1Ketika ibuku bilang dia ingin mengundang seorang tutor ke rumah, aku berpikir kalau yang akan datang adalah seorang pria paruh baya dengan wajah pintar. Tapi begitu tutor yang ibuku maksud datang ke rumah dan memperlihatkan wajahnya. Aku hanya bisa menatap ibuku dengan tatapan yang artinya adalah 'apa kau serius?'.Kenapa? karena yang sedang berdiri di depan aku dan ibuku sambil menundukan badannya adalah seorang anak laki-laki yang mungkin baru berumur dua atau tiga belas tahun sama seperti Erwin."Namaku adalah Haruki, aku datang ke sini menggantikan ayahku yang punya kepentingan lain, meski aku masih belum sehebat beliau tapi aku yakin bisa mengajari putri yang mulia dengan baik."Setelah itu anak laki-laki bernama Haruki tadi memberikan dua buah dokumen kepada ibuku. Yang satu adalah surat pribadi dari ayahnya yang tidak bisa menerima pekerjaan dari ibuku karena punya pekerjaan di tempat lain, dan satunya adalah semacam sertifikat yang membuktikan kalau anaknya punya kompetensi yang cukup untuk bisa mengajari orang lain.Aku ikut mengintip dokumen tadi dan mendapati kalau ternyata ayahnya adalah orang penting yang sedang dalam perjalanan diplomasi. Pantas saja dia tidak bisa ke sini, tidak! harusnya aku perlu bertanya kenapa orang penting sepertinya ingin mengambil pekerjaan dari Ibuku?.Untuk Haruki sendiri sepertinya mengikutinya ayahnya agar dia bisa belajar tentang dunia di luar negaranya."Selamat datang Haruki, namaku Anneliese dan ini adalah putriku Amelie, bertemanlah baik dengannya""Dengan senang hati"Dengan senang hati huh. Mulutnya mungkin bilang seperti itu, tapi aku sangat yakin kalau sebenarnya dia tidak punya niat untuk berteman baik denganku. Bukan hanya senyum yang dia berikan padaku bisa kelihatan sangat jelas palsunya. Tapi tatapan matanya padaku juga sama sekali tidak bisa dibilang bersahabat."Jadi apa yang perlu kuajarkan pada putri yang mulia?""Detailnya kuserahkan padamu."Jawaban itu membuatnya menunjukan kalau di antara mereka bertiga, dialah yang paling bodoh secara akadmik meski padahal dia yang paling tua. Tapi, meski dia merasa malu. Anneliese merasa kalau jika dia tidak jujur dan pura-pura jadi orang pintar, maka putrinyalah yang nanti akan jadi korban dari ketidak kompetenannya. Oleh sebab itulah dia memutuskan untuk jujur pada Haruki kalau Secara akademis. Amelie punya level yang lebih tinggi dari darinnya. Membuat dia, tidak bisa memutuskan apa yang anak perempuannya itu butuhkan.Menyerahkan masalah itu pada orang yang lebih ahli kelihatan seperti pilihan yang logis."Tapi tolong jangan lupa mengajarinya pengetahuan umum""Pengetahuan umum? seperti hirarki kera. . ""Ahh. . bukan yang seperti itu! daripada pengetahuan umum kurasa 'akal sehat' mungkin lebih cocok""Akal sehat?"Permisi nona Anneliese, kurasa aku sudah punya akal sehat dan keadaannya baik-baik saja. Jadi maaf saja aku juga tidak perlu seseorang untuk mengajariku akal sehat. Lalu, tolong jangan membuat anak perempuanmu kedengaran seperti seseorang yang otaknya bermasalah. Bagaimana kalau orang-orang mengira kalau aku ini benar-benar punya masalah mental?"Nanti kau juga tahu sendiri"Tolong jangan mendoakan seseorang untuk melihat putrimu dengan tatapan aneh.Aku mencoba menyampaikan ketidak setujuanku dengan tatapan yang sudah kubuat semengintimidasi mungkin. Tapi reaksi yang kudapatkan dari Ibuku hanyalah sebuah senyum dan tepukan lembut di kepalaku.Yang artinya adalah.Sepertinya, di kehidupan sebelumnya Ibuku ini adalah seekor kucing. Sebab reaksinya tadi adalah reaksi yang hanya ditunjukan oleh seseorang yang, satu. Tidak tahu dan tidak mau tahu apa yang kumaksud sebab semua masalah bisa diselesaikan dengan sebuah usapan di kepala. Lalu, dua. Dia tahu apa yang kumaksud tapi sengaja tidak mempedulikannya.Persis seperti kucing yang tidak peduli pada sekelilingnya."Amelie, apa kau bisa mengantarkan Haruki ke kamarnya?"". . . . .mnnghh. . baiklah"Aku sempat berpikir untuk menunjukan kemarahanku dengan sedikit mengamuk dan bertingkah manja di depannya mengingat aku jarang melakukannya. Tapi aku berhasil menahan diri dari godaan itu di saat-saat terakhir. Ibuku memang pernah bilang kalau sesekali bertingkah manja dan nakal itu bukan masalah. Hanya saja, dia baru sembuh dari sakitnya dan sekarang dia sedang ditekan oleh banyak pekerjaan. Oleh sebab itulah aku membatalkan niatku."Anak pintar""Mmm. . . "Ibuku mencoba mengusap kepalaku lagi, tapi kali ini aku tidak membiarkannya dan menghindari tangannya. Yang sekali lagi, hanya disambut dengan sebuah senyum dan tawa kecil. Sebelum rasa kesalku bangkit lagi, aku memutuskan untuk memegang tangan anak laki-laki di depanku."Kak Haruki, biar aku tunjukan kamarmu""Hmm. . ."Tanpa kuduga, dia langsung menyibakkan tanganku dan melihatku dengan tatapan yang sepertinya bilang 'jangan sok akrab' ke arahku. Sepertinya aku sudah terlalu terbiasa dengan Erwin yang sekarang sampai aku lupa kalau normalnya, kau tidak akan langsung menjajah personal space seseorang yang baru