4
"Beberapa orang sudah mulai pergi, dan kurasa kita juga harus ikut sebelum terlambat."
"Memangnya kau ingin pergi ke mana?."
"Ke mana saja yang penting bukan di sini."
"Kalau begitu akan kuganti pertanyaannya?. . . . memangnya kita bisa pergi ke mana?."
Dengan pertanyaan itu, seorang wanita yang sedari tadi terus meminta suaminya yang duduk di depannya untuk pergi akhirnya terdiam. Keinginannya untuk pergi tentu saja tidak hilang, tapi ketidaktahuannya akan jawaban apa yang harus diberikan pada laki-laki di depannya membuatnya tidak bisa bicara lagi.
"Aku paham kalau kau khawatir, tapi seperti yang sudah kau tahu sendiri pergi dari sini itu bukan perkara mudah."
Mereka berdua adalah salah satu dari pasangan suami istri yang tinggal di dalam teritori Amelie. Dan mereka juga adalah salah satu bagian dari ratusan orang yang bekerja pada Anneliese. Tempat tinggal mereka tidak jauh dari rumah besar Amelie yang bisa mereka lihat dari jendela depan rumah semi permanen yang baru mereka selesai bangun seminggu yang lalu.
Setelah pulang dari pekerjaannya di perkebunan milik Anneliese, Ibunya Amelie. Biasanya mereka akan bersantai untuk mengistirahatkan tubuh mereka yang sudah lelah digunakan bekerja seharian. Hanya saja mulai beberapa minggu yang lalu, waktu istirahat mereka diiringi oleh suasana gelisah yang menyebar dari segala arah.
Penyebab suasana tidak mengenakan itu adalah menyebarnya rumor kalau teritori yang mereka tempati itu akan diserang oleh pemilik teritori lain. Seorang pemilik teritori yang juga adalah seorang jendral perang penjaga perbatasan dengan jumlah pasukan besar.
Nama dari jendral perang itu adalah Gerulf. Dalam masa perang dia dikenal sebagai orang yang kejam saat berada di depan lawan. Selain itu dia juga punya pasukan kuat yang bahkan mampu menghentikan serangan pasukan koalisi dalam bagian akhir perang dan mencegah daerah yang dimiliki Amteric jadi semakin kecil.
Lalu orang seperti itu ingin menyerang teritori kecil yang bahkan tidak memiliki pasukan militer. Dilihat dari manapun Anneliese tidak punya kesempatan untuk bisa mempertahankan teritorinya. Lalu ketika Anneliese kalah, maka sudah bisa dipastikan kalau kepemilikan ataupun menejemennya akan beralih tangan pada Gerulf.
Hal itulah yang membuat semua orang jadi gelisah.
Dari rumor yang beredar Gerulf datang dengan alasan ingin mengambil budak-budak dan juga kriminal yang kabur ke teritori Amelie lalu melindungi keluarga kerajaan. Tapi alasan semacam itu hanya orang bodoh saja yang akan mempercayainya.
Semua alasan itu hanyalah kedok untuk mengambil alih teritori Amelie.
Setelah perang keadaan ekonomi di Amteric jadi kacau. Pengalihan masa secara besar-besaran ke arah ekspansi militer membuat industri domestik mereka yang dari dulu memang sudah punya kapasitas tidak memadai menjadi tidak bisa berfungsi dengan baik.
Lalu begitu pasukan koalisi terbentuk dan Amteric diserang balik, hadiah berbentuk teritori dan jarahan yang seharusnya masuk menjadi macet dan membuat keadaan keuangan kerajaan berada dalam level defisit. Belum lagi korban yang jatuh dalam perang juga membuat tenaga kerja yang bisa dikerahkan jadi semakin sedikit. Menyebabkan produksi pangan dan komoditas masal lainnya jadi minim.
Bagi pemilik teritori besar yang fokus pada militer seperti Gerulf, bantuan yang mereka dapat dari kerajaan tidak akan mungkin bisa cukup. Dan dengan keadaan ekonomi Amteric yang sekarang memberi makan pada warga di teritorinya saja jadi tugas yang sangat berat untuk bisa dilakukan.
Karena itulah mereka membutuhkan sumber penghasilan baru. Sebuah target untuk diambil. Sebuah teritori yang kegiatan ekonominya lancar, sumber pangannya cukup, dan juga tidak punya kekuatan untuk melindungi dirinya sendiri sebagai sasaran untuk dikuasai.
"Tidak seperti mereka yang sudah pindah, kita tidak punya keluarga yang bisa diandalkan di luar sana, kita juga tidak punya tempat sendiri maupun koneksi dengan orang penting, selain itu. . . ."
Mereka juga harus meninggalkan pekerjaan mereka, lahan yang sudah diberikan pada mereka, dan juga rumah yang sudah mereka bangun dengan susah payah.
"Tapi bagaimana dengan Miina? bagaimana dengan masa depannya?."
Sang istri melihat ke luar jendela lagi. Dan kali ini dia memfokuskan pandangannya pada seorang gadis kecil berumur sembilan tahun yang sedang berlarian di depan halaman rumah mereka bersama teman-teman sebayanya.
". . . . . "
Kali ini tinggal sang suami yang tidak bisa bicara.
Niat Gerulf sudah jelas tidak baik, tapi meski begitu dia masih berurusan dengan anggota keluarga raja jadi tidak mungkin mereka akan berlaku buruk pada pemilik teritori yang mereka akan ambil alih kepemilikannya.
Hanya saja nasib pekerja di sana adalah urusan lain. Mereka semua adalah orang biasa, dan sebagiannya lagi adalah budak. Di Amteric perbedaan status antara rakyat biasa, keluarga kerajaan, bangsawan dan anggota militer itu sangat jauh jaraknya.
Dan tentu saja posisi budak masih jauh di bawah lagi. Meski orang biasa diperlakukan seperti pelayan selalu harus menurut pada orang yang jabatannya lebih tinggi, tapi pada dasarnya hak-hak mereka masih diakui. Sedangkan untuk budak, mereka bahkan tidak dianggap sebagai manusia melainkan hanya sebatas properti. Dengan kata lain, barang.
Lalu, hukum di Amteric mengatakan kalau anak seorang budak juga adalah budak. Dan,secara resmi sang suami adalah seorang budak milik Amelie. Dengan kata lain, anak gadisnya juga akan jadi seorang budak.
Anneliese dan Amelie tidak memperlakukan budak dengan buruk, dan malah sebaliknya. Mereka diperlakukan dengan baik dan hormat seakan mereka punya level yang sama. Selain itu, mereka juga diberikan tempat tinggal, pekerjaan yang layak, bahkan juga penghasilan yang cukup serta kesempatan untuk bisa bebas dengan membayar tebusannya.
Kehidupan mereka jauh lebih baik setelah mereka ikut Amelie dan menjadi bagian dari teritorinya.
Tapi apa yang akan terjadi pada mereka kalau pemiliknya diganti?.
Sang suami akan benar-benar bersyukur kalau semuanya akan tetap sama, tapi melihat latar belakang dari orang lawan mereka, serta tindakan yang sudah dilakukannya si suami yakin kalau yang akan dia dapatkan setelah pergantian bukanlah nasib yang lebih baik dari sekarang.
". . .Aku. . . ."
Dia mengikuti arah pandangan istrinya ke arah anak satu-satunya yang ada di luar rumahnya.
Dia sudah mengalami banyak kesusahan, sejak kecil kesulitan sudah jadi temannya jadi meskipun dia mengalaminya lagi dia bisa melaluinya. Tapi putrinya lain, dia lahir di tengah-tengah kebahagiaan dan restu dari banyak orang. Dia tidak tahu bagaimana rasanya kelaparan, dia tidak tahu sakitnya membiarkan tubuhnya terkena penyakit, dan dia juga tidak tahu betapa lelahnya dipaksa bekerja seharian tanpa dibayar.
Dan tentu saja sebagai seorang ayah, dia tidak ingin putrinya mengetahui semua hal itu.
"Baiklah. . . . aku akan menjual semua yang kita punya. . . dengan uang itu kalian bisa pergi dari sini dan menetap di tempat lain."
"Ha?."
"Aku akan tetap tinggal di sini!."
"Kenapa? apa karena masalah uang? kalau iya kita bisa berhemat, aku juga akan membantu bekerja nanti."
"Salah satunya iya, tapi bukan itu masalah utamanya."
"Lalu apa?."
"Aku tidak bisa kabur begitu saja meninggalkan teritori ini."
Dia punya hutang yang sangat besar. Dan hutang yang dia maksud bukan hanya hutang finansial, tapi juga hutang lain yang jauh lebih penting untuk dibayar. Sebuah hutang budi.
"Aku harus membayar hutangku pada nona Amelie."
Amelie sudah melakukan sangat banyak hal untuknya. Membelinya dari orang yang tidak pernah memperlakukannya dengan baik, memberikannya kebebasan, dan bahkan ketika ekonomi di tempat ini belum sebaik sekarang gadis kecil itulah yang memberi mereka makan.
Pada dasarnya alasan kenapa kehidupannya bisa jauh lebih baik sekarang adalah semuanya karena Amelie. Dia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, penghasilan yang cukup, ruam tangga yang damai, dan kehidupan yang tentram adalah karena dia diberikan kesempatan oleh Amelie.
Dan sampai saat ini tidak pernah merasa kalau dia sudah membalas semua hutang budi itu. Selama ini yang dia lakukan hanyalah menerima kebaikan Amelie dan Ibunya lalu fokus untuk mengurus dirinya dan keluarganya sendiri. Dia merasa kalau sampai saat ini dia belum pernah membantu keluarga Amelie secara langsung.
Oleh sebab itulah, dia tidak akan pergi. Sebab di saat-saat sulit seperti inilah ketika bantuannya mungkin akan diperlukan.
"Tapi hutang itu adalah hutangku pribadi, karena itulah kalian bisa pergi."
"Jangan sembarang bica. . ."
Sang istri mencoba komplain, tapi tiba-tiba mereka mendengar suara lonceng keras yang berada di sebuah menara di rumah Amelie. Lonceng itu biasanya digunakan sebagai sarana komunikasi untuk para pekerja sehingga bunyi dari lonceng itu punya macam-macam arti. Dan kali ini, lonceng itu berbunyi dengan satu suara panjang, dan dua suara pendek yang artinya mereka harus berkumpul di halaman rumah Amelie.
"Sepertinya mereka sudah mengambil keputusan. . aku akan pergi ke sana! kau dan Miina tetap di rumah."
Dia tahu kalau istrinya tidak ingin dia pergi karena kemungkinan besar dia akan disuruh melakukan hal berbahaya. Tapi meski begitu dia tetap harus pergi. Apapun yang istrinya katakan tidak akan mengubah pendiriannya untuk pergi menolong orang yang sudah menolongnya dulu.
Setelah berjalan beberapa ratus meter akhirnya dia sampai di depan rumah Amelie. Dan begitu dia sampai tentu saja di sana sudah ada banyak orang yang berkumpul lebih dulu dari dirinya. Dia tidak mengenal semua orang, tapi dia dengan mudah menemukan wajah-wajah lama yang dia kenal dengan baik.
Dan ketika dia menghampiri kelompok kecil yang dia kenal itu seseorang langsung menepuk punggungnya.
"Oo kau datang juga."
"Hm. . ."
"Akhirnya saat ini datang juga."
Satu orang lagi datang dan kelompok kecil mereka sekarang berisi lima orang.
"Menurutmu kenapa kita disuruh berkumpul?."
Salah satu dari mereka bertanya pada yang lain. Semua orang sudah sadar akan keadaan yang sedang terjadi dan paham apa yang mungkin akan terjadi. Tapi seseorang perlu mengatakannya dengan jelas agar masing-masing bisa mempersiapkan hatinya sendiri saat mendengar jawaban itu secara langsung.
"Memangnya apa lagi kalau bukan untuk perang?."
Satu orang menjawab dan semua orang langsung menerimanya dengan mudah.
"Jujur saja sebenarnya aku takut, lawan kita adalah prajurit terlatih dengan peralatan lengkap dilihat dari manapun sudah jelas kita akan kalah. . . tapi meski begitu. . "
Mereka melihat satu sama lain selama beberapa saat dan. . .
"Tidak ada dari kalian yang ingin kabur kan?."
Pertanyaan itu hanya dibalas dengan senyuman dari teman-temannya yang lain. Setelah beberapa menit kembali berlalu, akhirnya sebagian besar penghuni teritori Amelie berkumpul di depan rumahnya dalam barisan yang rapi. Bahkan anak-anak kecilpun juga ikut berbaris dengan baik.
