungkin menyenangkan. Tapi jika kau punya perasaan khusus pada gadis yang dimaksud, hal itu akan jadi pedang bermata dua. Setiap Amelie menempelkan badannya pada Haruki, pemuda itu merasa kalau dadanya jadi agak sakit dan membuatnya kesusahan memasang muka tenang.
"Haruki?. . ."
Amelie melihat ke arah Haruki dengan wajah penasaran, tapi pemuda itu sengaja tidak terlalu memperhatikannya dan mencoba memasang wajah datar agar gadis kecil di sampingnya tidak menyadari kalau dia sedang melakukan hal tidak berguna.
"Apa kau capek?."
"Ha?."
"Kau capek kan?."
"Tentu saja."
"Kalau begitu aku akan memijatmu."
Amelie berdiri lalu berjalan ke belakang kursi tanpa menunggu jawaban terlebih dahulu.
"Kau tidak perlu melakukannya. . daripada itu bagaimana kalau memikirkan tentang Genno saja."
"Kita bisa melakukannya sambil aku memijatmu."
"Kenapa kau ingin sekali memijatku!!??."
"Karena kau kelihatan sangat capek, aku bahkan bisa mendengar tulang-tulangmu bergeretakan tadi."
Sepertinya apa yang dilakukannya tadi malah jadi senjata makan tuan.
"Kalau masalah capek kau juga capek kan, tidak usah repot-repot melakukannya."
"Aku melakukannya karena aku ingin melakukannya."
"Kadang aku ingin kau agak sedikit pelupa."
Amelie kembali tersenyum, dan kali ini Haruki tidak lagi menolak terlalu keras. Sebab meski kelihatan seperti anak kecil manis yang penurut, sebenarnya Amelie itu benar-benar keras kepala. Jika Amelie mengajaknya berdebat, dia akan kalah dan mungkin gadis kecil itu akan memberikan ide gila seperti mereka berdua harus saling memijat.
"Ini. . . tanganku agak pegal."
Haruki meletakan tangan kananya di atas sandaran kursi yang didudukinya, setelah itu Amelie mulai memijatnya mulai dari pangkalnya sampai ujung. Pijatannya sendiri tidak terlalu bertenaga, tapi meski begitu rasa pegal di tangannya mulai hilang. Dan dadanya entah kenapa terasa lebih hangat.
"Rasanya aku jadi seperti punya adik laki-laki."
"Kenapa aku selalu jadi adik?."
"Kalau begitu, rasanya aku jadi seperti anak yang masih kecil."
"Dan kenapa sekarang kau jadi Ib . . .? hah. . . sudahlah. . "
Haruki berakhir menghela nafas panjang. Meski memang secara fisik dan umur Amelie jauh di bawahnya, tapi secara mental entah kenapa Haruki merasa kalau memang Amelie sudah pantas jadi seorang Ibu.
Jadi cerewet dan mengomelinya saat dia melakukan hal buruk, mendorongnya saat dia menyerah dan tidak mau berjalan, lalu memanjakannya seperti bayi saat dia melakukan hal baik. Gadis kecil itu sama sekali tidak bertingkah seperti seorang gadis kecil.
"Kau tadi bilang kalau kita harus memikirkan tentang masalah Genno, maksudmu?."
"Aku lumayan was-was kalau saat kita sudah mendapatkan uangnya dia berubah pikirkan dan tidak mau menjual ketiga fasilitas itu pada kita."
"Kau benar juga. . . . saat itu dia hanya memberikan janji secara lisan, kalau dia tiba-tiba berubah pikiran kita tidak bisa apa-apa."
"Karena itulah kita harus mencari tahu apa yang benar-benar dia inginkan."
"Sesuatu yang benar-benar dia inginkan huh. . . . dia sudah menolak penawaran kita, jadi setidaknya kita bisa mencoret uang dari daftarnya. . . "
Tapi mencoret satu entri dari daftar sama sekali tidak membantu dan malah membuat Amelie semakin bingung. Kalau bukan uang berarti apa yang Genno inginkan?
"Apa kau sudah mendengar informasi kalau Gatu dan Genno itu teman dekat?. ."
"Um . . apa mungkin mereka berkonspirasi untuk memojokkanku?."
"Kemungkinannya tidak nol, tapi kurasa bukan itu."
Jika memang mereka bekerjasama, mereka harusnya bekerjasama untuk dalam hal lain. Daripada memojokan Amelie, akan lebih mudah kalau Gerulf langsung meminta bantuan saja secara langsung ke serikat.
"Menurutmu Genno itu orang yang seperti apa Haruki?."
"Dari informasi terbatas, dia itu pacifist tapi meski begitu dia itu nasionalist."
Keluarganya adalah salah satu dari empat keluarga besar yang mendirikan Amteric, jadi posisinya dalam pemerintahan sebenarnya lumayan penting meski dia sendiri tidak punya kedudukan resmi. Selain itu dia juga adalah satu dari beberapa bangsawan yang masih hidup dan merasakan tiga kali pergantian raja.
Tapi daripada umur panjangnya ada hal yang jauh lebih penting untuk dibahas.
"Aku dengar dia adalah satu-satunya bangsawan yang menolak Amteric memulai expansi ke luar."
"Ngomong-ngomong tentang expansi. . . bukankah serikat memulai expansi besar-besarannya saat Amteric mulai kalah? kenapa mereka melakukannya? bukankah saat itu harusnya mereka sedang dalam keadaan sulit?."
Keduanya berhenti bicara untuk sejenak, dan gerakan tangan Amelie juga ikut berhenti. Yang menandakan kalau gadis kecil itu sedang fokus untuk memikirkan sesuatu.
"Amelie. . ."
Haruki mengangkat tangan kanannya dan menepuk pundak Amelie.
"Serahkan saja hal semacam ini padaku, yang perlu kau lakukan hanyalah istirahat supaya bisa fokus besok."
Begitu sadar Amelie langsung menganggukan kepalanya.
"Dari pembicaraan tadi aku sudah punya kandidat tentang apa yang dia inginkan, tapi semuanya masih belum ada yang pasti! untuk sekarang kita hanya perlu fokus menjalankan usaha kita sambil mengawasi reaksinya."
