"Jadi apa rencananya Haruki?."
"Aku hanya prajurit biasa, tugasku adalah mendengarkan atasan lalu menuruti perintahnya kalau logis, dan kabur kalau perintahnya mengharuskanku bunuh diri."
"Dan menerima tamparanku kalau kau tidak menjawabaku dengan serius."
"Aku serius. . . ."
Plak.
"Kau benar-benar menamparku."
"Itu karena kau tidak serius."
"He? dari tadi aku itu sudah se. . ."
Haruki mundur beberapa langkah lalu berhenti bicara setelah melihat Erwin menyiapkan kepalan tangannya.
"Tunggu dulu Erwin. . . . . memang benar aku ingin melakukan sesuatu tapi meski begitu yang bertanggung jawab di sini itu bukan aku jadi saat aku bilang kalau harus mendengarkan perintah adalah benar."
Selain itu dia memang benar-benar belum dapat ide apapun.
"Apa yang Haruki katakan itu benar Erwin, jadi berhenti memukulnya."
Amelie mencoba bicara tenang tapi meski begitu Erwin dan Haruki tahu kalau gadis kecil itu sama sekali tidak bisa tenang. Cangkir yang dipegangnya untuk meminum teh yang disediakan pelayan sedikit bergetar dan pandangannya terus tertuju ke jendela yang ada di sampingnya.
Dari ruangan mereka yang berada di level yang lumayan tinggi, Amelie bisa melihat bagian luar tembok benteng yang mereka tinggali sekarang. Dan di luar sana ada barisan tentara musuh yang mengitari seluruh bagian benteng.
"Huufffhh. . . maafkan aku."
Setelah berhasil menenangkan diri, Erwin akhirnya sadar kalau apa yang baru saja dia lakukan sama sekali tidak ada gunanya. Meski dia sama sekali tidak tidak menyesal sudah memukul Haruki. Sebab karena bisa melakukannyalah dia bisa jadi sedikit lebih tenang.
Seperti yang sudah dikatakan Haruki, yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu perintah lalu melakukan apa yang diperintahkan. Dengan kata lain, ketiganya tidak bisa melakukan apa-apa meskipun sangat ingin melakukan sesuatu.
Amelie yang statusnya adalah sandra politik kemungkinan tidak akan disuruh melakukan apapun dan diperintahkan untuk diam. Erwin yang statusnya hanya utusan dari negara lain, dengan kata lain hanya tamu juga tidak mungkin diijinkan untuk mengurusi masalah di luar tanggung jawabnya. Haruki sendiri levelnya hanya prajurit tambahan yang tidak akan punya hak bicara pada siapapun yang posisinya di atasnya untuk memberikan saran.
"Mungkin kita tidak bisa melakukan apa-apa tapi bukan berarti kita harus diam, untuk sementara bagaimana kalau mengumpulkan informasi yang kita punya."
Haruki berpindah tempat lalu duduk di depan Amelie, setelah itu dia membuka peta yang berisi denah dari daerah tempat benteng berada serta struktur dari benteng itu sendiri. Erwin memutuskan untuk ikut duduk dan mendengarkan sedangkan Amelie mengangguk untuk memberi tanda kalau dia juga ingin ikut berdiskusi.
Amelie sepertinya sudah mengumpulkan informasi sendiri selama berada di dalam benteng, dia mengambil sebuah kertas dengan rangkuman apa yang dia sudah ketahui tertulis di dalamnya.
"Jumlah pasukan aktif di dalam benteng kurang lebih seribu lima ratus sedangkan jumlah musuh diperkirakan sekitar empat ribu."
"Empat ribu ya. . lima ratus lagi jumlah mereka tiga kali lipat dari jumlah kita."
Erwin memegang dagunya dan mengingat kalau dalam teori, untuk bisa mengalahkan pasukan yang menjaga benteng sebuah pasukan penyerang minimal harus punya jumlah tiga kali lipat pasukan yang bertahan.
"Itu hanya perkiraan jadi jangan terlalu mengandalkan informasi itu. . "
Haruki mengingatkan kalau menghitung jumlah pasukan musuh di situasi seperti sekarang dengan akurat itu hampir tidak mungkin, angka aslinya bisa saja di atas atau di bawah perkiraan. Dan sebagai seseorang yang harus maju ke medan pertempuran tentu saja dia selalu mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
"Selanjutnya. . ."
