1
Kebebasan adalah sesuatu yang ajaib. Kau bisa memberikannya dengan mudah, dengan murah, dan dengan. . . . bebas. Kau tidak akan kehabisan stok kebebasan untuk dibagikan. Dan kau tidak akan kehabisan biaya untuk memberikannya pada semua orang.
Hanya saja. Meski kebebasan itu murah, bukan berarti hal itu adalah barang murahan. Sebab jika kau mengambilnya dari seseorang. Orang itu tidak akan rela memberikannya begitu saja. Mereka bahkan akan melawan dengan berapi-api.
Karena itulah suasana ruangan aula kota Kroufer penuh dengan kegaduhan. Semua orang yang ada, atau lebih tepatnya. Pria-pria yang ada di tempat itu sedang berteriak dengan lantang kalau mereka ingin melawan pasukan Olisburg. Kalau mereka harus mempertahankan Kroufer. Kalau mereka harus mempertahankan kebebasannya.
Mereka tidak ingin pergi dan memilih untuk tetap berada di sana. Seperti yang sudah dibilang sebelumnya. Mereka ingin mempertahankan tanah kelahiran mereka. Sentimen yang sekarang sedang menyebar adalah, lebih baik kalau mereka mati berusaha daripada menyerah dan membuang kebebasan yang sudah mereka dapatkan.
"Kelihatan arah pembicaraannya jadi buruk. . ."
"Ya. . ."
Amelie dan Haruki yang melihat diskusi tentang keadaan darurat Kroufer merasa kalau mood tempat itu mulai berjalan ke arah yang tidak mereka inginkan. Keduanya ingin agar penduduk kota itu untuk mengungsi, tapi orang yang bersangkutan malah ingin bunuh diri dengan melawan pasukan yang akan datang.
"Tapi semua itu masih ada dalam perhitungan kalian kan?"
Amelie sendiri tidak ikut dalam diskusi antara Haruki dan Fina sebab dia harus mengkoordinasikan banyak hal dengan orang-orang di rumah. Tapi dia yakin kalau Haruki sudah tahu kalau rencana pengungsian yang mereka ajukan pasti akan disambut dengan reaksi semacam itu.
"Tentu saja, kami bahkan sudah menyiapkan senjata rahasia untuk membuat semua orang mau pergi"
Amelie melihat ke arah Haruki dengan pandangan menghakimi. Dia masih ingat bagaimana pemuda itu memanfaatkannya untuk memanipulasi perasaan semua orang di desanya dulu. Tidak salah lagi, Haruki ingin melakukan hal yang sama kali ini.
Merasakan pandangan Amelie, Haruki hanya tersenyum dan mengelus kepala gadis kecil itu.
Lalu. . .
"Kalau begitu. . . kita akan berpisah lagi?"
Mendengar pertanyaan itu, Haruki bisa bilang. . .
"Maafkan aku. . ."
Setelah itu dia menurunkan badannya agar tinggi mereka jadi sama. Dia ingin mengatakan sesuatu untuk menghibur gadis di depannya, tapi sebelum dia sempat membuka mulut.
". . . Amelie?"
Gadis itu memeluknya dengan erat. Dia tahu kalau dia mengatakan sesuatu, hal yang keluar dari mulutnya hanya akan membuat Haruki merasa susah. Oleh sebab itulah dia memeluk pemuda itu dalam diam. Perasaannya dia utarakan dengan seberapa eratnya dia mencoba memeluk tubuh pemuda itu.
Merasakan keteguhan hati Amelie. Pemuda itu balik memeluk gadis kecil di dadanya. Dan daripada meminta maaf atau mencoba menghiburnya. Haruki memutuskan untuk bilang. .
"Terima kasih, aku akan memastikan misi kita berhasil"
Amelie mengangguk.
2
Setelah kehidupan orang-orang Kroufer mulai jadi lebih baik. Tiba-tiba mereka diberi kabar kalau mereka harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi ke kota lain karena mantan penguasa mereka merasa iri. Tentu saja semua orang akan merasa marah dengan keadaannya. Dan sudah jadi tradisi kalau sebuah kemarahan dengan mudahnya membuat seseorang mengambil keputusan bodoh.
Haruki mengajukan ide agar semua orang dikumpulkan di aula adalah agar dia bisa mendengar pikiran-pikiran dan rencana bodoh para penduduk Kroufer. Memberikan forum agar mereka bisa meluapkan emosi mereka, lalu pada akhirnya membujuk semua orang agar mau mengungsi di dalam waktu yang sama.
Mereka tidak punya banyak waktu, jadi mereka harus cepat bergerak. Dia ingin semua orang sudah pergi sebelum siang hari supaya dia bisa bersiap untuk menghadapi pasukan Olisburg.
"Aku paham apa yang kalian rasakan, aku juga tidak ingin pergi! Tapi situasinya sulit!"
Sebagai pembuka, diskusi dimulai dengan Reynard menjelaskan situasi mereka dan memberitahukan rencananya untuk mengungsi sebagai walikota baru. Fina sebagai orang yang punya kekuasaan paling tinggi diputuskan hanya akan jadi saksi pihak ketiga. Keduanya kalau keputusan mereka dipaksa oleh Fina yang bukan orang lokal, nanti akan timbul masalah yang datang di belakang karena sakit hati atau tidak terima.
"Tuan Reynard, tempat ini adalah rumah kami, tempat kami lahir! Kalau kami harus mati kami akan mati di sini!"
"Ya, kami tidak akan kabur!"
"Usir Olisburg dari kota ini!"
"Bela Kroufer!!"
Mengatakan kalau situasi mereka itu 'sulit' bahkan masih dibilang sebagai meremehkan. Situasi di mana mereka sedang berada leih tepat disebut sebagai 'tidak ada harapan'. Sebanyak apapun semangat juang yang penduduknya miliki, hal itu tidak akan mereka gunakan untuk membalik situasi mereka.
Jika mereka tetap nekat menghadang pasukan Olisburg, bukan hanya mereka pasti akan gagal. Mereka juga pasti akan mati.
"Daripada harus tunduk di bawah Olisburg lagi, lebih baik aku mati saja!"
Seorang pria berteriak dengan lantang.
"Lebih baik mati daripada ditindas lagi!"
Dan teriakan itu disambut oleh teriakan lain yang jelas kedengaran dibakar oleh emosi sesaat yang membara.
"Asal Kroufer bebas, aku rela mengorbankan diri"
Yang kemudian disambut lagi oleh seseorang yang sepertinya punya ilusi kalau mereka masih punya kesempatan untuk menang.
"Tuan Reynard! Semua orang yang ada di sini tidak ada yang ingin mundur"
Kebanyakan yang datang ke aula adalah pria dan pemuda yang semangatnya masih membara. Jadi tidak heran kalau patriotisme mereka levelnya masih sangat tinggi. Dan sebab emosi mereka meluap-luap, dengan mudahnya orang lain juga ikut terpengaruh oleh mood itu. Membuat kebanyakan orang yang ada di situ jadi ingin maju berperang, dan membuat orang yang tidak ingin berperang tidak mau bicara karena takut dicibir orang lain.
Selain itu kenyataan kalau Dhaval, ayah Syla yang termasuk sebagai orang berpengaruh dan punya Kharisma juga punya pandangan yang sama juga membuat keadaan jadi semakin panas. Orang-orang mempercayainya, jika dia bilang kalau dia ingin perang akan ada banyak orang yang akan ikut bilang kalau mereka juga ingin perang meski mereka tidak pernah melihat perang.
Reynard mungkin walikota mereka, tapi dia adalah walikota baru yang belum punya hubungan apa-apa dengan rakyatnya. Karena itulah bagi orang-orang kalangan bawah, kata-kata Dhavallah yang akan lebih mereka indahkan. Jika Reynard mengatakan sesuatu yang berbeda dengan Dhaval, maka orang-orang itu tidak akan mendengarkannya. Sekali lagi, meskipun dia adalah walikota mereka.
"Kalau tuan Rynard ingin membantu, tolong panggil utusan pasukan koalisi dan minta bantuannya menuglur waktu sampai pasukan dari perbatasan datang!"
". . . ."
Reynard melihat ke arah semua orang dalam diam.
Ketika dia bilang kalau dia paham perasaan orang-orang yang ada di depannya. Dia tidak bohong, dia benar-benar tidak ingin meninggalkan kampung halamannya. Dia mencintai tempat itu, kalau tidak! dia tidak akan berusaha keras untuk mencoba menjadikan Kroufer maju.
Meski begitu, dia tahu kalau dia tidak punya kesempatan untuk mempertahankannya. Dia tidak ingin mati, dia tidak ingin orang yang dia kenal mati. Dia memang ingin memajukan Kroufer, tapi hal itu bukanlah tujuan akhirnya. Dia hanya tidak ingin direndahkan, dia tidak ingin diremehkan, dan dia tidak mainan orang lain karena keadaan Kroufer yang buruk.
Jika dia bisa melakukan semua hal itu tanpa harus memperbaiki Krfouer, dia juga tidak akan repot-repot melakukan apa-apa tentang kota yang tidak punya apa-apa itu.
Hal itu hanyalah jalannya untuk membuat orang-orang yang dia kenal bahagia. Jika dia harus mengorbankan orang-orangnya untuk mempertahankan Kroufer, prioritasnya sudah terbalik.
"Jangan memutuskan seenaknya!!!!"
Ketika Reynard masih bingung harus mengatakan apa. Tiba-tiba teriakan lain dia dengar dari sampingnya, bukan dari para kepala desa dan orang berpengaruh lainnya. Tapi dari gadis yang jadi wakil walikota di sampingnya. Syla.
"Jangan seenaknya memutuskan semuanya sendiri!! Ayah!!"
"Syla.. . .?"
"Apa kau ingin meninggalkan kami?"
"Aku hanya ingin melindungimu dan Ibumu!"
"Kalau kau ingin melindungi kami! Jangan pergi! Jangan mati!"
Sebab orang mati tidak bisa melindungi siapapun.
Jika pria itu ingin melindungi mereka, yang dia perlu lakukan pertama adalah tetap hidup. Dan agar dia bisa tetap hidup, hal pertama yang haru Dhaval lakukan adalah mundur dari misi bunuh dirinya lalu ikut mengungsi bersama anak dan istrinya. Seorang ayah tidak hanya perlu melindungi keluarganya dari pasukan musuh yang datang ke tempat tinggalnya, tapi juga dari hal lain.
Karena di dunia nyata, tidak ada yang namanya ending cerita yang berbunyi 'hidup bahagia selamanya' layaknya dongeng anak kecil. Setelah masalah dengan Olisburg selesai, hidup mereka masih akan berlanjut. Dan mereka pasti akan bertemu dengan masalah-masalah lain. Entah itu besar atau kecil, rumit atau sederhana. Sampai mereka mati masalah akan tetap mengikuti mereka.
Sampai mereka mati, mereka akan terus membutuhkan bantuan. Dengan kata lain, membuang nyawanya sekarang hanyalah Ayah Syla membuang tanggung jawabnya untuk melindungi Syla dan Ibunya.
"Kalau aku pergi siapa yang akan melindungi rumah kita!!!!"
Dhaval paham apa yang coba putrinya katakan. Dan dia juga paham dari mana pandangan walikota barunya melihat. Tapi meski begitu, dia tidak begitu saja mundur. Dia tidak bisa begitu saja menerima pandangan mereka dan mengalah. Sebab. . . . .
"Kalau bukan aku siapa yang akan melakukannya!!!"
Hanya saja, yang keras kepala bukan hanya ayahnya. Tapi juga putrinya.
"Rumah yang mana!!!!"
Ayahnya mungkin punya pengaruh, tapi dia tidak punya harta. Jabatannya sebagai kepala desa sama sekali tidak ada kompensasinya. Jadi, keadaan ekonomi mereka sama sekali tidak berbeda jauh dengan tetangga mereka.
Dan rumah mereka?
Keadaan rumah mereka sekali tidak berbeda jauh dari tetangga mereka juga. Jika rumah tetangga mereka adalah gubuk, maka rumahnya hanyalah gubuk yang sedikit lebih besar.
"Ini bukan hanya tentang masalah rumah!!"
"Lalu apa? Tanah? Tanah yang mana?"