Dan ketika keadaan sudah tenang, pemilik teritori yang resmi Anneliese dan anak gadisnya Amelie, kemudian dua orang pemuda yang samar-samar dia masih kenal naik ke atas sebuah panggung darurat agar bisa dengan mudah dilihat dari jauh.
Anneliese maju dan membuka pembicaraan.
"Selamat sore dan maafkan aku karena sudah mengganggu istirahat kalian, hari ini kalian kukumpulkan agar kita bisa membicarakan tentang masa depan tempat ini."
Kaum bangsawan normalnya tidak akan meminta maaf pada orang biasa, apalagi bangsawan di Amteric yang harga dirinya sudah terkenal tinggi di mana-mana. Tapi Anneliese dan anaknya lain, mungkin karena dia dulu juga orang biasa dia memperlakukan semua orang secara sama rata.
"Seperti yang sudah kalian tahu dengan menggunakan alasan mengambil kembali budak dan kriminal yang kabur ke sini lalu melindungi keluarga kami dari bahaya, seseorang akan datang dengan membawa pasukan."
Posisi Anneliese yang dipandang sebelah mata bahkan oleh para bangsawan tentu saja bukanlah posisi yang dia banggakan. Dia tidak punya kekuasaan atas siapapun, dia tidak punya pengaruh politik, dan teritorinya hanyalah tanah yang bisa dibilang kecil oleh banyak bangsawan yang seharusnya punya kelas di bawahnya.
Jadi apa keuntungan dari melindungi orang seperti itu bahkan tanpa perintah resmi dari kerajaan?. Bahkan bisa dibilang mereka hanya akan menanggung kerugian karena harus membayar biaya ekspedisi yang tidak sedikit.
Jadi sudah jelas kalau Gerulf punya maksud tertentu, dan maksud tertentu itu adalah. . .
"Dia ingin mengambil teritori ini. . . dan sekali lagi aku minta maaf."
Anneliese menundukan kepalannya dalam-dalam.
"Sebab aku tidak bisa melakukan apa-apa."
Di dalam suaranya jelas terdengar rasa penyesalan, dan dari kata-katanya terpancar keputusasaan. Orang-orang yang mendengarnya bisa merasakan kalau Anneliese memang ingin membantu tapi tidak bisa. Dan sebab latar belakangnya sebagai orang biasa sudah jadi rahasia umum semua orang bisa mengerti situasinya dengan mudah.
"Hanya saja meski aku tidak bisa melakukan apapun, putriku tidak mau menyerah dan ingin melawan. . . ."
Setelah itu Anneliese melihat ke arah Amelie dan memberikan tanda untuk maju. Amelie yang sudah mempersiapkan diri untuk bicara segera menggantikan posisi ibunya yang sudah mundur.
"Huuuhhff. . . ."
Amelie menarik nafas dalam begitu melihat banyak orang yang juga sedang balas melihat ke arahnya. Semua pandangan yang terpusat padanya itu memberikan sedikit tekanan, tapi menghadapi tekanan dan bertahan darinya adalah salah satu keahliannya sehingga meski dia memang jadi agak sedikit grogi dia tetap tahu apa yang harus dia lakukan dengan baik.
"Selamat sore, namaku adalah Amelie, anak dari Anneliese dan juga putri ke tujuh dari raja Amteric saat ini."
Sama seperti Ibunya, Amelie juga menunduk untuk memberi hormat pada semua orang.
Kemudian setelah itu. . . .
Selamat datang nona Amelie. . . aku merindukanmu. . akhirnya nona Amelie pulang juga. . terima kasih sudah datang. . . . . dan berbagai macam teriakan-teriakan keras lain diarahkan pada Amelie.
Keadaan jadi sangat ramai begitu mereka akhirnya bisa melihat Amelie yang mereka dengar sudah pulang. Bagi orang-orang lama keberadaan Amelie punya pengaruh yang lebih besar daripada Anneliese, sebab bagi sebagian besar orang itu tahu apa yang sudah Amelie lakukan demi mereka jauh lebih banyak daripada Anneliese yang notabene adalah pemilik resmi dari teritori yang mereka tempati.
". . . ."
Untuk sesaat Amelie tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Setelah pergi selama bertahun-tahun dia kira kalau semua orang akan menganggapnya seperti orang asing begitu dia kembali. Tapi ternyata semua orang malah menyambutnya dengan hangat seakan dia adalah bagian dari keluarga mereka sendiri.
"Aku . . .pulang. . . ."
Teriakan-teriakan acak yang tadi didengarnya mulai menjadi lebih terkontrol, setelah itu isi dari teriakan itu juga ikut berubah dari sekedar kata-kata acak dan menjadi panggilan terhadap Amelie. Pada akhirnya, banyak orang mulai bersorak-sorai memanggil Nama Amelie seperti pengikut aliran sesat yang sedang terhipnotis.
". . . Siapa yang bilang kalau tuan putri ke tujuh tidak pantas jadi raja?."
Sedangkan orang-orang baru yang tidak terlalu mengenal Amelie hanya berbicara dengan satu sama lain tentang penampilan Amelie yang ternyata jauh dari bayangan mereka.
Keluarga Amelie bukanlah keluarga yang punya harta atau kekuasaan yang terlalu besar, sedangkan catatan kegagalan Amelie memasuki sekolah bangsawan juga jadi sesuatu yang biasa mereka dengar. Selain itu itu, setelah jadi sandra politik Amelie masuk ke dalam sekolah militer.
Dari semua hal itu kebanyakan dari mereka membayangkan kalau Amelie hanya akan terlihat seperti anak desa bodoh tidak tahu sopan santun yang kulitnya jadi gelap karena sering terkena terik matahari. Hanya saja yang dapatkan malah sebaliknya.
Jauh dari itu, malah bisa dibilang Amelie punya aura yang membuat seseorang langsung ingin bertekuk lutut di hadapannya dan memberikan hormat. Penampilan menawannya yang tidak bisa dilupakan benar-benar sesuai dengan posisinya sebagai tuan putri, cara bicaranya yang santai tapi sopan dan dipenuhi rasa percaya diri membuat orang yang diajaknya bicaranya secara otomatis ingin memperlakukannya dengan baik, dan pandangan matanya juga dengan jelas mengatakan kalau dia bukanlah gadis kecil bodoh yang tidak tahu apa-apa.
". . . ahaha. . ."
Amelie melambai-lambaikan telapak tangannya sambil tersenyum mencoba menenangkan orang-orang yang sedang menyorakan namanya,
"Aku juga rindu pada kalian semua. . . tapi kita punya hal lain yang penting untuk dibicarakan."
Begitu topik baru dimulai semua sorakan itu perlahan-lahan berhenti. Semua orangpun kembali memfokuskan perhatian mereka pada Amelie yang sedang kembali menarik nafas untuk bersiap berbicara.
"Kalau kita tidak melawan sudah jelas jendral Gerulf akan menguasai teritori ini dan semua isinya, yang mungkin akan membuat orang yang mendengarnya langsung berpikiran buruk."
Ya, ketakutan besar sebagian besar penduduk teritori Amelie adalah perubahan kepemilikan teritori akan membuat nasib mereka lebih buruk. Selain Anneliese dan Amelie, pada dasarnya semua bangsawan pemilik teritori di Amteric tidak pernah ada yang memberikan imbalan yang cukup untuk pekerja kalangan bawah seperti petani. Selain itu kadang mereka juga mendapatkan perlakuan tidak adil disertai dengan tuntutan-tuntutan tidak masuk akal yang membuat kehidupan mereka jadi tambah susah.
Sedangkan di teritori Amelie yang mereka tempati sekarang, mereka mendapatkan imbalan yang cukup, kesempatan untuk jadi bebas, perlakuan manusiawi, pajak rendah, dan tempat kerja yang nyaman.
"Tapi mungkin saja kalau semuanya akan baik-baik saja dia itu orang yang lebih baik dari yang kalian bayangkan."
Kemungkinan yang Amelie sebutkan memang ada. Tapi nilainya sangat kecil sampai memperhitungkannya sama sekali tidak ada gunanya. Selain itu, banyak dari mereka tidak bisa membayangkan ada orang lain yang lebih baik dari keluarga Amelie dalam memperlakukan mereka. Dan pikiran itu tentu saja bukan karena orang-orang itu tidak tahu dunia luar, malah sebaliknya. Karena mereka sudah punya banyak pengalaman bekerja pada orang lain mereka yakin kalau apa yang mereka pikirkan sembilan puluh persennya benar.
"Hanya saja aku akan melawan! aku tidak akan meyerahkan tempat ini pada siapapun! apalagi orang yang seenaknya datang ke sini dan menodongkan senjatanya padaku. . . pada orang-orangku!!! pada keluargaku!!!. . ."
Amelie mencoba melihat ke arah semua orang yang sedang memperhatikannya dengan serius. Dia mencoba menatap semua orang yang ada di depannya secara langsung. Seorang pria tua yang dia kenal akrab, seorang pria paruh baya yang sudah menganggapnya anak sendiri, dan seorang anak kecil yang melambai-lambaikan tangannya pada Amelie.
"Hah. . . ."
Dia menghela nafas lagi. Tapi kali ini bukan karena grogi melainkan merasa bersalah.
"Aku ingin bilang kalau aku melakukannya demi kalian! tapi. . . . .sebenarnya aku hanya melakukannya demi diriku sendiri."
Awalnya dia ingin bilang kalau dia melawan demi semua orang, dia berjuang untuk kebaikan semua orang dan dia ingin melindungi mereka agar tidak ada yang menderita nanti meski harus maju sendiri sesuai skrip yang diberikan Haruki. Tapi setelah melihat semua orang yang ada di depannya, dia merasa kalau mengatakan semua itu adalah salah.
Sebab pada dasarnya jika dia mengatakan semua itu maka dia sudah berbohong.
"Maafkan aku!!!."
Amelie kembali menunduk dengan dalam. Dan dia kembali bicara tanpa mengangkat kepalanya.
"Sejujurnya aku hanya melakukan semua ini untuk diriku sendiri."
Dia peduli pada orang-orang di teritorinya, tapi alasan utama dia ingin melawan Gerulf bukanlah mereka. Jauh di dalam sana dia merasa kalau semua orang itu masih hanya orang luar yang dia tidak terlalu kenal, dan satu-satunya anggota keluarga yang perlu dia lindungi adalah Ibunya sendiri.
"Aku pulang karena mendengar Ibuku sakit, dan aku ingin melawan Gerulf karena ingin menyelamatkan Ibuku. . . . maafkan aku. . . dia jauh lebih berharga dari siapapun."
Amelie tidak punya keluarga lain kecuali Ibunya yang memperlakukannya seperti seorang keluarga. Ayahnya sibuk dengan urusan negara dan tidak pernah sekalipun berkunjung, saudara-saudaranya menjauhinya dan bahkan mengucilkan mereka. Hanya Ibunya saja yang terus menjadi sekutunya.
Ada banyak kesempatan di mana Ibunya bisa menyerahkan Amelie pada orang lain agar bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tapi dia selalu menolak tawaran-tawaran itu dengan tegas. Meski dalam keadaan yang sulitpun Amelie selalu jadi prioritas utamanya, dan walau gadis kecil itu membuat masalah demi masalah yang sama sekali tidak kecil Ibunya selalu datang membelanya dan memaafkannya.
"Hutang budiku terhadap Ibuku mungkin tidak akan bisa dibayar, tapi meski sedikit aku ingin bisa membantunya. . . . "
Beberapa orang yang mendengarkan curahan hati Amelie ingat kalau Amelie pernah bilang kalau salah satu impiannya adalah membuat kehidupan Ibunya mudah dan tenang. Dia bahkan juga pernah bilang kalau untuk mendapatkan semua itu dia rela kalau harus menderita.
Amelie mengangkat kepalanya.
"Dan sekarang aku juga harus minta maaf lagi, karena sekarang gadis tidak tahu malu ini ingin meminta bantuan kalian untuk mengikutinya."
Permintaan Amelie untuk membantunya melawan Gerulf sudah banyak orang kira akan keluar. Mereka bahkan sudah bersiap kalau Amelie menggunakan kekuasaannya untuk memaksa mereka untuk bertempur. Yang tidak mereka kira adalah kalau Amelie akan dengan terang-terangan mengutarakan keinginan egoisnya pada semua orang sebelum melakukannya.
"Mengikutiku pasti akan membuat kalian dalam bahaya, dan meski kita menangpun aku tidak bisa memberikan apa-apa kecuali janji kalau aku akan berusaha lebih keras untuk membuat kehidupan kalian lebih baik lagi. . . . dan tentu saja aku sadar kalau permintaanku ini sangat egois. . tapi meski begitu. . ."
Amelie menurunkan badannya dan menekuk kedua kakinya, setelah itu dia duduk dengan posisi seiza sambil melihat ke arah semua orang yang memasang wajah bingung.