kutemui. Ketika kami pertama kali bertemu dia juga bertingkah seperti kucing yang ekornya diinjak."Maafkan aku"". . . Tu-tunjukan saja jalannya"Dengan begitu, akupun mengajak Haruki untuk menuju ke kamarnya. Berhubung perjalanan kami tidak bisa dibilang sebentar, aku mencoba mengajaknya ngobrol. Tapi semua usahaku itu sia-sia. Bukan hanya dia tidak mau menjawab, tapi selama perjalanan dia terus melihatku dengan tatapan yang seakan bilang 'kau bisa diam tidak?' dan 'kau ini benar-benar menjengkelkan ya' ketika aku mencoba menanyakan tentang dirinya.Reaksi yang benar-benar membuatku ingin memukul wajahnya. Tapi sebab aku ini sudah dewasa, tentu saja aku berhasil menahan diri. Membuat perjalanan kami menuju kamarnya jadi dipenuhi dengan kesunyian layaknya kuburan.Dari interaksiku dengan Haruki selama beberapa menit tadi, impresiku terhadapnya hampir jatuh sampai ke dasar laut. Tapi sebab ketika aku akan pergi dia menyempatkan diri untuk berterima kasih padaku, impresiku terhadapnya masih bisa dipertahankan untuk mengambang. Mari kita berharap kalau sebenarnya dia itu bukan anak yang punya masalah kepribadian akut.Begitu tugasku selesai. Aku memutuskan untuk tidak memikirkan anak laki-laki itu lagi dan mengalihkan perhatianku pada hal lain.Sekarang, begitu Ibuku sudah sehat lagi. Aku tidak lagi terikat dengan pekerjaan apapun dan bebas melakukan tugasku yang utama sebagai anak kecil. Bermain tanpa mempedulikan apapun dan bersantai tanpa membantu siapapun.Tapi sayangnya, setelah melihat keadaan ekonomi teritori kami. Keinginanku untuk bermain langsung hilang begitu saja. Ketika aku tahu kalau teritori kami bisa bangrut kapan saja, bagaimana bisa bermain-main? keadaan teritori kami benar-benar bisa disebut sedang berada di ambang batas.Batas sebelum kami kehabisan uang dan terpaksa harus mengungsi ke kota lain karena tidak bisa mengurus teritori ini.Erwin berhasil menciptakan beberapa benda untuk bisa kami jual, dan benda-benda itu bahkan punya nilai yang lumayan tinggi. Tapi meski begitu, keadaan ekonomi teritori kami masih jauh dari yang namanya sehat. Hak dagang ekslusif kami ternyata nilainya tidak sebesar yang kami kira kalau dilihat dari pandangan yang lebih luas.Kami perlu membuat bisnis baru, ASAP.Agar Ibuku bisa mendapatkan uang hasil pajak, kami perlu orang. Agar ada orang yang mau tinggal di tempat ini, teritori ini perlu prospek yang bagus untuk ditinggali. Dan agar mereka tidak pergi setelah satu atau dua hari, kami perlu membuat tempat tinggal mereka nyaman untuk disinggahi. Sayangnya, semua hal itu membutuhkan uang.Sesuatu yang kami tidak miliki dalam jumlah banyak.Dengan kata lain, asalkan kami bisa menghasilkan uang banyak. Semua masalah yang kami miliki akan selesai sendiri. Persis seperti kata orang bijak, uang memang segalanya.Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya aku sampai juga di tujuanku. Sebuah bangunan di dekat sungai kecil yang hampir semua bagiannya ditutup papan dan kain. Tanpa ragu, aku langsung mendorong pintunya dan masuk."Aku ma. . . . . .suk. .? "Untuk suatu alasan aku mendengar suara bel dari arah atasku. Dan ketika aku melihat ke arah suara itu, aku menemukan sebuah tabung besi yang bergoyang-goyang tidak jauh dari bagian atas pintu yang baru kubuka."Aku sudah bilang jangan masuk sembarangan kan? kau tahu kalau tempat ini berbahaya kan?"Tempat mereka berada sekarang adalah workshop pandai besi milik Erwin. Bersama dengan beberapa orang budakku dan juga satu atau dua laki-laki dari teritoriku, Erwin memutuskan untuk memperluas workshopnya agar dia bisa memproduksi parts-parts dari penemuannya yang kami jual sebelumnya. Dan saat ini, sepertinya sekarang sedang membuat mata bor sebagai spare part dari bor manual yang kami jual sebelumnya."Aku baru melihat bel ini. . siapa yang. .""Amelie!""Apa kak Erwin yang mem. . ""Amelie!"Aku ingin mengalihkan perhatian Erwin dari tindakanku tadi tapi sepertinya dia sudah hafal dengan trikku."Maaf. . aku tidak akan mengulanginya lagi "Hari ini bukan pertama kalinya aku masuk ke tempat ini dengan santainya. Dan hari ini juga bukan pertama kalinya aku diberikan peringatan oleh Erwin. Di tempat ini ada banyak benda yang bisa dibilang berbahaya, jadi aku paham kenapa dia tidak ingin aku masuk sembarangan. Bel yang tadi berbunyi juga mungkin adalah sesuatu yang dia buat untuk memberitahukannya ada orang yang masuk sehingga mereka bisa bekerja lebih hati-hati."Benarkah?""Tentu saja b. . . .aku akan berusaha"Secara logika, aku paham. Tapi sepertinya tubuhku belum bisa menyesuaikan diri sehingga aku sering lupa kalau tempat ini bukanlah bangunan yang bisa kau masuki begitu saja. Dan sebab masalahnya muncul dari sebuah hal bernama 'lupa', aku tidak bisa menjamin kalau dia tidak akan datang lagi nanti. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha."Bagus kalau begitu, kalian semua bisa istirahat""Eh? kenapa kau membubarkan mereka? aku ingin melihat""Tidak ada yang perlu dilihat, apa yang kami kerjakan masih sama seperti yang kemarin-kemarin. . ""Ehh . . .apa ini gara-gara aku?""Tidak, aku ingin membicarakan sesuatu, dengan tenang"Setelah itu Erwin mengajakku ke sebuah bangku kayu yang tidak jauh dari workshopnya, dan sebab sepertinya dia ingin privasi. Erwin memberikan tanda agar semua orang untuk beristirahat di tempat lain. Sebab tempat ini dekat dengan sungai dan di kanan dan kirinya penuh dengan pepohonan, ada banyak lokasi yang bisa mereka gunakan untuk istirahat. Hanya saja, aku tetap bilang maaf pada semua orang.Begitu kami berdua sampai, Erwin langsung membuka pembicaraan dengan topik yang tidak ingin kudengar."Kurasa, bisnis ini tidak akan bisa maju."Kepalaku sakit."Tolong jelaskan""Penjelasan gampangnya, kita kekurangan Erwin"Haaa? kekurangan Erwin? sejak kapan Erwin termasuk dalam bahan baku produk kami?"Penjelasan gampangnya sama sekali tidak kedengaran tidak gampang"Setelah itu Erwin menjelaskan masalah yang dia temukan padaku.Tiga produk eksklusif yang kami buat punya satu masalah besar. Ketiganya tidak bisa diproduksi secara masal. Jadi, meski demand naikpun produksi tidak akan bisa mengikutinya.Di dunia ini tidak ada kilang minyak, jadi minyak bumi yang kami butuhkan untuk membuat lilin parafin supplynya sangat terbatas. Kemudian bor dan casing dari korek api ciptaannya juga perlu dibentuk menggunakan mesin yang dibuatnya. Yang tentu saja membutuhkan kekuatan Erwin untuk bisa berfungsi. Yang sekali lagi, tentu saja tidak bisa dia gunakan seenaknya.Mengaktifkan kekuatannya memakan staminanya, dan staminanya punya batas."Kemudian, sepertinya kita terlalu meremehkan target kita"Atau lebih tepatnya. Target yang kami incar tidak mau diam di tempat dan diperas uangnya.Rencana awal kami adalah menjual mata bor untuk bor yang kami buat sebagai bisnis utama. Tapi sepertinya, orang-orang yang jadi target kami masih punya budaya DIY (do it yourself) yang sangat tinggi.Sebab membuat mata bor tidak melibatkan teknik yang aneh-aneh. Pandai besi biasa seperti anak buah Erwin yang ada di workshopnya tadi bisa membuat atau memperbaikinya sendiri. Membuat mereka tidak lagi perlu membeli dari kami."Jadi begitu ya, aku paham""Kita bisa membuat alat yang lebih presisi dan rumit"Tapi untuk membuat mereka, keduanya perlu memerlukan tool serius yang tidak membutuhkan kekuatan Erwin untuk bekerja jika mereka ingin menjadikannya bisnis utama. Dan membuat benda-benda itu akan memakan waktu, uang, dan juga tenaga yang tidak mungkin sedikit nilainya."Hal yang seperti itu, kurasa lebih cocok untuk proyek jangka panjang""Jadi, untuk sekarang apa yang harus kita lakukan?"Kami memerlukan usaha yang tidak perlu alat atau teknik yang rumit sehingga kami bisa menggunakan tenaga semua orang dengan mudah. Kami juga perlu mencari produk yang harga, demand, dan produksinya selalu stabil untuk dijadikan usaha utama kami."Aku tidak tahu, karena itulah aku memberitahukannya padamu""Ahhh. . . ."Kepalaku pusing.2Kemarin, aku dan Erwin membicarakan rencana kedepan kami hampir seharian tapi sampai akhir haripun kami masih belum menemukan jalan untuk mencari uang dengan aman dan nyaman. Bahkan, meski aku sudah mengambil lembur dan mencoret-coret bukuku sampai tengah malam. Ide bagus masih belum mau muncul juga.Mataku masih terasa lengket, dan badanku rasanya berat. Sepertinya begadang dengan tubuh anak kecil bukan ide yang bagus. Tapi meski ide itu tidak bagus, kurasa aku akan begadang lagi malam ini.Biasanya aku tidur di kamar Ibuku bersamanya, tapi sebab aku tidak ingin memperlihatkan tingkah anehku di depannya. Aku memutuskan untuk tidur di salah satu kamar tamu. Kamar yang berada tepat di samping kamar anak laki-laki yang baru datang ke sini kemarin. Haruki.Aku menguap dengan lebar, yang tandanya tubuhku masih kurang istirahat. Tapi aku tidak bisa malas-malasan sebab hari ini kami perlu melakukan banyak hal. Aku dan Erwin berencana untuk ke kota terdekat untuk melakukan market research dengan menumpang kereta kuda Jonas yang hari ini punya jadwal ke sini."Aaaaanghhmmmm. . . "Sambil menguap lebar, aku berjalan menuju ke bagian belakang rumahku untuk cuci muka. Beberapa hari yang lalu, Erwin dan anak buahnya membuatkan sebuah bak air di sumur yang ada di belakang. Jadi, tanpa pelayanpun aku bisa mendapatkan air tanpa harus menimba dan mengisi ember-ember kayunya dulu.Tidak lama kemudian, akupun sampai di area dekat sumur, dan begitu aku bergerak lebih dekat ke arahnya. Aku menemukan seorang Haruki yang sudah berpakaian rapi sedang mencuci wajahnya.". . . . ."". . . . . "Mata kami bertemu."Hmm. . ."Kukira dia akan mengomentari penampilanku dan mengatakan sesuatu yang membuatku ingin memukul wajahnya, tapi tidak sesuai duggaanku. Dia hanya sedikit bergerak ke samping lalu mengangkat dagunya ke arahku, memberikan isyarat untuk ke tempat di sampingnya untuk cuci muka."Terima kasih"Aku berdiri di sampingnya lalu mengambil air dari dalam bak yang isinya sangat susah kuambil karena hanya tersisa setengahnya. Dan sepertinya, seakan