Mereka juga punya tanah. Dan tanah mereka, tidak seperti keadaan ekonomi mereka, luasnya besar. Sayangnya, Kroufer bukanlah tempat yang terkenal dengan tanahnya yang subur. Tanah yang mereka olah bahkan tidak bisa menghidupi mereka. Bukan hanya itu, sebab tanah mereka harus dirawat. Tanah itu juga malah menjadi beban yang harus mereka tanggung.
"Ayah, mana yang lebih penting? Aku dan Ibu? Atau rumah kita?"
Pertanyaan semacam itu biasanya hanya membawa masalah jika diajukan pada seseorang. Tapi kali ini, justri pertanyaan semacam itulah yang perlu dilontarkan. Seseorang perlu dipaksa untuk memilih prioritasnya.
Dan jika pilihan itu adalah antara keluargamu dan sebuah rumah bobrok serta tanah gersang. Pilihan yang harus diambil sudah sangat jelas.
". . . . ."
Harusnya.
Dhaval tentu saja ingin melindungi keluarganya. Tapi dia masih tidak bisa mengambil keputusan yang dilihat dari luar, sangat mudah untuk diambil. Dia tidak bisa menjawab, dia tidak bisa mengambil keputusan.
"Ayah. . . ?"
Dia tidak bisa mengatakan apa-apa.
Dan melihat hal itu, Syla hanya bisa memasang wajah terkejut. Yang sesaat kemudian langsung berubah jadi wajah kecewa lalu kesedihan. Kemarahannya sudah sangat besar sampai hal itu berubah jadi rasa sedih.
". . . . . ."
Syla mengalihkan pandangannya dan menutup wajahnya dengan kedua lengannya sambil menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara tangisan dari mulutnya.
". . . ."
Melihat hal itu, bukan hanya ayahnya. Tapi juga sana orang yang ada di sana ikut tidak bisa bicara. Membuat suara sesenggukan kecil Syla bisa didengar oleh banyak orang.
Situasi di antara Syla dan ayahnya bukanlah sesuatu yang unik, kebanyakan orang yang ada di sana juga ada dalam dilema yang sama dengan keluarganya. Oleh sebab itulah, ada banyak yang memutuskan untuk mendengar diskusi antara ayah dan anak itu. Mereka ingin mendapat petunjuk untuk mengatasi masalah mereka sendiri. Tapi yang mereka dapatkan hanyalah rasa bersalah.
Apa mereka akan tega meninggalkan keluarga mereka sendiri? Apa mereka tega memisahkan keluarga orang lain?
"Syla. . . aku. . ."
Melihat putrinya menangis, tidak ada ayah yang tidak merasakan apapun. Dia ingin segera menuju ke tempat putrinya berada dan menghiburnya lalu bilang kalau semuanya akan baik-baik saja. Tapi kali ini, dia tidak bisa bergerak dan merasa kalau dia bahkan tidak punya hak.
Dia akhirnya paham kalau dia baru saja mengkhianati keluarganya. Dia tidak berakhir bisa memilih salah satu. Tapi bagaimana bisa seorang ayah tidak bisa memilih keluarganya sendiri dengan mudah? Mereka harusnya jadi prioritas nomor satunya. Bagaimana dia bahkan bisa ragu akan hal itu?
Di saat semua orang tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Fina yang sedari tadi hanya jadi saksi melihat ke arah Amelie. Atau lebih tepatanya, ke arah Haruki yang sedang ada di pelukan adik perempuannya.
Haruki mengangkat tangannya. Dan Fina menganggukan kepalanya.
"Ahem!!. . . . aku akan mengambil alih diskusi dari sini!"
Sebelum konflik-konflik keluarga tanpa rencana lainnya mengambil alih diskusi mereka. Fina memutuskan untuk mengambil alih pembicaraan di Aula. Kalau keyakinan orang-orang yang melawan Olisburg mulai goyah, hal itu sudah cukup. Dengan mood yang sekarang, dia bisa mengeluarkan senjata rahasianya untuk akhirnya membuat semua orang setuju untuk mengungsi.
"Syla sudah menyinggungnya tadi, tapi aku ingin memastikannya lagi"
Siapa yang ingin kalian lindungi?
"Tentu saja keluargaku!"
"Ya!"
"Benar!!"
Jawaban-jawaban serupa satu-persatu mulai diteriakan oleh orang-orang yang ada di sana. Beberapa orang memberikan jawaban berbeda, tapi mereka pun setuju kalau melindungi nyawa mereka sendiri itu lebih penting daripada menyelamatkan harta mereka.
Setelah merasa kalau semua orang sudah mengungkapkan isi hatinya. Fina menangguk dan melanjutkan kata-katanya dan memberikan pertanyaan bodoh lainnya.
"Kalau begitu, apa kalian bersedia mati demi mereka?"
"Dari tadi kami juga bilang begitu!"
"Kami ingin maju perang justru karena hal itu!"
"Karena itulah! Cepat selesaikan pertemuan ini dan biarkan kami bersiap!"
"Aku paham, kalau begitu bagaimana kalau kita tanya dulu mereka"
Mereka yang ingin kalian lindungi sampai bahkan rela mati.
Fina memberi tanda pada salah satu penjaganya yang berada di dekat pintu aula. Mereka membuka pintu di belakangnya dan mengizinkan banyak wanita dari yang muda sampai yang tua dan juga anak kecil untuk masuk ke dalam aula.
Mereka adalah kartu AS Haruki.
Dan tanpa membuang waktu, salah satu dari mereka langsung memanggil seseorang di tempat duduk dan bilang. . .
"Bern! Apa kau ingin anak ini tidak punya ayah?"
Dengan keras.
Yang berteriak tai adalah seorang wanita muda yang sedang hamil. Dari ukuran perutnya yang sudah besar. Kelahiran dari anaknya sudah tidak jauh lagi, paling lama mungkin dua atau tiga bulan lagi
"Apa kau ingin meninggalkanku membesarkannya sendirian?"
Keluarga itu terdiri hanya dari mereka berdua saja. Mereka datang ke Kroufer dengan harapan bisa memulai hidup baru meninggalkan orang tua masing-masing yang berada di kota lain.
"Diana. . . aku. . ."
Suaminya yang dihadapkan pertanyaan seperti langsung diam. Sama seperti ayah Syla, dia tidak mengatakan hal yang berarti. Tapi dalam kasusnya, dan beberapa temannya yang ada dalam posisi yang sama dengannya. Dia diam bukan karena mengalami dilema.
Dia hanya ketakutan membayangkan apa yang bisa terjadi di masa depan.
Ketika dia mati. . dan sudah jelas dia akan mati. Apa yang akan terjadi dengan istrinya?
Dengan perut yang sebesar itu, wanita yang akan jadi Ibu itu pasti akan kesulitan untuk melakukan apapun. Tanpa bantuannya, kehidupan sehari-hari wanita itu akan jadi semakin sulit dari apa yang sekarang dia rasakan.
Membayangkan istrinya tiba-tiba tersandung dan jatuh saja sudah cukup membuat pria itu merinding. Lalu, setelah melahirkan. Kalau dia tidak ada, siapa yang akan mengurus mereka berdua. Siapa yang akan mengurus istri dan anaknya? Siapa yang akan menanggung biaya hidup mereka?
Kalau istrinya harus mengurus anak mereka, membesarkannya, dan juga harus menghidupinya. Akan jadi apa tubuh istrinya? Apa dia akan kuat? Kalau dia sakit apa yang akan terjadi?
Selama Bern sibuk berpikir, seorang anak laki-laki kecil berlari meninggalkan barisannya ke arah seorang pria yang kelihatan seperti ayahnya. Anak kecil itu tidak mengatakan hal rumit atau meminta hal yang neko-neko. Yang dia lakukan hanyalah menangis dan mengajak ayahnya pulang.
Dan pria itu? Dia tersenyum.
"Ya, ayo kita pulang"
"Kau tidak akan meninggalkanku?"
"Ya, aku tidak akan meninggalkanmu!"
Tapi untuk ayah anak itu, permintaan kecil itu sudah cukup. Dengan buru-buru, pria itu menggendong anaknya, menghiburnya, lalu meminta izin untuk pergi dari aula. Tidak ada yang menanyakan apa yang akan pria itu lakukan, sebab jelas kalau pria itu tidak ingin meninggalkan anaknya. Dan agar bisa terus bersamanya, dia tidak boleh mati.
Melihat hal itu, Bern sadar kalau dia tidak ingin mati. Dia ingin hidup. Dia akan hidup untuk keluarganya. Jika untuk mempertahankan diri dia harus pergi, maka dia akan pergi dari kota kelahirannya.
Setelah dua orang tadi. Seseorang kembali maju. Kali ini, yang ingin berbicara bukanlah wanita muda atau anak kecil. Tapi seorang wanita tua, dan diapun tidak membawa topik yang sama seperti yang lain.
Bukannya menyuruh suaminya yang bahkan lebih tua darinya untuk ikut mengungsi bersamanya, yang dia bilang malah.
"Aku akan ikut denganmu"
"Jangan bercanda!"
"Aku serius!"
Pasangan suami istri itu sudah berumur lebih dari lima tahun. Jadi bukan hanya suaminya, tapi si istri juga merasa kalau mereka matipun. Tidak akan ada masalah.
"Umur kita sudah tidak panjang, kalau kita harus mati bukankah akan lebih romantis kalau kita mati bersama?"
Ya, ketika keduanya sudah mencapai umur yang sejauh itu. Pada dasarnya mereka sudah hanya tinggal menunggu mati. Anak-anak mereka sudah besar dan tidak lagi perlu diurusi. Malah sebaliknya, sudah saatnya mereka untuk jadi beban diurus oleh anak-anak mereka.
"Alasan bodoh macam apa itu?"
"Memangnya kenapa kalau alasanku bodoh? Alasanmu ingin berperang juga sama bodohnya!"
"Aku tidak ingin kau mati!"
"Sama!"
"Jangan main-main!"
"Harusnya aku yang bilang begitu!"
"Marza!!"
"Jika kau benar-benar tidak ingin aku mati, caranya gampang!"
Suaminya hanya perlu tidak ikut bertempur melawan Olisburg.
". . . ."
"Aku akan menunggumu di rumah!"
Wanita tua itu kemudian meninggalkan aula. Dan begitu dia tidak terlihat lagi. Aula jadi semakin ramai. Orang-orang yang Fina panggil masuk mulai ikut bicara pada siapapun yang mereka kenal. Orang tua pada anaknya, saudara pada adik atau kakaknya, seorang gadis pada kekasihnya anak kecil pada teman sepermainannya dan sebagainya dan sebagainya,.
Begitu keadaan mulai jadi terlalu ramai. Akhirnya Fina memutuskan untuk mengambil alih lagi diskusi mereka.
"Seperti yang kalian dengar sendiri, tidak ada yang ingin kalian mengorbankan diri"
Setelah semua diskusi personal yang terjadi di tempat itu. Tidak ada lagi yang seratus persen yakin dengan niatnya untuk melawan Olisburg. Mereka mulai berpikir kalau mengungsi adalah pilihan yang jauh lebih baik daripada meninggalkan siapapun yang mereka anggap penting.
Tapi tetap saja masih ada hal yang tidak bisa dengan mudah mereka tinggalkan begitu saja.
"Kalau kami menyerahkan tempat ini? Ke mana lagi kami akan pulang?"
Memang benar tanah, rumah dan apapun yang mereka miliki di Kroufer tidak seberapa nilainya. Dan bagi orang luar, apa yang mereka mereka punya mungkin hanya sesuatu yang tidak berguna. Tapi semua itu tetaplah apa yang mereka miliki, satu-satunya yang hal yang mereka miliki.
Kalau mereka membuangnya, mereka tidak akan punya apa-apa lagi.
"Berhenti di situ!"
"Tuan putri?"
"Sebab sepertinya kalian semua sudah lupa, aku akan mengingatkan kalian lagi!"
KRFOUER ADALAH BAGIAN DARI AMTERIC.
Teriakan itu membuat bukan hanya Ayah Syla, tapi semua orang yang ada di sana berhenti bicara di tempatnya.
Mereka tahu kalau kekuasan atas Kroufer sudah berpindah dari Olisburg ke tangan Amteric. Mereka paham kalau secara legal mereka sekarang adalah penduduk Amteric. Selama beberapa bulan ini, mereka bahkan menikmati hasil dari hubungan mereka dengan orang-orang Amteric.