"Aku mohon bantuannya."
Dan gadis kecil itupun bersujud di depan semua orang, membuat orang-orang yang ada di depannya kehilangan kata-kata.
". . ."
Di saat semua orang tidak tahu harus berkata apa, Erwin maju dan mengambil perhatian semua orang.
"Kami punya rencana, tapi meski dengan rencana inipun kesempatan berhasilnya hanya lima puluh banding lima puluh."
Dengan kata lain, sama saja dengan taruhan. Hasilnya sama sekali tidak pasti.
"Apa yang Amelie minta adalah sesuatu yang egois, jadi tentu saja kalian tidak perlu menurutinya! kalian juga bisa bertingkah egois dan melakukan apa yang kalian mau. . . tapi meski begitu jika kalian percaya pada gadis kecil ini, ingin membantunya, atau masih belum ingin menyerah maka tetaplah tinggal di sini."
Erwin melihat ke arah Amelie yang masih bersujud sambil memejamkan matanya. Setelah itu dia kembali melihat ke arah orang-orang yang ada di depannya.
"Aku akan menghitung dari sepuluh. . yang tidak ingin ikut silahkan pergi dari tempat ini dan bersiaplah untuk berkemas. . . . sedangkan yang ada di tempat ini sampai hitunganku habis akan kuanggap bersedia mengikuti rencana kami."
Selagi Erwin menghitung mundur, Amelie terus menutup matanya dengan erat supaya dia tidak melihat apa yang ada di depannya. Dia takut kalau semua orang akan meninggalkannya, dia khawatir kalau pada akhirnya sama sepertinya orang-orang itu juga tidak menganggap Amelie tidak cukup penting untuk mereka, lalu yang terakhir dia sudah membayangkan seberapa mengerikannya harus maju ke medan perang di mana dia bisa terbunuh kapan saja.
Selama Erwin menghitung mundur Amelie bisa dengan samar mendengar banyak pembicaraan yang membahas tentang kesempatan menang mereka yang kecil, nasib keluarganya, perkiraan masa depan mereka, rencana masa depan mereka, dan juga keinginan mereka untuk membantu.
Semua orang berbicara secara bersamaan dan hal itu membuat Amelie tidak bisa memeriksa pembicaraan semua orang. Setelah beberapa kali mencoba dan gagal akhirnya gadis kecil itu menyerah dan pasrah. Apapun yang terjadi dia akan menerima hasilnya. Meskipun hasil yang dia dapat nanti tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya dia tidak akan menyalahkan siapapun sebab dia sudah bekerja keras.
Secara logika mengikuti rencananya adalah hal gila. Dan jika ada orang yang benar-benar ingin membantunya orang itu hanyalah orang-orang gila semacam Haruki dan Erwin. Sayanga, orang-orang seperti mereka harusnya jumlahnya sedikit.
"Tiga. . . Dua. . . Satu. . . . . Amelie. . . . kau bisa berdiri sekarang."
Seketika itu pula semua suara riuh yang sedari tadi menggema hilang.
Sepertinya semua orang sudah pergi.
Di dalam hati, Amelie mengeluh kalau dia tidak ingin melihatnya. Dia tidak ingin mengetahui kalau semua orang sudah pergi meninggalkannya sendiri dan memilih kabur. Tapi di saat yang sama dia juga ingat kalau apa yang akan terjadi pasti akan terjadi. Dia tidak bisa kabur darinya dan pasti dipaksa untuk menghadapinya.
Karena itulah. . dengan pelan dia membuka matanya. . .
". . . . . . . . ."
Dan menemukan sekitar dua ratus orang sedang masih berdiri rapi di hadapannya.
"Kalian. . ."
Amelie menghapus air mata yang mengalir dari matanya.
"Benar-benar bodoh. . ."
Orang-orang yang mendengar kalimat itu hanya bisa tertawa. Kemudian lima puluhan orang berlutut.
"Seperti yang Nona Amelie bilang, kami memang bodoh, dan orang bodoh seperti kami ini akan melakukan apapun demi gadis cantik yang memasang muka memelas."
"Kami akan melakukan apapun untuk nona Amelie, sebab sama seperti nona Amelie kami juga punya hutang budi besar yang harus dibayar."
"Bagaimana kami bisa kabur kalau nona Amelie saja berani menghadapi orang itu, kalau aku kabur aku akan cuma jadi bahan tertawaan adik-adikku."
Selain orang-orang itu beberapa anak kecil juga sedang bergelut dengan Ibunya yang menarik mereka untuk pulang. Anak-anak kecil itu ingin ikut ayah dan kakaknya yang tetap tinggal bersama Amelie. Mereka melawan Ibunya sambil bilang kalau 'aku ingin melindungi tuan putri Amelie!.', 'aku juga ingin membantu' dan kalimat-kalimat lain yang punya arti sama.
"Nona Amelie sudah memberikan kami banyak pertolongan, dan sekarang giliran kamilah yang harus menolong nona Amelie."
"Selain itu sama seperti nona Amelie kami juga ingin melindungi keluarga kami, kamipun rela mengorbankan nyawa untuk mereka."
"Rumah kami adalah di sini, dan daripada orang tua kriput yang jelak aku lebih suka bos yang masih muda dan cantik."
Amelie kembali menyeka air matanya lalu mencoba tersenyum.
"Terima kasih banyak."
Ketika semua akan berakhir dengan suasana bahagia. Tiba-tiba ada seseorang yang berteriak. . . .
"Aku mencintaimu tuan putri Amelie!!!! aku berjanji akan membuatmu bahagiaaa. . ."
"Ha?."
Lalu, ketika Amelie sedang bingung bagaimana merespon teriakan dari seorang anak laki-laki berumur dua atau tiga belas tahun yang berada beberapa meter dari tempatnya itu. Tiba-tiba suasana di sekitar Amelie berubah jadi dingin. Lalu semua pria yang sedari tadi mengerubunginya dengan tatapan hangat mengubah pandangan mereka jadi dingin.
"Tangkap bocah ituuuuuuu!!!!!!!."
Komando itu langsung disambut sorakan keras dan begitu satu pria berlari mengejar anak itu, semua pria di sekitarnyapun berlari mengejar anak yang sama.
5
Suasana di depan panggung sangat ramai,tapi suasana di belakang panggung juga tidak kalah ramainya. Hanya saja kalau di depan panggung sumber keramaiannya adalah suara banyak orang yang sedang berdiskusi, di belakang panggung sumbernya keramaiannya adalah tawa gila Haruki.
"Hahahahah. . . . .ahahahaha. . . hahahaha . . .ah. . . perutku sakit. . . . ."
"Haruki, tawamu kedengaran seperti tawa orang jahat."
Erwin menepuk pundak Haruki dengan pelan untuk menyuruhnya berhenti. Tapi meski sudah berusahapun, Haruki masih kesulitan menahan tawanya.
"Ahah. . . .hahahah. . . aku tidak menyangka kalau Amelie sepopuler ini! kita bahkan bisa mengumpulkan lebih banyak pasukan relawan dari yang kukira."
Perang memang adalah hal yang buruk, tapi alasan yang digunakan untuk mengibarkan sebuah bendera perang pastilah hal baik. Semua orang tidak ingin dianggap jahat, karena itulah mereka harus punya alasan kuat yang bisa membuat mereka melupakan rasa bersalah mereka ketika membunuh musuh.
Lalu untuk menanamkan nilai-nilai kebenaran itu, propaganda biasanya digunakan dengan ekstensif. Yang Amelie katakan di panggung mungkin bukan kata-kata berisi kalimat yang menjelek-jelekan musuh dan informasi palsu, tapi meski begitu apa yang Amelie lakukan tidak salah lagi adalah bentuk lain dari propaganda.
Yang ingin Haruki lakukan adalah menanamkan sugesti kalau mereka harus melindungi Amelie. Mereka harus tinggal dan membantu gadis kecil yang tidak berdaya itu. Jika mereka tidak melakukannya maka mereka akan dicap sebagai sampah.
Cara menarik empati seperti itu mungkin tidak berguna untuk orang-orang yang sudah mengenal Amelie dari dulu. Tidak, bukan tidak berguna tapi tidak diperlukan. Tapi orang-orang baru masih butuh motivasi tambahan agar mau bergerak demi gadis kecil itu. Dan motivasi itu adalah motivasi untuk menjadi pahlawan.
Dengan motivasi semacam itu, dia bahkan bisa menjaring lebih dari dua puluh persen orang baru yang seharusnya langsung kabur begitu disuruh berperang.
"Erwin, beritahu semua orang agar mereka istirahat dan kembali lagi nanti tengah malam dan suruh yang tidak akan ikut untuk membantu kita melakukan hal lain! lalu, kita akan rapat lagi."
"Baiklah. . ."
Erwin pergi dan mengumumkan perintah Haruki lalu mengambil Amelie kemudian merekapun kembali masuk ke ruang rapat. Atau lebih tepatnya ruang makan keluarga Amelie.
"Mengumpulkan pasukan relawan sudah selesai, setelah ini tinggal mempersiapkan peralatan dan melakukan penyerangan."
"Penyerangan ya. . . kalau bisa aku tidak ingin ada korban dari pihak manapun."
Anneliese yang memangku Amelie mengungkapkan keinginannya. Dia sadar kalau pada dasarnya serangan yang mereka ingin lancarkan hanyalah turunan dari konflik pribadi Amelie dengan Gerulf. Dengan kata lain jika seseorang terluka, mereka terluka demi anaknya.
"Aku akan berusaha keras! lagipula rencana penyerangan ini hanyalah salah satu bagian dari rencana jangka panjang lain yang sudah kita pikirkan."
Jadi sebanyak mungkin Haruki akan mencoba mengatur pasukan relawannya itu untuk tidak melakukan konfrontasi langsung. Dari awal pasukan itu hanya digunakan sebagai medium untuk melakukan gertakan, jadi jika tidak benar-benar diperlukan dia juga tidak ingin menyuruh orang-orang itu untuk bertempur.
"Apa kalian siap, Erwin? Amelie?."
Agar strategi yang dibuatnya bisa sukses Haruki memerlukan keduanya meski sebenarnya dia ingin pergi sendirian saja. Dia tidak ingin Amelie terluka dan dia juga tidak ingin Erwin yang sesudah terluka harus melakukan kerja berat. Tapi meski tidak ingin, dia harus memasukan keduanya dalam rencananya.
"Haruki. . apa bisa kalau aku menggantikan Amelie saja?."
Anneliese mengangkat tangannya dan mengutarakan keinginannya. Sebagai balasan Haruki hanya menggelengkan kepala lalu Amelie yang duduk di pangkuan Anneliese menurunkan tangan Ibunya.
"Kita sudah membagi tugas masing-masing, dan tugas mama adalah mengamankan koneksi kita untuk rencana selanjutnya."
Selain itu tujuan Amelie adalah melindungi Ibunya, kalau dia malah menyuruh Ibunya pergi ke medan pertempuran sama saja dia menaruh kereta di depan kuda.
"Tenang saja, kami akan menjaga Amelie dengan baik."
Dia melihat Erwin dan Haruki secara bergantian.
"Aku serahkan putriku pada kalian."
Setelah rapat kedua selesai, detail-detail dari rencana awal mereka sudah berhasil ditambahkan. Dan begitu rencana sudah selesai dibuat tentu saja yang selanjutnya adalah melakukan persiapan untuk melakukan eksekusinya.
Haruki mengambil alih tugas untuk memberikan briefing pada orang-orang yang bersedia untuk menjadi pasukan relawan. Sedangkan Erwin dan Amelie mempersiapkan peralatan yang mereka perlukan sambil memberikan arahan tentang apa saja yang harus persiapkan agar rencana mereka berjalan lancar.
Selain senjata mereka juga membawa peralatan lain. Atau malah dibilang, peralatan lain itu yang jadi barang bawaan utama sedangkan senjata dan yang sejenisnya hanyalah tambahan. Dan hal lain itu sekarang sudah memenuhi banyak kereta kuda yang akan mereka gunakan sebagai alat transportasi.
"Hey Amelie, apa kau yakin kita perlu membawa rumput sebanyak ini?."
"Kalau kita menggunakan yang ada di sana persiapannya akan jadi semakin lama, apa kau sudah periksa semua penutup dari tempat minyak yang kita bawa? bisa gawat kalau sampai baunya bisa sampai terlalu cepat dicium musuh."
"Aku akan mengeceknya lagi."
Satu jam setelah berkumpul, akhirnya persiapan selesai dan pasukan relawan yang berhasil Amelie kumpulkan akhirnya berangkat dari teritorinya. Haruki yang sudah mengirimkan orang lain untuk mengecek lokasi terbaru dari pasukan Gerulf membuat rute yang bisa mereka gunakan untuk menghemat waktu perjalanan.