Amelie kembali melanjutkan laporan dari rangkuman yang dibuatnya.
Sebab pasukan musuh adalah orang-orang yang dilabeli sebagai pemberontak, penyerangan mereka sama sekali tidak diinformasikan dulu layaknya perang pada umumnya. Selain itu mereka tidak bergerak sebagai satu pasukan tapi sebagai kelompok-kelompok kecil lalu baru menyatu di titik yang telah ditentukan.
Sebagai titik penting yang jadi jalur utama lalu lintas antar wilayah tentu saja tempat itu harus dijaga dengan baik sehingga setiap hari pasti ada yang berpatroli. Tapi sebab jumlah pasukan yang sedikit dan juga daerahnya yang luas ada banyak tempat yang tidak bisa diperiksa dengan seksama. Membuat orang yang hafal dengan medan tempat itu bisa bersembunyi dengan mudah.
Begitu gerakan musuh diketahui semuanya sudah terlambat, jumlah mereka sudah terlalu besar dan tidak bisa diatasi oleh pasukan patroli yang berjaga di luar benteng.
Beberapa orang yang bisa lolos dari serangan kembali ke benteng dan memberitahukan situasinya, tapi persiapan yang mereka lakukan dibuat terlalu buru-buru sehingga efeknya tidak punya pengaruh besar.
Pasukan musuh melakukan serangan kejutan dan pertahanan dari pasukan koalisi runtuh dengan mudah, memaksa semuanya harus mundur ke dalam benteng dan membiarkan pengepungan terjadi.
"Kemarin pasukan koalisi mencoba menyerang balik dari dalam benteng tapi hasilnya tidak terlalu bagus."
Di hari mereka semua sampai di benteng, pasukan koalisi menyerang balik pasukan musuh dengan menggunakan meriam dan panah dari dalam benteng. Tapi serangan itu segera dihentikan.
Ada beberapa pasukan musuh yang berhasil dijatuhkan, tapi jumlah yang berhasil yang mereka kurangi hanya sebatas belasan.
"Eh? kenapa mereka berhenti? bukankah serangan dari posisi benteng ini harusnya sangat efektif?."
Menembak dari posisi tinggi akan menambahkan kekuatan dan jarak jangkau pada senjata yang digunakan, dengan kata lain posisi tinggi adalah tempat ideal untuk melakukan penyerangan jarak jauh.
". . . . . . . ."
". . . . . . . ."
Hanya saja jalan pikir Erwin sepertinya tidak cocok dengan apa yang dipikirkan Amelie dan Haruki. Keduanya melihat ke arah Erwin dengan tatapan heran.
"Amelie. . . yang tadi itu yang namanya otak otot."
"Bukan Haruki. . . Erwin itu bukan otak otot tapi otak berkelahi."
"Eh? apa? . . apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?."
Amelie menarik nafas lalu menunjuk jarinya ke jendela.
"Bagaimana caramu bisa melakukan ressuply?."
"Itu. . ."
"Selain itu pasukan musuh sudah mundur ke jarak aman jadi menembaki mereka hanya buang-buang tenaga."
"Geh. . . . . aku paham . . ."
Benda seperti peluru meriam, pallet, dan juga anak panah tidak tumbuh dari pohon. Mereka harus dibuat seseorang dan dibeli lalu dikirimkan. Dan bagi pasukan koalisi yang kondisinya terkepung tidak mungkin mereka bisa melakukan ressuply meskipun mereka punya uang. Dengan jumlahnya yang terbatas, penggunaannya juga harus dibatasi.
Oleh karena itulah serangan balik dihentikan.
"Tapi kalau kita tidak menyerang balik keadaannya akan jadi semakin buruk."
"Tujuan diskusi ini adalah mencari cara lain untuk menyerang balik."
Setidaknya jika mereka bisa meminta bantuan keadaan bisa dibalik. Dalam situasinya saat ini, pasukan koalisi tidak bisa hanya bertahan dan mengulur waktu. Mereka harus menyerang balik dan menang lalu mengusir musuhnya. Dan semua tugas itu akan memberikan tekanan besar pada orang-orangnya.