ingin membuat lawakan dari kesusahanku. Tiba-tiba gayung yang kupakai gagangnya patah dan benda itu jatuh kembali ke dalam baik air.". . . ."Aku ingin mencoba mengambilnya tapi Haruki menendang pelan kakiku untuk mengalihkan perhatianku."Hah. . . .hmm. . ."Haruki menyodorkan gayung berisi airnya padaku."Terima kasih"Aku langsung mencoba meraih benda itu, tapi sekali lagi. Sepertinya ada yang punya hobi untuk melihatku kesusahan dan tanpa sengaja menyenggol benda itu sampai jatuh. Membuat Haruki langsung memberiku tatapan yang sepertinya 'kau ingin mengajak ribut ya?'"Maaf, aku tidak sengaja""Mnghh, sekarang diam di situ!"Dia mengatakannya dengan sangat serius sampai aku secara reflex hanya mengangguk pada perintahnya. Lalu, begitu dia melihatku tidak mau melawan dia langsung mengambil kembali gayungnya dan mengisinya sampai penuh. Setelah itu, dia mendekatiku dan mulai mencuci mukaku dengan tangannya."Mmm. . .aku bisa mewwlakukannya sendiri""Aku bilang diam!"Dicuci mukanya oleh orang lain bukanlah pengalaman baru bagiku, tapi entah itu pelayanku ataupun Ibuku. Mereka melakukannya dengan hati-hati. Tidak seperti anak laki-laki ini. Hidung dan pipiku benar-benar terasa sakit. Yang tidak mengejutkan mengingat dia meremas-remas wajahku layaknya seperti orang yang sedang membuat adonan roti. Tentu saja aku mencoba melawan dan mendorong badannya, tapi usahaku tidak ada pengaruhnya."Ok, selesai!"Begitu dia melepaskan wajahku, aku langsung mundur dan menjauh darinya. Kemudian aku juga tidak lupa menunjukan kemarahanku padannya, hanya saja sebab ada sedikit air mata yang keluar yang bisa kutunjukan padanya hanyalah wajah seorang anak kecil yang sepertinya akan menangis.". . . ."Aghhh. . . .Sekarang malah dia melihatku dengan mata kasihan.Aku tidak peduli lagi, aku ingin pergi dari sini. Yang dia berhasil remas bukan hanya pipiku, tapi juga harga diriku. Diberi tatapan kasihan oleh seorang anak kecil yang umur mentalnya hampir dua kali di bawahku terasa agak menyakitkan. Oleh sebab itulah aku memutuskan untuk buru-buru meninggalkannya dan mengalihkan perhatianku dari Haruki."Tunggu dulu!"Tapi sekali lagi, dengan mudahnya dia menangkapku. Untuk jaga-jaga, aku menempelkan tanganku di atas pipiku bersiap kalau-kalau dia akan meremasnya lagi.". . Apa?""Hari ini aku akan memulai kelas, bersiap dan ke ruang tamu nanti jam sembilan""Um . .aku paham""Bagus"Setelah itu, Haruki meninggalkanku. Meninggalkanku yang baru saja ingat kalau hari ini aku sudah punya rencana. Begitu aku menyadari hal itu, aku langsung berlari mencari Erwin memintanya membantuku menjelaskan situasi kami pada Haruki nanti. Yakin kalau hal itu adalah langkah terbaik yang ada di dunia.3"Aku mengajakmu duel""Hah?"Begitu Amelie kembali dari menyiapkan barang-barangnya untuk pergi, tiba-tiba dia menemukan Erwin dan Haruki yang sedang adu argumen dan untuk suatu alasan akan melakukan duel."Erwin apa yang terjadi di sini?"Setelah didekati oleh Amelie, Erwin menjelaskan apa yang terjadi.Awalnya Erwin datang untuk memberitahukan Haruki kalau sebelumnya Amelie sudah punya rencana dengannya. Tapi begitu Haruki tahu rencana apa yang Erwin miliki, dia memutuskan kalau Amelie dan bahkan tidak perlu pergi sebab tugas mereka adalah belajar.Erwin tidak menyerah dan menjelaskan keadaan teritori mereka kepada Haruki berharap agar anak laki-laki itu mau mengerti. Tapi sekali lagi, Haruki memberitahukan kalau memikirkan apa yang terjadi pada teritori mereka bukanlah tugasnya dan mereka hanya akan mengganggu pekerjaan orang lain.Setelah Haruki selesai memberikan pendapatnya, kali ini ganti Erwin yang bertanya pada Haruki. Dia menanyakan apa yang ingin dia ajarkan pada Amelie sambil memberikan nasihat kalau mengajari mereka basic sama sekali tidak ada gunanya. Mengingat dia yakin kalau Amelie bahkan lebih pintar dari Haruki.Membuat Haruki, yang tidak terima dianggap lebih bodoh dari anak lima tahun. Mengajak Erwin berduel untuk memutuskan siapa yang pendapatnya benar.Erwin melihat ke arah Amelie. Gadis itu mengangguk dan joba mengajak Haruki untuk lebih tenang."Bukannya aku ingin meremehkanmu kak Haruki, tapi jujur saja kau bukan tandingan Erwin"Dengan kalimat yang salah."K. . kau. . . "Dilihat dari kepercayaan diri anak laki-laki itu, Amelie yakin kalau setidaknya Haruki punya latar belakang bela diri yang cukup. Tapi sayangnya, dia tidak bisa melihat kalau ada anak laki-laki sumuran Erwin normal yang punya skill bertarung setinggi dia. Selain itu, dilihat dari manapun Haruki bukanlah tipe orang yang spesialisasinya bertarung. Dengan kata lain, Erwin ditantang dalam sebuah pertandingan di mana skillnya di atas lawan dan semua skill set nya dikhususkan untuk pertandingan itu. Amelie sama sekali tidak bisa melihat prospek kemenangan Haruki sedikitpun.Oleh sebab itulah dia menganjurkan agar anak laki-laki itu berhenti meski harus menyakiti hatinya."Aku tidak mau mendengar komentar itu darimu"Sama seperti orang yang tidak mau dibilang bodoh oleh orang