Sesuai dugaan Haruki, sebab pasukan Gerulf membawa banyak supply serta mereka bergerak bersama dengan pemimpin tertingginya mereka tidak bisa melakukan perjalanan dengan tempo cepat. Dan begitu malam datang mereka langsung berhenti lalu membuat camp.
Dengan tenangnya.
Dan jarak dari camp mereka cukup jauh dari teritori Amelie. Jika menggunakan jalur normal maka perjalanan dari tempat itu menuju teritori Amelie akan memakan waktu sekitar lima jam. Hal itu membuat Haruki tidak perlu repot-repot membuat strategi tambahan untuk mempertahankan teritori Amelie dari serangan balasan yang mungkin dilancarkan pasukan Gerulf.
Menggunakan jalur yang Haruki pilih, pasukan relawan Amelie bisa sampai di dekat camp Gerulf. Dan begitu mereka sudah cukup dekat dengan untuk bisa melihat kegiatan dari pasukan Gerulf mereka membagi pasukan menjadi dua team.
Setelah membagi pasukannya menjadi dua, team dengan jumlah anggota lebih besar mulai menyebar untuk mengelilingi seluruh tempat yang digunakan oleh pasukan Gerulf untuk beristirahat.
Mereka semua membawa minyak dan juga rumput yang tidak hanya ada dalam kantong-kantong yang mereka gendong, tapi juga pada pakaian yang menempel pada tubuh mereka semua.
Mereka kembali melakukan persiapan selama beberapa menit. Dan begitu Haruki melihat ke arah pemimpin dari masing-masing kelompok dan memastikan kalau persiapan sudah selesai, mereka memberikan respon positif.
Yang artinya mereka sudah bisa mulai.
6
"Hey, apa kau mencium bau sesuatu?."
"Bau apa? mulutmu?."
"Aku serius bodoh!."
"Aku juga seri . . . . ."
Ketika dia ingin menjawab tiba-tiba dia juga ikut mencium bau yang awalnya dia kira hanya akal-akalan temannya saja. Dan bau itu adalah bau yang dia cukup kenal. Baru yang berasal dari minyak.
"Beritahu yang lain untuk bersiap."
Mereka adalah salah satu bagian dari prajurit yang pernah ikut dalam perang yang sesungguhnya. Mereka tidak seperti anak-anak yang baru masuk setelah perang berakhir dan hanya ditugaskan untuk melihat perbatasan. Karena itulah mereka langsung paham kalau ada sesuatu yang ganjil.
Mereka memang membawa minyak untuk keperluan penerangan dan yang lainnya. Tapi bau minyak yang dia cium berasal dari tempat lain yang artinya minyak itu bukan milik mereka. Dan kalau benda itu bukan milik mereka artinya ada orang lain yang membawanya ke sana.
"Kebakaraaaaannn!!!. . . . ."
Tidak lama kemudian dia mendengar teriakan kebakaran dari tempat lain. Tempat yang bukan jadi bagiannya untuk dijaga. Kemudian, peringatan-peringatan kebakaran dari tempat berbedapun ikut berdatangan. Lalu, begitu dia paham situasinya akhirnya sebuah perintahpun datang.
"Siapkan senjata kalian, kita sedang diserang."
Mereka harus segera mematikan api yang merambat di sekitar camp. Dari lokasi kebakarannya mereka tahu kalau musuh sedang membuat tembok api, hanya saja mereka tetap memprioritaskan penyerangan musuh sebab usaha mereka untuk mematikan api pasti akan diganggu.
Pasukan utama Gerulf membentuk kelompok-kelompok berisikan lima puluh orang untuk bergerak menuju sumber api secara terpisah. Dengan begitu mereka berharap untuk segera menjatuhkan musuh dan menghentikan api yang menyebar. Hanya saja, saat mereka sudah sampai di tujuan masing-masing.
"Kenapa apinya sudah sebesar ini? harusnya tempat ini masih lembab."
Siangnya tempat itu terkena hujan, jadi seharusnya api tidak bisa dengan cepat merambat karena lingkungan di sekitar mereka masih cukup basah. Meski dengan bantuan minyak sekalipun waktu yang diperlukan untuk rumput serta pepohonan di sekitar mereka benar-benar terbakar harusnya tidak secepat itu.
Tapi begitu mereka sampai yang mereka temukan adalah api besar yang sudah menjalar ke berbagai tempat. Jika mereka tidak cepat memadamkan kebakaran itu maka api dari tempat kebakaran lain akan saling terhubung, dan saat hal itu terjadi seluruh camp pasukan akan terkurung di dalam tembok api.
"Sepertinya meremehkan musuh memang tindakan bodoh! meski mereka tidak kelihatan punya kekuatan tapi mereka bisa membuat rencana seteliti ini."
Pemimpin kelompok melihat ada banyak benda yang seharusnya tidak ada di tempat itu. Rumput, daun, dan kayu kering.
Normalnya membawa benda-benda semacam itu ke medan perang sama sekali tidak ada gunanya dan serangan menggunakan api yang diandalkan sebuah pasukan perang hanyalah minyak dan panah api. Tapi sebab mereka kalah jumlah mereka memutuskan untuk memanfaatkan pengetahuan mereka yang lebih detail tentang daerah mereka demi membawa benda-benda itu dengan tujuan untuk mengurung musuh.
"Bagi kelompok menjadi lebih kecil lalu cari celah yang masih belum terkena api, cepat keluar dari tempat ini dan hajar siapapun yang ada di luar sana."
Perintah itu disambut dengan teriakan penuh semangat. Setelah itu pasukan mereka kembali dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil berisi sepuluh orang. Masing-masing dari mereka bergerak ke arah yang berbeda untuk mencari celah yang masih belum tersentuh api.
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya salah satu kelompok menemukan sebuah celah. Dan begitu mereka bisa melihat keadaan di luar area kebakaran yang masih gelap. . .
"Majuuuuu!!!."
Mereka langsung berlari melewati celah selebar tiga meter yang terlihat aman.
"Seraaang!!!."
Hanya kelihatannya saja. Sebab dari kegelapan ada beberapa orang penunggang kuda yang membawa tombak panjang dan siap untuk menyerang mereka.
"Siapkan perisai kaliaaaan!!!."
Satu orang kurang cepat dalam mengangkat prisainya, dan hal itu membuat tombak dari salah satu musuh mengenai pundaknya dengan keras. Membuatnya langsung terlempar dan terjatuh dengan luka berat.
"Lindungi dial!!."
Jumlah musuh yang menyerang hanya ada tiga, tapi sebab mereka naik kuda sambil menyerang menggunakan tombak besar yang panjang, kekuatan mereka tidak bisa diremehkan. Karena itu mereka memutuskan untuk membuat formasi bertahan dengan menggunakan prajurit yang jatuh sebagai titik utamanya.
"Tch. ."
Musuh memutuskan menjaga jarak setelah melihat pasukan Gerulf membuat formasi bertahan. Sedangkan begitu melihat kejadian tadi, kelompok lain langsung memutuskan kalau mereka harus bergerak dengan lebih hati-hati karena kemungkinan akan ada serangan kejutan lain.
Di tempat lain, kelompok lain memutuskan kalau mereka juga perlu mencari celah untuk keluar. Hanya saja, tidak seperti kelompok sebelumnya mereka masih mempertahankan lima puluh anggotanya dalam satu kelompok.
Begitu mereka menemukan sebuah celah mereka mengatur ulang barisan mereka menjadi memanjang kemudian melewati celah itu dalam barisan rapi yang sambil tetap waspada pada serangan musuh.
"Anak panah dari depan."
Sesuai dengan peringatan yang diteriakan oleh pengawas pasukan, beberapa anak panah meluncur ke arah barisan dan sesuai dengan manual yang mereka sudah hafalkan mereka langsung mengangkat prisai ke depan tubuh mereka dan mengarahkannya secara diagonal.
"Hmm. . .jumlahnya benar-benar sedikit."
Panah yang meluncur ke arah mereka hanya sekitar lima atau enam, untuk ukuran sebuah serangan jumlah mereka terlalu kecil untuk bisa punya pengaruh yang signifikan pada pasukan Gerulf.
"Anak panah dari kiri."
Sama seperti sebelumnya, anak panah dalam jumlah kecil meluncur ke arah bagian depan pasukan Gerulf lalu sama seperti sebelumnya juga mereka bisa dengan mudah mengatasi serangan itu.
"Anak panah dari depan."
Pasukan di bagian depan formasi kembali bersiap menghadang serangan, tapi kali ini serangan dari anak panah yang diluncurkan bahkan tidak sampai ke tempatnya.
"Apa-apaan serangan amatiran ini?."
Adalah apa yang dia pikirkan untuk sesaat. Tapi setelah melihat ke sekitarnya lagi, dia sadar kalau pergerakan pasukan menjadi sangat lambat sebab jika pasukan di depan berhenti untuk menerima serangan semua anggota pasukan lain dalam barisan juga harus berhenti.
Dan ketika mereka sudah berhenti dalam posisi yang tepat.
"Sial! aku punya firasat buruk."
"Panah api dari depan."
Beberapa panah api datang dari depan pasukan, tapi jaraknya tidak sampai bahkan ke bagian paling depan dari barisan pasukan.
"Meleset?."
Panah api kembali datang, kali ini mereka terbang terlalu jauh sampai melewati pasukan dan jatuh di belakang barisan.
"Bukan. . ."
Salah satu dari mereka akhirnya sadar begitu dia melihat ke bawah, sedari tadi tempat mereka berjalan di atas sesuatu yang seharusnya tidak ada di sana. Sebuah tumpukan daun dan rumput kering.
"Bau ini."
Yang sedikit punya bau minyak.
"Hadang semua panah api yang turun dan majuuuu!!!."
Kali ini puluhan anak panah api terbang ke arah mereka, dan meski mereka sudah berusaha keras untuk menghadang anak-anak panah itu ada beberapa yang lolos dan berhasil menyentuh daun-daun dan rumput yang mereka pijak.
"Bubarkan formasi!! semuanya lariii!!."
Dan celah yang mereka gunakanpun akhirnya dipenuhi dengan api. Memaksa semua orang berlari dengan panik dari tempat itu. Orang-orang yang bisa berlari dengan cepat bisa lolos dengan hanya bagian dari baju mereka terbakar, tapi bagi yang jatuh atau terlalu lambat untuk kabur mereka mengalami luka bakar yang cukup serius.
"Sialan mereka!!!."
Di tempat lainpun sama, dengan menggunakan trik-trik yang Haruki buat pasukan relawan yang Amelie kumpulkan bisa melawan pasukan Gerulf yang jumlahnya lebih banyak dengan memanfaatkan ketidaktahuan musuh tentang jumlah sebenarnya mereka.
Tapi.
"Serang mereka semuaaaaa!."
Begitu mereka sadar kalau mereka sudah ditipu, mereka tidak sabar, atau sudah benar-benar marah keuntungan yang dimiliki pasukan relawanpun akhirnya hilang. Jumlah mereka yang memang sedikit serta peralatan mereka yang tidak lengkap membuat pertempuran secara langsung tidak mungkin bisa dilakukan.
Pasukan yang Gerulf bawa jumlahnya lima ratus, tapi dua ratus dari merek adalah pasukan logistik yang tidak bersenjata. Pasukan yang bisa menyerang totalnya tiga ratus, sedangkan pasukan relawan Amelie yang menyerang dari luar total jumlahnya adalah seratus lima puluh. Dengan begini, jumlah pasukan Gerulf sudah dua kali lipat pasukan relawan Amelie.
Dengan perbedaan kekuatan yang sebesar itu jelas pasukan relawan Amelie yang juga sudah kelelahan karena perjalanan tidak punya kesempatan menang.
"Maju kalian semuaa!!! jangan bersembunyiii!!."
Di tempat lain, keadaan sudah berbalik dan sekarang pasukan relawan Amelie sedang diburu musuh.
"Orang itu bodoh atau apa?."
Salah satu pemimpin pasukan Gerulf berteriak dengan kencang. Tapi sekencang apapun dia berteriak tentu saja tidak ada satupun anggota pasukan relawan Amelie yang mau benar-benar melawan orang itu secara langsung.
"Pertempuran sudah berjalan lebih dari setengah jam, kalau sampai sepuluh menit lagi pasukan kita yang lain belum bisa menyelesaikan tugasnya mau tidak mau kita harus keluar dan benar-benar menghadapi mereka."
"Apa kau serius? bukankah tugas kita cuma mengulur waktu dan memancing perhatian."
"Kalau kita tetap bersembunyi mereka akan menyadari strategi kita yang lain."
"Tch. . . dan kalau mereka menyadarinya nona Amelie akan dalam bahaya."
