Chereads / Bleak Knight / Chapter 6 - His Feelings & The Secret of the Two

Chapter 6 - His Feelings & The Secret of the Two

Sebab pasukan musuh sudah mundur cukup jauh, Yuudai dan teman-temannya yang lain tidak bisa lagi tetap tinggal di sekitar hutan. Dan sebab formasi pasukan musuh juga sudah agak berantakan, Erwin memutuskan untuk memimpin semua orang untuk masuk ke dalam benteng bersamanya.

Begitu sampai ke dalam benteng mereka berpisah dan Erwin langsung menemui Amelie untuk memastikan keadaannya. Dan ketika dia masuk ke dalam kamar gadis itu, dia menemukan Amelie sudah selesai mempersiapkan barang bawaanya untuk perjalanannya pulang ke Amteric.

Erwin sendiri ingin buru-buru pulang dan berniat langsung ikut membereskan barang-barangnya tapi Amelie menyuruhnya untuk istirahat dulu. Dia tahu kalau semalaman pemuda itu juga pasti sudah bekerja keras untuk membantu agar rencana Haruki berjalan lancar. Mereka memang buru-buru, tapi bukan berarti mereka harus membuang waktu istirahat dari jadwal kegiatan mereka.

Sebenarnya Erwin tidak terlalu lelah, tapi dia tidak punya keinginan untuk menolak keinginan baik Amelie. Selain itu, dia belum makan dan sangat lapar. Oleh karena itulah, Erwin memutuskan untuk menggunakan waktu istirahatnya untuk pergi ke tempat makan pasukan koalisi.

Hanya saja tujuan Erwin pergi ke tempat itu bukan hanya untuk makan. Jika dia ingin makan dia hanya perlu meminta seseorang untuk mengantarkannya sebab dia masih punya status sebagai tamu. Dia juga ingin sekalian mencari Haruki.

Setelah makan dia ingin menemui Haruki, pemuda itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap strategi pertempuran dengan pasukan pemberontak jadi normal kalau Haruki itu sibuk. Dan kalau sudah sibuk, Haruki punya kebiasaan untuk tidak memperdulikan hal lain kecuali apa yang sedang dikerjakannya.

Karena itulah tidak mungkin Erwin bisa memanggil Haruki ke kamarnya, selain itu berhubung yang butuh adalah dirinya dia tidak bisa menyuruh orang yang dia ingin mintai bantuan mendatanginya.

Setidaknya, begitulah rencana awalnya. Tapi ketika Erwin sampai di tempat makan para prajurit dia langsung menemukan Haruki yang sedang berbicara dengan Yuudai. Mereka kelihatan berbicara dengan serius jadi Erwin memutuskan untuk menunggu sebelum menghampiri pemuda itu.

Setelah beberapa menit keduanya selesai berbicara dan Yuudai menjauh dari Haruki, kemudian giliran Erwin yang mendekat.

"Jadi apa yang kalian bicarakan tadi?"

"Sogokan tutup mulut"

Erwin tidak menyuruh Haruki untuk duduk, tapi begitu dia duduk Haruki langsung ikut duduk.

"Yuudai bukan tipe orang yang suka asal bicara tapi tetap saja kau butuh asuransi"

"Jadi kau mengancamnya?"

"Aku tidak sejahat itu"

"Harusnya kau menyangkal kalau kau itu jahat"

Merasa kalau pembicaraan mereka mulai agak menyakitkan untuk didengar, Haruki mengalihkan perhatiannya.

"Apa yang kau mau bicarakan Erwin? aku yakin kau datang ke sini bukan hanya untuk mengolok-olok kepribadianku kan?"

"Tentu saja tidak, kepribadian burukmu itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi! aku hanya ingin memintamu ikut ke Amteric bersamaku dan Amelie"

Alasan Erwin meminta Haruki untuk ikut adalah untuk meminta bantuannya menyelesaikan masalah yang akan Amelie hadapi. Gadis kecil itu memang pintar, dia memang jauh lebih dewasa dari umurnya, dan tentu saja dia punya tekad yang tidak kalah besar dengan siapapun.

Tapi meskipun begitu ada saat-saat dimana sesuatu yang kecil seperti penampilan dan umur menjadi masalah. Untuk menyelesaikan masalahnya di rumah, Amelie pasti diharuskan untuk menemui orang berkausa sebab teritorinya hampir tidak punya kekuatan militer dan tidak mungkin dia bisa melawan siapapun musuhnya secara langsung. Dan sayangnya, Amelie punya tendensi untuk selalu diremehkan.

Dan di Amteric, di mana ada banyak sekali orang yang harga dirinya terlalu tinggi. Jika seseorang tidak bisa bicara dalam level yang sama, sudah hampir seratus persen kalau apapun yang dikatakan oleh orang itu tidak akan didengarkan.

Oleh karena itu, Amelie perlu seorang proxy untuk mewakilinya berbicara. Dan akan lebih baik jika orang yang jadi proxy setidaknya mampu memahami cara pikir Amelie. Ibunya tidak bisa diharapkan karena pendidikannya kurang, lalu yang bisa Erwin lakukan hanya bertarung, dan di teritorinya tidak ada satupun orang yang bisa dijadikan wakil karena sekali lagi, masalah pendidikan serta level kehidupan mereka.

"Aku tidak bisa"

"Kenapa?"

"Kenapa? sama sepertinya, aku juga punya tugas yang harus kulakukan di sini"

Pertempuran belum berakhir, pasukan koalisi berhasil memojokan musuh tapi kemenangan belum bisa diraih secara pasti. Jumlah mereka sudah berkurang banyak, tapi pasukan pemberontak masih belum mau menyerah dan membuat garis pertahanan di tepi hutan.

Sekarang yang ada dalam posisi menguntungkan adalah pasukan koalisi, tapi meski begitu pasukan musuh hanya perlu mengubah strategi dan merubah pola penyerangannya dari langsung menjadi tidak langsung. Selain itu dengan banyaknya prajurit yang mengalami luka. Pasukan yang sekarang bertugas juga tidak befungsi penuh.

Keadaan mereka lebih baik dari pasukan musuh, tapi secara umum keadaan mereka tidak lebih baik dari keadaan mereka di hari sebelumnya. Haruki tidak bisa meninggalkan mereka di saat seperti itu, dan dia juga tidak bisa pergi tanpa menyelesaikan apa yang dia sudah mulai.

"Yang tersisa hanya melakukan serangan akhir kan? kenapa tidak menyerahkannya pada yang lain saja? selain itu bukankah kau juga punya tugas untuk menjaga Amelie?"

"Tugasku berakhir ketika dia setuju untuk pulang, sekarang dia adalah tanggung jawabmu dan aku harus kembali ke tugas lamaku"

Dan tugas utamanya adalah melindungi kepentingan negaranya. Yamato. Selain itu, sejak awal memang daripada melindungi Amelie sebagai individu, lebih tepat dibilang kalau tugas Haruki melindungi sandra politik Amteric. Dan berhubung status Amelie sudah bukan lagi sandra politik begitu dia jadi kandidat penguasa maka secara otomatis Harukipun kehilangan tugasnya sebelum Amteric memutuskan siapa yang akan jadi pengganti gadis kecil itu.

Kemudian, masalah yang harus dihadapi Amelie adalah masalah internal negaranya sendiri. Jika Haruki ikut campur maka akan ada anggapan kalau Yamato punya maksud lain, yang pada akhirnya akan membuat posisi Amelie malah juga jadi semakin sulit.

"Tapi aku sendirian tidak bisa membantunya"

Jika bisa Erwin juga tidak akan meminta bantuan, jika bisa dia juga akan membantu sendiri. Tapi sayangnya dia tidak bisa. Apa yang bisa Erwin lakukan dan apa yang Amelie butuhkan bukanlah hal yang sama. Dengan kata lain, Erwin tidak memiliki apa yang Amelie inginkan.

"Selain itu dia kelihatan lebih senang saat kau ada"

"Kau benar-benar suka dengan Amelie ya Erwin?"

"Suka? perasaanku padanya tidak seremeh itu? aku mencintainya!!"

"Eh?. . . "

Haruki tahu kalau Erwin sangat menyukai Amelie. Bahkan sejak kecil dialah orang yang selalu mencoba menempel pada Amelie dengan berbagai cara. Jika masalah kontak fisik, bisa dibilang malah Erwin melebihi ibu gadis itu sendiri.

Tapi Haruki sama sekali tidak pernah berpikir kalau Erwin punya perasaan semacam itu pada gadis kecil itu.

"Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri, karena itulah aku ingin membuatnya senang"

"Jadi cinta yang seperti itu. . "

Tanpa sadar Haruki menghela nafas lega. Dan helaan nafas lega itu bisa didengar dengan jelas oleh Erwin yang sedang duduk di depannya. Lalu, seperti biasanya Erwin langsung menggoda Haruki.