bodoh. Haruki juga tidak mau dianggap lemah oleh orang yang lebih lemah darinya. Rasa khawatir yang Amelie tunjukan bukan hanya membuat Haruki merasa semakin diremehkan, tapi juga membuat kepala anak laki-laki itu semakin dibakar rasa marah.". . . "". . . "Amelie dan Erwin melihat satu sama lain, mereka tidak bisa menebak kenapa Haruki selalu seperti ingin mengajak bermusuhan dengan mereka, selalu berpikir kalau mereka merendahkannya, dan bersikap keras kepala meski hal itu tidak logis."Bagaimana Erwin?"Amelie sudah tidak tahu harus melakukan apa. Melihat dari penampilannya, Amelie yakin kalau Haruki adalah anak pintar yang bisa dengan mudah diajak bicara. Tapi untuk suatu alasan, dia tidak mau mendengarkan apa yang Amelie dan Erwin katakan dan bersikeras untuk mendorong agendanya sendiri pada gadis kecil itu. Agenda yang sebenarnya bisa dia tunda untuk besok."Tidak ada pilihan lain, aku menerima tantanganmu, sepertinya kepalamu perlu sedikit didinginkan"Di dalam budaya bangsawan, duel sendiri bukanlah sesuatu yang asing. Jika ada dua pihak yang tidak lagi bisa menggunakan kata-kata untuk menyelesaikan masalah mereka dan keduanya tidak bisa berkompromi. Mereka bisa menyelesaikannya dengan duel.Sebab duel tidak bisa diwakilkan oleh siapapun, metode penyelesaian masalah itu sangat jarang digunakan. Tapi meski begitu, duel sendiri bahkan ada di dalam salah satu bagian dari undang-undang hukum Amteric."Baguslah! sekarang ke belakang!"Tidak Amelie, tidak Erwin, ingin menyelesaikan masalah mereka dengan kekerasan. Tapi sepertinya mereka benar-benar tidak punya pilihan lain. Karena itulah, mereka mengikuti Haruki ke taman di belakang rumah Amelie supaya mereka tidak mengganggu orang lain.Tidak lama kemudian, mereka semua sampai di tempat duel."Apa kau sudah siap?""Tentu saja"Haruki mengambil posisi diikuti oleh Erwin yang juga mengambil posisi di depannya. Setelah itu, keduanya memasang kuda-kuda yang dari posisinya punya fundamental yang bertolak belakang. Menunjukan perbedaan yang mencolok antara fokus dari gaya bertarung antara Yamato dan Amteric.Erwin menggunakan gaya militer standar dengan kedua tangannya berada di samping dadanya. Gaya bela diri yang fokus pada serangan cepat akurat yang bisa mengakhiri pertarungan dalam satu gerakan. Sedangkan Haruki, memposisikan tangan kanannya di depan wajahnya dan tangan kirinya di pinggangnya. Sebuah kuda-kuda yang dibentuk dengan fokus menangkis serangan awal musuh lalu memberikan counter sebelum lawan bisa bereaksi.Di sana tidak ada wasit, jadi Erwin dan Haruki setuju untuk membiarkan Amelie untuk jadi hakim."Duel berakhir saat ada yang menyerah atau tidak bisa lagi lanjut, melukai wajah, tenggorokan, ulu hati, dan selangkangan dilarang, kalian paham?"Keduanya mengangguk."Siap? Mulai!"Erwin langsung melakukan pukulan cepat ke arah pundak Haruki, hanya saja kedua tangannya tidak mengepal sebab yang dia ingin lakukan adalah meraih tubuh anak laki-laki di depannya. Dia ingin mengakhiri duel itu dengan mengunci pergerakan Haruki.". . . "Di saat-saat terakhir Haruki berhasil memiringkan badannya dan menyelipkan tangannya di antara lengan Erwin. Membuat anak laki-laki itu gagal merengkuh pundaknya."Kau lumayan juga."Erwin yang melihat Haruki masih memasang muka tenang secara jujur memuji anak laki-laki di depannya. Dasar dari bela diri Amteric adalah seseorang mengalahkan musuh dengan sekali serang. Dengan kata lain, strategi orang Amteric adalah langsung mengeluarkan kartu as di awal ronde. Dan Haruki baru saja menahan kartu as itu.". . . . . ."Haruki memasang wajah tenang, tapi dari satu serangan itu saja dia paham kalau kemampuan Erwin jauh berada di atasnya. Serangan pertama anak laki-laki itu bisa dia hindari adalah karena dia tidak serius melukai Haruki. Jika benar-benar serius ingin menghajarnya, Erwin bisa melukainya dengan mudah.Dia paham kalau sepertinya dia baru saja meremehkan seseorang yang ada di atasnya. Tapi hal itu bukan alasan yang dia bisa pakai untuk mundur. Tidak, dia tidak ingin menyerah bahkan sebelum mencoba. Oleh sebab itulah, dia memutuskan untuk maju."Haaa!!"Lalu dengan terang-terangan mengincar wajah Erwin dengan tinjunya."Terlalu jelas"Dan seperti yang Haruki duga, Erwin dengan mudah menangkis serangan itu.Tapi Serangan Haruki belum berakhir. Memanfaatkan energi kinetik dari pukulannya, Haruki dengan cepat memutar badannya dan kembali melepaskan pukulan keduanya ke arah ulu hati Erwin. Yang sekali lagi juga ditangkis dengan mudah. Dan sekali lagi juga, Haruki kembali memutar badannya, hanya saja. Kali ini dia menyapu kaki Erwin dengan tendangannya."Sudah kubilang terlalu jelas!"Erwin memiringkan badannya ke depan lalu menggunakan kaki kirinya sebagai jangkar sebelum memutar kuda-kudanya balas memberikan tendangan ke arah kaki Haruki. Membuat serangan anak laki-laki di depannya kembali gagal."Trik dari buku tidak akan mempan padaku"Apa yang coba Haruki lakukan adalah trik dasar bela diri. Mengalihkan perhatian dengan serangan mencolok