Ketika suasana jadi tiba-tiba suram, seseorang datang dan memukul kepala keduanya.
"Tugas kita belum selesai, jangan ngobrol seenaknya!! selain itu jangan buat rencana sendiri."
"Tapi!!. . ."
"Tapi apa? kau kira nona Amelie membuat rencana ini untuk membuat dirinya sendiri aman? kalau kau benar-benar berpikir seperti itu biarkan aku memukul kepala kalian lebih keras lagi."
Meski namanya rencana, apa yang sedang mereka lakukan pada dasarnya tetaplah sebuah perjudian besar.
"Jika rencana jadi berantakan memang nona Amelie akan lebih cepat dikejar musuh, tapi meski rencana berjalan lancarpun nona Amelie tetap harus menghadapi bahaya sebab tugas untuk menghadapi jendral musuh ada di tangannya."
Jadi apapun yang dilakukan oleh orang lain di luar camp musuh tidak akan mengubah takdirnya untuk menghadapi bahaya. Oleh sebab itulah mereka tidak perlu mengambil resiko yang bisa membuat mereka terbunuh dengan percuma.
"Jangan sembarangan memutuskan untuk bunuh diri atas namanya, sebab apapun niat kalian nona Amelie tidak akan senang mendengarnya."
"Tapi setidaknya kita bisa membantunya menyelamatkan Ibunya."
Dengan itu, pukulan keraspun kembali mendarat di kepalanya.
"Kenapa kau memukulku lagi??."
"Karena kau bodoh! apa kau mengira kalau nona Amelie itu orang yang tega mengorbankan orang lain demi tujuannya sendiri?."
"Tapi dia bilang sendi. . ."
"Kalau kau mau berpikir sedikit semuanya bisa terlihat jelas."
"Maksudmu?."
"Tch. . . . . dengarkan aku baik-baik."
Orang itu menarik nafas panjang lalu melihat kedua rekannya dengan serius.
"Dia ingin kita tetap hidup meskipun kalau rencana ini gagal.��
Apa yang Amelie minta dari mereka pada dasarnya adalah menemaninya menghadapi musuhnya. Dia ingin menghadapi Gerulf sendiri tapi tanpa pasukan dia tidak akan bisa melakukannya. Karena itulah, dia memohon semua orang agar mau membantunya.
Seperti yang sudah dibilang sebelumnya, rencana mereka pada dasarnya adalah sebuah judi. Sebuah taruhan besar. Kesempatan berhasilnya adalah lima puluh banding lima puluh.
Tujuan utama Amelie adalah mengajak Gerulf untuk bernegosiasi saat dia sudah berhasil memojokannya, tapi keputusan untuk menerimanya atau tidak masih ada di tangan Gerulf. Bisa saja dia tidak mau mendengarkan Amelie dan memutuskan untuk menangkapnya saja atau bahkan membunuhnya.
"Dan nona Amelie sudah bersiap untuk menerima resiko itu, karena itulah dia menempatkan kita semua di belakang."
Instruksi yang mereka dapatkan adalah untuk memancing perhatian musuh lalu mengulur waktu, jika bisa mereka juga boleh melawan. Jika waktunya sudah tepat mereka diperbolehkan untuk kabur.
"Dengan kata lain, posisi kita bahkan jauh lebih aman dari nona Amelie."
Jika dilihat sekilas, mereka ada dalam posisi yang paling berbahaya. Tapi jika diperhatikan lebih teliti, dalam jangka panjang merekalah yang paling aman posisinya. Jika rencana berhasil maka mereka akan disuruh mundur pada waktu yang sudah ditentukan, lalu kalau rencana gagal maka merekalah yang ada dalam posisi paling mudah untuk kabur.
"Apapun yang terjadi kita masih bisa kabur dan menyelamatkan diri. . tapi hal itu tidak berlaku bagi kelompok nona Amelie."
Jika mereka berhasil masuk mereka akan menghadapi pasukan pribadi Gerulf yang jelas tidak lemah. Mereka harus mengulur waktu sampai Gerulf mau bernegosiasi. Dan jika setelah itu jika pihak Gerulf tidak menerima negosiasi maka Amelie dan yang lainnya akan terkurung dan terjebak bersama pasukan musuh sampai kebakaran padam.
"Jika rencana ini gagal maka nasib nona Amelie dan yang lainnya akan berada di tangan musuh meski padahal kita bisa kabur dengan mudah. . . dan jika hal itu sampai terjadi tidak diragukan lagi kalau nona Amelie akan menukar dirinya demi keselamatan semua orang."
Mendengar keterangan itu dua orang di depannya langsung tidak bisa bicara.
"Tidak mungkin. . ."
"Jadi kau mau bilang kalau nona Amelie . ."
"Ya. . meski aku datang ke sini untuk bersiap untuk mati tapi dia pada akhirnya dia memutuskan kalau seseorang harus mati karena keegoisannya, maka orang itu adalah dia sendiri."
Karena itulah.
"Hormati keinginannya dan percayalah padanya."
Sebab hanya itu yang bisa mereka lakukan.
Setelah itu ketiganya mendengar suara peluit panjang sebanyak tiga kali. Yang artinya tugas mereka sudah selesai. Dan begitu tugas mereka selesai.
"Lari sekuat tenagaaaaa!!!!!."
Mereka harus segera kabur dari tempat itu untuk menyelamatkan diri. Sebab mulai saat itu, mereka sudah tidak bisa memberikan bantuan macam apapun. Jika mereka tertangkap malah mereka hanya akan menambah masalah yang harus diselesaikan oleh Amelie nanti.
Pasukan Gerulf kebingungan begitu melihat semua pasukan musuh berlari sekuat tenaga dari sana. Tapi begitu mereka merasa kalau cahaya dari kobaran api di belakang mereka semakin membesar, akhirnya mereka sadar kalau selama ini target utama dari pasukan musuh pemimpin tertinggi mereka.
"Apa yang harus kita lakukan?."
"Tidak ada!."
Kemungkinan besar pasukan utama musuh masuk dan bersembunyi di bagian yang lebih dekat camp sebelum serangan kebakaran dimulai. Lalu saat perhatian semua pasukan teralihkan ke pasukan musuh yang ada di luar dan juga kebakaran yang sedang terjadi. Pasukan musuh lain diam-diam bergerak ke tempat pusat komando di mana Gerulf berada.
"Tapi. . ."
"Kalau ingin melewati lautan api itu, jangan mengajakku."
Begitu pasukan Gerulf keluar dan pasukan utama musuh berhasil masuk, mereka melakukan persiapan untuk memicu kebakaran lagi dari bagian dalam camp. Api yang ada di luar akan menutupi pergerakan mereka, dan perhatian yang ditujukan pada pasukan di luar juga akan memberikan mereka tempat yang lebih luas untuk bergerak.
Lalu begitu semua pasukan Gerulf yang ada sibuk melawan pasukan musuh yang ada di luar, pasukan utama musuh membakar area camp kembali dari dalam. Membuat api dari kebakaran di luar bertemu dengan api dari kebakaran di dalam sehingga keduanya jadi semakin besar dan luas.
"Apa kita perlu mengejar pasukan yang kabur?."
"Bagaimana kau bisa mengejar mereka? kuda kita ada di camp yang seperti yang kau lihat sedang terbakar, mereka kelihatan sudah tidak punya beban dan fokus hanya untuk berlari, kita tidak kenal betul tempat ini dan area ini adalah teritori mereka, lalu dari pengalaman sebelumnya malah bisa saja kita yang disergap balik."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?."
Api sudah menyebar terlalu luas dan tidak bisa lagi ditembus dengan sekedar berlari. Membuat Gerulf dan pengawalnya di dalam benar-benar terisolasi karena bantuan tidak bisa dikirim.
"Apa lagi kalau bukan coba memadamkan api ini?."
Dari luar, salah satu pemimpin kelompok terlihat tenang dan dingin. Tapi di dalam hatinya dia sedang merasa sangat kesal karena sudah berhasil dipermainkan musuh seperti anak kecil. Ini adalah pengalaman keduanya merasa kalau dia tidak bisa apa-apa, gerakan yang dia lakukan seperti sudah diperhitungkan seseorang, lalu setiap kali dia berpikir kalau dia sudah berhasil memojokan lawan di saat itu juga dia sadar kalau dia hanya akan bertemu masalah lain.
"Aku tidak tahu apa tujuannya tapi. . . aku tidak akan membiarkan kalian melakukan semua seenaknya."
Jendral Gerulf yang dikenalnya itu kuat. Di Amteric, dia sendiri adalah salah satu jendral yang benar-benar punya kekuatan dan bukan hanya kekuasaan sebab dia mendapatkan posisi itu dengan kerja kerasnya sendiri. Bukan dengan politik.
"Aku akan menaruh kepercayaanku pada jendral Gerulf!. . . . semuanya berkumpul! kita akan memadamkan api dari satu bagian area ini."
Dan perintah itupun langsung dijawab sorakan 'siap' yang tegas dari anak buahnya.
7
"Huuuhhfff. . . . kenapa aku harus grogi hanya karena harus menemui seorang kakek tua?."
Tempat yang ditujunya bukanlah sebuah bangunan permanen dan hanya sebuah tenda, jadi tentu saja dia tidak bisa mengetuk pintu untuk memberitahukan kedatangannya sehingga dia hanya masuk begitu saja.
Tentu saja alasan itu tidak akan bisa digunakan untuk membenarkan tindakannya masuk sembarangan ke tempat di mana jendral Gerulf dan beberapa pengikut setianya berada. Seseorang di luar pasti akan menghentikan dulu orang yang tidak berkepentingan saat mereka mencoba masuk.
Untungnya orang-orang itu sudah diurus. Dan bukan hanya mereka, sebagian besar orang yang mungkin bisa mengganggu tugasnya sudah diurus oleh orang lain.
"Selamat malam, namaku Erwin dan aku adalah utusan dari nona Amelie."
Begitu Erwin berhasil masuk lebih dalam dan menemukan Gerulf dan tiga orang anak buahnya, pemuda itu langsung memperkenalkan diri pada semua orang.
"Berhenti di situ dan jangan bergerak!."
Dan tentu saja perkenalan dirinya itu tidak akan disambut baik oleh siapapun. Ketiga anak buah Gerulf langsung memasang kuda-kuda dan mengacungkan senjata masing-masing ke arah Erwin yang masih memasang muka tenang sambil menundukan badannya,
"Kau bilang kalau kau ini utusan Amelie, maksudmu Amelie putri ke tujuh."
"Benar sekali jendral Gerulf."
Erwin mengangkat kepalanya lalu melihat ke arah Gerulf, dan orang tua itu langsung memberikan tanda pada semua anak buahnya untuk menurunkan senjata mereka.
"Jadi kau punya urusan apa datang ke sini?."
Bagaimana pemuda itu bisa datang ke sana, dan kenapa tidak ada orang yang memberitahukan kedatangannya dulu padanya akan dia pikirkan nanti. Yang dia harus lakukan sekarang adalah mencari informasi.
"Aku datang untuk menyampaikan permintaan negosiasi."
"Kalau begitu pulang sana! kalau kau ingin bernegosiasi lakukan saat aku sudah sampai."
"Maaf aku tidak bisa pulang sebelum mendapatkan jawaban positif dari jendral Gerulf."
"Um. . . kalau kau tidak mau pulang sendiri itu berarti kau minta dipaksa."
Tatapan mata Gerulf berubah menjadi tajam, dan intimidasi yang dilancarkannya bisa dengan mudah Erwin rasakan. Tapi tentu saja hal itu tidak akan membuat Erwin mundur begitu saja.
"Aku tidak percaya kalau kekerasan adalah solusi dari semua masalah tapi. . . ketika keadaan memaksa aku tidak punya pilihan lain kecuali balik bermain kasar."
"Ahahahahah. . . . . untuk ukuran anak kecil kau pemberani juga."
"Justru karena aku anak kecil rasa takutku jadi kecil."
"Baiklah kalau begitu. . aku akan mendengarkan apa yang ingin kau katakan. . . tapi sayangnya aku hanya mau mendengar kata-kata orang yang punya kekuatan."
Gerulf memberikan tanda pada salah satu anak buahnya untuk maju ke depan Erwin.
"Buktikan padaku kalau kau punya hak itu."
Dengan kata lain, dia menyuruh Erwin untuk melawan salah satu anak buahnya agar Gerulf mau mendengar pesan yang pemuda itu bawa. Dan jika dia kalah maka dia harus mundur. Lalu kalau dia tetap memaksa untuk maju, maka ketiga anak buahnya itu akan mengeroyoknya dan memaksanya untuk kembali dengan badan yang tidak utuh.
Erwin memberikan tatapan ragu pada Gerulf.