"Kau tidak perlu cemburu padaku, meski aku bilang cinta tapi bukan berarti aku ingin menikah dengannya! malah sebaliknya aku tidak ingin membiarkannya menikah dengan orang lain dan cuma jadi miliku! oo tapi tentu saja kau ini pengecualian. . ."

Di saat seperti ini biasanya Haruki akan melemparkan kalimat retorik seperti

"memangnya kau ini ayahnya!!!!?�� lalu ditambah "siapa yang mau menikah dengan anak kecil sepertinya!!?" sambil bilang kalau dia itu tidak seperti Erwin yang suka dengan anak kecil dan seleranya adalah wanita dewasa yang punya banyak lekukan.

". . . . "

Tapi kali ini dia tidak mengatakan apapun dan hanya diam. Dan begitu menyadarinya, Erwin langsung membelalakan matanya sambil memasang muka kaget. Sebuah ekspresi yang tidak cocok dengan wajah mengintimidasinya.

"Jangan bilang kalau kau. .!!! . . benar-benar jatuh cinta pada Amelie!"

Haruki meletakkan kedua sikutnya di meja, lalu menggunakan kedua telapak tangannya untuk menutup wajahnya yang dia rendahkan posisinya. Setelah itu dia mengangguk kecil.

"Kalau begitu apa-apaan dengan ekspresimu itu!!!??"

Kali ini, tidak seperti sebelumnya Erwin tidak bicara menggunakan nada santai yang biasa dia gunakan pada Haruki. Tapi sebuah nada dingin yang di dalamnya terselip kemarahan. Begitu dia melihat bahasa tubuh Haruki yang bilang kalau dia memang benar-benar jatuh cinta pada gadis kecil yang tumbuh bersama mereka, Erwin langsung merasa ingin memukul pemuda di depannya.

Dia merasa marah, tapi yang membuatnya marah bukanlah fakta kalau Haruki mengakui rasa cintanya terhadap Amelie. Ketika dia bilang kalau Haruki adalah pengecualian dia serius mengatakannya, dia merasa kalau dia bisa melepaskan Amelie kalau orang yang akan menerimanya adalah Haruki.

Yang membuatnya marah adalah ekspresi pemuda di depannya yang sedang coba ditutupi.

Ekspresi yang Haruki coba tutupi bukanlah ekspresi malu atau bahagia.

Jauh dari semua itu, Haruki malah memasang ekspresi kalau seakan dunianya sudah berakhir, ekspresi seakan dia tidak terima dengan takdir atau ekspresi yang menunjukkan kalau dia sedang dipenuhi dengan banyak sekali penyesalan.

Ekspresi itu seperti bilang pada Erwin kalau Haruki menyesal sudah jatuh cinta pada Amelie. Dan ekspresi itulah yang membuat Erwin benar-benar marah.

"Haruki, kau sedang tidak merendahkan Amelie kan?"

Jika Haruki mengiyakannya, sudah jelas kalau akan ada yang terluka. Secara fisik oleh Erwin. Dan tentu saja, Haruki yang menyadari arti dari pertanyaan itu langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak, sebaliknya, aku malah merasa tidak pantas jatuh cinta padanya"

Kemarahan Erwin langsung menghilang begitu Haruki menjelaskan alasannya. Meski tidak memiliki jenis cinta yang sama, tapi Erwin paham apa yang Haruki maksud.

"Aku paham, Amelie itu sudah seperti bidadari kecil jadi normal kalau manusia biasa sepertimu tidak merasa pantas mencintainya"

Atau mungkin dia sama sekali tidak paham.

"Amelie memang sangat manis, tapi meski mungkin kau tidak percaya, aku jatuh cinta padanya bukan karena penampilannya!"

"Tentu saja aku tahu itu"

Ketika orang lain melihat Haruki dengan tatapan menghina, hanya Amelie yang masih melihat ke arahnya seakan dia itu pahlawan. Kemudian, selama tiga tahun penuh gadis kecil itu selalu mengejarnya dari belakang, tidak memperdulikan pendapat siapapun yang bilang kalau Haruki itu orang yang tidak pantas untuk dikejar.

Lalu, setelah berhasil mencapainya dan menemukan kalau Haruki tidak lagi seperti Haruki yang dikenalnya dulu. Meskipun dia kecewa dan marah, tapi Amelie tidak meninggalkannya, tidak membiarkannya begitu saja, dan mau tetap mengulurkan tangannya untuk bisa berjalan bersama.

"Amelie punya lebih dari apa yang aku harapkan"

Seorang gadis yang punya mental kuat dan pikiran dewasa, gadis yang mau menemanimu di saat apapun entah itu senang maupun susah. Seseorang yang tidak pernah sekalipun memintanya memahaminya seakan hal itu adalah sesuatu yang natural. Seseorang yang akan menyuruhmu berhenti ketika kau berjalan terlalu cepat dan seseorang yang akan mendorongmu jika kau kesulitan berjalan.

Seorang gadis yang yang pantas untuk kau kejar.

"Jadi apa yang akan kau lakukan Haruki?"

Tapi.

"Aku tidak akan melakukan apa-apa"

"Kenapa?"

���Dia memang punya pikiran dewasa dan juga pintar, tapi tetap saja dia masih seorang gadis dua belas tahun"

Mungkin sudah terlambat untuk menyuruh Amelie jadi anak kecil biasa yang tugasnya hanya bermain dan bersenang-senang dengan teman-temannya tanpa memikirkan dunia di sekitarnya. Tapi meski begitu, bukan berarti Amelie harus benar-benar melompati umurnya dan bertingkah seperti orang dewasa.

Masih belum saatnya untuk Amelie memikirkan masalah percintaan.

Selain itu dia juga masih punya hal yang jauh lebih penting untuk dilakukan. Seperti memoles bakatnya sampai benar-benar tajam.

Memberitahukan perasaannya pada gadis kecil itu hanya akan berakhir membuatnya susah. Dan Haruki tidak ingin menyusahkan Amelie. Jika Amelie tahu bagaimana perasaannya, pertumbuhannya mungkin akan terganggu.

"Lalu, apa kau ingin menunggu?. . . kau sudah tahu sendiri kan kalau di sini orang yang berpikir sepertimu itu jumlahnya sedikit"

Di dunia yang sekarang Haruki tinggali, mayoritas orang-orangnya menganggap kalau menikah muda itu normal. Seorang gadis langsung menikah begitu umurnya lima belas tahun adalah hal normal, dan seseorang yang menganggap seorang gadis berumur dua atau tiga belas tahun sebagai kandidat istri juga tidak sedikit.

Parasnya yang sekarang memang hanya bisa dikategorikan sebagai manis dan lucu, tapi dalam beberapa tahun lagi sudah dijamin kalau gadis itu akan jadi gadis yang kecantikannya bisa membuat laki-laki dan bahkan juga perempuan terkagum-kagum.

"Aku tidak tahu"

Amelie masih bagian dari keluarga kerajaan, dan meski sebenarnya dia punya posisi tinggi tapi posisi Haruki bukanlah sesuatu yang bisa dibangga-banggakan di depan umum. Dengan kata lain Haruki masih sama dengan orang biasa, dan begitu dia lulus statusnya hanya akan naik satu tingkat menjadi seorang prajurit. Posisi mereka terpaut sangat jauh.

"Aku tidak berpikir kalau Amelie akan mau repot memikirkan hal semacam status"

Amelie memang tidak akan peduli dengan status, tapi bukan berarti orang-orang di sekitarnya akan berpikir sama. Meski Amelie tidak memiliki kekuasaan tapi dia masih berguna secara politik. Dalam beberapa tahun ke depan dia bisa digunakan sebagai pancingan untuk orang-orang yang menginginkan ikatan politik lewat pernikahan dengan kerajaan Amteric.

Dan Haruki yakin kalau akan ada banyak ikan yang mencoba memakan umpan itu.

Kesimpulannya, menginginkan Amelie dari posisinya sekarang bukan hanyalah masalah sebearapa lama Haruki bisa bekerja keras menaikan statusnya agar setara dengan Amelia. Sebagai negara musuh, orang-orang di Amteric juga tidak akan mau menyerahkan gadis itu begitu saja padanya. Selain itu, sudah jadi tradisi kalau anak perempuan dari keluarga bansawan ataupun kerajaan sama sekali tidak punya hak untuk memilih pasangannya sendiri.

Jika Haruki ingin maju dan mendapatkan Amlie, dia juga harus bersiap untuk melawan sistem sosial itu sendiri.

"Bukankah tugasmu itu memang menghancurkan sistem? Jika untuk melakukan semua itu saja kau tidak siap, berarti rasa cintamu itu bukan apa-apa!"