lalu menyapu kuda-kuda lawan dan menjatuhkannya sebelum memberikan serangan telak di akhirnya. Hanya saja, meski kau tahu akan hal itu melakukan counter dalam timing yang pas bukanlah sesuatu yang orang biasa bisa lakukan dengan mudah."Selain itu, bukannya dari tadi kau melanggar peraturan?""Peraturan yang mana?""Jangan pura-pura lupa! Amelie!"Erwin melihat ke arh Amelie untuk memastikan aturan dari duelnya dengan Haruki sekali lagi. Hanya saja, jawaban yang didapatkannya jauh dari yang dia harapkan."Maafkan aku Erwin, tapi Haruki tidak melanggar aturan"Atau lebih tepatnya, dia belum melanggar aturan."Hah?"Aturan yang Amelie buat adalah diskualifikasi saat ada yang melukai area-area tertentu dari lawannya. Tapi dia sendiri lupa tidak mengatakan kalau mengincar bagian-bagian terlarang itu adalah sebuah pelanggaran. Dengan kata lain, sebelum benar-benar ada yang terluka. Seseorang tidak bisa didiskualifikasi dari duel."Kau dengar sendiri kan? aku tidak melanggar peraturan""Geh. . .main trik"Mencari loophole dalam sebuah peraturan adalah juga salah satu dasar dalam melakukan negosiasi. Sama seperti mengalihkan perhatian musuh juga adalah sebuah dasar dalam sebuah pertarungan.Dan berhubung Haruki sadar kalau dia tidak mungkin bisa mengalahkan Erwin dengan pertarungan langsung yang jujur. Mau tidak mau dia harus menggunakan trik kotor bahkan hanya untuk bisa tetap berkompetisi.Dengan begitu, dimulailah pertarungan tersulit Erwin sampai hari itu.Erwin merasa kalau menang dengan membiarkan Haruki menyerang area terlarangnya akan memberi anak laki-laki itu pelajaran yang salah. Oleh sebab itulah, dia bertahan dan menangkis semua serangan yang jika dia biarkan sebenarnya akan membuat Haruki terdiskualifikasi.Dia ingin menyerang balik, tapi menyerang Haruki hampir sama saja dengan berjalan ke ladang ranjau sebab anak laki-laki itu secara literal menggunakan kepala dan badannya sebagai tameng. Sedikit saja Erwin salah bergerak maka dialah yang akan didiskualifikasi.Erwin sadar kalau kelemahannya sedang dieksploitasi. Keinginannya untuk tidak melukai Haruki anak itu gunakan sebagai senjatanya. Dia sadar kalau duel mereka sudah dikotori dengan trik lick Haruki. Tapi meski begitu, dia tidak bisa membenci lawannya sebab mau tidak mau dia harus mengakui kalau pertama. . .Strategi Haruki itu valid dan efektif. Dalam pertarungan yang sesungguhnya, kau harus bisa memanfaatkan apapun yang kau punya. Apalagi kalau lawanmu lebih baik darimu dalam segala hal. Membuat Erwin sadar, kalau dia perlu lebih fleksibel dalam bertarung.Kedua, Tidak semua orang bisa meniru strategi Haruki. Untuk bisa melakukannya kau perlu memiliki keberanian untuk secara literal mengorbankan wajahnya untuk dipukul musuh, Satu kesalahan saja dan kau bisa kena cedera parah. Dan Erwin mengagumi keberanian itu.Kemudian yang terakhir. Selain keberanian Haruki juga harus memiliki satu hal penting lain untuk membuat strateginya bekerja.Haruki harus percaya akan skill Erwin. Dia harus percaya kalau Erwin akan mampu menghentikan serangannya di di saat-saat terakhir. Membuat duel ini jadi sesuatu yang lebih dari sekedar cara mereka menyelesaikan konflik. Saat ini, duel mereka sudah jadi medium mereka untuk berkomunikasi."Bersiaplah"Jika mereka sedang berlatih Erwin tidak keberatan lebih lama bertarung dengan Haruki. Tapi sayangnya, hari ini jadwalnya padat dan dia perlu buru-buru menyelesaikan duel mereka. Dia merasa kalau duel mereka sudah berlangsung terlalu lama dan dia ingin segera mengakhirinya."Apa kau sudah menyerah?"Erwin tidak menjawab dan hanya menatap Haruki dengan pandangan serius. Menandakan kalau dia tidak ingin bermain-main lagi. Kali ini, dia akan melakukan serangan tackle tanpa trik maupun teknik dengan terang-terangan. Jika Erwin menang, dia akan mengajari Haruki untuk lebih flexible. Lalu, jika dia kalah maka dialah yang harus mulai jadi flexible."Maju!!"Haruki dan Erwin mengambil posisi, lalu dengan cepat keduanyapun berlari ke arah satu sama lain.Jika mereka menabrakan diri seperti itu secara langsung, bisa dipastikan kalau Erwinlah yang akan menang mengingat dia yang punya kecepatan lebih tinggi. Tapi tentu saja, Haruki tidak akan membiarkan hal itu begitu saja.Dia punya rencana, tapi rencana itu memperlukan timing yang tepat untuk dieksekusi.Begitu jarak mereka sudah dekat, Haruki menghentikan gerakannya lalu membiarkan Erwin menabrak tubuhnya. Bukan hanya itu, dia menangkap tubuh Erwin dengan memeluknya kemudian memberikan dorongan pada dirinya sendiri ke arah belakang. Kemudian, dengan bantuan energi kinetik yang Erwin berikan diapun membawa tubuh mereka berdua melompat ke tanah.Setelah itu, saat mereka sedikit melayang di udara Haruki memutar badannya dan memposisikan tubuh Erwin di bawahnya. Yang membuat gerakannya langsung terkunci begitu mereka kembali jatuh ke tanah."Wa. . . ."Erwin tidak pernah mengira kalau Haruki akan menggunakan supplex untuk menyerang baliknya. Bahkan saking terkejutnya, dia sampai dia