"Kau bisa memegang kata-kataku."
"Kalau begitu. . "
Erwin mengepalkan kedua telapak tangannya lalu menempatkan keduanya di depan dadanya dengan jarak satu kepalan sambil memposisikan kedua kakinya secara diagonal untuk mempersiapkan kuda-kudanya. Hal yang sama dilakukan oleh anak buah Gerulf.
"Ha!!."
Erwin menyerang lebih dulu dengan mengarahkan pukulannya ke kepala musuhnya, tapi pukulannya dengan mudah ditangkis dan dialihkan ke tempat lain. Dan tidak hanya sampai di situ, serangan balik langsung datang mengarah ke wajahnya.
Erwin juga dengan cepat menangkis pukulan itu, hanya saja kekuatan musuh jauh di atas perkiraannya sehingga tangan yang dia gunakan untuk menangkis juga ikut terdorong ke arah badannya.
"Agh. ."
Di saat-saat terakhir dia mampu mengeluarkan kekuatan yang lebih dan bisa mengalihkan pukulan itu. Tapi pukulan musuh masih mengenai badannya dan memberikan beban berat pada pundaknya yang masih terluka.
Luka yang didapatkannya di hari sebelumnya kembali mengeluarkan darah yang merembas ke baju yang dikenakannya.
"Ooo jadi kau sedang terluka. . . tapi sayang sekali kami bukan orang yang punya belas kasihan."
Setelah itu serangan lain kembali datang. Erwin juga mencoba membalas, tapi meski serangannya berhasil mendarat di badan musuh. Lawanya sama sekali tidak terlihat terpengaruh. Dan bahkan dia bisa merasakan sakit pada tangannya yang dia gunakan untuk menyerang.
Setiap daerah besar punya aliran bela dirinya masing-masing. Dan aliran bela diri yang digunakan sebagai standar militer di Amteric adalah bela diri yang mengutamakan kekuatan dan kecepatan serangan guna memanfaatkan fisik orang-orangnya yang rata-rata lebih besar dari negara lain.
Serangan dasar dari bela diri militer di Amteric adalah pukulan cepat yang langsung ditarik mundur begitu mengenai target. Gerakannya sendiri sederhana, tapi jika yang melakukannya adalah prajurit profesional yang punya postur besar dan kuat. Serangan sederhana itu adalah gerakan mematikan yang membuat serangan balik sulit dilakukan.
"Kenapa? apa kau sudah habis? kalau iya menyerah saja dan pulang."
Dan bagi Erwin yang lebih muda, punya postur yang lebih kecil serta masih terluka. Teknik yang sama tidak bisa dia gunakan pada lawannya. Selain itu dia juga kalah tenaga sehingga pada akhirnya dia hanya jadi bulan-bulanan lawannya saja.
"Hahaha. . . temanku pernah bilang. . kalau kau gagal melakukan sesuatu, itu bukan karena kau tidak bisa melakukannya tapi karena kau menggunakan metode yang salah."
Erwin mundur dan menjaga jarak, setelah itu dia mengubah posisi tangannya menjadi lebih rendah. Dia juga membuka kepalan tangannya memposisikan keduanya secara vertikal satu sama lain di depan perutnya.
"Ooo. . jadi kau juga bisa bela diri dari Yamato.��
Tidak seperti bela diri Amteric yang mengandalkan kekuatan, bela diri dari Yamato lebih mengutamakan kemampuan seseorang dalam membaca pergerakan musuh. Dengan kata lain, menggunakan trik untuk membalik keadaan.
"Tidak ada bedanyaaaa!!!!. . . "
Lawan Erwin kembali menyerang, tapi kali ini pemuda itu memilih menghindar dan hanya menepuk serangan yang datang kalau sudah terlalu dekat. Dia mencoba menentukan tempo dari serangan lawan agar bisa menyerang balik.
"Aku tiba-tiba ingat sesuatu."
Erwin yang mulai bisa membaca tempo gerakan musuh mencoba mengalihkan perhatian lawannya dengan mengajaknya bicara.
"Dalam bela diri kerajaan, seseorang tidak pernah boleh membuat lengannya lurus saat menyerang karena takut musuh akan menggunakan patahan."
Dengan itu jarak serang dari gerakan bela diri resmi militer Amteric jadi sedikit lebih pendek, tapi dengan kekurangan itu mereka bisa mendapatkan kekuatan pukulan yang lebih besar serta kecepatan untuk melakukan serangan berikutnya yang lebih singkat.
Hanya saja, seni bela diri itu diciptakan dengan sistem batu kertas gunting. Dengan kata lain, ketika satu teknik lebih kuat dari teknik lain, satu teknik juga pasti lebih lemah dari teknik yang lainnya lagi.
"Dan salah satu contohnya adalah ini!!!."
Begitu sebuah pukulan datang lagi Erwin langsung memposisikan bagian atas telapak tangan kirinya di bawah pergelangan tangan lawannya. Setelah itu dia memposisikan tangan kanannya di di atas sendi tangan musuh.
Setelah melakukan pukulan, orang yang menggunakan bela diri militer pasti akan menarik tangannya lagi. Tapi Erwin sudah memperhitungan timing musuhnya dan langsung memegang pergelangan tangan musuh dan menekuknya ke belakang dengan mudah.
"Jika kau tahu kekuatan dari sebuah bela diri!!."
Sekarang tangan kanan musuh terkunci, dan lawannya yang menyadari apa yang akan Erwin lakukan mencoba memukul pemuda itu dengan tangan kirinya. Tapi saat dia kembali menyerang, pukulannya ditahan dengan siku Erwin yang sudah dia posisikan di depan tubuh musuh.
Sebab jarak serang musuh jadi pendek, kekuatan pukulan musuh jadi lebih kecil dan Erwin bisa bertahan tanpa harus memaksakan diri.
"Maka kau juga harus tahu kelemahannya."
Kaki Erwin maju dan diposisikan di belakang kaki musuh, dia memberikan dorongan pada tubuh musuh, lalu yang terakhir dia menendang kaki musuhnya dari belakang. Menjatuhkan badannya sambil memposisikan lengan kanannya di depan leher lawannya.
". . . ."
Gerulf mengangkat tangannya menandakan kalau pertarungan sudah selesai dan hasilnya sudah terlihat.
Keduanya berdiri lalu kembali ke tempat masing-masing. Sedangkan Gerulf meski memasang wajah tidak suka tapi akhirnya memutuskan untuk bicara.
"Bicara."
Erwin sekali lagi menundukkan badannya, dan ketika dia mengangkat badannya lagi terlihat jelas kalau dia sudah membuang rasa hormat palsunya pada Gerulf.
"Aku ingin kau segera pulang sebab kedatanganmu sangat menganggu."
"Hahahahahahahaha. . . . kau ini anak dari keluarga Frank kan? apa kau mengatakannya mewakili mereka."
Erwin dan Amelie semuanya mengenakan pakaian formal yang menunjukan identitas mereka dengan jelas. Hal ini dilakukan untuk menunjukan pada musuh kalau mereka itu bukan sekedar orang yang tidak punya pangkat. Sebab di Amteric, pangkat pada dasarnya adalah segalanya.
"Tidak, aku melakukannya atas nama tuan putri Amelie."
"Kalau aku sendiri, ingin agar kau yang segera pulang! jangan ikut campur urusan orang lain."
"Ini bukan urusan orang lain, sebab Amelie adalah adikku."
Keluarga Frank adalah keluarga militer yang punya banyak pengaruh di Amteric. Jadi anggota keluarganya cukup banyak dikenal oleh bahkan orang-orang biasa. Dan Gerulf, tahu kalau dalam keluarga Frank tidak ada seorang anak gadis bernama Amelie. Dia juga tidak pernah mendengar kalau keluarga itu punya hubungan kekerabatan dengan keluarga kerajaan.
"Aku tidak peduli dengan hubungan kalian, tapi biar kuingatkan! kau tidak ada dalam posisi untuk meminta sesuatu dariku."
Erwin melakukan semua ini atas keinginannya sendiri, dengan kata lain meskipun Gerulf punya masalah dengan Erwin dia tidak akan membuat urusan dengan keluarga militer terbesar di Amteric. Yang artinya, semuanya aman.
"Kalian tidak punya pasukan untuk menghalangi kami, kalian tidak punya kekuatan politik untuk mememberikan perintah padaku, dan asakan aku tidak terang-terangan melawan! keluarga kerajaan tidak akan peduli dengan nasib adik kecil buanganmu itu."
Sebab dalam masalah kedekatan, hubungan Gerulf dengan raja Amteric bahkan lebih dalam daripada hubungan orang itu dengan anaknya sendiri.
"Aku tidak akan seyakin itu kalau jadi dirimu."
"Apa mak . . . ."
Sebelum Gerulf sempat menyelesaikan kata-katanya, dia mendengar sebuah suara ledakan dari luar. Dan merasa kalau ada yang aneh, ketiga anak buahnya langsung menarik pedangnya masing-masing lalu mengacungkannya pada Erwin. Yang juga balas mengacungkan senjatanya ke arah kepala Gerulf. Sebuah airpistol yang dia pinjam dari Amelie.
Di saat ketegangan di antara mereka semua meningkat, seseorang tiba-tiba masuk dengan nafas yang tersengal.
". . . . ."
Lalu begitu dia melihat apa yang sedang terjadi di dalam dia tidak tahu harus melakukan apa. Gerulf yang menyadari situasinya langsung bilang. .
"Bicara saja."
Dengan kepala masih ditodong airpistol.
"Baiklah. . . .pasukan kita sedang diserang dan bertempur melawan pasukan musuh yang sepertinya adalah milik dari tuan putri Amelie. . . mohon perintahnya. . ."
Gerulf melihat ke arah Erwin, dan lalu Erwin menurunkan senjatanya dan menyimpannya. Setelah itu ketiga anak buah Gerulf melakukan hal yang sama dan Gerulfpun akhirnya kembali bicara.
"Apa maksud semua ini?."
Erwin kembali memasang senyum palsunya kemudian dia mengangkat tangan kirinya.
"Silahkan lihat sendiri."
Gerulf dan yang lainnyapun keluar dari dalam tenda lalu menemukan kalau pasukan pribadinya sedang menghadapi pasukan lain dalam sebuah pertempuran dengan latar belakang tembok api yang mengelilingi camp utama pasukannya.
"Apa-apaan ini!!!."
Dia tahu kalau ada api, tapi dia tidak tahu kalau area yang terbakar sudah sebesar yang dilihatnya sekarang. Laporan terakhir yang di dapatkannya adalah duapuluh menit yang lalu, dan saat itu yang terbakar hanyalah bagian paling luar dari camp mereka. Jika hal itu langsung diatasi kebakaran tidak akan merambat ke tempat lain, apalagi dengan cepat.
Karena dia percaya pada kemampuan pengikutnya dia merasa kalau dia tidak perlu memeriksa sendiri keadaan di luar dan fokus untuk membuat rencana selanjutnya saat mereka sudah sampai di tujuannya.
Tapi. . .
Dia tidak pernah mendapatkan update keadaan dari siapapun sejak setengah jam yang lalu.
"Bukan itu!!. . . kalian bertiga! cepat lindungi gadis kecil itu!!."
"Tapi bukankah dia m. . ."
"Lakukan saja!!!."
Ada hal yang jauh lebih penting untuk dipikirkan sekarang. Dan hal itu adalah menjaga seorang gadis kecil untuk terbunuh. Jika dia sampai mati, maka semua rencananya akan hancur berantakan.
8
"Amelie! apa kau tidak apa-apa?."
"Aku idak tahu!."
"Jangan khawatir! aku akan melindungimu jadi pasang muka berani!."
"Um!."
Peperangan memang adalah sebuah konflik fisik yang sebagian besarnya berisi pertarungan fisik. Tapi untuk mengakhiri perang, maupun menggiring arah ke mana perang itu akan berakhir diperlukan lebih dari sekedar prajurit kuat dengan jumlah banyak.
Dan seperti yang sudah ditulis dalam banyak buku strategi, mengatur informasi yang musuh miliki adalah sama saja dengan mengatur apa yang akan mereka lakukan. Jadi, setelah sebagian besar pasukan Gerulf sudah bisa dipancing keluar, hal kedua yang Haruki lakukan adalah mencegah siapapun untuk bisa melapor ke jendral mereka.
Untuk mencegah siapapun bisa masuk dari bagian luar camp, dia membuat kebakaran lagi di sekeliling camp utama. Lalu, ketika mereka berhasil sampai di pusat camp di mana Gerulf berada, mereka memancing pasukan yang ada di sana untuk menjauh dari camp agar pertempuran tidak bisa terdengar jelas karena teredam suara dari kebakaran dan menyerahkan urusan membungkam pembawa pesan pada Erwin.