Tindakan seseorang adalah manifestasi dari pikiran dan karakternya. Tergantung reaksinya terhadap rencana mereka, Haruki bisa menentukan apa yang sebenarnya ingin orang tua itu capai.
"Kalau memang benar dia tidak akan menerima uang kita. . . apa kau masih punya rencana cadangan lain?."
Haruki mendongakan kepalanya dan melihat wajah Amelie yang tepat berada di bagian belakang atas kepalanya tadi.
"Apa kau takut?."
"Um."
Amelie kembali mengangguk.
Tentu saja dia takut. Setelah rencana pertamanya gagal, dia takut kalau rencana keduanya juga gagal. Dan jika rencana ini juga gagal, itu berarti dia tidak punya kesempatan untuk bisa menyelamatkan teritori dan orang-orangnya. Sebuah permainan yang taruhannya adalah nasib orang banyak sama sekali tidak menyenangkan dan malah menekan.
"Sudah kubilang serahkan saja padaku! meski dia tidak menerima uang kita aku akan mencari cara untuk memaksanya untuk tetap memberikan apa yang kau mau."
Haruki menggenggam erat tangan Amelie, kemudian gadis kecil merapatkan kedua lengannya sehingga pada akhirnya memeluk kepala Haruki sambil meletakan kepalanya sendiri di atas kepala pemuda itu.
". . . ."
Haruki kaget dengan apa yang baru saja Amelie lakukan, tapi dia tidak bisa menyingkirkan gadis yang sedang kesusahan itu begitu saja. Pada akhirnya yang bisa dia lakukan hanyalah mencoba sekuat tenaga menahan diri agar tangannya tidak membawa telapak tangan Amelie ke depan mulut dan hidungnya lalu mulai menciuminya.
Di sudut ruangan yang lain, sama seperti Haruki ada orang lain yang juga sedang mengalami dilema. Dan orang itu adalah Miina, yang bangun karena merasa ingin buang air kecil tapi tidak bisa turun dari kasurnya dan pergi ke toilet karena tidak mau merusak mood di antara Amelie dan Haruki.
Paginya, Miina langsung pergi ke kamar mandi setelah berakhir menahan diri selama hampir sepuluh menit penuh. Haruki pergi begitu Amelie selesai melakukan persiapan untuk melakukan presentasi pertamanya.
5
Setelah bisnis mereka dimulai, semua orang jadi sangat sibuk. Anak buah Amelie yang selama ini hanya jadi kusirpun sekarang jadi ikut sibuk mengurus bisnis mereka, bahkan Miina yang normalnya hanya disuruh untuk belajar sekarang harus ikut mengurus dokumen yang menumpuk di kamar pribadi Amelie di dalam penginapan.
Hanya saja, yang berubah bukan cuma tingkat kesibukan mereka. Tapi juga karakter seseorang. Tidak jauh dari Miina yang sedang sibuk mengerjakan tugas barunya, Amelie sedang tertawa di depan sebuah tumpukan uang. . .
"Hahahahaha. . .hahaha. . . lihat Haruki.!!! lihat!! uang!! ada banyak sekali uang di sini!!!. . . hahaha. "
Dengan ekspresi sangat bahagia.
"Aku baru tahu kalau kau itu ternyata punya karakter yang seperti ini."
"Aku hanya sedang senang! karakter sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua ini."
"Pepatah bilang kalau uang tidak bisa membeli kebahagiaan."
"Aku paham! uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi untuk bisa mendapat kebahagiaan kau perlu uang."
"Jawabanmu kedengaran seperti pebisnis korup yang gila harta."
"Jangan banyak protes!! kalau kau mau diam bagianmu akan kutambah."
"Sekarang kau kedengaran seperti pejabat korup."
"Um. . .aku paham, bagianmu akan kukurangi setengah."
"Maafkan aku nona Amelie!."
"Anak baik."
Posisinya sebagai anggota pasukan elit di Yamato tidak membuatnya jadi punya banyak harta untuk bisa ditunjukan. Secara tertulis dia punya banyak aset, tapi dalam menjalankan tugasnya sebagai pasukan cadangan dia tidak boleh terlihat mencolok. Oleh sebab itulah, uang yang diberikan padanya hanya cukup untuk kebutuhan dasarnya saja tanpa ada lebihnya.
Tapi sebab sekarang dia tidak di Yamato, tidak di medan perang, dan juga tidak sedang bertugas dia bisa dengan sesuka hati menggunakan uang yang dia dapatkan dari bisnis yang dia mulai dengan Amelie.
"Ngomong-ngomong kau mau menggunakan uangmu untuk apa?."
"Mungkin cincin."
"Cincin?."
"Bukan apa-apa!!! aku tidak bisa menggunakannya untuk mendapatkan sesuatu yang mencolok, jadi kurasa aku akan membeli sesuatu yang kecil tapi nilainya banyak."
Cukup untuk jadi dana cadangan kalau dia benar-benar butuh uang dan tidak bisa meminta pada siapapun.
"Ngomong-ngomong, bagaimana reaksi Genno."
"Sampai saat ini dia masih belum melakukan apa-apa, dengan begini kita bisa mencoret kemungkinan kalau Genno bermain-main dengan Gerulf."
Yang Amelie dan Haruki lakukan setelah mendapatkan premit adalah mengumpulkan orang. Sebab mereka tidak punya apa-apa untuk dijual, satu-satunya hal yang bisa mereka kerjakan hanyalah menjualkan barang yang orang lain miliki dengan ganti memberikan hak atas premit yang mereka miliki.
Dan sebab yang mereka lakukan pada dasarnya adalah menjual solusi, tentu saja orang-orang yang jadi target mereka adalah orang yang mempunyai masalah. Target utama yang Haruki kejar adalah orang-orang yang ingin melakukan usaha tapi tidak bisa maju karena kendala teknis, sedangkan orang-orang yang Amelie undang ke tempatnya adalah para pengusaha yang sudah punya pengalaman tapi gagal untuk jadi besar.
Dengan mengumpulkan orang-orang itu mereka bisa mengatasi dua hal sekaligus. Masalah produk dan juga pekerja.