terlambat bereaksi. Membuat duel mereka berakhir dengan kekalahannya."Aku menang, itu berarti kalian harus menuruti jadwalku! paham?"". . .Ya"Entah itu Amelie maupun Erwin, mereka tidak suka dengan fakta kalau rencana mereka jadi berantakan. Tapi setelah melihat seberapa kerasnya Haruki berusaha,merekapun merasakan sedikit empati untuk anak laki-laki itu. Bahkan, duel mereka sempat membuat Hanabi merasa seakan dia sedang menonton sebuah pertanding final dari sebuah turnamen. Membuatnya tanpa sadar bertepuk tangan di akhir duel mereka.Rasa bangganya itu terus melambung tinggi sampai setengah jam kemudian, semua rasa bangga itu jatuh ke dengan kerasnya sampai hancur berkeping-keping.Brak.Haruki menggebrak meja di depannya dengan keras. Sangat keras bahkan sampai dia merasa tangannya agak sakit. Tapi daripada tangannya, ada bagian lain dari dirinya yang merasa lebih sakit. Harga dirinya. Atau lebih tepatnya, gengsinya.Mulai dari sejak pertama dia bisa mengingat sampai sekarang, semua orang menjuluki anak jenius yang hanya lahir seratus tahun sekali. Dan meski awalnya dia tidak terlalu memperdulikan anggapan orang lain tentangnya, tapi lama-kelamaan stigma yang banyak orang sering tempelkan padanya itu mulai mengakar di dalam dirinya. Membuatnya pelan-pelan percaya, kalau dia itu memang jenius, hebat, dan spesial.Tentu saja, pujian-pujian yang diterima Haruki dari orang-orang di sekitarnya sama sekali bukan kebohongan. Dan reaksi Haruki yang jadi sedikit besar kepala adalah sesuatu yang normal untuk anak-anak seumurannya. Lalu, sebab dia memang sudah berusaha keras mendapatkan sedikit pujian dari sana-sini juga bukan sebuah hal yang perlu dipermasalahkan.Hanya saja, ayahnya adalah seseorang yang punya kepribadian agak merepotkan. Dia adalah tipe orang yang suka membully orang yang sukai atau anggap menarik. Jika kau bertingkah pintar di depannya, dia akan terus-terusan memberimu masalah yang memerlukan otakmu untuk diselesaikan. Jika kau bertingkah kuat, dia akan membuat masalah yang solusinya hanya dengan baku hantam. Dan jika kau bertingkah seperti orang yang bisa melakukan apa saja, dia akan melemparkan berbagai macam cobaan layaknya dewa yang sedang mengetes kesetiaan pemujanya."Ah. . .aku merasa seperti orang idiot"Ayah Haruki merasa kalau pendidikan anaknya di negaranya sendiri sudah tidak lagi memadai. Bukannya kualitas mereka tidak bagus, tapi Haruki perlu hal lain untuk dipelajari. Dan hal itu sama sekali tidak bisa dipelajari jika dia terus mendekam di satu tempat saja ketika dia berencana untuk membuat anak laki-lakinya itu mewarisi posisinya. Posisinya sebagai orang penting.Anaknya butuh pandangan yang lebih luas, oleh sebab itulah dia mengajak Haruki ke Amteric dan memasukkannya ke sekolah bangsawannya. Yang sejujurnya lumayan mengecewakan levelnya. Untung saja dia mendengar berita kalau ada dua orang anak jenius yang karena masalah politik terpaksa dikeluarkan dari sekolah. Dan beruntungnya lagi, dia juga mendengar dari seorang pedagang kalau orang tuanya salah satunya sedang mencari guru untuk mereka.Tanpa ragu, dia memutuskan untuk mengambil pekerjaan itu dan menyuruh anaknya untuk menjadi guru mereka dengan bantuan dari sedikit provokasi yang sangat efektif. Dia mengompori anaknya dengan sesuatu yang tidak seorang anakpun suka.Dibandingkan dengan anak lain.Profokasi itu sangat efektif sampai membuat Haruki bahkan tidak menyukai muridnya sebelum mereka bertemu."Ahahaha. . .dunia ini benar-benar luas"Haruki mengatakan kalimat itu dengan mata yang kelihatan seperti ikan mati."Apa kau tidak apa-apa Haruki?"Amelie bertanya dengan nada khawatir, dia merasa kalau ada sesuatu di kepala yang baru saja rusak. Bukan hanya aura permusuhannya tiba-tiba hilang, tapi dia juga merasa kalau kepercayaan diri anak laki-laki untuk suatu sepertinya baru saja luntur."Jangan pikirkan aku"Test yang diberikan oleh Haruki dipenuhi dengan soal dari banyak kategori dan level. Mulai dari sesuatu yang dasar sampai soal yang menanyakan tentang hal-hal yang konsepnya masih bahkan masih abstrak abstrak untuk dirinya sendiri. Soal-soal yang dia buat untuk menentukan seberapa kompetennya mereka.Tapi apa yang dia dapatkan hanyalah fakta kalau sepertinya yang kekompetenannya perlu dipertanyakan adalah dirinya sendiri.Ayahnya sudah bilang kalau keduanya itu bukan orang biasa, jadi dia sama sekali tidak terkejut ketika soal basic dan soal level medium bisa mereka selesaikan dengan mudah. Yang membuatnya sangat terkejut adalah, fakta kalau Erwin dan Amelie baru saja membuat rumus baru secara sambil lalu.Erwin dan Amelie tidak bisa menjawab semua soal yang Haruki berikan, tapi soal yang mereka bisa jawab. Semuanya berisi detail yang bahkan Haruki tidak bisa pikirkan.Haruki mengira kalau Erwin hanya genius dalam masalah bela diri, tapi anak laki-laki itu ternyata jauh dari yang namanya bodoh. Untuk suatu alasan dia bukan hanya menguasai menguasai fisika, kategori ilmu pengetahuan yang baru saja diakui keberadaannya oleh