Tapi meski begitu, jauh di dalam hati. Mereka masih menganggap kalau Fina dan semua orang Amteric yang bersama mereka di sana adalah orang luar. Dan mereka bukan bagian dari negara itu. Sadar atau tidak sadar mereka sudah membangun tembok di antara mereka dan Amteric.
Secara emosional mereka menolak jadi bagian dari Amteric.
"Kalian mungkin tidak menganggap diri kalian orang Amteric. ."
Tapi kalian adalah orang Amteric. Mau tidak mau, percaya atau tidak percaya, rela atau tidak rela. Dan sebagai anggota keluarga kerajaan Amteric Fina punya kewajiban untuk melindungi mereka.
"Kroufer mungkin adalah tempat kalian lahir"
Tapi semua tempat di Amteric adalah rumah kalian.
"Selain itu sekarang kalian mungkin harus meninggalkan tempat ini, tapi bukan berarti kalian tidak bisa kembali"
Sesuai perjanjian perdamaian dengan pasukan koalisi. Perubahan teritori dengan kekuatan militer dan kekerasan tidak akan diakui legalitasnya. Karena itulah, meski sekarang belum ada rencana untuk mengusir pasukan Olisburg. Hal itu akan terjadi. Entah itu pasukan koalisi ataupun pasukan Amteric yang melakukannya.
Dan sampai saat itu datang, Fina berjanji akan menampung, menghidupi, dan melindungi mereka.
"Jadi, sekarang pilih!"
Meninggalkan keluarga kalian untuk hidup sengsara atau. . .
"Ikut mengungsi dan melindungi mereka dari semua itu!"
Pria-pria yang tadinya berpikir untuk berperang melihat ke arah satu sama lain, sebelum melihat anggota keluarga dan teman-temannya yang ada di depan mereka.
"Kelihatannya semuanya sudah selesai!"
Haruki yang sedari tadi masih berada di aula bersama Amelie akhirnya memutuskan untuk ikut pergi. Diskusi di aula itu sudah selesai. Dengan mood yang seperti itu, orang yang tidak rela dan tidak ingin menurutpun akan terpaksa untuk ikut mengungsi.
"Amelie, ayo kita bersiap"
"Ya!"
Sambil menggandeng tangan si gadis kecil, merekapun bersiap untuk melakukan pekerjaan masing-masing.
3
Perjalanan menuju teritori Amelie atau Tagave, dan teritori Gerulf alias Valia memerlukan waktu sekitar sehari. Atau lebih tepatnya delapan jam jika menggunakan kereta kuda. Tapi sebab tidak mungkin mereka bisa menemukan kereta kuda untuk mengangkut tiga ribu orang. Mayoritas dari pengungsi melakukan perjalanannya dengan secara literal. Berjalan.
Kereta kuda hanya digunakan untuk para orang-orang yang tidak cukup kuat. Orang tua, balita, wanita hamil dan juga orang sakit.
Mereka sudah disuruh untuk hanya membawa barang seperlunya, tapi tanpa tahu seperti apa dan bagaimana keadaan tempat tujuan mereka. Tidak ada yang bisa menyalahkan kalau semua orang memutuskan untuk membawa lebih. Membuat perjalanan mereka jadi lebih lambat dari seharusnya.
Estimasti tercepat perjalanan mereka berubah jadi satu hari termasuk istirahat. Menjadi dua hari.
"Kak Fina, kau serius tidak ingin ingin ikut duluan?"
"Ya, meski ada Syla dan Reynard! yang punya kekuasaan tertinggi di sini tetaplah aku"
Kehilangan Fina secara praktikal tidak ada pengaruhnya terhadap kecepatan perjalanan mereka. Tapi secara emosional hal itu akan membuat orang yang masih ragu-ragu akan khawatir kalau mereka akan disia-siakan lagi seperti dulu. Seperti saat mereka berada di bawah kekuasaan Olisburg.
"Selain itu, setelah bilang kalau aku akan melindungi mereka! aku tidak bisa begitu saja kabur duluan"
Dia tidak bisa menggoyahkan kepercayaan mereka tepat setelah Fina meminta semua orang agar percaya padanya.
"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi dulu dan memastikan semuanya siap di sana"
"Ya, hati-hati di jalan!"
Dengan begitu, Amelie pergi duluan menggunakan kereta kudanya bersama dengan beberapa pengawal Fina.
Mereka berdua sudah mencoba mengkoordinasikan diri dengan orang-orang yang ada di tempat Amelie dan Gerulf tapi beberapa tetap saja ada hal-hal yang tidak bisa diutarakan di dalam sebuah surat. Oleh sebab itulah Amelie memutuskan untuk pergi duluan dan memastikan kalau tempat para pengungsi yang akan mereka datangi benar-benar siap untuk menampung semua orang.
"Ugh. . . . perjalanan ini kelihatan akan melelahkan"
Fina mungkin masih muda, tapi berjalan kaki selama berjam-jam bukanlah sesuatu yang seorang tuan putri dari sebuah negara besar harus lakukan setiap hari. Dalam masalah stamina, mungkin dia malah berada di bawah Amelie yang setidaknya punya pengalaman melakukan latihan militer.
"Tuan putri, silahkan gunakan kereta kud. . . ."
"Tidak, aku akan berjalan kaki bersama mereka. . . . setidaknya untuk sekarang"
Dia tidak tahu seberapa lama dia akan bisa melakukannya. Tapi setidaknya, dia ingin menunjukan kalau dia itu serius. Dan cara paling mudah untuk menunjukan keseriusannya adalah dengan menanggung beban yang sama dengan mereka. Meskipun hanya sebentar.
"Dibanding mereka, kesulitanku tidak ada bandingannya"
Ya, dibanding orang-orang di sekitarnya yang secara literal membawa beban dari barang-barang mereka. Fina bisa dibilang berjalan dengan ringan. Semua barangnya dibawa orang lain, dan semua keperluannya juga diurusi orang lain. Yang dia perlu lakukan hanya berjalan saja. Hanya itu.
Kembali ke Kroufer.
Tidak lama setelah semua penghuninya mengungsi dari Kroufer. Akhirnya, pasukan Olisburg bisa Haruki lihat.
Dalam perang konvensional saat ini, jika musuh berhasil memasuki daerah yang kau kuasai. Dalam kasus ini, sebuah kota atau desa. Maka saat itu juga kau sudah kalah dalam konflik itu. Sebab tujuan utama seseorang adalah mempertahankan tempat-tempat itu, jadi normal kalau kau gagal mencegah musuh menguasainya. Itu berarti kau sudah kalah.
"Pasukan kita kalah jumlah, dan di dalam tempat sempit seperti ini kalau kau dikepung itu berarti kau mati! Tugas kita bukan mengalahkan mereka, tapi memastikan tidak ada yang mengejar pengungsi yang baru pergi."
"Paham!"
Tapi dalam pertempuran kali ini, Haruki memutuskan menggunakan kota di mana dia berapa sebagai salah satu senjatanya kalau perlu. Bukannya melindunginya, dia malah menggunakannya sebagai alat untuk mengalahkan musuh. Tapi sekali lagi, hanya kalau diperlukan. Sebab seperti yang sudah dia bilang sebelumnya, yang ingin dia lindungi bukanlah kotanya. Tapi penduduknya.
Baginya, kotanya sendiri tidak terlalu penting.
"Kalian juga kuberi izin untuk memanfaatkan semua bangunan di tempat ini"
"Apa kau yakin, Haruki?"
"Tentu saja! Buat jebakan, barikade, atau kalau sudah kepepet kalian boleh membakar bangunan di sekitar kalian"
"Eh?. . . apa tidak apa-apa?"
"Jangan khawatir"
Atas bantuan Amelie, semua orang berhasil dikeluarkan dari kota yang sebentar lagi akan jadi milik musuh. Dan kebanyakan dari mereka kemungkinan tidak akan pernah kembali sebab Amelie punya rencana untuk menjadikan mereka semua warga Konoha secara resmi. Jadi, menghancurkan rumah-rumah mereka malah adalah sebuah nilai plus. Hal itu akan membuat siapapun yang sudah pergi, akan ragu untuk berpikir pulang.
"Aku sudah mendapatkan izin dari penguasa tempat ini, semua orang juga sudah dievakuasi kalian hanya perlu fokus mengulur waktu atau mengusik musuh"
Rencana Amelie untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dan menambah penduduk teritorinya sendiri bisa dibilang jahat. Bukan hanya secara psikologis dia memaksa banyak orang untuk meninggalkan kota kelahirannya, dia bahkan secara fisik bersedia memberikan alasan agar mereka tidak bisa pulang.
Jika di masa depan mereka menemukan kalau rumah dan harta bendanya sudah musnah, mereka tidak akan punya pilihan kecuali tetap tinggal di tempat Amelie.
"Jadi kau bilang tempat ini hancur pun tidak masalah?"
Apa yang Amelie sangat butuhkan adalah sumber daya manusia.
Memang sejak bisnisnya jadi besar ada sangat banyak orang yang datang ke teritorinya, tapi semua orang itu adalah orang dari daerah lain. Ketika mereka bekerja dan mendapatkan penghasilan. Mereka membawanya pulang ke teritori orang lain.
Selain itu, meski mereka bekerja padanya. Mereka tidak bekerja untuknya. Dan hal itu adalah sesuatu yang berbahaya dalam situasi Amteric yang saat ini. Situasi dimana keadaan politik di negaranya sedang berantakan, dan situasi di mana dia tidak punya banyak sekutu.
Amelie dan Ibunya tidak punya banyak teman di dalam kerajaan. Kemudian hubungan mereka dan teritori-teritori di sekitarnya, meski tidak buruk tapi juga tidak bisa dibilang begitu baik.
Sebab selama ini teritori mereka sangat terbelakang, semua tetangganya hanya membiarkan Ibunya begitu saja. Tapi sekarang kasusnya lain. Bisa dijamin kalau mereka semua akan mencoba memanfaatkan Ibunya, dirinya dan teritorinya untuk kepentingannya sendiri.
Tentu saja jika yang inginkan hanya ingin ikut mendapatkan keuntungan dari ramainya bisnis yang dijalankannya. Amelie tidak akan terlalu peduli. Ekonomi bukanlah permainan zero sum, dalam ekonomi ketika satu orang mendapatkan keuntungan orang lain tidak harus rugi. Keduanya bisa sama-sama untung. Malah sebaliknya, jika teritori di sekitarnya tumbuh secara ekonomi, teritorinya malah akan tumbuh semakin besar juga ekonominya.
Orang yang punya banyak uang akan membeli lebih banyak barang.
Yang jadi masalah adalah kalau mereka, seperti Gerful dulu ingin mengambil alih teritorinya. Atau karena masalah politik mencoba ada yang menyabotasenya. Lalu yang paling buruk adalah, kalau ada yang bekerjasama dengan siapapun yang ingin membunuhnya dulu.
Amelie ingin menghindari masa depan di mana sebagian besar orang yang ada di dalam teritorinya adalah anak buah musuh.
"Ya! kalau ada kesempatan, incar pemimpin mereka! Dan paksa mereka untuk menuruti perintahmu"
Tujuan musuh untuk menguasai Kroufer sudah kurang lebih tercapai. Jadi memfokuskan diri untuk mengincar pemimpin mereka sudah tidak terlalu berarti. Yang perlu mereka lakukan adalah fokus untuk memberikan sebanyak mungkin kerusakan pada pasukan musuh saat mereka memutuskan untuk bergerak.
Setelah mengetahui kalau tempat itu tidak ada lagi penghuninya. Pasti pemimpin mereka akan meminta instruksi selanjutnya dari pusat. Jika mereka bisa menunda hal itu sehari saja, misi mereka sudah dianggap berhasil.
"Gunakan kekerasan hanya kalau sudah tidak ada cara lain!"
Membunuh pemimpin dari pasukan Olisburg kedengaran seperti rencana yang lebih bagus dan pasti. Tapi hal itu punya resiko yang terlalu besar untuk membongkar keberadaan mereka di sana. Yang tentu saja punya korelasi terhadap keselamatan pletonnya. Sebisa mungkin, mereka ingin berada di bawah radar pasukan Olisburg.
"Jika kalian gagal dan ketahuan musuh, pergi ke tengah kota dan bunyikan lonceng di menaranya agar semua bisa kabur dan bertemu di utara kota"
Kalau rencana awal mereka gagal, mereka akan membuat keributan dan membuat pasukan Olisburg kebingungan sebelum akhirnya kabur lewat jalur-jalur yang sudah mereka siapkan beberapa jam yang lalu.