"Amelie, dengan progress kita yang saat ini berapa lama waktu yang kita perlukan untuk bisa mencapai target."
"Meski aku sudah menambahkan profit dari aliansi, kita masih butuh waktu dua bulan."
"Aku paham. . itu berarti aku perlu mencari lebih banyak orang lagi."
"Dan juga lebih banyak produk serta target pembeli."
"Uwah. . . . pekerjaan kita semakin banyak saja."
"Aku akan meminta bala bantuan tambahan pada Ibuku, jadi kau hanya perlu fokus mencari anggota baru."
"Kalau begitu aku serahkan masalah tempat padamu."
Haruki membuka pintu kamar Amelie lalu keluar, dan tanpa ragu Amelie langsung mengikutinya dengan niat untuk mengantar pemuda itu sampai pintu keluar penginapan.
Tempat yang sekarang mereka gunakan adalah jalan utama di bagian barat kota tempat sebagian besar masyarakat kelas bawah tinggal. Di tempat ini mendirikan sebuah bisnis prosesnya termasuk mudah, asalkan kau punya barang kau bisa membuat tempat berdagang di manapun selama tidak mengganggu orang lain tanpa harus memikirkan masalah perizinan terlebih dahulu.
Hanya saja, sebab mereka butuh banyak uang dalam waktu cepat. Tentu saja mereka tidak bisa fokus hanya pada rakyat kalangan kecil, mereka juga perlu menjual sesuatu pada para orang-orang kaya supaya bisa mendapatkan profit lebih banyak. Dan jika mereka ingin melakukannya, mereka harus mendirikan tempat di bagian timur kota di mana sebagian besar bangsawan dan juga orang-orang kaya tinggal.
Tentu saja, untuk bisa mendirikan tempat berbisnis di area itu mereka harus mendapatkan ijin resmi terlebih dahulu.
"Aku berangkat dul. . ."
Akhirnya mereka sampai di ruang tunggu yang artinya perjalanan Amelie untuk mengantar Haruki sudah hampir selesai. Tapi sebelum pemuda itu menuju ke pintu keluar. .
"Tunggu dulu. . ."
Amelie melambaikan tangannya pada Haruki untuk memintanya menundukan badannya ke bawah. Haruki yang mengira Amelie ingin membicarakan sesuatu yang rahasia menurut saja dan menyamakan tinggi badan mereka berdua.
Hanya saja.
"Chuu. . .. "
Yang dia dapatkan bukanlah sebuah bisikan, melainkan sebuah ciuman singkat di pipinya.
". . . ."
Otak Haruki sempat berhenti untuk bisa berpikir selama beberapa saat. Dan begitu dia sadar. . .
"Ap-apa yang kau lakukaaaaaan?."
Wajah Amelie kelihatan jelas memerah, yang artinya dia malu saat melakukannya. Dengan kata lain kemungkinan besar dia memaksakan diri untuk melakukannya. Yang jadi pertanyaan adalah, kenapa dia melakukannya?.
"Ka-kau ingat kejadian waktu di kamarmu dulu kan?."
" . . . Kenapa kau membawa-bawa topik itu lagi?. ."
Kejadian yang Amelie maksud adalah kejadian saat Haruki menjatuhkan gadis kecil itu ke atas ranjangnya lalu mengancam akan melakukan banyak hal padanya dengan tujuan membuat Amelie membencinya karena Haruki tidak ingin rasa cintanya pada gadis itu tumbuh. Hanya saja Amelie salah paham dan mengira kalau Haruki hanya sedang stress dan melampiaskan hal itu padanya karena dia satu-satunya perempuan yang ada di tempat itu.
"Aku hanya ingin mencegahmu jadi kriminal. . ."
"Kau kira aku ini penjahat! . . . lalu, tindakan kriminal apa yang kau maksud?."
"Itu. . . setelah menyusulku aku yakin kau sudah menumpuk banyak rasa stress."
Tentu saja, Haruki mengejar-ngejar Amelie dan Erwin tanpa istirahat. Setelah itu dia juga hampir mati hanya untuk kembali berperang melawan pasukan Gerulf. Dan semua itu terjadi dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Tentu saja rasa lelah dan stressnya sudah menumpuk.
"Aku tidak mau kalau rasa stressmu meledak dan membuatmu menyerang seseorang."
"Kau kira aku ini orang macam apaaaa!!!. . ."
"Tidak ada salahnya berjaga-jaga."
"Tidak ada yang perlu di jaga di sini!!. . ."
Haruki menghela nafas panjang. Dia menyadari sepertinya Amelie salah paham tentang alasannya menyerangnya dulu. Amelie adalah gadis yang pintar, tapi untuk masalah emosi dan perasaan dia benar-benar bodoh.
"Kalau kau terus memprovokasiku seperti ini. . . kurasa yang perlu menjaga diri adalah kau!."
Dengan kata lain, bukan tidak mungkin kalau Haruki akan menyerang Amelie lagi di masa depan.
". . . ."
Amelie secara reflex mundur.
"Itu cuma contoh!!!. . . aku tidak akan benar-benar melakukannya. . . waktu itu situasinya agak sulit. ."
Saat itu dia menolak untuk jatuh cinta pada Amelie, tapi sekarang dia sudah menerimanya dan memutuskan untuk maju.
"Um . . . aku paham."
"Kau tidak paham! aku sangat yakin kalau apa yang kau pikirkan sama sekali bukan apa yang kupikirkan."
Dan yang Amelie pikirkan adalah, dengan uang yang sekarang Haruki miliki dia bisa berekreasi ke tempat macam apapun yang dia mau. Termasuk termasuk tempat khusus orang dewasa.
"Topik ini sudah berakhir! aku berangkat. ."
Sedari tadi mereka sudah berbicara dengan satu sama lain menggunakan tindakan kalimat-kalimat yang mudah diartikan lain oleh yang mendengar. Mulai dari ciuman Amelie dan kata-katanya yang bisa diartikan 'jangan bermain-main dengan wanita di luar' atau kata-kata Haruki yang artinya bisa berubah jadi 'aku hanya mau bermain denganmu'.