negaranya. Tapi juga tahu tentang hal-hal yang banyak peneliti di negaranya bahkan belum mulai pikirkan seperti hubungan antara magnet dan listrik.Kemudian Amelie. Bocah yang umurnya bahkan belum genap enam tahun itu juga untuk suatu alasan, bukan hanya menguasai tapi punya kemampuan untuk membuat konsep ekonomi yang Haruki tidak bisa bayangkan sebelumnya. Jika ada yang bilang kalau Amelie datang dari masa depan, Haruki akan bisa mempercayainya dengan mudah."Erwin? apa yang kau lakukan? jangan melakukan hal yang aneh-aneh""Harusnya aku yang bilang begitu! apa yang kau tulis di lembar jawabanmu? kau tidak menulis yang aneh-aneh kan?"Haruki mendengar Erwin dan Amelie saling menyalahkan siapa yang jadi penyebab perubahan sikapnya. Dan hal itu membuatnya merasa benar-benar kesal, bukan karena suara berisik yang mereka buat. Melainkan karena keduanya tidak sadar kalau dua-duanya sama-sama anehnya."Diam!"Keduanya langsung diam dan mengalihkan perhatian mereka pada Haruki."Bagus, sekarang dengarkan aku baik-baik""Ya""Ya"Keduanya menjawab dengan serentak. Setelah itu Haruki menarik nafas dalam dan menutup matanya, lalu. Setelah menunggu beberapa saat dia menunduk dan bilang. ."Maafkan aku sudah bertingkah buruk pada kalian, aku harap kalian bisa memaafkanku"Haruki adalah seorang anak yang pintar, tapi levelnya memang hanyalah ada pada taraf itu. Seseorang yang pintar dalam banyak hal. Bukan genius yang kemampuan spesialnya punya level yang tidak bisa diukur. Dia sempat berhalusinasi kalau dia itu spesial, tapi begitu melihat apa yang bisa dilakukan oleh Haruki dan Erwin. Dia sadar kalau dia hanyalah orang biasa, seseorang yang normal. Haruki tidak mempunyai sesuatu yang spesial, sesuatu yang hanya dia yang punya.Dengan kata lain, dia tidak punya alasan untuk merasa sombong, dia tidak punya hak untuk sombong atas kemampuannya sendiri. Sebab kemampuannya, sebenarnya hanya biasa-biasa saja."Te-tentu saja, aku memaafkan kak Haruki""Hm. . . setelah kalah darimu aku paham kalau aku masih perlu belajar banyak"Erwin dan Amelie sempat kaget dengan perubahan Haruki, tapi sebab mereka melihat perubahan anak laki-laki itu menuju ke arah yang lebih baik. Keduanya dengan senang hati memaafkan tindakan-tindakan menjengkelkan Haruki tanpa banyak berpikir. Selain itu, setelah mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh Haruki, mereka juga akhirnya paham kalau mereka masih perlu mempelajari banyak hal tentang dunia di mana mereka berada.Contohnya, mereka bahkan tidak tahu kalau sebagian besar bahan makanan yang mereka dapatkan bukanlah produk Amteric melainkan hasil import dari negara lain. Mereka juga baru tahu, kalau kebanyakan bansgawan Amteric tidak ingin membuat usaha pertanian di teritori mereka sebab industri itu dianggap 'pekerjaan orang rendahan' dan masih banyak lagi.Selama ini mereka mencoba membangun bisnis tanpa tahu apapun dan hanya berharap kalau tembakan mereka akan mengenai sesuatu dan mereka bisa sukses. Tapi jika mereka punya lebih banyak pengetahuan lagi, mereka bisa membuat rencana yang lebih konkrit dan kesempatan berhasilnya jauh lebih besar.Mereka merasa kalau keberadaan Haruki mungkin adalah kunci untuk menyelesaikan masalah mereka."Terima kasih, hanya saja sebab aku punya tugas sebagai seorang guru, aku tetap harus mengajari kalian sesuatu"Tentu saja jika Haruki harus mencari sesuatu untuk diajarkan pada Amelie dan Erwin, akan susah kalau dia memeriksanya dari daftar hal yang mereka bisa. Sebab dia yakin, daftarnya akan panjang. Karena itulah, dia akan mencari apa yang mereka tidak tahu dulu sebelum memutuskan apa yang akan dia ajarkan pada keduanya."Jadi?"Amelie menanyakan apa yang Haruki maksud."Artinya. . mulai hari ini aku yang akan mengikuti jadwal kalian"Erwin dan Amelie melihat satu sama lain kemudian tersenyum. Sepertinya mereka baru saja mendapatkan teman baru dalam perjuangan mereka bahkan tanpa perlu merekrutnya. Dan mereka berharap, kalau yang mereka dapatkan bukanlah hanya seorang partner bisnis, melainkan sesuatu yang lebih. Oleh sebab itulah, mereka bilang. . ."Selamat datang di keluarga Anneliese""Selamat datang di keluarga Anneliese"Pada anggota keluarga baru mereka.Ayahnya bilang kalau kau mengajari seseorang, sebaliknya kau juga akan diajari sesuatu oleh orang itu. Baik itu sengaja atau tidak. Dan Haruki yakin, kalau kedua orang yang ada di depannya itu akan memberinya pelajaran yang tidak akan bisa dia dapatkan di manapun.Saat ini dia tidak tahu apa spesialisasi yang dia miliki, tapi dia akan terus mencarinya sampai dia bisa menemukan sesuatu yang bisa dia bilang dengan percaya diri. Kalau tidak ada orang yang lebih hebat dari dirinya dalam bidang itu.Hari itu, keduanya memutuskan untuk melanjutkan rencana awal mereka untuk melakukan market research sambil menyeret Haruki kesana-kemari. Dan di hari itu pula, Haruki menyadari kalau sepertinya bakat tersembunyinya sangat jauh dari masalah akademi.Bakat yang membuatnya diberi julukan Bleak Knight di masa depan.