Haruki melihat ke pinggangnya. Lebih tepatnya ke benda yang menggantung di sabuknya. Sebuah flare gun.
"Ingat, utamakan keselamatan diri kalian sendiri! Aku tidak ingin jumlah kita yang sudah sedikit jadi tambah sedikit!"
Haruki sebenarnya tidak ingin menggunakan cara penuh beresiko seperti itu. Kalau bisa dia ingin memberikan semua anak buahnya flare gun sebagai pembuat sinyal mereka. Tapi sayangnya sebab benda itu mahal, hanya pemimpin pleton ke atas yang diberi izin untuk menggunakannya.
"Siap!!"
Jawab semua orang.
"Sekarang! Menyebar!"
Dengan begitu, Harukipun ikut bergerak. Dan tujuannya adalah bangunan terbesar di kota itu. Tidak lama kemudian, pasukan Olisburgnpun sampai di gerbang Kroufer.
4
Ketika pasukan Olisburg sampai, mereka sempat bingung dengan keadaan Kroufer yang sangat sepi layaknya kota mati. Mereka sudah menduga kalau invasi mereka akan mudah, mengingat kalau Kroufer tidak punya cukup personil yang cukup untuk melawan mereka. Tapi meski begitu, mereka tidak mengira kalau pasukannya akan semudah itu masuk ke dalam kota.
Tentu saja mereka bersyukur akan hal itu. Meski keadaannya aneh. Mereka merasa senang akhirnya bisa istirahat, tidak harus bertempur dalam keadaan lelah, dan kemungkinan bisa tidur di bawah sebuah atap. Sesuatu yang tidak bisa mereka rasakan selama dalam perjalanan.
"Periksa semua sudut kota dengan teliti! Dan laporkan hasilnya padaku!"
Sebagai pemimpin dari ekspedisi ini. Lars tahu kalau pasukannya sudah capek dan tidak mau lagi berjalan. Apalagi melihat kalau tujuan mereka sudah tercapai dan mereka memang sudah benar-benar tidak perlu berjalan lagi. Tapi dia tidak bisa langsung menyuruh mereka untuk beristirahat.
Mereka mungkin tidak melihatnya. Tapi tempat itu adalah markas musuh. Bukan tidak mungkin kalau mereka hanya bersembunyi dan menunggu waktu untuk menyerang, atau mereka memang sudah pergi tapi meninggalkan jebakan di sana-sini. Meski dia yakin kalau secara keseluruhan pasukannya akan baik-baik saja walaupun kedua skenario itu terjadi. Akan jauh lebih baik kalau bahkan tidak ada korban yang perlu jatuh sama sekali.
Selama pemeriksaan berlangsung, prajurit-prajuritnya yang lain mulai masuk dan perlahan-lahan memenuhi jalan-jalan di dalam kota. Mereka masih ada di dalam formasi dan mengikuti jalur utama yang memiliki jalan lebar dengan hati-hati. Resiko penyergapan dadakan masih terbuka lebar, dan mereka tidak ingin mengambilnya dengan memisahkan diri.
Sekitar dua jam berlalu dan akhirnya semua prajurit berhasil masuk bersama dengan supply yang mereka bawa. Hal itu berbarengan dengan selesainya inspeksi yang dilakukan oleh prajurit-prajurit Lars di dalam kota. Dan hasil dari pemeriksaan mereka adalah. ..
"Seluruh penduduk Kroufer sudah tidak ada di tempat, dan kami tidak menemukan jebakan di semua tempat yang kami periksa"
Lalu yang terakhir, mereka juga meninggalkan hampir semua harta benda mereka.
"Kerja bagus, kembali ke pasukan kalian"
Para prajurit itu pergi dan sebagai gantinya, Lars memanggil ajudannya.
"Suruh pasukan supply untuk mencari bahan makanan dari rumah-rumah di sini, berikan prajurit kita makanan yang lebih baik"
Makanan yang mereka bawa dalam perang selalu mengutamakan portabilitas. Rasa tidak pernah masuk dalam perhitungan. Karena itulah, selain kering dan keras. Sudah normal kalau rasa dari makanan yang mereka bawa hanya asin atau bahkan tidak ada rasanya sama sekali. Memberikan prajuritnya makanan yang lebih baik akan membantunya menjaga moral mereka.
"Setelah kalian cukup istirahat, geledah semua rumah di kota ini dan kumpulan perhiasan, barang mewah, uang, dan dokumen penting yang kalian temukan"
Tidak seperti di era sebelumnya ketika sebuah pasukan tidak punya perencanaan matang dan harus menjarah agar bisa terus berjalan. Menjarah kota yang kau serang sudah tidak lagi dilihat seperti sesuatu yang diperlukan. Sebaliknya, hal itu mulai dianggap sebagai tindakan rendahan. Mengingat medium utamanya adalah kekerasan.
Tapi dalam perang, biasanya pihak yang kalah masih harus tetap memberikan upeti terhadap pemenangnya.
Dan barang-barang berharga seperti yang sudah disebutkan tadi adalah apa yang biasanya diberikan sebagai upeti. Yang normalnya diberikan oleh wakil dari pihak yang kalah. Tapi mengingat kalau di sana sudah tidak ada orang, mereka hanya perlu mengambilnya sendiri.
"Selain itu, kalian bisa mengambil dan membawa pulang apapun yang tidak mengganggu dalam perjalanan!"
Menjarah memang masih sebuah tindakan kriminal. Mereka masih mencuri, tapi hanya mencuri masih lebih baik daripada membunuh seseorang. Oleh sebab itulah Lars memutuskan untuk membiarkan pasukannya melakukannya.
Sebagian besar prajurit di dalam pasukannya adalah petani yang dikonskrip. Dan bayaran yang mereka dapatkan dari menjadi seorang prajurit tidaklah seberapa. Jadi, mengais barang-barang di medan perang adalah satu-satunya hal yang bisa memberikan mereka tambahan masukan. Pemasukan yang kadang, malah lebih banyak dari pendapatan mereka sebagai prajurit untuk Olisburg.
Waktu terus berjalan dan selama prajuritnya sibuk mencari makanan yang lebih layak, mengantongi beberapa pernak-pernik yang mereka temukan, atau beristirahat dan ngobrol dengan rekannya. Lars memutuskan untuk pergi ke aula kota dan mendirikan pusat komando darurat di dalamnya bersama dengan para ajudannya.
Setelah mereka selesai mengatur ruang konferensi, menyiapkan tempat bermalam, dan merencanakan langkah selanjutnya lalu memeriksa keamanan aula. Larspun akhirnya bisa pergi ke kamar daruratnya yang berlokasi di ruang kerja walikota dan ikut beristirahat.
Begitu masuk, Lars menemukan meja kerja yang dipenuhi dokumen yang ditata rapi. Sofa panjang dan juga meja kecil yang digunakan untuk menerima tamu. Lalu di pojok ruangan, ada kasur besar yang anak buahnya baru bawa ke sana. Kemudian yang terakhir.
"Bagaimana kau bisa masuk?"
Seorang pemuda yang menempelkan air pistol dan pisau ke kepala dan juga pinggangnya dari belakang.
"Aku sudah tinggal lebih lama di sini daripada kalian"
Selain itu dia juga kenal dengan pemilik tempat itu. Tidak heran kalau dia tahu tempat-tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi.
"Apa yang kau inginkan?"
"Yang kuinginkan hanyalah kau dan pasukanmu istirahat sampai besok"
"Jadi kau biang keladinya ya?"
Lars langsung paham apa yang terjadi begitu dia mendengar tuntutan pemuda di belakangnya. Semua penduduk Kroufer sudah benar-benar tidak ada dan diungsikan entah ke mana, dan pemuda itu tidak ingin agar dia mengejar mereka.
"Salah satunya. . ."
"Kalau begitu, siapa yang lain? Amteric atau Koalisi?"
"Kau tidak perlu tahu!"
"Begitukah? Ngomong-ngomong apa aku boleh duduk?"
"Ahh. . . tidak sopan sekali aku, silahkan duduk jendral Lars"
Melihat kalau Haruki mengetahui namanya. Lars menyadari kalau sepertinya dia sudah jadi targetnya mungkin bahkan sejak dia masuk kota.
"Terima kasih"
"Tapi tolong jangan buat keributan"
Seperti yang sudah Lars katakan. Pria itu benar-benar hanya duduk. Dia sempat mengambil waktu untuk memilih antara sofa, kursi kerja, dan kasur pinjamannya. Tapi selain itu, Lars benar-benar hanya mencari tempat duduk.
Dia tidak mencoba mencari celah untuk keluar dari jarak serang Haruki, mencoba memanggil penjaga, atau melawan balik. Pria itu sendiri tidak kelihatan takut, tapi dia tetap menuruti perintah Haruki untuk tidak memanggil bantuan.
"Mungkin ini kedengaran aneh datang dariku, tapi bagaimana kau setenang ini dalam situasimu sekarang?"
"Bagaimana? Tidak bagaimana-bagaimana!"
Sebagai seseorang yang bertanggung jawab di lapangan. Lars sudah punya banyak pengalaman dihadapkan pada situasi yang berbahaya di mana nyawanya terancam. Jendral mungkin kedengaran seperti seseorang yang keamanannya paling terjaga di medang perang. Tapi nyatanya adalah, dialah yang biasanya diincar paling pertama oleh prajurit musuh atau pembunuh rahasia musuh. Tepat seperti sekarang.
Menjaga ketengangannya dalam situasi terpojok adalah salah satu keahliannya.
Tapi kali ini, alasannya bisa tenang bukanlah pengalamannya yang banyak. Melainkan karena dia tahu kalau. . .
"Kau tidak ingin membunuhku kan?"
Jika Haruki ingin membunuhnya, dia sudah mati dari tadi. Kenyataan kalau dia tidak melakukannya menunjukan kalau membunuhnya punya terlalu banyak nilai minusnya sampai pemuda itu tidak ingin melakukannya kalau bisa.
"Kalau ada penjaga yang datang dan menemukan mayatku, kau sendiri yang akan repot kan?"
"Baguslah kalau kau paham, semuanya jadi akan lebih mudah"
"Berhubung kita sudah paham satu sama lain, kau bisa berhenti mengacungkan senjatamu padaku"
"Maaf saja tapi kita masih belum jadi teman."
Yang Haruki coba katakan adalah dia masih belum bisa membiarkan kewaspadaannya turun di depan musuhnya itu.
"Biar kujelaskan sesuatu padamu"
Perintah yang diterimanya hanyalah mengamankan Kroufer. Atau dalam bahasa nonakademisnya, mengambil alih Kroufer. Dan ketika dia sampai di sana, tugasnya secara resmi sudah selesai. Penduduknya mungkin tidak ada, tapi yang jadi tugasnya adalah mengamankan daerahnya. Bukan orang-orangnya. Kalau atasannya merasa rugi karena dia hanya mendapatkan tanah gersang yang bahkan tidak ada manusianya. Hal itu adalah salah mereka sendiri tidak merencanakan invasinya sampai sejauh itu.
"Aku tidak punya niat melakukan pekerjaan lebih dari yang diminta"
Karena itulah dia juga tidak punya niat untuk mengejar pengungsi Kroufer yang kabur dari tempat itu. Sekali lagi, hal itu bukanlah pekerjaannya. Tidak ada yang memberinya perintah untuk melakukannya. Karena itulah dia tidak akan melakukannya.
"Selain itu, aku tidak ingin memberikan pengorbanan yang tidak diperlukan"
Lars yakin kalau mengancamnya bukan hanya satu-satunya rencana pemuda itu. Dia tidak tahu caranya, tapi dia tahu kalau pemuda itu punya rencana cadangan untuk mengacaukan keadaan pasukannya. Sebab jika dia berada di posisi Haruki, dia juga melakukan hal yang sama.
Dia tidak punya hobi mendapatkan laporan kematian dari anak buahnya.
Oleh sebab itulah, kalau dia tidak perlu maju. Dia tidak akan maju. Dan kalau dia tidak harus bertempur, dia tidak akan bertempur. Selama tidak ada perintah lebih lanjut, dia hanya akan menunggu dan memastikan kalau pasukannya baik-baik saja.