"Aku hanya tidak ingin membuat hidupnya sulit! dalam prosesnya Amelie juga pasti akan mendapatkan kesulitan! selain itu!"

"Kau hanya mencari alasan untuk tidak mau maju, lalu apa 'selain itu' yang kau maksud?. . "

Dari tadi Erwin merasa kalau Haruki memang hanya mencari-cari alasan. Alasan untuk tidak ikut pergi ke Amteric, dan juga alasan untuk tidak mengakui perasaannya. Erwin mulai tidak sabar tapi dia berusaha dengan sekuat tenaga untuk menahan diri.

Dia paham kalau saat ini yang meminta tolong adalah dirinya, dan memarahi orang karena tidak bertindak sesuai kemauannya sama sekali tidak kelihatan etis untuk dilakukan.

"Amelie juga kelihatannya tidak menyukaiku. . "

"Ha? Apa kau idiot? Dilihat dari manapun kalian berdua itu sangat dekat"

"Justru karena kami dekatlah aku bisa melihat kalau dia tidak menyukaiku sebagai seorang laki-laki"

Impresi yang didapatkan Haruki adalah hasil dari interaksinya dengan Amelie selama tiga tahun. Gadis itu tidak pernah malu saat masuk ke kamarnya dan menghabiskan waktu berdua saja di dalam ruangan tertutup. Dia tidak pernah khawatir dengan pandangan orang lain ketika mereka berdua sedang bersama. Amelie juga tidak pernah bereaksi saat Haruki delapan puluh persen telanjang, selain itu Amelie juga tidak jarang mengajari Haruki dengan hanya memakai pakaian yang normalnya hanya dipakai di dalam rumahnya sendiri karena lumayan terbuka.

Intinya, Amelie bisa melakukan hal yang normalnya hanya bisa seorang gadis bisa lakukan ketika keduanya adalah sepasang kekasih tanpa masalah. Yang artinya hanya ada dua.

Pertama, Amelie tidak paham dengan apa yang sudah dia lakukan sebab dia tidak tahu apa-apa tentang masalah hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dan yang kedua, Amelie tidak menganggap Haruki sebagai seseorang yang perlu diwaspadai keberadaanya.

"Bukankah itu artinya dia percaya padamu?"

Tapi jika dilihat dari sisi lain, Amelie bisa dibilang tidak menganggap Haruki sebagai laki-laki. Tentu saja Amelie paham kalau Haruki itu laki-laki, tapi dia menganggap status Haruki sebagai laki-laki sebagai hal yang tidak terlalu penting dan hanya jadi elemen tambahan.

Contohnya sangat sederhana. Sebagai seorang kepala keluarga, status sebagai Ayah jauh lebih tinggi daripada statusnya sebagai laki-laki, sebagai kakak atau adik laki-laki status saudara jauh lebih penting daripada status mereka sebagai laki-laki.

Oleh sebab itulah Amelie bisa meminta Shun dan Haruki untuk tidur satu kamar dengannya. Yang mungkin adalah hasil dari Amelie hanya menganggap keduanya sebagai 'sesama prajurit' dan juga 'orang yang sama-sama kesusahan' sehingga dia tidak perduli kalau keduanya adalah lawan jenis.

Sebab Amelie itu pintar jelas tidak mungkin gadis itu tidak tahu masalah tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan, jadi satu-satunya alasan yang tersisa hanyalah alasan kedua. Dia tidak menggap Haruki lebih dari teman dekat. Atau dia menganggap Haruki terlalu dekat dengannya dan memasukannya sebagai daftar keluarga.

"Malah aku merasa kalau dia lebih menyukaimu."

Reaksi gadis itu terhadap interaksinya dengan Erwin kelihatan jauh lebih normal. Meski keduanya dekat tapi Amelie tetap menjaga jarak, jika Erwin maju dan jadi agresif maka Amelie akan melawan, hanya saja perlawanannya tidak kelihatan seperti bentuk dari ketidaksukaannya melainkan hanya ditunjukan untuk menutupi rasa malunya.

Mudahnya, Amelie berpreilaku seperti gadis normal ketika dia berada di dekat Erwin.

Erwin kelihatan bingung setelah mendengar pendapat Haruki terhadapanya. Tapi dia langsung bicara agar tidak dicurigai lebih jauh.

"Itu. . . aku tidak bisa menjelaskannya tapi yang jelas aku yakin kalau Amelie tidak punya perasaan yang aneh-aneh terhadapku"

Jawabannya sendiri kedengaran tidak terlalu menjelaskan, tapi Erwin mengatakannya dengan yakin.

Di sisi lain, reaksinya terhadap tindakan Haruki benar-benar berbanding terbalik. Amelie bisa melakukan hal sugestif seperti mengundang Haruki ke kamarnya seakan mengundang teman perempuannya, dan gadis itu tidak protes sedikitpun saat Haruki memangkunya dan bahkan memeluk tubuh kecilnya dengan erat saat udara jadi dingin di sekoci darurat. Dia bahkan hanya pasrah saja.

"Aku agak tidak yakin"

"Kau terlalu banyak berpikir Haruki, anggap saja kalau Amelie sedang mencoba menggodamu"

"Amelie bukan gadis mesum seperti itu!"

Sekarang giliran Haruki yang marah, tapi Erwin tetap memasang muka tenang dan mendekatkan kepalanya ke arah Haruki lalu memelankan suaranya.

"Dengarkan aku Haruki! ketika seorang wanita bilang tidak mau! artinya dia itu benar-benar tidak mau! dan yang sebaliknya juga sama! tsundere itu hanya ada dalam fiksi"

"Tsundere?. "

Ketika Erwin ingin menjelaskan apa itu tsundere, tiba-tiba Amelie datang dan mendekati keduanya. Secara reflex gadis itu hampir langsung mencoba duduk di samping Haruki seakan hal itu adalah sesuatu yang paling wajar, tapi begitu menyadari apa yang dilakukannya Amelie segera merubah jalur dan akhirnya duduk di samping Erwin.

"Jadi kalian sedang membicarakan apa?"

"Bukan apa-apa"

Erwin memutuskan untuk memberikan jawaban samar sebab dia merasa kalau memberitahukan kalau mereka baru saja membicarakannya bukan hal yang bijak untuk dilakukan.

"Haruki. .? "

Amelie mengganti fokusnya ke arah Haruki.

"Kami. . "

Menatap orang yang ingin diajak bicara bisa dibilang adalah sebuah norma, dalam situasi tertentu tidak melakukannya bahkan bisa dianggap perbuatan yang tidak sopan karena tidak menghargai orang lain. Dan tentu saja entah itu Haruki maupun Amelie merasa kalau saling melihat saat bicara adalah hal normal.

Hanya saja, begitu pandangan mereka bertemu.

". . . "

Keduanya langsung mengingat hal yang sama.

". . . "

Kejadian tadi pagi.

Keadaan mental mereka yang sedang agak tidak normal memaksa keduanya langsung memalingkan pandangan satu sama lain begitu pandangan mata mereka bertemu.

Haruki bisa dengan jelas mengingat sensasi yang dia rasakan tadi pagi. Jantungnya yang berdetak jadi lebih cepat setelah melihat wajah Amelie yang biasanya hanya dia nilai sebagai imut. Keinginannya untuk mencicipi bibir mungil semerah cerinya yang terlihat sangat lezat dan menggiurkan. Yang normalnya hanya akan dia nilai sebagai lucu.

Selain itu mata basah berkaca-kaca Amelie yang malah berefek terbalik. Hal itu bukannya membuat rasa kasihan Haruki bangkit malah sebaliknya, dia jadi ingin membully gadis kecil itu.

Jika mau Haruki bisa terus menyebutkan satu-persatu hal lainnya seperti keinginannya untuk memeluk tubuh kecil Amelie yang kelihatan sangat lembut, kaki kanannya yang diselimuti rasa hangat dan kelembutan yang nyaman, atau seberapa tegangnya dia saat menjatuhkan gadis kecil itu lalu menahan tubuhnya.

Tapi dia sama sekali tidak mau menyebutkannya, sebab dia khawatir jadi tidak bisa berhenti membayangkannya.

"Ada apa? ada apa ini? kenapa aku merasa ada atmosfir aneh di sini?"

Erwin memeriksa keduanya secara bergantian, dan dia melihat kalau wajah keduanya agak sedikit memerah. Dalam sekejap dia langsung mendapatkan sebuah kesimpulan.

"Ha-Ha-Haruki. . . apa yang sudah kau lakukan pada Amelie? jangan bilang kalau kalian sudah . . ..?"

Amelie yang menyadari jalan pikiran Erwin langsung menutup mulut Erwin dengan kedua tangannya.