Kalau mereka terus bicara, mungkin akan ada lebih banyak kalimat pengundang kesalahpahaman lain yang mereka keluarkan.
"Um. . hati-hati di jalan."
Dan keduanyapun berpisah tanpa sadar kalau sedari tadi mereka jadi pusat perhatian.
Grup pertama yang terus memperhatikan mereka dari jauh adalah kelompok orang-orang yang dua hari sebelumnya Amelie undang untuk melihat presentasi gadis itu.
Awalnya mereka memutuskan untuk melayani undangan Amelie karena mereka punya sedikit waktu luang. Dengan kata lain sebagian dari mereka hanya ingin membuang waktu dan tidak benar-benar percaya dengan apa yang dituliskan dalam undangan maupun punya harapan kalau mereka akan benar-benar diajak melakukan bisnis.
Hasilnya,banyak orang tidak memenuhi undangan itu karena menganggapnya tidak berguna.
Yang Amelie tawarkan pada mereka adalah kesempatan berbisnis di bawah namanya. Seorang gadis kecil yang tidak punya pengalaman dan uang.
Mereka sama sekali tidak berharap banyak, mereka bahkan tidak mengharapkan profit dan hanya punya keinginan untuk membuang stock barang yang dulu pernah mereka tumpuk dan gagal jual.
Tapi yang terjadi malah berada di luar dugaan mereka. Bukan hanya mereka mendapatkan profit, tapi profit yang mereka dapatkan malah jauh lebih banyak dari saat mereka melakukan bisnis sendiri. Yang Amelie dan Haruki lakukan lebih dari sekedar mengurus masalah dokumentasi, mereka juga bahkan mencarikan target dan tempat di mana target dari barang mereka bisa menemukannya dengan mudah.
Setelah kelompok yang heran dan kagum dengan Amelie dan Haruki. Kelompok kedua yang memperhatikan keduanya adalah orang-orang yang memasang tatapan hangat begitu melihat Amelie berinteraksi dengan Haruki.
Kebanyakan dari orang-orang ini adalah pekerja penginapan maupun tamu yang tidak mengenal Amelie. Di mata mereka, interaksi antara Haruki dan Amelie tidak lebih dari sekedar pasangan lucu yang memancarkan aura pengantin baru ke segala arah.
Begitu Haruki tidak ada lagi dalam jarak pandangnya, Amelie langsung berniat kembali untuk masuk ke kamarnya dan membuat rencananya hari ini. Tapi sebelum dia sempat berjalan, dia menyadari kalau ada banyak orang-orang yang mengikat kontrak dengannya berada di lobby penginapan.
Merasa kalau dia perlu mendekatkan hubungan di antara mereka, dia mendatangi kerumunan orang itu untuk hanya sekedar ngobrol sebelum semuanya harus kembali bekerja setengah jam lagi.
Sambil mengobrol dia juga memberitahukan mereka kalau dia tidak bisa turun ke lapangan seperti biasanya karena harus mengurusi masalah legalitas untuk ekspansi mereka. Membuat beberapa orang merasa khawatir kalau operasi hari itu tidak akan berjalan lancar.
Mereka adalah orang-orang yang sudah pernah gagal, sehingga mereka lumayan konservatif dalam mengambil keputusan sendiri karena takut salah. Oleh sebab itulah kebanyakan keputusan besar mereka serahkan pada Amelie setelah memberikan laporan yang cukup. Mereka khawatir kalau tanpa bantuan Amelie pekerjaan mereka tidak akan berjalan lancar.
Amelie sempat kaget kalau ternyata anak buahnya menganggap keberadaannya sepenting itu. Tapi meski dia merasa lumayan senang jadi orang yang bisa dia andalkan, dia tidak bisa membiarkan orang-orang yang bekerja padanya harus bergantung padanya agar bisa maju.
Gadis itu meyakinkan mereka semua kalau dia memilih mereka karena dia percaya pada kemampuan semua orang dan hanya memberikan tanggung jawab pada orang yang dia anggap kompeten sehingga mereka tidak perlu khawatir.
Amelie juga menjelaskan kalau sebenarnya dia ingin membantu, tapi sebab orang yang bisa melakukan negosiasi dengan bangsawan dan petugas kerajaan hanya dia seorang. Karena itulah Amelie tidak bisa menemani semua orang. Sambil memasang wajah menyesal dia meminta maaf pada anak buahnya.
Begitu melihat Amelie menundukan badannya dengan wajah memelas, semua orang jadi panik. Ada yang takut karena merasa sudah membuat bosnya merasa tidak enak, ada yang menyadari kalau mereka baru saja bertingkah seperti anak kecil, dan ada yang berpikir kalau mereka baru saja ingin mencoba lari dari tanggung jawab.
Amelie adalah pemimpin mereka sekaligus pemilik dari perusahaan yang dibuatnya, tanggung jawab utamanya adalah manajemen perusahaan. Bukannya mengawasi operasi di lapangan. Hal itu adalah tugas mereka. Dengan bergantung pada Amelie berarti mereka tidak mengerjakan tugas mereka dengan baik dan hanya makan gaji buta.
Selain itu, selama tiga hari ke belakang mereka sudah melihat seberapa keras Amelie bekerja. Bahkan bisa dibilang orang yang bekerja paling keras di sana adalah gadis kecil di depan mereka. Ketika mereka sudah bisa pulang, Amelie selalu masih kelihatan sibuk menangani pekerjaannya yang menggunung.
Begitu salah satu dari mereka memberanikan diri untuk minta maaf, semua orang mengikutinya dan berjanji pada Amelie untuk bekerja lebih keras. Membuat Amelie yang mendengarnya langsung tersenyum cerah lalu balas memberikan janji kalau dia akan membuat perusahaannya semakin sukses dan membuat semua orang hidup lebih baik.
Senyuman itu membangkitkan keinginan melindungi dari beberapa orang, keinginan untuk memanjakan seorang anak kecil dari orang lain, dan keinginan untuk bisa jadi orang yang lebih baik dari sisanya. Meski keinginan semua orang berbeda-beda, tapi pada akhirnya hasilnya tetap sama.
Semua orang benar-benar ingin membantu Amelie yang sudah banyak membantu mereka.