Dalam sebuah perang memang pasukan yang memiliki benteng punya keuntungan lebih besar, tapi dalam masalah psikologis bertahan itu jauh lebih menekan daripada menyerang.
"Jika kita tidak bisa mengeluarkan seseorang dari sini dan meminta bantuan cuma masalah waktu untuk tempat ini jatuh."
Jika mereka dipaksa harus melakukan perang atrisi, pasukan koalisi pasti akan kalah. Selain peralatan mereka juga tidak bisa mendapatkan supply makanan untuk orang-orang yang jumlahnya banyak di dalam benteng. Jika keadaan sampai pada kondisi para pasukan tidak bisa diberi makan saat itulah benteng pasukan koalisi akan jatuh.
"Mama. . ."
Erwin dan Haruki memutuskan untuk pura-pura tidak mendengar apa yang Amelie gumamkan.
Jika perang atrisi benar-benar terjadi Amelie juga tidak akan bisa pulang. Penyerangan ke teritorinya akan berlangsung tujuh hari setelah Amelie sampai di benteng. Sehari sudah terlewat dan sisa waktu yang dia miliki tinggal enam hari. Selain itu perjalanan dari tempat itu menuju rumahnya adalah lima hari. Dengan kata lain, sisa waktu yang benar-benar dia milikinya hanya satu hari saja.
Jika hari ini dia tidak bisa menerobos pengepungan musuh maka dia tidak tahu lagi apa yang akan dia temuinya begitu dia sampai di rumahnya.
Haruki dan Erwin Ingin memberikan kata-kata penyemangat pada Amelie atau setidaknya membuat kekhawatirannya berkurang. Tapi keduanya tidak tahu apa yang harus dikatakan dan takut kalau malah apa yang mereka katakan akan membuat perasaan gadis itu jadi semakin buruk.
Erwin menatap ke Haruki, dan Haruki memutuskan untuk mengakhiri diskusi mereka untuk memberikan waktu pada Amelie beristirahat. Setelah itu keduanya keluar dan menuju ruangannya masing-masing.
Erwin akan menuju ke kamar khusus tamu sedangkan Haruki menuju ke lantai bawah menuju ke kamar kecilnya yang dibagi dengan beberapa prajurit lainnya.
"Haruki! Apa kau yakin mau meninggalkannya sendirian?!."
"Tempat ini aman."
Meski meriam itu besar dan susah digerakan tapi sebenarnya mereka tidak punya terlalu banyak kekuatan. Bahkan ada beberapa kasus di mana meriam yang ditembakan malah memantul, lalu dengan tembok kuat yang mengitari benteng satu-satunya pilihan pasukan musuh agar bisa masuk hanyalah mendobrak pintu utamanya secara paksa. Jadi harusnya sementara ini mereka masih aman
Jadi, pada dasarnya mereka hanya perlu memeriksa tembok untuk memastikan tidak ada yang memanjat dan menjaga pintu utama di setiap area dengan ketat dan tidak membiarkan pasukan musuh mendekat.
"Kurasa malam ini aku akan menemaninya, kalau kau mau kau bisa tidur di kamarku."
"Berhenti bodoh! Dan jangan bicara keras-keras!."
"Kenapa? Aku benar-benar khawatir padanya."
Tanpa banyak tanyapun Haruki bisa melihat dengan jelas kalau Erwin benar-benar khawatir pada keselamatan Amelie. Mereka sudah bersama sangat lama dan hubungan keduanya sudah benar-benar seperti saudara. Tapi meski begitu dia tidak bisa membiarkan pemuda itu pergi ke kamar Amelie dengan sembarangan di tempat ini.
Sedekat apapun, mereka bukanlah saudara.
"Posisi Amelie di sini itu tidak seperti di rumah, posisinya sekarang itu agak sulit jadi jangan melakukan hal yang nantinya akan jadi masalah."
"Aku tidak akan mencuri posisimu jadi tenang saja. . aku hanya akan tidur di samping kirinya. . bagian kanannya masih milikmu. . ."
"Erwin, tolong berhenti membawa-bawa sejarah saat dia masih lima tahun!!."
"Baiklah aku paham, kalau begitu kau yang menemaninya."