Mulai dari sana, pasukan yang Haruki bawa harus mengulur waktu sampai Erwin menunjukan hasil negosiasi gagalnya. Ya, negosiasi yang Erwin ajukan memang dari awal sudah dijamin akan gagal. Meski namanya negosiasi, tapi tujuan utamanya adalah memberikan intimidasi serta impresi kalau mereka menghadapi sesuatu yang perlu diperhitungkan keberadaannya.
Pesan yang Erwin bawa sebenarnya bukanlah 'pergi dari sini' tapi 'kalau kau mendekat kami siap melawan'.
"Akhirnya dia datang juga! Amelie siapkan senjatamu!."
Haruki melihat Gerulf sudah keluar, dan ketika orang itu saat itulah dia harus memperlihatkan pertunjukan utamanya.
"Ada apa!!!."
Haruki melihat ke arah Amelie untuk melihat keadaannya, dan dia menemukan seorang gadis dengan muka pucat, dan tangan yang bergetar.
"Kau sudah mendengarnya tadi! tapi aku akan mengatakannya lagi! aku akan melindungimu!."
Tentu saja Amelie takut kalau dia akan terluka, takut kalau dia akan mati. Tapi selain kedua hal itu, dia juga takut kalau orang-orang yang membantunya tidak akan bisa pulang bersama. Dan yang terakhir, meski yang dihadapinya adalah musuh, tapi dia masih takut untuk membunuh mereka.
Meski dia adalah seorang anggota militer, tapi sampai sekarang dia pernah bertempur di garis depan dan juga belum pernah melukai siapapun.
"Aku tidak akan membiarkanmu dibunuh, dan aku juga akan membuatmu tidak bisa membunuh."
"Haruki."
"Kau tahu apa kemampuan khususku kan? yang perlu kau lakukan hanyalah percaya padaku! dan aku mengatasi semuanya."
Kemampuan khususnya adalah melihat melihat kematian orang yang dia kenal. Sebelumnya dia percaya kalau kemampuannya itu hanya membawa kesialan, tapi sekarang. Bersama dengan Amelie, dia mau memanfaatkan kemampuan itu untuk mencegah seseorang harus mati.
"Aku akan memilih targetnya, kau akan menyerangnya, dan aku akan mengikutimu."
Haruki memegang tangan Amelie lalu menariknya, lalu setelah beberapa saat Amelie berlari sendiri dan memegang airriflenya dengan penuh tekad dan memposisikan dirinya di depan Haruki.
"Arah kanan, lima meter di depanmu!."
"Aaaaaa."
Setelah itu Haruki memberikan apa yang harus Amelie lakukan. Dan persis seperti yang Haruki katakan, Amelie menabrak orang itu dengan sikunya, menghadang serangan dari atas menggunakan badan senjatanya, lalu menendang perut orang itu dan yang terakhir menembak pundak kanan musuhnya.
Setelah berhasil menjatuhkan satu musuh mereka kembali mencari musuh lain. Dan musuh yang dia cari selalu adalah musuh yang selalu hampir bisa membunuhnya. Hanya saja dengan komando dari Haruki dan kemampuannya untuk mengikuti perintah dengan tepat, Amelie selalu bisa lolos dari kematian.
Dari luar gadis kecil itu hanya kelihatan seperti anak kecil berkepala panas yang tidak berpikir karena marah, dan dia bisa menang hanya karena beruntung.
Amelie sendiri masih sibuk melawan musuh di depannya tanpa tahu apa yang terjadi di sekitarnya dan sepenuhnya mengandalkan komando dari Haruki untuk bergerak.
". . . . . cepat lindungi gadis kecil itu!!."
Dan ketika Amelie berlari ke arah kerumunan penuh musuh, Gerulf yakin kalau keberuntungan gadis kecil itu akan segera habis. Bersamaan dengan berhentinya Haruki memberikan Komando pada Amelie.
Amelie yang memutuskan untuk mempercayai semua keputusan Haruki akhirnya berhenti bergerak meski dia ingin sekali lari saat musuhnya datang dengan cepat ke arahnya. Haruki sendiri sedang sibuk membuka sebuah gulungan yang ada pada bagian atas tombak yang dia gunakan sebagai senjata.
Lalu.
Bendera negosiasipun dikibarkan. Tapi permintaan negosiasi bukan datang dari pihak Haruki. Yang mereka kibarkan adalah bendera dengan arti 'kami menerima negosiasi'. Dengan kata lain mereka sama sekali tidak punya niat berhenti kalau pasukan Gerulf tidak mau berhenti duluan.
Melihat gadis kecil itu tidak lagi bergerak, akhirnya seseorang menebaskan pedangnya pada Amelie.
". . . ."
Tapi pedang itu dihentikan oleh pedang dari salah satu anak buah Gerulf.
Dan di saat keadaan sudah sangat kacau semua orang sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi. Apapun perintah yang diberikan Gerulf tidak akan bisa sampai dengan cepat dan dieksekusi dengan baik oleh orang-orang yang hanya bertarung semaunya.
"Jendra!!!."
Anak buah Gerulf meminta perintah lanjutan, jika tidak ada perintah lanjutan yang jelas bukan tidak mungkin kalau prajurit lain akan tetap mengincar Amelie dan memaksa anak buahnya melawan satu sama lain. Membuat keadaan yang sudah kacau jadi semakin kacau.
"Kibarkan bendera negosiasi."
Haruki yang sedari tadi sibuk melindungi Amelie akhirnya bisa bernafas lega. Dia menurunkan tombaknya lalu berbalik melihat Amelie yang juga menurunkan senjatanya.
"Amelie, giliranmu sudah datang."
Amelie memberikan senjatanya pada Haruki lalu mengambil benda lain dari saku di bajunya. Sebuah kipas biru dengan rajutan benang emas yang membentuk bunga di atasnya. Sebuah tanda kalau dia adalah seorang keluarga kerajaan.
9
"Selamat pagi, Namaku Amelie."
Ketika situasi kacau sudah lebih tenang dan semua orang menurunkan senjatanya, akhirnya pemimpin dari kedua pasukanpun bisa bertemu secara langsung. Dan begitu Gerulf sudah berada di depan Amelie, dia menemukan seorang gadis kecil manis yang sama sekali tidak cocok berada di tengah hutan sambil dikelilingi oleh pria-pria besar yang membawa benda tajam. Tapi keberadaan abnormal Amelie itu tidak berhasil menjadi fokus utamanya.
Umurnya sudah lima kali lipat dari gadis yang sedang berdiri di depannya. Tapi meski begitu kecantikan Amelie bukanlah sesuatu yang bisa tidak dipedulikan hanya karena alasan kecil semacam umur. Rambut panjang silver lembutnya yang terkena sinar obor terlihat bercahaya, kulit putihnya yang bersihnya masih tetap cerah cerah meski tertutup bayangan, mata besar bening yang melihat ke arahnya juga tidak hilang pesonanya.
Dan meski kecantikannya sebagai seorang perempuan memang menarik, tapi hal itu tidak membuatnya jadi mempunyai pikiran kotor. Wajah manis dan polosnya malah membuatnya langsung berpindah pihak dan melindunginya dari bahaya. Lalu, tubuh kecilnya yang terlihat lembut dan hangat juga membuat seseorang yang melihatnya langsung ingin memeluk gadis kecil itu. Hanya saja sebab badannya terlihat lemah orang-orang itu malah akan berpikir untuk menjaganya dengan sepenuh hati karena takut dia akan rusak.
Jika dia punya sayap kupu-kupu di punggungnya, tidak diragukan lagi kalau semua orang akan berlutut di depannya sebab menganggapnya sebagai peri.
"Dan aku adalah putri mahkota ke tujuh dari kerajaan ini."
Amelie yang tidak menyadari apa yang sedang ada di dalam pikiran lawan bicaranya langsung melanjutkan perkenalannya kemudian menunduk untuk menunjukan rasa hormatnya pada Gerulf.
"Selamat datang tuan putri."
Dengan sekali lihat saja sudah jelas kalau gadis kecil yang ada di depannya bukan anak kecil biasa. Dari penampilannya saja sudah terlihat jelas kalau dia adalah salah satu anggota keluarga kerajaan. Dia mengenakan pakaian yang dikenakannya tidak terlalu mencolok tapi bahan dan warna serta teksturnya sama sekali tidak menunjukan kalau benda itu adalah barang murahan.
Pakaian yang dikenakan Amelie sekarang punya warna biru sebagai warna dominan. Dan warna biru adalah warna yang sulit dibuat, jadi hanya orang-orang yang punya banyak uang saja yang bisa mendapatkan pakaian dengan warna itu.
Benang-benang emas yang terajut dalam kipas yang dibawanya menunjukan kalau dia bukan keturunan dari orang kalangan bawah. Lalu yang terakhir, mahkota emas kecil di kepalanya yang berhiaskan teratai emas dan juga batu mulia merah yang baru dia kenakan menunjukan kalau dia adalah seseorang yang punya hak untuk jadi ratu di masa depan..
"Terakhir kali aku melihatmmu tuan masih berumur lima tahun, sekarang tuan putri sudah tumbuh jadi gadis yang sangat cantik."
"Terima kasih banyak atas pujiannya."
Tidak seperti biasanya Amelie tidak menjawab dengan lembut. Dia menggunakan nada sombong seakan pujian dari seseorang adalah sesuatu yang memang normalnya dia harus dapatkan. Tapi Gerulf sendiri tidak terlalu memikirkannya, sebab di Amteric. Menemukan orang sombong itu sama sekali bukan hal sulit. Apalagi kalau yang dibicarakan adalah anggota keluarga bangsawan atau kerajaan.
"Tapi kenapa tuan putri ada di tempat seperti ini?."
"Kau tidak perlu pura-pura menghormatiku jendral Gerulf, semua orang di Amteric tahu kalau aku hanya dianggap sebagai anak desa yang tidak punya kekuasaan. . . . bukankah karena hal itu kau memutuskan untuk mengunjungi teritoriku?."
Gerulf berhenti menunduk dan melihat ke arah Amelie, lalu Amelie yang masih berdiri dengan wajah sombongnya juga balas menatap Gerulf dengan pandangan meremehkan. Gerulf yang sudah sadar kalau mencoba menipu Amelie sudah bukan lagi pilihan yang bisa diambil memutuskan untuk membuat tubuhnya jadi relax.
"Aku dengar tuan putri sedang belajar di Yamato."
"Maksudmu jadi sandra politik? aku sengaja pulang setelah mendengar kalau ada orang tua yang ingin merebut permen dari seorang anak kecil."
Gerulf adalah orang militer, tapi otaknya tidaklah hanya berisi cara untuk memenangkan pertempuran fisik. Sebagai salah satu jendral yang bertanggung jawab atas pertahanan negaranya dia juga harus punya kemampuan berkomunikasi yang baik. Dan setelah ribuan kali harus berbicara dengan banyak bangsawan, diapun belajar caranya mengorek informasi dari lawan bicaranya.
"Jadi apa tujuan tuan putri datang ke tempat ini."
Dari apa yang Amelie katakan Gerulf bisa menebak kalau Amelie bukanlah gadis kecil bodoh yang tidak tahu apa-apa. Dia tahu posisinya, keadaannya, dan apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Dan dari kalimat yang diucapakannya Gerulf juga paham kalau untuk suatu alasan Amelie tahu akan maksud sebenarnya Gerulf ingin pergi ke teritorinya.
Tapi bukan berarti Gerulf harus terang-terangan mengakui apa yang diperbuatnya. Sebab pada dasarnya, apapun yang Amelie katakan sekarang tidak ada pengaruhnya dan pada akhirnya dia tidak akan bisa berbuat apa-apa.
"Aku mengajukan gencatan senjata dan negosiasi ulang dua minggu dari sekarang."
"Ooo. . . sebab ini adalah negosiasi, aku juga ingin mengajukan sebuah permintaan."
"Silahkan."
"Aku ingin tuan putri menyerah tanpa syarat, kalian mungkin berhasil membuat kekacauan pada pasukanku sekarang tapi itu karena kalian menggunakan serangan kejutan! dan strategi itu tidak akan bisa digunakan lagi."
Dengan kata lain, Amelie sama sekali tidak punya kesempatan menang.
"Jika tuan putri menurut aku akan menjamin keselamatan tuan putri dan semua orang yang ada di sini sebagai bagian dari pasukanmu."
Untuk sesaat Gerulf sempat mengira kalau Amelie lebih pintar dari kelihatannya. Tapi sekarang dia merasa kalau gadis kecil itu hanyalah anak kecil bodoh yang tidak tahu apa-apa. Orang yang bertugas membuat strategi di pasukannya mungkin prajurit yang cerdas sebab dia bisa membuat taktik yang mampu menjungkirbalikan keuntungan dari pasukannya. Tapi kalau pemimpin utamanya hanyalah seorang anak kecil bodoh, semua itu tidak akan ada gunanya.