"Tidak ada yang terjadi! se-semuanya normal-normal saj-saja. . "

Di saat yang sama Amelie juga teringat dengan apa yang dia rasakan saat kejadian tadi pagi.

Kaget ketika didorong ke atas kasur, bingung ketika Haruki ikut naik dan menahan tubuhnya, terpana saat melihat ekspresi keras yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, takut ketika Haruki mulai bergerak mendekatinya, lalu tegang ketika Haruki mulai mengeratkan pegangan tangannya, kemudian perasaan ingin lari saat Haruki mengatakan hal berbahaya sambil melihatnya seakan pemuda itu ingin memakannya.

Amelie percaya kalau Haruki tidak akan melukainya tapi dia tidak bisa menghentikan tubuhnya yang bergetar. Ada terlalu banyak perasaan yang tercampur aduk dalam satu waktu, dan membuat kepala serta perutnya terasa sakit karena stress.

Dan yang terakhir, yang paling membuatnya terkejut adalah fakta kalau dia sempat berpikir "kalau Haruki kurasa tidak apa-apa" lalu ingin menyerah dan membiarkan pemuda itu melakukan apapun yang dia mau.

Begitu mengingat semua itu, Amelie langsung jadi susah berpikir.

"Jika kau melihat dirimu sendiri aku sangat yakin kalau kau tidak akan percaya dengan apa yang kau katakan!"

"Uuuu. . . . . "

Amelie memegang kedua pipinya untuk menutupi warna merah di wajahnya.

Erwin melihat Haruki tapi dia yakin kalau pemuda itu juga tidak akan memberikan jawaban yang memuaskan.

Pada akhirnya tidak terjadi apa-apa sebab keduanya masih bisa berpikir jernih, hanya saja kenyataan kalau tinggal satu langkah lagi dan mereka akan melewati garis batas membuat Amelie dan Haruki tidak bisa membuang ingatan itu.

Jika dibiarkan mungkin mereka tidak akan bisa bicara dengan normal selama beberapa minggu.

"Da-daripada itu apa yang kalian bicarakan tadi Erwin?"

Meneruskan topik pembicaraan tadi sama sekali tidak ada gunanya kecuali membuat dirinya malu, oleh karena itulah gadis itu mencoba merubah arah pembicaraan. Erwin paham niat Amelie, tapi dia juga tidak sedang terlalu ingin menggoda keduanya karena pembicaraannya sebelumnya memang penting, dia memutuskan memberikan jawaban serius.

"Ada kemungkinan kalau nanti akan ada pertempuran, karena itulah aku mengajak Haruki ikut pulang bersama kita"

Amelie melihat Erwin dengan tatapan yang seakan bilang 'ha? kau serius?'.

"Kenapa kau menatapku dengan pandangan seperti itu?"

"Aku tahu kalau maksudmu itu baik, tapi saat meminta bantuan kau harus memikirkan keadaan orang yang diminta bantuannya"

"Tapi"

"Tidak ada tapi-tapian! Haruki punya tugasnya sendiri dan kita punya tugas kita sendiri selain itu. . . . jika kau hanya ingin asuransi aku sudah lebih dari cukup"

Seperti yang sudah Amelie katakan sendiri, mungkin Haruki bisa melakukan apapun tapi meski begitu dia tidak bisa melakukan semuanya sendirian saja. Dia sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya dan dia juga sudah siap untuk melakukannya, sudah terlalu terlambat untuk meminta bantuannya sebab dia sudah tidak bisa mundur.

Meminta bantuannya sekarang hanya akan menyusahkannya.

"Kau mungkin tidak tahu, tapi aku bisa membongkar semua skema yang Haruki buat! jadi asalkan level lawan kita tidak lebih tinggi dari Haruki aku yakin kalau aku saja sudah cukup untuk mengatasi masalah"

Persis seperti yang sudah Amelie bilang, gadis itu bisa membongkar semua skema yang Haruki buat jadi secara teknis harusnya dia punya kemampuan yang hampir setara dengan Haruki dalam urusan mengatur pasukan.

" . . . . . . "

Tapi Haruki paham, kalau apa yang gadis itu katakan itu hanya benar secara teknis.

Sama dengan saat keduanya main catur, Amelie juga belum pernah sekalipun bisa mencetak skor lebih tinggi dari Haruki dalam kelas strategi. Bukan karena dia lebih bodoh dari Haruki, tapi justru karena dia terlalu mengandalkan pengetahuannya.

Di saat menjawab soal, meski keduanya berakhir pada satu jawaban yang sama, tapi proses menuju jawaban itu berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, jalan pikir, metodologi, dan juga pendekatan keduanya terhadap satu masalah itu jauh berbeda.

Cara Amelie menebak semua skema Haruki bukanlah dengan mengemulasikan apa yang Haruki pikirkan melainkan dengan mengumpulkan informasi dalam jumlah banyak secara buta, mencari kerangka logika dari informasi tadi, membuat hipotesis serta kalkulasi dan yang terakhir melakukan eliminasi.

"Amelie, kau tahu sendiri kan kalau hanya sekedar tahu saja itu tidak cukup?"

Dengan metode yang digunakan Amelie, gadis kecil itu akan bisa selalu mendapatkan hasil terbaik dengan cara paling efisien serta usaha paling minim. Sebuah cara yang digunakan untuk memutuskan arah aliran ekonomi.

Tapi sayangnya musuh tidak selalu mencari hasil yang terbaik melalui cara yang terbaik.

Itulah kelemahan terbesar Amelie sekarang.

Dia masih belum bisa membaca apa yang musuhnya pikirkan sehingga dia bisa dipermainkan oleh musuh yang sengaja membuat langkah buruk. Dan juga musuh sengaja menyebarkan informasi salah maka kesimpulan yang didapatkan oleh Ameliepun akan jadi salah.

Lalu sebab metode yang Amelie gunakan adalah teknik pasif yang hanya bisa bereaksi terhadap sebuah keadaan, dia tidak bisa bergerak kalau lawan tidak bergerak duluan.

"Jangan khawatir, aku juga sudah belajar. . . Erwin!"

Amelie melemparkan sebuah tas pada Erwin dan menghentikan pembicaraannya dengan Haruki. Yang merupakan sebuah tanda kalau dia tidak ingin membahas topik itu lagi.

"Apa kita akan berangkat sekarang?"

"Apa kau sudah cukup istirahatnya?"

"Lebih dari cukup"

"Kalau begitu kita akan berangkat sekarang juga"

Erwin segera berdiri mengikuti Amelie yang juga berdiri dan mulai berjalan, sedangkan Haruki dengan muka bingung mulai melihat ke arah keduanya. Dia mengangkat tangannya lalu memutuskan untuk bicara.

"Kalian tidak akan pulang dengan jalan kaki kan?"

Erwin mewakili Amelie untuk menjawab.

"Tentu saja tidak, hanya aku yang akan berjalan kaki sedangkan Amelie akan kugendong"

Dan jawaban yang dilontarkannya tidak sesuai keinginan Amelie, karena itulah dia menginjak kaki Erwin dan menyuruhnya diam. Setelah itu Amelie menjelaskan rencana pulangnya.

Saat datang, Erwin meninggalkan kudanya di pos perbatasan setelah melihat ada pasukan musuh lalu memutuskan untuk berjalan kaki agar tidak ketahuan.

"Kami memang akan berjalan kaki, tapi hanya sampai perbatasan"

Sayangnya, perbatasan yang Amelie maksud adalah tempat yang jaraknya tiga hari perjalanan kalau ditempuh dengan jalan kaki dengan asumsi mereka berjalan selama delapan jam sehari.

"Kenapa seorang tuan putri harus berjalan kaki sejauh itu? kurasa ada yang aneh dengan kalian berdua"

"Kalau kau mau protes kenapa harus sekarang? bukankah aku sudah berjalan sejauh itu denganmu"

"Situasinya lain, itu keadaan darurat, dan sebab sekarang bukan keadaan darurat aku akan menyiapkan kendaraan untuk kalian berdua"

Mau bagaimana lagi, status mereka adalah tamu negara dan Amelie bahkan adalah seorang tuan putri dari negara terbesar dalam koalisi. Jadi tidak mungkin mereka bisa dibiarkan saja diperlakukan layaknya orang biasa. Bisa jadi nanti malah ada yang menganggap kalau pasukan koalisi meremehkan Amteric. Dan itu adalah masalah yang tidak remeh.

"Lagipula, bagaimana kalian bisa lupa dengan posisi kalian sendiri?"