"Jadi jangan khawatir, kami akan laaama berada di sini"
"Kenapa?. . . jelaskan padaku! Bukankah harusnya kepentingan negaramu jadi prioritas"
Jawabannya adalah karena Lars juga punya alasan sendiri ingin mengulur-ulur waktu dengan meminta perintah langsung dari pusat. Selain itu, meski dia mencintai negaranya dan tidak ragu untuk melakukan banyak hal untuknya. Invasinya kali ini bukanlah sesuatu yang dilakukan bukan demi kepentingan negaranya atau rakyatnya. Tapi kepentingan pribadi atasannya.
"Aku punya saudara di sini"
Sebisa mungkin dia ingin membantunya.
"Oh. . . siapa namany. . . ."
Tok-tok-tok-tok-tok. . .
Tiba-tiba ada ketukan pintu yang memotong pembicaraan mereka. Dan dari pintu ruangan itu seseorang bilang. . .
"Jendral Lars, kami menemukan simpanan minuman di kantor walikota, apa Jendral ingin ikut mencicipinya?"
Haruki memperhatikan Lars dan menunggu jawaban apa yang akan pria itu berikan. Tergantung jawabannya, Haruki mungkin akan terpaksa untuk mengambil resiko dan menggunakan rencana B-nya. Dengan kata lain, membunuh Lars dan membakar kota itu untuk mencederai mobilitas pasukannya.
Lars sendiri kelihatan berpikir selama beberapa saat lalu menjawab.
"Aku masih lelah, jangan ganggung aku sampai besok pagi!"
"Baik jendral"
"Tapi. . . jangan lupa sisakan 1 botol untukku!"
Setelah itu, dengan suara yang jelas kedengaran senang. Anak buah Lars menjawab dengan. .
"Siap. . selamat malam komandan!"
"Kau boleh pergi"
Prajurit tadi pergi. Meninggalkan Haruki yang akhirnya bisa bernafas lega dan Lars yang tersenyum seakan dia baru menang taruhan.
"Jadi bagaimana?"
"Baiklah! Aku percaya padamu!"
Haruki akan tetap menjaga kewaspadaannya, tapi dia tidak merasa perlu untuk mengatakannya. Yang dia perlu lakukan hanyalah menurunkan senjatanya.
"Akhirnya. . .harusnya dari tadi"
"Kalau kau mau istirahat, cepat tidur saja"
"Sebelum itu, aku mau tanya sesuatu"
"Apa?"
"Mereka aman atau tidak?"
Mereka yang Lars maksud tentu saja adalah pengungsi dari Kroufer.
"Aku tidak tahu keadaan mereka sekarang"
Tapi dia tahu kalau mereka tidak pergi tanpa tujuan jelas.
"Ke mana mereka mengungsi?"
"Kau akan tahu sendiri nanti"
Lars mengangkat kedua pundaknya.
Di sekitar Kroufer tidak ada kota yang cukup besar untuk bisa menampung seluruh penduduk kota itu yang mengungsi. Jadi pilihan mereka hanyalah membuat lokasi pengungsian di daerah terbuka antara perbatasan utama Amteric dan Kroufer atau pergi ke Amteric sekalian.
Kalau dilihat dari jawaban Haruki. Sepertinya mereka memutuskan mengambil pilihan yang kedua. Dan kalau sudah bicara tentang kota Amteric yang mau menerima imigran dari luar negara (meski Kroufer secara resmi juga adalah milik Amteric) Hanya ada dua nama yang bisa disebut dengan mudah. Tagave dan Valia.
Dua kota yang pemerintahannya pada dasarnya dipegang satu orang orang. Tuan putri ketujuh dari Amteric. Amelie Irmhilde.
Lars kembali tersenyum lalu tertawa kecil sendiri.
Mereka mungkin memenangkan Kroufer, tapi atasannya sudah dikalahkan dalam hal yang lebih penting. Kroufer adalah daerah yang tidak subur, tanpa orang-orangnya. Daerah itu hanya akan jadi beban.
Membuat Olisburg membuang waktu dan juga uang untuk menguasai daerah yang secara literal. Tidak ada gunanya.
5
"Tuan putri, apa kau tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kecapekan"
"Kalau begitu bagaimana kalau istirahat dulu dan turunkan pena di tanganmu tuan putri?"
"Maafkan aku tuan Sirius tapi aku harus menyelesaikannya sebelum sampai"
Mengungsikan semua penduduk Kroufer ke Amteric adalah sama dengan menghancurkan gaya hidup mereka dan memisahkan mereka dari hasil usaha semua orang sampai saat itu. Amelie bahkan bisa bilang kalau dia sudah menghancurkan kehidupan mereka. Dan dia melakukan semua hal itu demi kepentingannya sendiri.
Dia bilang kalau mengungsi ke tempatnya adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka. Tapi kalau orang-orang Kroufer mau bernegosiasi dan menurunkan tuntutan mereka dari penguasa barunya. Bukan tidak mungkin mereka bisa tetap tinggal di kota kelahiran mereka dan tidak harus meninggalkan semua harta benda mereka.
Sebab penguasa Olisburg juga tahu kalau mereka membutuhkan keberadaan mereka.
Dengan mengikutinya, secara literal mereka mengorbankan kehidupan stabil mereka demi dirinya.
Karena itulah, Amelie merasa punya kewajiban untuk memberikan mereka akomodasi yang sebaik mungkin. Dia ingin agar pengorbanan mereka tidak sia-sia. Dia tidak ingin agar hanya dia saja yang mendapatkan keuntungan.
"Masih ada banyak waktu sampai kita sampai tuan putri"
"Tapi. . ."
Dia tidak bisa beristirahat saat semua orang sedang bekerja keras . . . .
"Tapi jika tuan putri berakhir kecapekan di jalan, malah nanti pekerjaanmu akan terhambat ketika sudah sampai"
"Ugh. . . "
Tidak bisa membantah poin yang ditunjukan oleh pria paruh baya di depannya. Amelie berakhir hanya bisa menggerutu.
"Lagipula tuan putri sudah cukup bekerja keras, sudah saatnya tuan putri putri menyerahkan sisanya pada anak buahmu"
"Unggh. . . "
Dia sudah mendengar nasehat yang sama dari kakak perempuannya. Dan kenyataan kalau dia mendapatkan nasehat yang isinya tidak jauh berbeda menunjukan kalau dia sudah jatuh pada lubang yang sama. Sepertinya dia memang perlu seseorang untuk terus memonitornya dalam urusan pekerjaan.
"Seseorang tidak bisa melakukan semua hal sendiri, karena itulah akupun membagi tanggung jawabku dengan rekanku yang lain seperti sekarang"
Datang dari orang yang punya lebih banyak pengalaman darinya. Amelie tidak bisa lagi memberikan respon kecuali satu. Menerima nasehatnya dan mengubah rencananya.
"Aku akan menuruti tuan Sirius, aku tidak mau membuat efisiensi kerjaku turn"
"Ahahaha. . . ."
"Jangan tertawa. . . ."
Ketika Amelie mendapatkan informasi dari kakaknya kalau wakil komandan dari pasukan pengawal pribadinya akan dia pinjamkan sebagai pengawalnya. Amelie sempat khawatir kalau perjalanannya akan terasa tegang atau kaku. Tapi tidak seperti yang dia duga, ternyata yang bersangkutan bukan hanya ramah. Tapi juga mudah diajak bicara.
Selama perjalanan. Amelie merasa lebih seperti sedang bersama paman dari rumah sebelah daripada orang penting punya pangkat tinggi seperti Sirius.
"Ahahah. . . maafkan aku, tuan putri hanya mengingatkanku pada putriku sendiri"
Ya, pria paruh baya bernama Sirius yang sedang berada di dalam kereta kuda bersamanya. Dan juga beberapa anak buahnya yang ada di luar adalah, pengawal pribadi Fina. Mengingat Amelie tidak memiliki pengawal sendiri Fina memutuskan untuk meminjamkan mereka untuk mengawal Amelie pulang.
"Seperti apa putrimu?"
"Dia beberapa tahun lebih tua dari tuan putri, tapi sama dengan tuan putri dia juga sangat serius"
Dia bahkan sangat serius sampai seperti Amelie, kadang sering mengambil terlalu banyak tanggung jawab untuk dirinya sendiri. Tidak jarang dia juga melakukan pekerjaan bawahannya karena merasa mereka terlalu lambat atau terlalu banyak melakukan kesalahan.
"Apa pekerjaan putrimu memangnya?"
"Ah. . . dia bertanggung jawab mengurus lahan pertanian besar"
"Lahan pertanian?. . . dia tidak tinggal di Ibu kota?"
Amteric sudah punya reputasi sebagai sarangnya bangsawan yang sombongnya minta ampun. Tapi di antara mereka, para bangsawan yang tinggal di Ibu kota punya level arogansi yang lebih lebih tinggi lagi.
Dan bagi mereka, petani itu tidak ada bedanya dengan budak. Dan bertani itu adalah bisnis dan pekerjaan yang rendahan. Karena itulah, di Ibu kota bisa dibilang hampir tidak ada lahan pertanian. Semua bangsawan yang punya tanah di sana tidak ada yang mau kalau lahannya dijadikan tempat untuk para pekerjaan rendahan itu bermukim.
Hal itu membuat secara umum, semua bahan makanan yang ada di Ibu kota harus di impor dari kota lain.
Jika putri Sirius punya pekerjaan untuk mengurus sebuah lahan pertanian besar. Itu berarti anak perempuannya itu tidak tinggal di Ibu kota.
"Benar sekali, dia tinggal bersama kakeknya di tempat kelahiranku"
"Begitu ya, bagaimana dengan istrimu?"
"Sayang sekali istriku sudah tidak ada, jadi aku tinggal sendiri di Ibu kota"
Mungkin karena Ibunya sudah tidak adalah yang membuat putri Sirius jadi seseorang yang sangat serius. Dia merasa kalau dia harus cepat dewasa, harus bisa mengurus dirinya sendiri, dan harus bisa diandalkan agar dia tidak merepotkan keluarga nya lagi. Tidak membuat mereka khawatir.
"Maafkan aku"
"Jangan dipikirkan"
Setelah itu, Sirius dan Amelie terus mengobrol tentang berbagai macam topik. Tapi sebab pada dasarnya Amelie memang sudah capek. Tidak lama kemudian gadis itu mulai mengantuk dan akhirnya tertidur di tengah pembicaraan mereka.
Membiarkan Sirius selama beberapa jam hanya bisa melihat Amelie tertidur lelap sambil mengingat-ingat wajah tidur putrinya saat dia masih lebih kecil. Tapi ketika dia melihat ke luar dan menyadari kalau matahari sudah hampir terbenam. Dia mulai memasang wajah serius dan bersalah di saat yang bersamaan.
Dan begitu dia mendengar. . .
"Tuan Sirius, ada bandit yang menghadang kita"
Sirius langsung berdiri, memberi hormat pada Amelie lalu bilang. . .
"Maafkan aku tuan putri, tapi aku harus menyelesaikan tugasku"
Sebelum akhirnya keluar.
Di luar sendiri. Bersama dengan kusir, ada empat orang pengawal yang sama sepertinya ditugaskan oleh Fina untuk mengawal adiknya.
"Boris, kesini!"
"Ya, tuan Sirius"
"Kau sudah siap?"
"Siap"
"Kalau begitu ambil posisi!"
Setelah berbicara dengan salah satu anak buahnya itu. Semua orang bersiap mengambil posisi untuk menghadapi bandit-bandit yang menghadang mereka. Yang dari estimasi kasar mereka jumlahnya hanya sekitar sepuluh orang.
Mereka mungkin kalah jumlah, tapi dengan skill, perlengkapan, dan senjata mereka yang lebih superior. Semua orang yakin kalau mereka bisa mengatasi masalah yang ada di depan mereka. Mereka mendapatkan posisi mereka sebagai pengawal pribadi anggota keluarga kerajaan bukan karena mereka beruntung, punya orang tua berpengaruh atau uang banyak. Tapi karena mereka punya skill.
Tapi. . .
"Gah. . ."
"Ughoo. . ."
Skenario itu hanya bisa terjadi kalau mereka tidak ditusuk dari belakang.
Secara literal.
"Tuan Sirius. . . Boris. . apa yang kalian lakukaaaaaaa. . . .ghhh"
"Tolong matilah demi kami!!"