Setengah jam kemudian Amelie berangkat bersama dengan kusirnya menuju bagian timur kota meninggalkan Miina yang dia beri tugas untuk mengawasi jalannya bisnis hari itu.
Karena jalan lumayan padat, dia baru sampai di kantor perijinan setelah dua jam melakukan berkendara. Dan begitu perjalanannya selesai dia masih harus menunggu antrian panjang yang berjalan dengan sangat lambat. Sangat lambat sampai dia harus selama dua jam lagi untuk bisa bertemu dengan petugas.
Lalu, saat akhirnya dia bertemu dengan petugas harusnya dia merasa bahagia. Hanya saja, begitu dia sampai sambutan yang dia dapatkan adalah.
"Isi formulir ini dan pilih paket yang kau inginkan, setelah itu tunggu kabar dari kami dua minggu lagi."
Yang membuatnya langsung memijat keningnya.
"Um. . . . .aku mau tanya. . . maksud dari paket itu apa ya? kenapa di sini biayanya tertulis berbeda-beda?."
"Kau ini bodoh ya? tarif yang tertulis itu sama dengan nilai priortias."
Dengan kata lain semakin tinggi tarif yang dibayar, semakin tinggi prioritas yang diberikan pada permintaan yang diajukan oleh pemohon ijin.
"Seingatku tarifnya rata, selain itu bukankah prosesnya normalnya hanya dua hari setelah laporan diberikan? sebab aku sudah membawa laporanku harusnya prosesnya bisa lebih cepat."
Amelie sama sekali belum pernah mendengar peraturan yang baru dia dengar tadi tentang tarif yang berbeda. Selain itu yang petugas perlu lakukan hanyalah memeriksa legalitas usahanya, jenis barang yang dia jual, dan juga neraca dasar dari usahanya sebelum memberikan stempel persetujuan.
Semua hal itu bisa diselesaikan dalam waktu sepuluh menit.
"Orang yang meminta ijin itu sangat banyak, karena itu prosesnya lama, karena itulah kami membuat daftar prioritas! kalau tidak pekerjaan kami tidak akan selesai."
"Apa hubunganya tarif dengan prioritas? bukankah formulirku diberi nomor urut? nomor urut ini bukannya dijadikan referensi prioritas?."
"Kalau kau hanya ingin komplain cepat pergi saja, di belakang masih ada banyak yang mengantri."
"Kau. . ."
Amelie memasang muka kesal.
"Kalau begini tidak ada pilihan lain."
Jika dia mau dia bisa membayar lebih dan membuat ijin yang dimintanya bisa keluar dengan cepat. Tapi membayar seseorang yang sedang mencari uang sampingan di tempat kerjanya sambil malas-malasan benar-benar membuat mulutnya merasa pahit.
"Jika kalian masih ingin bekerja di tempat ini, sebaiknya kalian melakukan pekerjaan kalian dengan serius!!."
"Apa yang kau bicarakan boca. . ."
Amelie mengambil sebuah benda dari bagian saku di bagian dalam lengan bajunya. Setelah itu dia menariknya dan menghentakannya ke atas meja di depannya.
"Kau . . bisa bekerja lebih cepat kan?."
Begitu melihat apa yang baru dihentakan ke mejanya, petugas itu langsung panik dan mencoba memperhatikan lebih dekat siapa yang baru saja dia ajak bicara lalu mengingat-ingat wajah gadis di depannya.
"Te-tentu saja tuan putri."
Yang bisa membawa kipas dengan emblem keluarga kerajaan tentu saja hanya anggota keluarga kerajaan yang pernah dia tunjukan pada Gerulf dulu. Dan meski dalam skala besar gadis kecil di depannya tidak punya pengaruh apa-apa, statusnya sudah cukup untuk membuat orang sekelasnya untuk menuruti permintaannya.
Apalagi kalau yang sedang coba dia lakukan adalah menipu seorang anggota keluarga kerajaan. Jika hal itu sampai diketahui oleh orang petugas dari istana maka bukan hanya karirnya yang akan berakhir, hidupnya juga mungkin juga akan punya nasib yang sama.
"Bagus. . . kalau begitu aku menunggu sampai kalian selesai. . HARI INI."
"Siap!."
Amelie langsung ditawari didahulukan proses permintaannya tapi dia menolak dan memaksa untuk tetap mengikuti urutan. Dengan begitu dia tidak bisa dipaksa untuk pergi cepat dan petugas dipaksa harus mengerjakan semua tugas yang sudah mereka tumpuk sampai kedatangannya sehingga permintaan milik orang lainpun bisa ikut diproses dengan lebih cepat.
Dengan satu batu, dia bisa menjatuhkan dua burung sekaligus.
Pengajuan ijinya baru bisa diproses setelah jam satu lewat. Setelah berdesakan dengan banyak orang di kantor perijinan, dia harus kembali pergi menuju ke tempat lain. Kali ini Amelie perlu mengecek harga tanah yang akan dia gunakan sebagai basis baru bisnisnya.
Hanya saja sekali lagi,
"Ma-mahal. . ."
Usahanya tidak berjalan lancar. Tanah yang diincarnya terlalu mahal untuknya. Dia bisa membelinya dengan menggunakan profit yang dia dapatkan, tapi sayangnya proift itu perlu dia simpan untuk hal lain sehingga Amelie tidak bisa mengambilnya. Jika dia menggunakannya untuk membeli tanah maka targetnya akan semakin jauh dan susah untuk didekati.
Akhirnya Amelie menyerah untuk membeli tanah dan memutuskan untuk menyewa saja. Dia meminta peta dari kawasan itu lalu menandai area mana saja yang bisa dia gunakan lalu mendatangi pemiliknya satu persatu untuk melakukan negosiasi.
Semua hal itu memakan banyak sangat banyak waktu sebab beberapa orang yang dia ajak berbicara punya kepribadian yang sulit. Begitu dia berhasil menemukan partner bisnis yang cocok, jam yang dia bawa sudah menunjukan jam enam sore.
Dengan begitu, sebagian besar pekerjaan Amelie untuk hari itu sudah selesai.