Atau malah bisa dibilang, datangnya Amelie ke tempat itu membuat urusannya jadi semakin cepat bisa diselesaikan sebab kalau Amelie setuju maka begitu mereka sampai di teritori Amelie mereka tidak perlu lagi melakukan negosiasi yang fungsinya hanya sebagai formalitas.
"Kalau itu permintaanmu maaf sekali tapi aku harus menolaknya."
Amelie menjawab dengan wajah tenang dan nada suara santai seakan dia tidak berpikir dulu saat mengatakannya.
"Maafkan aku tuan putri Amelie! tapi jumlah pasukanku lebih dari dua kali lipat pasukanmu! jika kalian tetap melawan maka semua orang akan terbantai di tempat ini."
"Huh. . . jadi kau masih bersikeras untuk menyelesaikan masalah ini dengan kekerasan."
"Maafkan aku tuan putri! ! tapi tolong berpikir dulu sebelum mencoba menggertaku.
Kali ini Amelie menghela nafas dengan berlebihan lalu berbicara dengan nada seakan baru saja menemui seseorang yang sangat bodoh. Ektingnya sukses membuat Gerulf mengepalkan tangannya karena kesal.
"Aku serius."
"Jangan bicara besar! jika kita melanjutkan pertempuran aku dan pasukankulah yang akan bertahan sampai akhir! tolong jangan bicara seakan kau punya nyali untuk mati! anak kecil sepertimu tidak tahu apa-apa tentang perang!.."
"Maafkan aku juga jendral Gerulf! pendapatmu tentangku memang ada benarnya tapi sayang lebih banyak salahnya."
Amelie tentu saja takut mati, dan semua orang di sana tentu saja tidak ada yang mau mati. Tapi tidak seperti perkiraannya, Amelie sudah melihat sebuah peperangan secara langsung dan memiliki pengalaman beberapa kali hampir mati dibunuh seseorang. Selain itu. . .
"Ada satu lagi yang salah dari pendapatmu itu jendral Gerulf! yaitu pendapat kalau kau akan bertahan sampai akhir."
"Sudah kubilang berhenti menggretaku! aku sudah tahu jumlah kalian dan kemampuan tempur kalian, tidak mungkin kalian bisa mem. ."
Amelie membuka kipasanya lalu mengacungkannya pada Gerulf.
"Aku tidak bilang kalau aku bisa mengalahkan kalian, yang aku bilang kalau kita saling menusuk satu sama lain yang akan mati adalah kau! jendral Gerulf!."
Setelah itu Erwin mengangkat airpistolnya diikuti Haruki yang mengangkat air rifle yang dia dapatkan dari Amelie dan mengarahkannya pada kepala Gerulf.
"Kau tadi juga bilang kalau aku tidak punya keberanian untuk mati, yang itu juga salah. . . . ."
Jika dia tidak punya keberanian untuk mengambil resiko dengan nyawanya sebagai taruhan, dari awal dia tidak akan ikut dalam ekspedisi ataupun menempatkan dirinya di bagian depan pasukannya.
"Aku memilikinya di sini!."
Amelie memukulkan kipas dan tangannya ke dada kirinya. Membuat benda itu kembali terlipat dan menutup.
"Jika kau tetap bersikeras maju maka akupun tidak akan ragu untuk menghalangimu meski aku harus mati di sini."
Amelie menatap dengan tajam mata Gerulf, dan orang tua itupun bisa merasakan kalau gadis kecil di depannya bicara dengan serius. Jika dia benar-benar tetap melanjutkan rencananya dia akan tetap berdiri di sana untuk menghalanginya sampai dia mati.
Tapi setelah itu Amelie tersenyum dengan licik.
"Tapi kalau aku sampai mati kau akan kena masalah kan?."
Gerulf melebarkan matanya setelah menyadari kalau dari tadi yang Amelie incar adalah kelemahan terbesarnya.
Dia tidak bisa membunuh keluarga kerajaan. Jika dia melakukannya maka bukan hanya teritorinya tapi juga pasukan serta nyawanya akan melayang karena kasus pengkhianatan negara.
"Oleh karena itulah Gerulf!."
Amelie kembali mengarahkan kipasnya ke wajah Gerulf.
"Dengarkan dan turuti perintahku!!. . . . "
Setelah itu dia mengubah kalimatnya menjadi perintah, menaikan nada bicaranya, dan memberikan impresi kalau dialah yang berkuasa.
"Turunkan senjatamu dan pulanglah! lalu kembali untuk bernegosiasi dua minggu dari sekarang! sampai saat itu datang, kedua belah pihak dilarang melakukan konfrontasi langsung.."
"Negosiasi macam apa ini?. . . bukankah ini namanya hanya mengancam? tidak ada yang adil dari negosiasi ini."
"Kau ingin melakukan hal seperti ini pada Ibuku dan menyebutnya negosiasi, tapi begitu orang lain melakukan hal yang sama padamu kau bilang kalau dia tidak adil. . . kau bukan perempuan kan jendral Gerulf?."
Pada dasarnya apa yang mereka lakukan sekarang bukanlah negosiasi. Sebab pilihan lain kecuali yang diberikan Amelie semuanya adalah pilihan yang tidak bisa dia ambil. Jika dia tetap maju maka dia akan dibunuh, meski dengan ajaib dia bisa lolos dari pallet yang ditembakan padanya dia masih harus melawan Amelie yang sudah jelas bersedia mati. Dan kalau Amelie mati maka dia tetap akan mati karena dikejar pasukan utama kerajaan.
Dengan kata lain, jika dia tidak menuruti Amelie maka pada akhirnya dia akan tetap mati.
"Karena itulah aku mengubahnya jadi perintah."
Sebab Gerulf tidak bisa menolak.
"Tentu saja aku tidak akan memaksa kalian mundur tanpa syarat, semua kerugian yang kalian derita akibat serangan hari ini akan kami bayar secara penuh! dan biaya pengobatan prajurit yang terluka juga kami yang akan menanggungnya."
Amelie kembali memandang tapi kali ini arti dari tatapannya adalah sebuah pertanyaan 'bagaimana?.'
"Bukankah tuan putri tidak memberiku pilihan lain?."
Satu-satunya jalan keluar agar dia bisa kabur dari semua masalah itu adalah dengan menyetujui usul Amelie. Selain itu dengan menyetujui usul gadis kecil itu, dia juga bisa menutup kerugian yang didapatkannya akibat kebakaran yang dibuat oleh pasukan musuh.
Gerulf mengangkat tangan kanannya dan mengarahkannya pada Amelie, dan gadis kecil itupun menyambut tangan orang tua di depannya. Dengan jabat tangan itu, perjanjian di antara keduanyapun sudah resmi berlaku.
Mereka yang membuat masalah, dan mereka juga yang datang membawa solusi.
Benar-benar definisi dari orang licik.
10
"Huuuufffh. . . aku tidak pernah segrogi itu sampai sekarang."
Setelah membuat perjanjian tertulis yang ditandatangani kedua belah pihak, kedua pasukan bekerjasama untuk membatasi api kebakaran yang mulai merambat ke berbagai arah dengan menggali tanah dan membuat tembok dari tanah agar api tidak bisa lewat. Setelah itu semua orang menunggu sampai api benar-benar mati dan pasukan Gerulf yang ada di luar mampu memadamkan api sampai tuntas di siang harinya.
Di saat yang sama kedua pasukan berpisah dan sekarang Amelie, Haruki, dan Erwin kembali menaiki kereta kuda untuk pulang ke rumah gadis kecil itu.
"Hah. . . aku juga benar-benar capek. . . fisik dan mental."
Selagi Amelie sedang mengeluh pada dirinya setelah berhasil melewati sebuah ujian besar besar. Haruki yang duduk di sampingnya malah sedang sibuk memperhatikan penampilan Amelie.
" . . . ."
Untuk suatu alasan gerakan Amelie saat mengelap keringat di dagunya kelihatan erotis. Lalu, sebab keringat yang sama pula beberapa tempat dari pakaian Amelie jadi terlihat semi transparan. Dan tanpa sadar semua pemandangan itu memancing perhatian Haruki.
"Ahem. . . Haruki aku masih ada di sini."
"A-apa? aku tidak melakukan apa-apa!."
". . . . . ."
Erwin hanya melihat Haruki dengan tatapan mengadili yang secara tidak langsung bilang kalau pembelaannya sama sekali tidak ada gunanya.
"Kau bisa memandangnya sambil memikirkan hal mesum sepuasmu nanti, tapi daripada itu kurasa lebih baik kalau kita membicarakan langkah selanjutnya."
Mendengar hal itu Amelie langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya lalu memandang Haruki dengan pandangan yang punya arti 'kau tidak melakukannya kan?'. Tapi sayangnya, Haruki hanya mengalihkan pandangannya dan bilang. .
"Maaf. . . ."
Dan mengakui kalau dia memang sempat memandang Amelie dengan pikiran mesum. Menyadari hal itu wajah Amelie langsung memerah dan dia memutar badannya dan mengubah arah duduknya.
Setelah itu keduanya diam.
"Apa-apaan ini Amelie!!!? kenapa kau tidak memukulnya? kalau aku yang melakukannya bukankah biasanya kau memukulku?."
"Haruki itu lain. . ."
Yang Amelie maksud lain itu adalah kalau pemuda itu kemungkinan besar tidak melakukannya dengan sengaja tidak seperti Erwin. Tapi dengan cara bicaranya apa yang bisa Erwin terima hanyalah pengakuan kalau Haruki itu spesial jadi tidak ada masalah.
"Kaaaaaaa. . . . . . . . . . . . tidak mungkin! hati milik adik kecilku yang manis sudah jadi milik pria lain!! . . . . . . . .to-tolong jangan bilang kalau saat Haruki melihatmu dengan wajah mesum seperti itu kau malah merasa senang. . . .?."
"Te-tentu saja tidak!!! kau pikir aku ini gadis macam apa?."
Amelie yang mendengar tuduhan itu langsung mengangkat tangannya dan menyangkal dengan kuat.
"Setidaknya tutup wajah merahmu itu saat menyangkaaaall!!!! aaaaa. . . tidaaaak!! Amelie ikut jadi mesuuumm!!!."
Sekarang giliran Haruki yang memutar badannya dan duduk menghadap arah lain.
"Jangan percaya omongannya Haruki!!! aku-aku bukan gadis mesum!!. . . ."
"Um! aku paham! kau mamang sudah umur ingin tahu hal-hal yang seperti itu."
"Kau sama sekali tidak pahaaaaammm!!!."
"Aku setuju dengan Erwin untuk membicarakan rencana kita selanjutnya."
"Kau mengalihkan pembicaraan!! kau baru saja mengalihkan pembicaraan kan Haruki?."
Teriakan Amelie tidak dipedulikan oleh Haruki.
"Kalau begitu kita mulai."
"Kau juga Erwin!!!!."
Dan juga Erwin yang normalnya tidak pernah tidak memperhatikannya.
"Kau bilang kalau senjata utama kita adalah uang, jadi apa kita akan mencari uang Haruki?."
Setelah tidak dipedulikan oleh kedua pemuda di depannya, akhirnya Ameliepun menyerah dan ikut dalam pembicaraan.
"Uang bisa membeli apapun! termasuk kekuatan!."
"Kau lupa menambahkan bagian terakhirnya Haruki! tapi kekuatan itu membusuk."
"Jangan pikirkan bagian akhirnya, sebab ketika kita sudah punya kekuatan kita akan menyerahkannya pada orang lain meski kita akan tetap punya sedikit kontrol nantinya."
Erwin melihat Haruki dan Amelie secara bergantian.
"Jadi?."
"Saatnya aku untuk bersinar!."
Amelie berdiri dengan pose percaya diri.
"Kita akan mencari uang sebanyak-banyaknya! dan kalau masalah mencari uang! aku yakin tidak akan ada yang bisa mengalahkanku di Amteric!!."
Haruki dan Erwin melihat satu sama lain lalu mengangguk dan bicara dalam waktu yang sama.
"Aku serahkan padamu!!."
Dengan begitu, perjalanan mereka kembali dilanjutkan. Dan begitu mereka sampai di gerbang teritori Amelie mereka bisa melihat sisa-sisa pasukan relawan sedang menunggu dengan muka cemas. Untuk menghapus rasa cemas itu Amelie mengeluarkan kepalanya dari jendela kereta lalu melambaikan tangannya.
"Nona Amelieeee!!!."
Teriakan-teriakan lega itu Amelie balas dengan kalimat. . .
"Aku pulang."
Berisi senyuman secerah mentari.