Kusir kereta kuda yang tidak tahu apa yang sedang terjadi langsung mengangkat tangannya. Di depan ada bandit, dan di belakang ada dua prajurit yang untuk suatu alasan malah membunuh rekannya sendiri. Karena itulah yang bisa dia lakukan hanya menyerah, menuruti apapun yang mereka perintahkan, dan berharap kalau dia bisa mempertahankan nyawanya.
6
Setelah mendapatkan bantuan tidak terduga dari kerjasama yang diberikan oleh Lars. Haruki dan anak buahnya tidak lagi perlu melakukan tindakan ekstrim hanya untuk menahan laju pasukan Olisburg.
Yang mereka lakukan dari siang sampai tengah malam berakhir hanya menunggu. Sesuatu yang mereka syukuri.
Setelah itu, sesuai rencana. Haruki dan seluruh anggota pletonnya ikut kabur dan menyusul rombongan pengungsi yang dipimpin oleh Fina.
Dengan barang bawaan yang minim dan istirahat yang lebih sedikit. Mereka sudah berhasil rombongan pengungsi yang berangkat duluan di sore harinya.
Dan dengan alasan kalau dia punya tugas lain dari petinggi koalisi, Haruki langsung kembali bergerak setelah bertemu dengan fina. Meninggalkan semua anak buahnya untuk menjaga tuan putri Amteric dan konvoi para pengungsi dari Kroufer itu.
Dan tugas lain yang dia maksud itu adalah?
Tidak ada.
Ya, meski secara teknis dia memang "pernah" memiliki tugas spesial semacam itu. Yaitu tugasnya untuk mengawasi dan menjaga Amelie. Tugas itu sudah tidak ada lagi. Dengan kata lain, Huruki, hanya mencari-cari alasan agar dia bisa bertemu dengan kekasihnya itu lebih cepat.
Dia merasa agak bersalah sudah membohongi anak buahnya, tapi kalau dia tidak memanfaatkan waktu yang dimilikinya sekarang. Dia tidak tahu entah kapan lagi dia akan bisa bertemu dengan Amelie. Karena itulah dia memutuskan untuk pergi ke Tagave, ke tempat Amelie duluan sendiri.
Dengan barang bawaan yang lebih sedikit lagi dan langkah yang lebih cepat bahkan dari lajunya bersama platoon nya. Haruki berhasil sampai sehari lebih cepat dari rombongan di belakangnya.
Sebab dia sudah pernah ketempat itu beberapa bulan yang lalu, Haruki merasa kalau dia tidak akan punya masalah masuk ke teritori Amelie seperti dulu saat dia bersama gadis itu dan Erwin.
Tapi dugaannya salah besar.
"Aku tahu kalau semua hal pasti akan berubah, tapi aku tidak menyangka kalau tempat ini akan berubah sebanyak ini"
Dan hanya dalam waktu setengah tahun.
Gerbang dan pos kecil kecil yang dulu dia lihat tidak ada lagi digantikan oleh bangunan besar dan gerbang yang tidak kalah besarnya. Jika dulu tempat itu hanya bisa mengakomodasi dua kereta kudu, satu masuk dan satu keluar. Sekarang gerbang yang dilihatnya bisa digunakan oleh enam kereta kuda dalam posisi berjejeran.
"Dan itupun masih belum cukup"
Meski sudah diberikan pintu yang sangat besar, dia masih bisa melihat ada antrian yang cukup panjang. Sepertinya daerah ini memang benar-benar sudah jadi pusat industri di area seperti yang Amelie katakan. Buktinya adalah tempat itu sudah sama ramainya dengan pelabuhan-pelabuhan yang pernah Haruki Datangi.
"Aku tidak tahu harus merasa bagaimana"
Di satu sisi dia merasa senang karena Amelie dan Ibunya tidak perlu takut perlu lagi memikirkan tentang masalah finansial lagi. Tapi di sisi lain, dia merasa kalau perubahan tempat itu terlalu mencolok sampai dia tidak lagi bisa mengenali apapun di sana.
Tagave sudah Haruki anggap sebagai rumah keduanya. Dan rumah yang ada di dalam kenangannya adalah sebuah tempat tenang di mana semua orang ada di sana adalah seseorang yang dia kenal.
"Ok, nostalgia nya sudah selesai!"
Saatnya dia masuk.
Tidak seperti kunjungan keduanya ke tempat itu sebagai tamu. Kali ini Haruki punya waktu untuk mempersiapkan diri.
Pakaian militernya rapi dan bersih. Penampilannya tidak akan membuatnya dicurigai sebagai bandit atau gelandangan.
Dia membawa surat dengan stempel kerajaan yang dia minta dari Fina. Membuatnya tidak akan banyak di introgasi tentang urusannya ke sana.
Lalu yang ketiga. Erwin bukan lagi orang yang tidak dikenal. Jika dia mendapatkan masalah dia bisa memanggil pemuda yang sekarang punya posisi penting itu untuk memberinya jaminan.
Yang jadi asuransinya adalah Erwin karena dia yakin kalau dia mengaku-ngaku sebagai kenalan Amelia atau Ibunya. Yang notabene adalah orang nomor satu di tempat itu. Tidak akan ada yang akan percaya padanya.
Setelah menunggu selama kurang lebih setengah jam, akhirnya tiba gilirannya untuk diberi pemeriksaan.
Berdasarkan apa yang Amelie ceritakan.
Orang-orang sepertinya yang tidak atau belum memiliki dokumen identitas dari Tagave perlu tidak bisa langsung masuk. Seperti yang sudah dia katakan tadi, dia perlu melalui sebuah pemeriksaan dulu. Oleh karena itulah dia harus masuk lewat jalur yang berbeda dengan para pedagang, pekerja, dan petugas logistik yang yang keluar masuk membawa barang dari dan ke tempat itu.
Dengan banyaknya orang yang ke sana. Sudah pasti ada banyak juga masalah yang bisa timbul. Sistem tadi adalah cara mereka mengurangi kekacauan yang mungkin terjadi di dalam kota. Jika masuk saja sudah susah, sebagian besar orang akan berpikir dua kali sebelum mengambil resiko membuat izin masuknya diambil oleh penjaga.
Kota kelahiran Amelie selalu dia sebut kecil. Sebab luas areanya hanya sekitar 15 persen dari daerah-daerah milik bangsawan orang lain selain it dan teritorinya pada dasarnya juga hanyalah satu desa besar.
Tapi meski begitu Tagave masih adalah sebuah daerah yang sangat luas. Dan dengan jumlah penjaganya yang terbatas serta tidak adanya tembok di sekitarnya. Masih ada banyak orang yang bisa masuk tanpa izin.
Dan untuk poin terakhir. Amelie mungkin punya banyak uang. Tapi dia masih tidak punya uang yang sebanyak itu untuk membangun tembok untuk mengelilingi teritorinya yang total luas areanya adalah kurang lebih 20 km persegi. Lalu, meski dia mampu pun dia tidak akan melakukannya. Dia tidak ingin membuang waktu, tenaga dan uang untuk membangun sesuatu yang bukan hanya tidak berguna, tapi sesuatu yang juga akan jadi masalah di masa depan itu.
Kembali ke dokumen identitas. Jika Kau ingin melakukan bisnis atau bekerja di sana. Kau wajib memilikinya. Tanpa secarik kertas itu, kau hanya akan bisa melakukan bisnis dengan orang-orang dari luar tempat Amelie. Sebab tanpa dokumen itu, tidak akan ada orang dari perusahaan Amelie yang akan mau melayanimu.
Haruki tidak sedang dalam perjalanan bisnis, tapi memiliki dokumen itu lebih baik daripada tidak memilikinya. Dia bisa menggunakannya di masa depan.
"Apa keperluanmu?"
"Aku ditugaskan untuk mengirimkan surat kepada tuan putri Amelie"
Haruki menunjukan amplop dengan segel kerajaan Amteric yang dibawanya. Isinya sendiri tidak terlalu penting, yang paling penting dari surat itu adalah amplopnya sendiri.
Stempel kerajaan tidak bisa digunakan sembarangan. Memalsukannya sama saja minta dihukum mati. Oleh karena itulah, jika kau memiliki benda dengan stempel itu. Secara tidak langsung kau sudah punya jaminan kalau kau itu bukan orang mencurigakan.
"Baiklah. . ."
Petugas tadi mengambil amplopnya dan memberikannya pada petugas lain yang dengan sigap langsung memeriksa dan mencocokannya dengan buku referensinya.
"Siapa namamu?"
"Youta"
"Ok. . ."
Petugas itu melihat ke rekannya. Dan setelah memastikan kalau tidak ada masalah. Petugas tadi mengembalikan amplop Haruki.
"Berikan surat ini pada petugas di kantor pusat, cari saja bangunan yang ada menara belnya"
"Hmm? Aku tidak mengirimnya ke kediaman tuan putri?"
"Kau harus menunggu jika ingin bertemu tuan putri, selain itu semua urusan pemerintahan dan bisnis dilakukan di kantor pusat"
"Aku paham, terima kasih banyak"
Dengan begitu Harukipun berhasil masuk. Dan begitu dia berada di dalam. Dia menyadari kalau apa yang lihat di luar hanyalah ujung dari sebuah gunung es.
Tanah-tanah kosong yang dulunya dipenuhi rumput dan pepohonan sekarang penuh dengan bangunan-bangunan besar. Jalan kecil yang sering dia pakai dulu saat Haruki masih kecil sudah jadi jalan besar penuh manusia yang sibuk melakukan banyak hal. Dan suasana tenang yang biasanya datang bersamaan dengan turunnya matahari, tidak terjadi.
Malah sebaliknya, suasana di sekitarnya mulai jadi semakin ramai.
Beraktivitas saat hari sudah gelap adalah sesuatu yang tidak akan seseorang lakukan kalau tidak terpaksa. Tapi kalau mereka punya sumber cahaya, mereka masih bisa melakukan banyak hal. Bekerja, bermain, atau sekedar bersantai di luar rumah.
"Dan alasannya adalah itu huh. . ."
Di kanan dan kiri jalan yang sedang dia lalui. Ada banyak tiang-tiang besi yang ditempatkan secara konsisten.
"Bagaimana dia membuatnya?"
Dan di atas tiang-tiang itu, ada sumber cahaya yang tidak dia kenal. Apa yang Haruki temukan adalah sumber cahaya yang bukan lilin, bukan lampu minyak, dan juga bukan lampu gas.
Pertanyaan tentang siapa yang menciptakannya sama sekali tidak tersirat di benaknya. Sebab dia tahu, kalau hanya ada satu orang bisa membuat benda-benda aneh semacam itu. Teman masa kecilnya, Erwin Frank.
"Dan bukan hanya itu. . ."
Selain cahaya yang dia tidak tahu sumbernya. Dia juga melihat ada beberapa pekerja yang mengoperasikan mesin-mesin yang belum pernah dia lihat. Dia juga baru menyadari kalau orang-orang yang membawa barang-barang menggunakan kereta kuda menjalankan kendaraannya di atas rel-rel besi yang terpisah dari jalan umum.
Ketika Haruki masih berjalan dengan wajahnya layaknya anak kampung yang baru pertama kali pergi ke kota besar. Tiba-tiba dia mendengar suara berisik dari sebuah mesin yang mendekatinya. Dan begitu dia berbalik untuk sumber suara itu.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Dia menemukan Erwin yang sedang menaiki sebuah mesin yang sekali lagi. Belum pernah dia lihat. Ya, sepertinya tema tempat itu adalah 'melihat apa yang belum pernah dia lihat' baginya.
"Aku ingin bertemu Amelie"
"Kau tidak ingin bertemu denganku?"
"Kau belakangan!"
Setelah itu, keduanya tertawa. Dan tidak lama kemudian, Erwin mengajak Haruki masuk ke salah satu gedung besar yang ada di dekat mereka.
Sambil berjalan, Erwin menjelaskan satu-persatu apa yang Haruki lihat.
Sumber cahaya baru yang Haruki lihat?.
Lampu listrik.
Generator listrik sudah ada bahkan sejak Erwin masih kecil. Tapi selama ini benda itu pada dasarnya hanyalah mainan orang kaya yang punya selera tertentu.
Melihat kalau dia tidak punya banyak waktu untuk menyelesaikan proyek yang diberikan padanya. Dia memutuskan kalau dia perlu membuat sistem shift agar dalam waktu dua puluh empat jam. Selalu ada orang-orang yang bekerja membangun semua infrastruktur yang direncanakannya.