"Aku pul. . ."
Adalah apa yang dia pikirkan.
Tapi kenyataan yang terjadi jauh dari bayangannya.
"Yo Amelie, . ."
Di depan penginapannya dia menemukan banyak orang yang sedang berkerumun. Dan di tengah kerumunan itu ada Haruki yang sedang berdiri menunggu pekerja penginapan membukakan gerbang agar mereka bisa memasukan kereta mereka ke dalam.
Amelie turun lalu menghampiri Haruki.
"Jadi kapan aku harus mulai menjelaskan operasi kita?. "
Haruki sudah memberikan sedikit penjelasan tentang apa yang harus orang-orang yang dikumpulkannya lakukan. Tapi sebab tugasnya adalah melakukan perekrutan dia hanya fokus pada hal-hal yang bisa memancing perhatian orang-orang itu dan meninggalkan beberapa poin. Oleh sebab itulah Amelie masih perlu memberikan presentasi tambahan supaya orang yang Haruki bawa bisa paham dan bekerja dengan baik.
"Secep. . . kau kelihatan sangat capek."
"Aku memang capek."
"Kalau begitu istirahat saja."
"Tapi bagaimana dengan mereka? aku punya tugas untuuungghhh. . . ."
Sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, Haruki menjepit hidung kecil Amelie lalu menariknya ke kanan dan kiri.
"Aku akan menyuruh Miina melakukannya, kau istirahat saja."
"Tapi. . ."
"Sudah menurut saja! aku akan mengawasinya, selain itu aku juga bisa menilai seberapa banyak dia sudah belajar dengan melihat presentasinya."
"Kau yakin?."
"Jangan banyak tanya!! cepat masuk saja!."
"Kalau begitu aku akan menurut."
Amelie tersenyum lalu Haruki mendorong tubuh gadis itu untuk masuk ke dalam penginapan sambil memanggilkan Miina untuk keluar. Setelah itu, presentasi pertama Miinapun dimulai ketika Amelie sedang tertidur di kamarnya.
Malam harinya, Miina membangunkan Amelie untuk makan malam. Dan setelah gadis itu merapikan penampilannya, mereka langsung menuju ruangan lain yang biasa mereka gunakan untuk rapat untuk makan malam di mana Haruki sudah menunggu.
"Um. . . sepertinya ada yang absen?."
Hanya saja dia tidak melihat satu orang yang biasanya ikut makan malam bersama mereka.
"Dia diajak makan di luar, sepertinya mereka ingin mengadakan pesta kecil."
"Kau tidak diundang?."
"Tentu saja aku diundang, tapi bilang tidak bisa meninggalkan kalian dan mereka langsung menyerah dan untuk suatu alasan mereka malah menyuruhku untuk bekerja dengan keras malam ini untuk membuatmu pua. . senang."
"Huh?. . ."
"Bukan apa-apa, kau tidak perlu memikirkannya!."
"Jangan main rahasia-rahasiaan begitu!!. . mereka bilang apa? beri tahu aku."
"Kau masih belum cukup umur untuk mendengarnya!!."
"Eh? memangnya apanya hubungannya umur dengan pembicaraan ini?."
"Um. . . .bagaimana menjelaskannya ya?. . . mereka berpikir kalau kita suami istri."
Amelie melebarkan matanya begitu mendengar jawaban itu, dan begitu dia menghubungkannya dengan kata-kata Haruki yang sebelumnya wajahnya langsung jadi merah.
"O-oo begitu. . . heheh. . ."
Amelie naik ke kursinya lalu mulai makan, setelah itu Miina ikut duduk dan makan. Normalnya pelayan sepertinya tidak dibolehkan makan satu meja dengan tuannya, tapi sebab Amelie sudah menganggapnya sebagai teman dan Haruki tidak peduli dengan statusnya mereka bisa makan bersama.
"Ah. . . mengesampingkan kesalahpahaman mereka, aku juga merasa kalau kita sudah seperti keluarga."
Mendengar pendapat Amelie tentang situasi mereka. Haruki mencoba melihat kanan dan kirinya, atau lebih tepatnya bergantian melihat Amelie dan Miina yang sedang makan.
"Maksudmu seorang kakak dan kedua adiknya?. . . Um. . . aku juga merasa begitu."
"Ahahah. . .kau. . benar juga."
Yang Amelie maksud adalah pasangan dengan seorang anak. Hanya saja setelah mendengar jawaban Haruki akhirnya dia ingat kalau Haruki tidak pernah menganggapnya sebagai seorang lawan jenis. Dan jawaban logis itu untuk suatu alasan, membuat hatinya merasa sedikit sakit. Oleh karena itulah dia hanya bisa memberikan tawa kosong dan konfirmasi sebagai reaksi.
"Daripada itu, aku ingin membicarakan rencana ke depan kita."
Merasa suasananya jadi agak tidak enak, Haruki memutuskan untuk mengalihkan arah pembicaraan.
"Rencana ke depan ya. . . ngomong-ngomong siapa yang akan kita pakai di tempat baru?."
"Aku ingin menarik beberapa orang dari sini dan menggantinya dengan orang-orang yang baru kubawa."
"Begitu, untuk yang di sini sepertinya memang orangnya sudah cukup begitu kita menambahkan personil yang kau bawah."
Mereka memang ingin jadi besar, tapi kalau ukuran perusahaan mereka terlalu besar mereka tidak akan lagi bisa menumpang premit dari aliansi. Selain itu dia juga tidak ingin memperlebar area pasarnya terlalu luas dan memakan area yang dikuasai serikat dan mencari musuh.
"Tapi kalau kita tidak menambah orang bukankah target dua minggu kita tidak akan tercapai nona Amelie?."
Haruki mengalihkan pandangannya pada Miina yang baru bicara.
"Saat ini, meski kita menambah orang hal itu tidak akan ada pengaruhnya kecuali membuat beban administrasi kita jadi semakin berat."
Miina memiringkan kepalanya. Dengan menambah orang dan barang dagangan bukankah uang yang akan mereka dapatkan jadi lebih banyak? tentu saja pekerjaan mereka jadi semakin berat tapi hal itu adalah sesuatu yang normal dan resiko yang mereka harus hadapi.