Normalnya seseorang yang punya kedudukan cenderung akan bergantung pada kedudukannya dan mengandalkan hal itu untuk meminta perlakuan khusus agar keinginannya bisa dipenuhi. Tapi untuk suatu alasan, entah itu Erwin yang keturunan keluarga militer elit maupun Amelie yang punya status tuan putri sering sekali lupa kalau mereka itu bukan orang biasa.

"Aku percaya kalau semua orang lahir dalam kedudukan yang sama"

Atau lebih tepatnya, mereka berdua menganggap kalau dirinya adalah orang biasa.

"Mendengar hal semacam itu dari orang Amteric rasanya agak surrel"

Dalam doktrin militer Amteric, orang yang bukan bagian dari mereka adalah orang rendahan, sedangkan mereka sendiri adalah orang yang lahir untuk ditakdirkan jadi pemimpin dan punya hak memerintah orang-orang di luar golongannya. Bahasa mudahnya, orang-orang Amteric itu terkenal dengan kesombongannya.

"Aku akan menunggu kalian di gerbang utara dengan kereta dan pengawal, untuk sementara kalian berdua bisa istirahat! kau belum cukup tidur kan Amelie? dan kau bahkan belum tidur Erwin! kalian perlu waspada dalam perjalanan dan kurang istirahat bisa membuat kalian tidak waspada"

Amelie melihat ke arah Erwin dan keduanya menganggukan kepalanya.

Siangnya. Setelah merasa sudah cukup istirahat, Erwin dan Amelie keluar dari ruangannya masing-masing sambil membawa barang-barangnya yang sudah diperiksa ulang. Mereka segera berjalan menuju gerbang utara, dan di sana sebuah kereta kuda serta beberapa orang pengawal sudah menunggu keduanya.

"Apa kalian sudah cukup istirahat?"

Dan tentu Haruki juga ada di sana untuk mengantar kepergian mereka.

Berhubung mereka sudah membicarakan apa yang mereka perlu bicarakan beberapa jam yang lalu, Haruki hanya mengawasi pekerjaan para prajurit yang sedang menyiapkan keberangkatannya sambil memberikan instruksi tentang jalur yang akan dilintasi dan juga titik-titik yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat.

Setelah semuanya selesai Erwin memberikan salam singkat pada Haruki sebelum masuk ke dalam kereta. Setelah itu Amelie akan melakukan hal yang sama kemudian keduanya berangkat dengan tenang. Adalah apa yang seharusnya terjadi. Tapi setelah Erwin masuk Amelie malah hanya berdiri diam melihat ke arah Haruki dengan wajah ragu-ragu.

"Ada apa Amelie?"

Haruki yang penasaran dengan tingkah Amelie bertanya lalu mendekat. Dia mencoba membaca raut wajah Amelie dan menebak apa yang sedang dipikirkan gadis kecil itu. Hanya saja begitu dia melihat langsung ke wajahnya, Amelie juga melihat langsung ke arah Haruki.

"Um!!"

Dan entah dari mana asalnya, tiba-tiba Amelie seakan mendapatkan sebuah kepercayaan diri dan membuang keraguannya yang tadi sempat terlihat. Begitu melihat Amelie sudah kelihatan Normal, Haruki ingin segera mengucapkan salam dan kembali untuk mengerjakan tugasnya.

Tapi sebelum itu.

"Turunkan badanmu Haruki!"

Haruki menundukan badannya tapi Amelie tidak puas dan menarik Haruki lalu memaksanya untuk berdiri di atas lututnya.

"Tutup matamu"

"Kenapa?"

"Tutup saja!!"

Haruki yang tidak paham dengan permintaan Amelie tidak langsung menurut tapi Amelie yang ingin segera mengakhiri kontak di antara mereka tidak bisa sabar dan memutuskan untuk memegang kepala Haruki dan menutup kedua matanya dengan paksa.

"Chuu. . "

"Ha-Amelie apa yang kau lakukan?"

"Me-mengurangi rasa stressmu. . . aku berangkat, sampai jumpa lagi"

Amelie segera meninggalkan Haruki yang sedang mematung, lalu dengan perintah dari Amelie kereta yang mereka tumpangi mulai bergerak sambil diiringi oleh beberapa prajurit yang ditugaskan sebagai pengawal.

Haruki menyentuh dahinya tepat di mana tadi dia dicium

"Apa ini artinya aku ditolak?"

Jawabannya adalah tidak, sebab Amelie bahkan tidak tahu kalau Haruki punya perasaan seperti itu terhadapnya dan dia juga tidak sempat mendengar pembicaraannya dengan Erwin. Tapi meski begitu, kesimpulan Haruki tidak berbeda jauh dari kenyataan.

Untuk Amelie, Haruki memang penting, dia menyukai pemuda itu, menghormatinya dan merasa berhutang budi padanya. Tapi selain itu Amelie tidak memiliki perasaan lebih pada Haruki. Tidak ada perasaan yang menjurus ke arah cintanya seorang perempuan terhadap laki-laki.

Jika mereka adalah pasangan, ciuman Amelie di kening Haruki bisa di kategorikan sebagai caranya menunjukan rasa cintanya yang tidak ternodai nafsu. Tapi mereka bukan pasangan, jadi arti paling jauh yang dibawa dari perbuatan Amelie hanyalah 'kau adalah teman terbaikku' tidak kurang, tidak lebih.

". . . . "

Haruki tersenyum sambil melihat kereta kuda yang membawa kedua sahabatnya itu mulai jadi tidak terlihat. Untuk ukuran seseorang yang baru saja ditolak secara tidak langsung, dia sama sekali tidak kelihatan muram.

Dia merasa sedikit agak kecewa, tapi selain perasaan itu ada perasaan lain yang membuatnya merasa kalau beban di pundaknya hilang dan membuat badannya jadi ringan. Perasaan itu adalah perasaan lega.

Sejak enam tahun yang lalu, ini pertama kalinya dia bisa merasa lega.

Sejak Haruki mengakui perasaannya pada Amelie, dia juga memikirkan masa depan di mana Amelie juga memiliki perasaan yang sama padanya. Dan juga hal macam apa saja yang akan terjadi kalau keduanya secara terbuka mengakuinya di depan umum. kesulitan yang mereka akan dapat lalu juga 'akhir' yang menunggu mereka.

Haruki tidak bisa bilang kalau perjalanan mereka akan mulus. Malah sebaliknya, jalan yang akan mereka lalui dipenuhi batu krikil tajam yang menyakitkan untuk diinjak.

Dengan tidak memiliki perasaan yang sama dengannya terhadap dirinya, maka gadis kecil itu akan terhindar dari semua masalah yang disebabkan olehnya. Haruki ingin bisa bersama dengan gadis itu, tapi dia memiliki keinginan lain yang jauh lebih penting.

Kemudian.

"Aku sudah tidak punya banyak waktu, jadi sepertinya ini memang yang terbaik"

Setelah keduanya tidak lagi bisa melihat Haruki, Amelie dan Erwin berganti mengawasi tempat di mana musuh berada dan memastikan mereka tidak bergerak terlalu dekat dengan mereka dan menarik perhatian. Jarak mereka dari pasukan koalisi sudah cukup jauh, jadi jika mereka diserang pasukan musuh bantuan tidak akan bisa langsung datang.

Mereka bergerak dengan jalur yang memutar-mutar dan kadang harus memilih jalan yang susah untuk menghidari musuh. Oleh sebab itu, meski di dalam kereta perjalanan Amelie dan Erwin sama sekali tidak bisa dibilang nyaman.

Tapi meski tidak nyaman keduanya tidak bisa protes sebab semua itu dilakukan untuk melindungi keduanya. Meski sekarang cuma jadi pembawa pesan, tapi Erwin adalah anak bangsawan dan meski cuma seorang murid sekolah militer tapi Amelie juga adalah seorang tuan putri. Dan karena posisinya itu, kepala mereka jadi memiliki harga.

Mereka bisa digunakan sebagai alat untuk mencari uang. Jika keberadaan mereka diketahui dan mereka berdua berhasil ditangkap, pasukan musuh bisa meminta tebusan pada Amteric. Dan uang yang mereka dapatkan tentu tidak akan sedikit, lalu uang itu bisa digunakan untuk melakukan banyak hal yang akan menyusahkan pasukan koalisi di masa depan.

Selama hampir satu jam mencoba menghindari pasukan musuh, akhirnya konvoi mereka berhasil keluar dari area yang dikuasai musuh. Membuat semua orang akhirnya bisa bernafas sedikit lebih lega.

Lalu karena keadaan sudah jauh lebih santai, akhirnya Erwin memutuskan untuk menanyakan apa yang sangat ingin dia tanyakan sejak mereka berangkat.

"Kenapa kau melakukannya??"

"Melakukan apa?"

"Kenapa kau menciumnya?"