Untuk merealisasikan hal itu. Dia membutuhkan sumber cahaya yang bisa diandalkan. Karena itulah dia membuat generator dengan skala yang lebih besar dan juga menciptakan lampu listrik sebagai sumber penerangan di banyak bagian dari Tagave.
Sebelum perang dimulai, Amteric sudah terkenal dengan industri tambang dan metalurginya yang lebih maju dibanding dengan negara-negara lain. Membuat dia tidak pernah kekurangan material.
Dia butuh besi kualitas tinggi? dia tinggal pesan.
Dia butuh biji magnet? ada yang menjualnya.
Dia butuh bahan semikonduktor? dia bisa menyuruh orang mencarinya.
Bagaimana dengan kendaraan yang dinaikinya?
Sepeda motor.
Motor pembakaran dalam sudah lama jadi konsep yang coba banyak orang jelajahi. Terutama bagi orang-orang di Albion yang jadi pionir teknologi mesin uap. Yang sebagai catatan, juga masih terikat pada benda-benda besar seperti kapal.
Dan bagi perusahaan Amelie yang punya banyak kontak dengan orang-orang luar. Menemukan seseorang yang punya spesialisasi dalam bidang itu hanyalah masalah meminta bantuan pada orang yang tepat.
Saat ini, di workshop Erwin ada beberapa orang albion yang sejak tiga bulan yang lalu sedang mengembangkan mesin pembakaran internal. Kendaraan yang dinaikinya adalah prototype pertama mereka yang benar-benar bisa bergerak.
Setelah itu, apa-apaan rel-rel yang ada di tempat itu?
Keberadaan rel di tambang adalah sebuah pemandangan normal. Dengan bantuannya, kau bisa menggerakan bahan tambang dengan mudah karena gesekan yang minim dengan roda dari kendaraan apapun yang mereka gunakan sebagai medium.
Tapi membangun rel di tengah kota sama sekali bukan ide yang pernah Haruki dengar.
"Untuk itu, sebenarnya aku ingin membangun jalan besar yang menyambung ke seluruh daerah-daerah di sekitar Tagave."
Tapi sayangnya, sekali lagi. Dia tidak punya cukup orang ataupun waktu. Oleh sebab itulah, Erwin memutuskan untuk membangun rel saja sebagai penggantinya.
Biaya yang diperlukan untuk membangun rel besi dengan panjang puluhan kilometer memang tidak sedikit. Tapi sekali lagi, yang paling penting adalah waktu. Uang bukan masalah.
"Kalian benar-benar gila"
"Aku tidak bisa menyangkalnya"
Proyek pembangunan infrastruktur biasanya adalah proyek jangka panjang yang dikerjakan sedikit demi sedikit selama bertahun tahun. Bukan sesuatu yang kau kerjakan dengan buru-buru dalam beberapa bulan. Tap seperti yang sudah Erwin bilang berkali-kali. Mereka tidak punya waktu.
Karena itulah mereka memutuskan untuk berbuat curang. Mereka memutuskan untuk mengambil jalan pintas dengan secara liberal menggunakan kapital yang sudah mereka kumpulkan.
Dengan kata lain. Rencana Amelie dan Erwin sangatlah sederhana. Mereka akan melemparkan uang pada semua masalah yang mereka temui.
Butuh material? Beli semuanya. Kalau perlu, beli dengan harga lebih tinggi.
Perlu pekerja? Tawarkan mereka gaji tinggi. Pancing semua orang dari semua daerah dengan janji mereka akan dapat uang banyak.
Kurang tenaga ahli? Undang mereka dan berikan semua yang mereka butuhkan.
Dengan strategi itu. Target proyek Amelie akhirnya bisa tercapai meski harus dengan tertatih-tatih.
Dengan adanya rel yang jalurnya sampai ke semua daerah di sekitarnya. Sebagian besar pekerja tidak lagi membutuhkan tempat tinggal sementara dan hanya perlu pulang ketika sudah selesai bekerja. Membuat bangunan-bangunan itu bebas dan bisa digunakan oleh pengungsi yang akan datang.
Meski tidak bisa menampung semua orang. Dia bisa memberikan tempat tinggal yang layak setidaknya untuk orang-orang yang paling membutuhkan seperti orang tua, wanita yang punya anak kecil dan juga anak-anaknya.
Untuk sementara para pria masih harus tinggal di gedung umum atau tenda yang mereka siapkan. Tapi proses pembangunan tempat tinggal baru terus berjalan, tinggal menunggu waktu saja sampai semua orang bisa tinggal di dalam rumah yang sesungguhnya.
Jika mereka tidak betah tinggal di rumah susun yang disediakannya, mereka juga bisa bekerja dan membangun rumahnya sendiri nanti. Sisanya yang dialihkan ke tempat Gerulf juga diberikan program yang sama.
"Aku paham kalau Amelie yang menyuruhmu menggunakan uang dengan jor-joran, tapi apa dia tahu apa saja yang sudah kau lakukan di sini?"
"Tentu saja, aku selalu melaporkan apa yang kulakukan padanya"
"Jadi dia tahu kalau kau membuat generator, lampu listrik, sepeda motor, dan jaringan rel yang mengelilingi seluruh daerah ini?"
" . . . . "
Erwin mengalihkan pandangannya dari pemuda di depannya.
"Dia tahu kan?"
"Secara umum . . . ya"
"Ahh. . . . ngomong-ngomong ruangan ini untuk suatu alasan rasanya benar-benar sejuk"
"Tempat ini punya pompa kalor"
"Pompa kalor?"
Nama benda yang tidak Haruki ketahu muncul lagi.
"Ya. . kau tahu kalau tanah suhunya selalu relatif stabil kan?"
"Aku sudah pernah membaca tentang penelitian itu"
"Kalau begitu penjelasannya akan lebih gampang. . ."
Erwin menggali tanah dan mengubur pipa metal di yang berisi cairan di dalamnya lalu menghubungkannya ke dalam ruangan itu. Pipa itu akan menyerap panas dari ruangan itu dan membawanya ke bawah tanah, di mana cairan itu akan didingkan oleh tanah lalu kembali lagi ke ruangan dengan suhu yang lebih rendah.
Setelah itu, kau tinggal meniup benda itu ke dalam ruangan. Membuat udara jadi lebih sejuk.
"Ok, aku paham. Dengan kata lain kau sudah lupa untuk menahan diri"
"Tidak, tidak, tidak! aku sudah cukup menahan diri"
"Sepertinya definisi menahan dirimu dan menahan diriku serta Amelie kelihatan berbeda jauh"
Erwin mungkin lebih terkenal di luar karena kemampuan bela diri dan posisinya sebagai anak salah satu jendral besar di Amteric. Tapi baginya dan Amlie, hal paling mencolok dari pemuda itu adalah kemampuannya untuk memahami konsep hukum alam dan cara memanfaatkannya.
Berawal dari tujuannya membuat sesuatu yang bisa dijual di Tagave untuk membantu situasi finansial Amelie dan Ibunya. Dia mulai membuat semakin banyak benda-benda yang kelihatan terlalu dini untuk masanya.
Sesuatu yang banyak orang terpelajar baru teorikan adalah sesuatu yang Erwin tahu seakan hal itu adalah yang paling natural. Apa yang mereka baru angan-angankan, adalah sesuatu yang sudah jadi mainan pemuda itu. Dan fenomena yang mereka baru pelajari keberadaanya adalah sesuatu yang sudah Erwin manfaatkan di dalam barang ciptaannya.
Jika bukan karena Amelie memintanya untuk menahan diri setelah salah satu barang ciptaannya disalahgunakan. Haruki tidak tahu apa saja yang sudah dia ciptakan.
"Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, aku tidak akan membuat benda untuk menyakiti orang lain"
Erwin bersedia membuang masa depannya sebagai bangsawan adalah agar dia bisa membantu Amelie bahagia. Tapi selama ini, yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi pengawalnya dan menjaga keselamatannya. Sesuatu yang hampir gagal dia lakukan kalau bukan karena bantuan pemuda yang sekarang ada di depannya.
"Aku ingin melakukan lebih untuknya"
"Kau sudah melakukan lebih dari cukup"
"Belum, apa yang kulakukan masih belum ada apa-apanya"
"Erwin. . . . kau tidak perlu merasa berhutang pada siapapun! tidak ada yang ingin kau membayar apapun!"
Erwin membelalakan matanya.
". . . ."
Sepertinya tebakan Haruki kalau Erwin merasa perlu menebus kesalahannya sudah membiarkan Amelie hampir mati tepat sasaran. Berada jauh dari Amelie sepertinya membuatnya memikirkan hal-hal yang normalnya tidak terlintas di kepalanya.
"Maaf. . . aku tidak sedang mencoba menghakimimu"
"Tidak usah dipikirkan, ah. . . . sepertinya jauh darinya membuatku lebih stress dari yang kukira"
"Siscon!"
"Oi!"
Mari kita lupakan fakta kalau Erwin bukan saudara Amelie dan Haruki sedang dengan terang-terangan mengalihkan topik pembicaraan.
Setelah memberikan tawa yang terpaksa, Haruki kembali bicara.
"Ngomong-ngomong aku ingin tanya. . ."
"Kebetulan sekali, aku juga dari tadi ingin tanya sesuatu"
"Aku duluan!!"
"Ok, ok! apa yang kau ingin tanyakan?"
"Di mana Amelie? aku ingin melihat wajahnya"
"Ha?. . . . harusnya aku yang bertanya seperti itu!"
"Ha?. . . . "
Di saat yang bersamaan keduanya langsung menyadari sesuatu.
Sedari tadi mereka sudah punya asumsi yang salah tentang keadaan mereka. Atau lebih tepatnya keadaan Amelie. Haruki mengira kalau Amelie sudah sampai duluan padahal kenyataannya gadis itu belum ada di di sana. Keinginannya untuk bertemu dengan Amelie membuatnya bahkan tidak ingat untuk mengkonfirmasi keberadaannya di gerbang.
Sedangkan Erwin mengira kalau kalau Amelie bergerak di belakang Haruki bersama dengan Fina ketika sebenarnya dia sudah berangkat duluan.
"Aaaaaaaa. . . . . ."
Di saat itu juga, Haruki tiba-tiba merasa kalau kedua bola matanya seperti diremas oleh tangan tak terlihat. Setelah itu, matanya berubah warna menjadi merah dan memberinya penglihatan yang tidak ingin dia lihat.
"Ugh. . . ."
7
"Aaaaaa. . ."
"Tutup mulutmu, kau tidak mau menelan serangga kan?"
"Kalau begitu pelankan beda ini!!!"
"Kau mau bersantai saat nasib Amelie masih belum jelas?"
"Kita sudah bergerak lebih dari cepat. . . Aghhh. . ."
Dan seperti yang Erwin peringatkan. Haruki benar-benar menelan serangga. Erwin sendiri? Dia sudah melingkarkan sebuah kain di leher dan mulutnya sehingga dia tidak perlu khawatir dengan masalah tadi.
Saat ini, Haruki dan Erwin sedang mengendarai sepeda motor dengan buru-buru ke arah Kroufer. Atau lebih tepatnya, ke arah konvoi yang Fina pimpin. Dan karena keburu-buruan itulah sedari tadi Haruki terus berteriak.
Keduanya melaju dalam kecepatan sekitar 50 km perjam. Kecepatan yang bagi Erwin terasa sangat lambat. Tapi bagi Haruki, kecepatan terasa mengerikan. Bukan karena dia tidak pernah merasakan bergerak dalam kecepatan setinggi itu mengingat kecepatan lari kuda sendiri bisa sampai 80 km perjam.
Tapi karena suasana yang sudah lumayan gelap dan jalannya hanya diterangi sebuah lampu kecil di bagian depan sepeda motor yang mereka naiki. Selain itu, dia juga sama sekali tidak bisa merasa aman duduk di atas benda itu dalam kecepatan tinggi.
Yang bisa sangat dimengerti mengingat penampilan sepeda motor yang dia kendarai kelihatan ringkih.
"Pegangan saja padaku, dengan begitu kalau kau jatuh kau tidak akan terluka"
"Tolong jangan jatuh!"
"Aku tidak bisa janji!"
Sepeda motor yang Erwin dan rekan-rekannya rakit adalah sebuah prototype. Dan sebab saat itu mereka masih hanya fokus untuk membuatnya bisa berjalan, semua bagian lainnya mereka perlakukan seperti anak tiri dan tidak masuk dalam daftar prioritas mereka. Termasuk keamanan pengendaranya tentunya.