"Masalahnya ada pada populasi, sebanyak apapun barang yang kita jual kalau populasi yang bisa membelinya terbatas maka keuntungan yang kita miliki juga ikut terbatas."
Dan meski mereka bisa menjual barang mewah pada bansawanpun keuntungan yang mereka dapatkan tidak akan bisa mencapai target. Sebab merekapun punya kemampuan berbelanja yang terbatas. Jadi, daripada menambah orang dan menambah resiko akan lebih baik kalau mereka menjaga posisi mereka sekarang sebagai pemain besar yang tidak terlalu mengancam bagi siapapun.
"Padahal aku yakin kalau usaha kita sangat lancar."
Sebab Miina ikut melakukan pencatatan, dia juga tahu seberapa banyak nol yang harus dia tambahkan setiap transaski baru dia proses. Dan angka yang sudah dia hitung sudah sangat besar sampai dia harus menggunakan alat bantu saat melakukan pembukuan.
"Dengarkan aku Miina, bagi serikat dan Aliansi uang yang kita punya itu sama saja dengan recehan."
"Eeehh. . . tapi nolnya. . . nolnya sudah sangat banyak. ."
Penjelasan Haruki membuat Miina semakin bingung. Uang yang mereka miliki sekarang hanya dianggap uang receh? kalau begitu sebarapa banyak uang yang dimiliki aliansi dan serikat? dia tidak bisa membayangkannya.
Amelie mengambil alih penjelasan.
"Memang benar kalau kita sudah mendapatkan banyak uang, tapi tempat di mana uang dalam jumlah besar berkumpul itu bukan di pasar maupun rumah para bangsawan tapi pelabuhan."
Alasan utama serikat bisa jadi sangat besar adalah karena mereka menguasai pelabuhan dan juga jalur distribusi yang sangat besar. Dengan kedua hal itu mereka bisa mendapatkan produk dari luar yang nilainya jauh di atas keperluan sehari-hari. Barang-barang seperti perhiasan, benda seni, alat langka, dan juga komoditas khusus dari negara lain.
Harukipun mengikuti.
"Selama kita belum memiliki akses ke pelabuhan dan jalur distribusi sendiri, mendapatkan target kita dalam waktu singkat pada dasarnya sudah tidak mungkin."
Kalau mereka tidak bisa mengantar barang yang mereka jual ataupun membeli barang yang mereka perlukan dengan mudah ke pelabuhan. Itu berarti mereka sudah dipastikan gagal untuk mencapai target yang mereka miliki.
Tapi sebab keduanya sudah mengetahui hal itu dan merasa kalau mereka membutuhkan akses ke sana, itu berarti mereka sudah menyiapkan rencana untuk bisa ikut berpartisipasi dalam transaksi antar negara.
Jika mereka tidak bisa pergi ke luar apa yang harus mereka lakukan?.
Miina mencoba berpikir.
"Kita perlu memancing orang dari luar kota dan pelabuhan untuk datang ke sini?."
Haruki dan Amelie terkejut mendengar kesimpulan dari Miina yang sedang memasang wajah berpikir. Setelah itu keduanya langsung memasang senyum dan untuk suatu alasan tiba-tiba merasa bangga.
"Miina benar-benar pintar."
Saking senangnya bahkan Amelie sempat berdiri hanya untuk mengelus kepala gadis kecil di depannya yang umurnya sebenarnya tidak berbeda jauh darinya itu.
"Jadi bagaimana nona Amelie mau memancing mereka?."
"Mudah"
Mereka hanya perlu membuat produk baru yang hanya ada di tempat mereka dan hanya mereka yang bisa membuatnya. Jika mereka bisa memancing orang-orang luar untuk membeli produk itu, orang lainpun pasti akan ikut datang ke tempat mereka tanpa harus meminta diantarkan pesanannya karena perlu berebut dengan pembeli lain.
"Aku paham, tapi barang macam apa yang akan menarik minat mereka?."
"Hehehe. . . jawabannya adalaaaah. . . . ."
Mungkin karena tensinya belum turun, sekarang Amelie mulai bertingkah aneh dan terlihat seperti anak kecil yang ingin main-main.
"Makanan murah lezat yang awet."
"Kenapa?."
Sebab merasa kalau Amelie akan menjawab dengan memberikan pertanyaan tambahan seperti 'kenapa ya?' sambil memasang muka jahil. Haruki menggantikan Amelie untuk memberikan penjelasan diiringi tatapan sebal dari gadis itu yang merasa panggungnya baru saja dicuri.
"Membawa makanan untuk perjalanan panjang itu susah dan melelahkan, selain itu metode pengawetan yang ada sekarang membuat makanan yang dibawa punya rasa yang kurang sedap."
Untuk mengawetkan makanan seseorang bisa mengasinkan bahan makanan, mengeringkannya, mengasapinya, membekukannya, atau menyimpannya dalam wadah rapat yang kuat. Semua metode itu punya banyak kelemahan mulai dari transport yang sulit, biaya besar, proses yang lama, nilai gizi yang turun dan rasa yang tidak bisa dipertahankan.
Untuk seseorang yang melakukan perjalanan jauh dalam waktu lama seperti pelayar ataupun seseorang yang harus berada jauh dari kota seperti prajurit dan pedagang, makanan yang bisa diawetkan itu sangat penting keberadaannya.
"Jadi makanan seperti apa itu?, makanan yang lezat, awet dan juga murah?."
Miina mencoba mengorek ingatannya, tapi dia tidak bisa menemukan makanan yang sesuai dengan deskripsi itu.
Amelie segera menyerobot giliran Haruki bicara lalu tersenyum dengan wajah jahil lalu bilang.
"Tunggu saja besok, aku rasa Erwin sudah mengirimkannya ke sini. . . ."
Paginya semua orang kembali bekerja seperti biasa. Amelie yang di hari sebelumnya absen juga kembali ke lapangan untuk mengawasi jalannya bisnis perusahaannya. Untuk hari ini dia hanya ditemani Miina sebab Haruki dia berikan tugas lain untuk mempersiapkan semua hal di tempat baru.