"Itu kan cuma di dahi"

"Tetap saja itu sebuah ciuman"

"Memangnya kenapa? dia kelihatan stress jadi aku ingin coba menghiburnya"

Amelie sering mendengar kalau prajurit yang pulang dari perang atau pertempuran sering mengalami stress yang lumayan berat. Dan biasanya, untuk mengatasinya prajurit yang sudah berumur atau berkeluarga akan diberikan hak libur dan juga tunjangan finansial tambahan sebagai hadiah.

Bisa beristirahat dan berhenti memikirkan masalah militer lalu berkumpul kembali dengan anak dan istrinya adalah obat stress tersendiri.

Tapi ketika prajurit yang dimaksud adalah para pemuda yang sedang dalam proses mencoba berhenti bergantung pada orang tuanya dan menjauh dari keluarganya lalu belum punya keluarga baru. Kedua hal tadi kadang tidak manjur untuk menghilankan rasa stress mereka.

Untuk mereka ada dua hal yang umumnya bisa digunakan untuk menghilangkan rasa stress mereka. Alkohol dan wanita. Terutama wanita. Dan yang dimaksud dengan pemuda di sini adalah laki-laki seumuran Haruki.

Ketika Haruki menyerang Amelie di pagi harinya, yang dia ingin lakukan adalah mencoba menakuti gadis itu dan membuatnya menjauh setelah menyadari kalau dia sudah jatuh cinta pada gadis kecil yang umurnya hampir tujuh tahun lebih muda darinya itu.

Nilai moralnya tidak mengijinkannya untuk memiliki perasaan semacam itu tapi perasaannya berbalik dan tidak mengijinkan nilai moralnya menahan keinginannya. Haruki adalah orang yang selalu berpikir ke depan. Dan dia tahu kalau keduanya bukan hal yang bisa dia pilih.

Oleh sebab itulah dia memilih jalan tengah. Membiarkan perasaannya meluap untuk sesaat, lalu membuat gadis itu tidak menyukainya kemudian menjauh dan pelan-pelan menghapus perasaannya itu saat keberadaannya sudah tidak diterima.

Pada akhirnya maksud Haruki tidak tercapai, tapi selain gagalnya rencananya itu ada satu hal yang juga meleset dari perkiraan Haruki.

Amelie punya kemampuan mengingat dan juga menghubungkan informasi yang berada jauh di atas rata-rata. Tapi dia tidak punya kemampuan yang cukup untuk bisa membuatnya mampu menebak apa yang seseorang sedang pikirkan.

Atau lebih mudahnya, Amelie tidak peka terhadap perasaan orang lain.

Insiden tadi pagi, dari sudut pandang Amelie hanyalah kejadian di mana Haruki yang menumpuk masalah jadi stress dan tidak bisa menahan diri ingin melampiaskan semua masalahnya dengan melakukan hal-hal dewasa. Tapi sebab di sana tidak ada orang lain kecuali Amelie yang kebetulan juga seorang gadis, dia berakhir menyerangnya.

Dan kesimpulan yang didapat Amelie adalah pemuda itu sempat khilaf tapi sadar di saat-saat terakhir.

Kesimpulan yang meleset jauh dari apa yang sebenarnya terjadi. Asumsi dasar yang dia gunakan salah.

"Aku tidak bisa memberikan lebih, tapi aku ingin membantunya meringankan stressnya karena itulah ak-aku melakukannya"

Dia tidak tahu apakah apa yang dia lakukan ada pengaruhnya mengingat dia sudah terlalu sering mendengar Haruki bilang kalau dia tidak menganggap Amelie lebih dari anak kecil dan secara terang-terangan memberitahukan preferensinya.

"Aku juga stress jadi cium aku juga, cium aku di sini!"

Erwin menunjuk pipi kirinya dengan jari, tapi sebagai balasannya Amelie hanya memandang Erwin dengan tatapan dingin.

"Eh? kenapa? kenapa kau melihatku begitu? aku juga sudah bekerja keras dan benar-benar mengalami stress"

"Untuk ukuran orang yang stress kau kelihatan baik-baik saja"

"Aku sama sekali tidak baik-baik saja! jadi cepat cium aku"

Erwin mendekatkan pipinya ke arah Amelie, tapi kali ini Amelie tidak hanya memberikan tatapan tajam. Tapi juga serangan fisik.

Plak.

"Kenapa kau menamparku?"

"Kau sudah tahu alasannya"

"Lalu kenapa kau mencium Haruki?"

"Dia itu anak kecil yang masih butuh bimbingan"

"Yang anak kecil itu kau! dan aku dan Haruki itu seumuran, jadi harusnya aku juga dapat hadiah ciuman"

"Aku tidak perlu mengingatkan kalau kita sedang membicarakan masalah umur kan?"

"Kau benar-benar tidak flexible"

"Kau benar. . aku memang tidak flexible"

Dia sendiri tahu kalau dia tidak flexible, dan dia juga tahu kalau dia tidak peka terhadap perasaan orang lain. Karena itulah dia tidak bisa berbuat apa-apa saat Haruki mengutarakan semua masalahnya padanya. Dia hanya bisa memberikan saran dari apa yang pernah dia baca, dan dia hanya bisa memaksakan logikanya pada Haruki sambil mengkalkulasi apa yang harus dia katakan selanjutnya.

Dengan kata lain dia hanya bicara omong kosong.

"Hey Erwin. . . . bagaimana caranya agar aku bisa memahami perasaannya?"

Dia tidak bisa melakukan apa yang dia tidak bisa lakukan, tapi itu bukan alasan untuknya agar berhenti berusaha.

"Kenapa kau ingin memahaminya?"

"Aku ingin membantunya?"

Erwin tidak bertanya kenapa Amelie ingin membantu Haruki, sebab dia tahu kalau pertanyaan semacam itu adalah pertanyaan yang jawabannya mudah dan juga susah di saat yang bersamaan.

"Apa saja yang sudah kau tahu?"

Haruki yang punya tertekan tanggung jawab besar, Haruki yang selalu menyesali nasib orang-orang yang tidak bisa diselamatkannya, dan Haruki yang tidak bisa membiarkan saja orang-orang yang berjalan di bawahnya, dan rasa tanggung jawabnya terhadap setiap hal buruk yang terjadi juga sangat tinggi.

"Erwin. . . apa aku ini orang yang dingin?"

Dia tahu kalau perang bukanlah hal yang baik, tapi dia bisa tetap berpikir kalau hal itu bukan urusannya. Dia tahu kalau nyawa yang dikorbankan seorang prajurit itu tidak bisa dihitung harganya, tapi meski begitu saat seseorang mati di medan pertempuran hanya berpikir 'oh orang itu mati?' dan bisa dengan cepat melupakannya.

Lalu, meski dia merasakan simpati terhadap orang-orang yang cacat karena perang, tapi dia tidak pernah merasa dia harus membantu mereka dengan sekuat tenaga. Selain itu saat seseorang yang ada di bawah perintahnya tertimpa kemalangan hal yang langsung terpikir olehnya adalah mencari pengganti orang itu.

"Apa aku orang yang sedingin itu Erwin. . . .? . . . apa aku ini orang yang buruk?"

Dia melihat Erwin dengan mata yang lembab. Dia ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, tapi dia juga takut kalau Erwin akan menghakiminya dan memutuskan kalau dia itu memang orang yang buruk.

"Tidak! sama sekali tidak! kau itu normal! dari apa yang kudengar daripada kau aku lebih merasa kalau masalahnya ada di Haruki! jika dia masih merasakan hal semacam itu berarti dia memang masih anak kecil yang belum siap ikut perang!"

Yang ingin Erwin katakan adalah, daripada Amelie Harukilah yang lebih butuh bantuan.

"Dalam perang tidak ada yang namanya tragedi, semua orang yang ada di medan perang dan siap membunuh seseorang juga seharusnya sudah siap untuk dibunuh! aku tidak akan mengasihani orang yang tetap ikut perang meski mereka tahu kalau mereka bisa mati di sana"

Itu adalah resiko mereka, ketika mereka masuk militer mereka sudah mengetahui resiko itu dan tetap saja masuk.

"Dalam perang kali ini yang terlibat adalah seratus persen anggota militer, dan mereka harusnya sudah tahu kalau sewaktu-waktu mereka bisa saja mati dan meninggalkan orang yang mereka sayangi! jika mereka memang menyayangi nyawa mereka harusnya mereka berhenti jadi prajurit dan beralih profesi. Jika orang sipil terlibat itu baru urusannya lain"

Dengan kata lain, yang ingin Erwin kataka adalah orang mati dalam perang itu normal dan kematian satu orang maupun banyak orang itu nilainya sama. Dan tentu saja, siapapun yang mati hal itu bukan tragedi. Mati dalam perang itu sama dengan mati tenggelam sebagai pelaut, atau mati diserang hewan buat sebagai pemburu.