Rem tidak berfungsi dengan baik? Masalah belakangan.
Shock absorber belakang sering bocor segelnya? Pikiran nanti saja.
Framenya belum dicek kekokohannya? Lihat dulu batasnya.
Ban karet yang digunakan belum siap dipakai sehari-hari? Pakai saja untuk sekarang.
Yang namanya prototype adalah sesuatu yang belum siap dilepas ke dunia luar. Benda itu dibangun dengan asumsi kalau dia hanya akan digunakan di area Tagave di mana benda itu bisa diperbaiki kapanpun dibutuhkan.
Sejujurnya, kalau tiba-tiba sepeda motor itu rontok di tengah jalan. Erwin sama sekali tidak akan kaget. Karena itulah Erwin menyuruh Haruki untuk berpegangan padanya. Sebab kalau mereka benar-benar mengalami kecelakaan, dia akan langsung bisa menggunakan kekuatannya dan melindungi keduanya.
"Daripada itu, apa yang kau lihat tadi Haruki?"
Mengetahui bentuk dari kekuatan spesial haruki. Erwin ingin memastikan kalau skenario terburuk yang ada di pikirannya benar-benar terjadi atau tidak di masa depan. Tergantung jawabannya, dia harus memprioritaskan keselamatan Amelie di atas semua orang yang mungkin bersama gadis itu.
"Yang kulihat bukan Amelie"
Begitu kekuatan spesial Haruki aktif. Erwin langsung buru-buru menyiapkan diri untuk pergi, karena itulah dia belum sempat menanyakan detailnya. Meski yang pemuda itu lihat kematiannya bukan Amelie, hal itu sudah cukup untuk memberitahukan Erwin kalau konvoi mereka akan menghadapi masalah besar.
Masalah yang pasti akan berpengaruh pada keselamatan Amelie.
"Syukurlah"
"Tapi jangan lengah dulu, yang kulihat adalah anggota pletonkun"
"Dengan kata lain, Fina huh. . ."
Kenyataan kalau yang Haruki lihat kematiannya bukanlah Amelie membuatnya sedikit merasa lega. Tapi bukan berarti dia tidak perlu lagi untuk buru-buru. Secara umum, kematian yang bisa Haruki lihat adalah sesuatu yang akan terjadi dalam waktu dekat di masa depan. Selain itu, hanya karena Amelie tidak terlihat mati bukan berarti dia itu tidak ada dalam bahaya.
"Dari yang kulihat, ada sekitar seratus orang yang mencoba menyerang kereta kuda Fina"
Dari jumlah dan target yang dia lihat. Haruki bisa memastikan kalau orang-orang yang menyerang pasukannya bukanlah bandit. Tidak ada bandit yang seberani itu sampai mau menyerang satu pleton pasukan professional, sekelompok pengawal anggota keluarga kerajaan, dan rombongan manusia yang jumlahnya sampai ribuan.
"Kalau Fina diincar seseorang, kemungkinan besar. . ."
Tapi untuk sekarang, dia akan menyebut mereka sebagai bandit sebab dia tidak tahu siapa sebenarnya orang-orang itu.
"Amelie juga dalam keadaan yang sama"
Kenyataan kalau Amelie masih belum tiba di Tagave sampai sekarang membuat keduanya yakin kalau gadis itu sudah jatuh ke tangan musuh. Dan sebab Haruki tidak bisa melihat kematiannya, tujuan mereka adalah menculiknya untuk hal lain. Sesuatu yang kemungkinan besar juga akan dilakukan pada Fina.
"Tapi kenapa?"
Menculik seorang tuan putri dari sebuah negara untuk mendapatkan uang kedengaran seperti ide bagus di atas kertas. Tapi kalau kau benar-benar melakukannya, kau sama saja bunuh diri.
Misalkan Amteric bersedia membayar, kau tidak akan bisa keluar dari negara itu dan menikmati hasil usahamu. Tinggal menunggu waktu saja sampai kau diburu semua orang dan dibantai satu persatu.
Kemudian bisa saja mereka bahkan tidak mau bernegosiasi dan mengirim pasukannya untuk menghabisi mereka semua. Sekuat apapun sebuah kelompok bandit, mereka tidak akan berkutik ketika ada pasukan yang menyerbu mereka.
Dengan kata lain, berhasil atau tidakpun. Takdir mereka setelah menculik anggota keluarga kerajaan tetap sama. Mati tanpa menikmati hasil tebusannya. Oleh sebab itulah, kebanyakan bandit hanya mengincar pedagang kaya, orang biasa, atau paling mentok bangsawan kelas rendah. Sebab kalau mereka mengincar mangsa yang terlalu besar. Merekalah yang akan berakhir dimakan hidup-hidup.
"Tapi kalau bukan bandit? Siapa mereka?"
"Aku tidak tahu!"
Hal pertama yang muncul dalam pikiran mereka adalah lawan politik Amelie dan Fina. Tapi kalau iya, kenapa mereka tidak mencoba membunuh keduanya saja? Sama seperti saat Amelie diincar oleh pembunuh bayaran dulu.
"Haruki!"
"Ya?"
"Pegangan lebih erat!!"
"Eh?"
Dengan begitu, Erwin melaju dengan lebih cepat. Memaksa mesin sepeda motornya untuk bekerja lebih keras.
Berdasarkan perhitungan Haruki, rombongan para pengungsi kemungkinan masih berada di sekitar 40 kilometer dari Tagave. Atau dalam ukuran waktu, mereka sekitar delapan jam perjalanan dari tujuannya. Tapi dengan sepeda motor Erwin, keduanya bisa menemui mereka dalam waktu kurang lebih satu jam.
Hanya saja, seperti yang sudah Erwin duga. Semakin jauh mereka berjalan, semakin bobrok sepeda motor yang ditungganginya. Dia bisa melihat dan merasakan kalau satu-persatu bagian dari kendaraannya mulai rusak.
Pertama. Segel shock absorber belakangnya bocor dan membuat perjalan mereka secara literal terasa lebih keras. Setelah itu, tanpa sadar oli mesinnya juga ikut bocor tidak lama kemudian. Membuat sepeda motornya berjalan kering.
Setelah itu masalah-masalah lain mulai bermunculan seakan sedang berlomba untuk membuat perjalanan mereka semakin sulit.
Magneto di dalam mesin sepeda motor itu mulai bertingkah aneh karena putaran mesinnya yang jadi tidak stabil. Lampu di depan mereka mulai hidup dan mati dengan tanpa aturan. Lalu yang terakhir, Erwin bisa merasakan kalau ban karet di bawahnya mulai rontok.
Tidak seperti ban yang ada di masa lalunya. Ban yang ada di sepeda motornya tidak memiliki ban dalam pneumatik. Jadi yang dia lakukan hanyalah membungkus velg besinya dengan karet. Yang sekali lagi, tidak seperti di masa lalunya. Bukan terbuat dari karet sintetik, tapi hanya karet biasa yang diberi support berupa kain dan benang besi.
"Ugh. . . . . aku harus bersiap diomeli Miina"
Yang jadi pemimpin dalam proyek infrastruktur Tagave adalah Erwin. Tapi yang memegang uang adalah Miina. Dan Erwin sudah menghabiskan banyak sekali jatah risetnya hanya untuk membuat ban sepeda motornya. Uang yang dia minta dengan memohon-mohon.
Di Amteric yang tidak punya hobi bercocok tanam. Ada banyak bahan organik yang harus di import dari luar negara. Dan Karet adalah salah satunya. Bahkan segumpal karet bisa lebih mahal dari besi mengingat produksinya yang terbatas dan kebanyakan diprioritaskan untuk membuat senjata demi keperluan militer.
Sambil menghitung-hitung berapa uang yang harus dia keluarkan untuk memperbaiki kendaraannya nanti. Setengah jampun berlalu.
"Erwin!! Aku sudha bisa melihat mereka"
"OK!"
Jika kau bisa mendengar suara mesin sepeda motor Erwin, kau akan langsung bisa merasakan kalau benda itu sepertinya sudah sekarat. Untunglah mereka sudah hampir sampai. Benda itu bisa beristirahat dengan tenang sudah mengetahui kalau dia sudah mengerjakan tugasnya dengan baik.
BANG!!!!
Haruki menembakkan flare gunnya, mengalihkan perhatian semua orang padanya.
"BERSIAP!!!!
Suaranya tidak sampai dengan jelas kepada anggota pletonnya. Hanya sajai warna flare yang dia tembakan sudah memberitahukan perintahnya dengan jelas.
Mereka harus bersiap.
Pleton Haruki tidak tahu mereka harus bersiap menghadapi apa. Tapi mereka tahu, kalau Haruki memerintahkan sesuatu. Mereka hanya perlu mengikutinya. Sebab selama beberapa bulan ini, pemimpin mereka belum pernah salah membaca situasi.
"Serbuuu. . . ."
Dan benar saja. Tidak lama kemudian, ada segerombolan orang bersenjata yang berlari ke arah mereka. Mereka kelihatan seperti bandit, tapi persenjataan mereka terlalu seragam untuk hanya kelompok bandit.
"Lindungi tuan putri!"
Seperti yang sudah diduga. Pengawal pribadi Fina langsung memprioritaskan keamanan tuan mereka. Sedangkan anggota pleton Haruki sendiri memutuskan untuk menghadang kelompok . . . tidak. Pasukan bandit yang datang sebab mereka tidak tahu siapa yang harus diprioritaskan.
"Haruki, pegangan padaku!"
"Apa?"
"Pegangan padaku dan tutup matamu! Kita akan jatuh!"
"Kalau begitu berhenti!!"
"Remnya tidak berfungsi"
"Haaa. . . . . .?"
"Ok? Satu!"
"Tunggu dulu"
"Dua!"
". . . ."
"Tiga. . ."
Dengan rem yang tidak berfungsi, Erwin tidak lagi bisa berhenti sebelum mencapai konvoi para pengungsi. Oleh sebab itulah, sebelum dia menabrak seseorang dia memutuskan untuk memiringkan motornya dan merobohkannya.
Jika mereka roboh di tempat rata layaknya pembalap yang keluar dari track, mereka hanya akan meluncur di tanah. Tapi sayangnya, tempat itu jauh dari yang namanya rata. Membuat ketika mereka jatuh, sepeda motor yang mereka naiki langsung menabrak sesuatu, tergelincir, lalu melemparkan keduanya ke udara.
" . . . . . "
Haruki ingin berteriak, tapi kekuatan spesial Erwin membuat seluruh tubuhnya keras dan membuatnya tidak bisa menggerakan bagian manapun dari tubuhnya termasuk mulutnya. Keduanya hanya bisa berjungkir balik layaknya bola yang ditendang selama beberapa saat sebelum akhirnya mereka kehilangan momentum dan berhenti.
Dan begitu keduanya berhenti, Erwing langsung menonaktifkan kekuatannya.
"Aaahhh. . . ."
"Haruki, cepat banguni!"
"Biarkan aku merasa kaget sebenar saja!"
"Simpan kagetmu untuk nanti! Apa yang harus kulakukan?"
"Sebentar. . . . kepalaku pusing!"
Dengan kepala yang masih pusing setelah berputar-putar di tanah. Haruki memaksakan dirinya untuk bergerak dan berpikir.
Seperti yang sudah dia lihat dengan kekuatan spesialnya, jumlah musuh mereka sekitar seratus orang. Sedangkan di pihaknya, termasuk Erwin dan dirinya mereka hanya punya empat puluh tujuh orang. Dengan kata lain mereka kalah jumlah dua banding satu. Di antara pengungsi memang ada banyak pria sehat yang bisa bertempur. Tapi dengan keadaan mereka yang lelah, tidak adanya latihan, persenjataan, dan suasana yang dipenuhi kepanikan. Mereka hanya akan berakhir jadi korban tanpa berhasil melakukan apa-apa.
Kalau begitu? Apa yang harus dia lakukan?
"Aaaaaaa. . . . . ."
Dia mendengar sebuah teriakan dari arah kereta kuda Fina berada. Dan begitu Haruki melihat ke sana, dia menemukan beberapa pengawal Fina yang ditumbangkan oleh musuh.
Ya, yang sudah lelah bukan hanya para pengungsi tapi juga anggota pletonnya dan juga pengawal Fina. Tentu saja selain jumlah mereka juga kalah stamina.
"Ikuti aku!"
"Ya!"