Jika ada sesuatu yang tidak biasa, hal itu adalah fakta kalau sekarang Amelie tidak hanya berjalan dan membantu anak buahnya dalam mengorganisir jalannya transaksi. Tapi dia juga mendirikan satu stall tambahan yang dia jaga sendiri.
Di sampingnya ada sebuah kotak kayu besar yang baru datang tadi pagi. Dan di kanannya ada sebuah tumpukan peralatan makan dan juga air panas. Lalu di sana juga ada Miina yang sedang sibuk menyiapkan alat-alat makan itu.
"Sekarang apa yang harus kulakukan nona Amelie?."
"Beri tahu semua pekerja kita untuk menyuruh orang yang sudah selesai berbelanja untuk datang ke sini."
"Baiklah."
Miina mulai berjalan ke semua stall yang ada di sekitar mereka dan menyebarkan pesan dari Amelie. Sedangkan gadis kecil itu sendiri sibuk berteriak memanggil semua orang yang ada untuk datang dan melihat produk baru spesialnya.
Setelah berusaha mengumpulkan orang selama setengah jam, akhirnya Amelie merasa kalau pertunjukan utamanya sudah bisa dimulai. Dia membuka kotak di kirinya dan menunjukan isinya.
"Ini adalah produk baru dari perusahaan kami, makanan portable yang lezat dan awet bahkan sampai berminggu-minggu."
Dan barang yang diambilnya adalah sebuah potongan dari gumpalan mie yang sudah digoreng kering terlebih dahulu. Dengan kata lain, sebuah bongkahan mie cepat saji.
Mie sendiri bukan sebuah makanan langka. Awalnya mereka dibawa dari Chixian dan sekarang mereka sudah dikenal di banyak negara karena bisa dijadikan pengganti makanan pokok. Tapi mie yang Amelie perkenalkan lain dari mie yang sudah mereka kenal sebelumnya.
"Cara menyajikannya sangat mudah, kalian tinggal menyiapkan air panas dan menunggu selama beberapa menit."
Mie yang beredar di pasaran adalah mie lembut yang disajikan pada hari itu juga sehingga mereka tidak bisa disimpan untuk perjalanan jauh. Tapi mie yang Amelie jual adalah mie dalam bentuk padat yang mudah dibawa.
"Dan tolong jangan khawatir masalah rasa, setiap kotak kami siapkan bumbu yang bisa langsung digunakan tanpa perlu diproses dahulu."
Bumbu yang mereka ikut sertakan dalam paket adalah minyak, bawang, garam, cabai, dan gula yang kesemuanya sudah ditakar sesuai porsi sehingga orang yang tidak bisa memasakpun bisa menyajikannya tanpa masalah.
Sebagai catatan, mie yang sekarang dia siapkan adalah versi paling mahalnya. Mengingat harga rempah itu lumayan mahal, versi normal dari mie yang dia jual hanya akan diberi bumbu seminimal mungkin.
"Miina. . . ."
Setelah itu Amelie menyuruh Miina untuk mencicipi mie yang baru dia sajikan.
Dengan ragu Miina mencoba makanan yang belum pernah dia lihat itu. Tapi keraguannya langsung hilang begitu lidahnya mencicipi rasanya.
"U. . .ini benar-benar enak."
Pemandangan seorang anak kecil yang sedang memakan mie panas yang baru saja matang dengan polosnya sambil memasang muka bahagia serta aroma harum yang menyebar ke sekitarnya membuat semua orang yang melihat pemandangan itu langsung yakin kalau apa yang dimakan oleh si gadis kecil memang benar-benar enak dan bukan hanya trik.
"Yang ingin membelinya silahkan antri, sebab stoknya terbatas mohon untuk segera buru-buru untuk mengambilnya! bagi yang mengambil lebih dari sepuluh buah kami akan memberikan diskon sebanyak sepuluh persen."
Begitu penjualan dibuka stall langsung diserbu banyak orang, dan dalam waktu setengah jam saja barang jualannya sudah habis.
Di saat mereka sudah tidak punya pekerjaan lagi untuk dilakukan setelah selesai merapikan tempat mereka, Miina langsung bertanya sesuatu pada Amelie.
"Nona Amelie, kenapa produk tadi kau jual murah? bukankah kau bisa menjualnya dengan harga mahal dan mendapatkan lebih banyak profit?."
Bukan cuma murah, bisa dibilang Amelie malah rugi dalam menjualnya.
"Kalau yang aku inginkan hanya profit besar aku bisa menjual apapun dengan harga mahal hanya dengan memasang gambar apel di atasnya."
"Gambar apel?."
"Bu-bukan apa-apa! lupakan saja! yang kita butuhkan sekarang itu bukan profit besar sementara, tapi banyak calon pembeli dari luar kota."
"Aa. . .pancingan yang kita bicarakan kemarin?."
"Benar, uuu. . kau benar-benar pintar!!! aku jadi ingin memelukmu."
"Tolong katakan hal itu sebelum memelukku nona Amelie."
"Ahahah maaf. ."
Amelie sepertinya sudah benar-benar menganggap Miina sebagai adiknya sendiri.
"Jadi sekarang apa yang perlu kita lakukan?."
"Tidak ada, kita hanya perlu menunggu."
Dan keduanyapun menunggu sambil melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Baru ketika sore datang seseorang mencari-cari Amelie dan bilang.
"Aku ingin bicara masalah bisnis, apa nona Amelie punya waktu?."
Dari penampilannya orang yang menghampiri Amelie bukan dari Amteric, dan dari pakaiannya orang itu juga bukan sekedar pedaganga biasa. Yang artinya hanya satu.
"Tentu saja."
Umpannya sudah dimakan oleh targetnya.
Hari itu, Amelie mendapatkan kontrak besar yang memberikannya koneksi pada perusahan-perusahaan dari luar Amteric. Sayangnya, kebahagiaannya itu hanya berlangsung sementara.
Di hari berikutnya, seseorang yang tidak pernah dia kira akan mendatanginya mengetuk pintu ruang kerjanya dan meminta bertemu dengannya. Dan orang itu adalah Barret.
Salah satu pemegang kendali di serikat dan juga anak dari Genno.