Bagi Erwin, selain kematian orang yang dekat dengannya kematian seseorang hanyalah 'kematian orang lain' yang sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Manusia memang makhluk sosial, tapi sebelum jadi makhluk sosial Manusia adalah makhluk Individu.

"Kau sok sekali, padahal umur kalian sama"

"Kau juga harusnya tahu kalau yang sama dari kami memang cuma umur, selain itu semuanya beda"

Termasuk sudut pandang mereka terhadap perang. Dalam hal ini, Erwin bisa dikategorikan sebagai kesatria yang berdiri di tengah arena pertempuran sedangkan Haruki adalah jendral yang melihat dari atas dan menentukan jalannya peperangan.

Sudut pandang mereka tidak bisa disebut seratus persen benar, tapi sudut pandang mereka juga tidak bisa disebut seratus persen salah. Keduanya punya role yang berbeda dan juga prioritas yang berbeda. Pendapat keduanya tentang perang ada di daerah abu-abu.

"Kita ganti topik saja, dalam kasus ini pandangannya dan pandanganku terlalu jauh berbeda dan hal itu hanya akan membuat saranku tidak berguna! selain itu masalah perasaan adalah masalah yang hanya bisa diketahui ketika kau sudah dekat dengan orang itu"

Erwin kembali melihat ke arah Amelie.

"Amelie, berhubung kita sedang membicarakan Haruki aku ingin tahu pendapatmu tentangnya"

"Pendapat?"

"Ok, aku akan tanya secara langsung! apa kau menyukai Haruki! sebagai seorang laki-laki?"

"Ha? ja-jangan tanya hal aneh tiba-tiba begini"

"Tidak ada yang aneh dan tiba-tiba di sini! kalian kelihatan sangat dekat jadi aku penasaran tentang perasaaanmu terhadapnya! selain itu kau juga sudah menciumnya"

"Jangan membahas itu lagiii!!!!..."

Dia jadi ingat hal lain.

"Kudengar dari Haruki kalau kau hampir setiap hari mengunjungi kamarnya lalu menghabiskan waktu berdua di sana sambil gelap-gelapan, selain itu aku juga mendengar kalau kau sering mengenakan pakaian tipis di depannya, dan di perjalanan kalian ke sini kalian sempat main-main sampai larut malam di tengah hujan badai, kau bahkan pasrah saat dipangku dan dipeluk olehnya terus-menerus saat di skoci darurat"

"Ke-kenapa kau tahu semua ituuuu!!!"

"Kenapa? tentu saja karena Haruki memberitahukannya padaku?"

"Orang bodoooohh!!! kenapa dia membeberkan hal semacam itu pada orang laiiinn!!!??."

Amelie yang wajahnya sudah merah padam karena malu terpaksa harus menutupinya dengan kedua tangannya agar dia tidak jadi semakin malu.

"Tenang saja, aku itu bukan orang lain!"

"Erwin. . . "

"Jadi sebagai biaya tutup mulut pindah ke sini dan duduk di pangkuanku lalu biarkan aku memelukmu"

Plak.

"Mengesampingkan hal itu, jadi apa kau punya perasaan seperti itu padanya atau tidak?"

"Tidak, sama sekali tidak, hubungan kami itu hanya seperti saudara! Sama seperti hubunganku denganmu aku tidak bisa melihatnya sebagai target rasa romantis, aku menganggapnya sebagai adik laki-laki saja"

"Kenapa adik laki-laki. . "

"Kau tidak perlu penjelasan"

"Aku tahu itu. . tapi ketika yang mengatakannya adalah anak dua belas tahun rasanya benar-benar aneh"

"Daripada itu, bagaimana kalau kita membicarakan situasi di rumah? aku ingat kau belum menceritakan detailnya padaku"

"Apa yang sebenarnya sedang terjadi aku tidak tahu, tapi yang jelas aku sudah memastikan sendiri kalau ada pasukan yang bersiap untuk bergerak ke teritori kita"

Pasukan itu adalah pasukan pribadi milik seorang bangsawan bernama Gatsu, sama seperti Amelie teritorinya juga berada di ujung Amteric tapi daripada Amelie lokasi teritori Gatsu lebih dekat ke perbatasan. Oleh sebab itulah di Gatsu mempunya banyak pasukan perang, malah bisa dibilang kalau teritorinya sudah seperti markas militer.

Luas teritorinya sendiri jauh lebih besar dari teritori yang dimiliki Amelie, hanya saja sebab mereka lebih fokus pada masalah militer dan pertahanan, produksi komoditas dan ekonomi dari lahan yang dimillikinya tidak terlalu bagus. Sehingga mereka sangat bergantung pada supply dari pusat.

"Pasukan ya? kenapa ada yang repot-repot membawa hal seperti itu?"

"Bukankah normal membawa pasukan untuk menyerang sebuah daerah?"

"Pasukan yang kau sebutkan tadi itu terdiri dari orang-orang Amteric kan? kalau begitu bukankah apa yang mereka lakukan itu termasuk lese majeste?"

Ibunya memang orang bisa, lalu dia memang tidak punya kesempatan untuk jadi raja, selain itu umurnya juga masih muda dan kekuasaannya hanya terbatas pada sebuah tanah kecil yang dimilikinya. Tapi meski begitu Amelie tetaplah seorang tuan putri, dan mengangkat senjata untuk melukai keluarga kerajaan adalah tindakan kriminal dengan hukuman berat.

Mendeklarasikan perang terhadapnya adalah sama saja dengan memberontak terhadap kerajaan Amteric.

"Kau bilang kalau alasan mereka datang adalah untuk mengambil budak yang lari ke teritoriku kan? kalau begitu bukankah kita hanya perlu mengembalikan mereka saja"

"Kalau masalahnya sesederhana itu tidak akan ada yang memintamu untuk pulang"

Teritori Amelie memang tidak sebesar milik saudara-saudaranya yang lain maupun para bangsawan kerajaan, tapi meski begitu area yang termasuk dalam teritorinya bukanlah tanah yang bisa dia dan pelayannya garap sendiri. Bahkan setelah menghitung orang-orang yang dia selamatkan dulu jumlahnya masih kurang dan teritorinya masih kekurangan tenaga.

Oleh sebab itulah teritorinya perlu mendatangkan orang dari luar, dan orang-orang itu jumlahnya tidak sedikit. Lalu sebab sistem catatan kependudukan masih sangat berantakan latar belakang orang-orang yang datang ke teritori Amelie tidak bisa dicek satu-persatu.

Asalkan mereka mau bekerja dan tidak malas lalu tidak bertingkah buruk, mereka akan diterima dan dipersilahkan bekerja lalu tinggal di teritorinya. Oleh sebab itulah menentukan siapa yang harus ditarik dan siapa yang harus ditahan jadi susah.

Asal, status, dan latar belakang keluarga serta catatan kependudukan orang-orang itu tidak ada yang jelas.

"Selain itu aku tidak yakin kalau mengembalikan orang-orang itu akan menyelesaikan masalah"

"Ha. . , aku juga berpikir begitu, bisa jadi malah masalah ini mereka sendiri yang memulai"

Berdasarkan informasi tambahan yang Amelie dapatkan dari Erwin, alasan dari penggerakan pasukan Gatsu sudah bisa ditebak. Masalah ekonomi. Apa yang Gatsu incar bukanlah Amelie maupun kembalinya budak yang lari ke teritorinya melainkan hal yang lebih fundamental.

Teritori yang Amelie miliki.

Teritori luas tidak selalu membawa keuntungan, bahkan jika tidak ditangani dengan baik teritori luas malah hanya akan menjadi beban. Dengan teritori yang semakin luas, maka orang yang di dalamnya juga akan semakin banyak dan orang-orang itu tentu saja harus diurus. Selain itu sebab Gatsu juga harus mengurus fasilitas militer dan pasukannya beban yang dipikulnya juga jadi akan semakin berat.

Dia tidak bisa fokus mengurus masalah domestik dan di saat yang sama dia juga harus mengurus masalah militer, jika dia fokus pada satu hal maka dia harus meninggalkan hal lain. Tapi kalau dia mengurus keduanya dia hanya akan menghasilkan hasil yang setengah-setengah.

"Untuk sementara aku sudah bisa menebak sebuah skema yang dibuat olehnya, tapi itu cuma hipotesis dan kebenaranya tidak bisa dijamin"

Hipotesis yang dibuat Amelie sangat sederhana.

Gatsu mengirim budak dalam jumlah banyak ke teritori Amelie untuk membingungkan menejemen. Setelah beberapa lama dia akan akan mengklaim kalau terititori Amelie menyembunyikan budak-budakanya lalu meminta mereka dikembalikan. Sebelum identitas mereka diketahui Gatsu akan membawa pasukan ke teritori Amelie dengan alasan menjaga keamanan dan melindungi keluarga kerajaan.

Dengan alasan itu juga dia akan menduduki teritori Amelie kemudian secara rahasia membuat masalah lalu pura-pura memberikan solusi. Tujuan akhirnya sendiri mungkin adalah penggabungan teritori keduanya dan mengambil alih menejemen dengan dalih kalau tidak ada yang mampu mengelola teritorinya.

"Apa si Gatsu ini orang yang kelihatannya bisa diajak bernegosiasi?"

Hipotesisnya masih penuh dengan lubang yang hanya bisa diisi dengan perkiraannya sendiri. Oleh sebab itulah dia baru akan menentukan langkah selanjutnya setelah bertemu langsung dengan orangnya. Melakukan penggabungan teritori sama sekali bukan ide yang buruk, tapi menyerahkan menejemen teritorinya pada orang lain tentu saja adalah urusan lain.

"Dia adalah rakyat Amteric yang baik"

Artinya dia itu adalah orang yang bisa diajak negosiasi kalau dia yakin akan menang dan merasa menang tapi akan jadi sulit diajak bicara dan tidak memperdulikan apapun yang orang lain katakan kalau merasa kalah dalam perdebatan. Sama sekali bukan tipe orang yang bisa dihadapi Amelie yang mengandalkan kata-kata dan logika.

"Tapi kita bisa sedikit lega"

Setidaknya Ibunya tidak akan diperlakukan buruk.

"Hanya saja kita tidak bisa santai, kau harusnya masih ingat negara seperti apa Amteric itu kan?"

"Tentu saja"

Amelie, Erwin, dan Ibunya mungkin tidak akan diperlakukan buruk, setidaknya secara fisik. Tapi gadis itu tidak bisa mengharapkan supaya Gatsu memperlakukan orang-orang yang ada di teritorinya sama sepertinya.

Sebagian besar dari mereka adalah rakyat biasa, selain itu ada banyak dari mereka yang statusnya adalah budak. Dan di Amteric, rakyat biasa itu dianggap sebagai pelayan yang tugasnya adalah menuruti semua perintah para bangsawan. Sedangkan untuk budak bahkan mereka tidak akan dianggap sebagai manusia dan diperlakukan layaknya properti.

"Maafkan aku Amelie"

Di dunia manapun yang punya tugas untuk menjadi tameng, yang harus menjadi tulang punggung, dan yang harus mengotori tangannya untuk keluarganya adalah orang yang sudah dewasa. Di dunia manapun memutar otak mencari uang dan melindungi rumahnya bukanlah tugas seorang anak kecil.

Apa yang harus mereka lakukan adalah bermain dan belajar agar bisa jadi orang yang lebih baik dari kedua orang tuanya.

Tapi meski dia sudah tahu semua itu Erwin tetap lari dan meminta bantuan Amelie begitu dia mendapat masalah. Dia malah hanya menambahkan beban yang dimiliki gadis kecil itu dan menyerahkan semua masalah yang dia temui padanya. Selain itu, bukannya melindungi dia malah dengan sengaja membawa Amelie ke tempat yang berbahaya.

Sebagai orang yang sudah dewasa Erwin merasa kalau dia itu benar-benar tidak berguna.

"Apa-apaan permintaan maafmu itu? kau tidak menganggapku sebagai anak kecil kan?"

"Tapi kau memang masih kecil!"

"Kenapa kau mengungkit masalah ini lagi?"

Erwin diam untuk sesaat lalu melihat ke mata Amelie setelah beberapa detik.

"Waktumu bisa bersenang-senang secara bebas hanyalah saat kau masih kecil, saat aku memutuskan untuk mengikutimu apa yang ingin kulakukan hanyalah membuatmu bisa memanfaatkan waktu singkat itu! aku ingin kau senang dan bahagia! tapi meski begitu aku sudah gagal melakukannya"

Orang yang paling Amelie sayangi adalah Ibunya, tapi orang yang paling dekat dengannya adalah Erwin. Orang yang paling tahu tentangnya adalah Erwin. Dan dua orang itu adalah orang yang paling tahu situasi satu sama lain.

"Aku juga bisa mengatakan hal yang sama padamu, daripada mengikutiku kenapa kau tidak bersenang-senang saja? kau ini suka gadis kecil kan? dengan statusmu aku yakin ada banyak bangsawan yang mau menjodohkan anak perempuannya yang masih kecil padamu"

"Motoku adalah, loli yes, no touch"

Lagipula, apa yang membuatnya senang bukanlah bisa mendapatkan seorang gadis kecil manis lalu membuatnya jadi dewasa. Tapi melihat mereka bermain tertawa dengan polosnya. Persis seorang kakek yang senang saat melihat cucunya.

Sama seperti Haruki, Erwin juga punya anggapan kalau anak kecil itu tugasnya hanya belajar dan bermain. Bersenang-senang dan mengasah diri, bukannya dipermainkan oleh orang-orang dewasa untuk kepentingannya sendiri.

"Ahahaha. . . . "

Amelie tertawa, dan begitu gadis kecil itu tertawa Erwin ikut tersenyum. Tawa polos seperti itulah yang selalu dia ingin lihat dari Amelie, sebuah tawa lepas yang datang dari dalam hatinya. Sebuah ekspresi yang sesuai dengan umurnya.

"Apanya yang no touch!!? bukankah kau sering memeluku tanpa ijin?"

"Meski kau masih kecil, tapi aku sama sekali tidak merasa berdosa kalau memegang-megangmu"

"Jangan menjadikanku pelarian!!. lagipula. . . jika kau mau sedikit merubah diri aku yakin kau tidak akan dijauhi anak kecil"

Meski suka dengan anak kecil tapi Erwin tidak pernah dekat dengan anak kecil. Keadaannya sama seperti orang yang suka kucing tapi alergi bulu kucing, jadi meski dia ingin mendekatpun dia tidak bisa. Dalam kasusnya, ketika dia mendekat semua orang malah akan lari karena takut dan pada akhirnya membuatnya hanya bisa melihat dari jauh.

"Aku tidak bisa melakukannya! penampilanku ini adalah salah satu senjataku"

Muka sangar dan aura mengintimidasi yang dimilikinya adalah aset yang dia perlukan untuk membantu tugasnya. Meski hal semacam itu tidak akan ada gunanya jika dia berhadapan dengan orang yang benar-benar kuat, tapi hal sederhana itu bisa membuat orang-orang yang tidak punya nyali tidak akan berani mendekat.

Dan hal semacam itu sangat berguna saat dia melakukan pengawalan di tempat umum.

"Hey Erwin kau ada di sini karena kau punya tujuan kan?"

Amelie memasang muka serius lalu melihat ke arah Erwin secara langsung.

".."

Erwin mengangguk.

"Dan untuk tujuan itu kau rela mengorbankan hal lain agar tujuan itu bisa kau capai kan?"

Erwin kembali mengangguk..

Jika mau, Erwin bisa melanjutkan pendidikan militernya di Amteric. Setelah itu dia bisa melanjutkan karirnya di bidang militr. Dengan bantuan nama keluarga dan kemampuannya, mendapatkan promosi bukanlah sesuatu yang sulit.

Jika dia tidak ikut keluar dengan Amelie dari sekolah lalu mengikutinya ke teritorinya masa depan Erwin sudah dipastikan akan cerah.

Tapi Erwin tidak mengambil jalan itu. Baginya ada yang lebih penting dari sekedar prospek masa depannya yang cerah.

Dan tujuan itu adalah membuat gadis kecil di depannya merasa senang.

Sebuah keinginan bodoh dan tidak berguna yang egois.

"Aku juga punya hal seperti itu! aku ingin membahagiakan Ibuku dan memberinya kehidupan tanpa masalah dan tanpa kekhawatiran"

Dan untuk tujuan itu dia rela mengorbankan kesenangannya.

Erwin melihat ke mata Amelie, dan di sana dia menemukan sebuah tekat membara yang kokoh. Dengan sekali lihatpun sudah jelas kalau gadis kecil di depannya tidak akan mundur kalau benar-benar tidak dipaksa mundur.

"Jika kau seingin itu melihatku senang, bagaimana kalau kau membantuku mengejar tujuanku agar tugasku cepat selesai dan aku bisa bersenang-senang?"

"Aku tidak punya pilihan kan?"

Amelie mengangguk setelah itu dia menyiapkan kertas dan alat tulis.

"Aku akan memikirkan masalah Gatsu dan mencari sebanyak mungkin cara untuk menghadapinya, kau fokus saja untuk menjagaku"

"Baiklah!!!"

Dengan begitu perjalanan mereka terus berlanjut.