"Kau sama sekali tidak pahaaam!!! sekarang dengarkan aku Erwin! Jangan tidur di kamarnya! Meski dia mengijinkanpun jangan mau masuk!."
Setelah menambahkan beberapa penjelasan tambahan akhirnya Haruki bisa menutup topik itu. Tapi meski begitu Erwin kembali mengajaknya bicara sambil berjalan ke ruangannya. Haruki yang sebenarnya sudah tidak terlalu ingin ngobrol akhirnya mengalah dan melayani obrolan Erwin.
Semua obrolannya adalah topik ringan, hanya saja begitu Erwin menanyakan di mana teman-teman Haruki yang lain dari satu kelas tiba-tiba Haruki merasa kalau dia baru saja dipukul oleh sebuah palu besar.
"Bodooooohh!!!. . . kenapa aku bisa lupa?."
Selama berada di dalam benteng dia belum pernah sekalipun bertemu dengan teman-temannya yang lain. Dengan kata lain ada kemungkinan sangat besar kalau teman-temannya dari satu batalion masih berada di luar benteng dan tidak bisa masuk karena adanya pengepungan.
Dia mulai bisa membayangkan cara bagaimana untuk membalik keadaan.
"Erwin, aku tidak akan membiarkanmu tidur."
"He? Apa yang kau bilang? Maaf Haruki tapi aku sama sekali tidak tertarik dengan laki-laki! Aku ini masih normal dan sama sepertimu hanya tertarik pada gadis kecil yang masih imut-imut."
"Kau sama sekali tidak normal!. . . dan aku tidak sama sepertimu!! aku punya tugas untukmu dan tugas ini hanya kau saja yang bisa melakukannya! Jika kau berhasil melakukannya mungkin besok kalian bisa pulang."
"Apa yang harus kulakukan!?."
"Sebuah hal sederhana."
2
Sama seperti Yuudai, Erwin adalah salah satu orang beruntung yang memiliki kekuatan khusus sejak lahir. Dia lebih suka menyebut kemampuan uniknya sebagai kemampuan untuk mengeraskan benda, tapi Haruki dan Amelie tidak setuju dengan pendapatnya dan memberitahukan kalau kemampuannya yang sebenarnya adalah mengunci posisi relatif sesuatu terhadap sesuatu yang lain.
Sebab hasilnya akhirnya adalah sebuah benda jadi keras Erwin tidak terlalu peduli dengan logika di balik kemampuannya. Karena itulah dia tetap menganggap kalau kemampuannya adalah kemampuan untuk mengeraskan sesuatu, mengeraskan sesuatu lebih mudah dibayangkan daripada mengunci posisi sesuatu.
Kemampuannya memiliki banyak sekali aplikasi, dengan mengeraskan sesuatu atau lebih tepatnya dengan mengunci posisi sesuatu dia bisa melakukan banyak hal yang normalnya tidak bisa dilakukan.
Seperti menjatuhkan diri dari pohon tinggi tanpa terluka.
Jika dia mengaplikasikan kemampuannya pada badannya maka badannya tidak akan bisa dilukai dengan benda tajam, jika dia mengaplikasikan kekuatannya pada air maka dia bisa berjalan di atas air, lalu secara teori jika dia mengeraskan udara dan membantuknya menjadi pedang atau tombak maka dia akan mendapatkan senjata ringan yang tak terlihat.
Meski yang terakhir itu belum pernah berhasil dia lakukan.
Tapi kemampuannya itu punya banyak batasan. Pertama dia tidak bisa memanipulasi sesuatu yang berada lebih dari lima meter darinya, jika dia menggunakannya pada seluruh tubuhnya maka badannya tidak akan bisa digerakan dan dia akan berubah jadi seperti patung.
Jika dia hanya mengaplikasikan kekuatannya pada satu bagian maka bagian lain akan tetap bisa diserang dilukai secara normal. Kemudian dia juga tidak bisa mengeraskan lebih dari satu benda. Bila dia ingin mengaplikasikan kemampuannya pada banyak benda maka dia harus menjadikan benda-benda itu sebagai satu entiti terlebih dahulu seperti menempelkan dua buah kayu, menyentuhkan dua tali dan sebagainya.
Karena itulah dia tidak bisa membawa Amelie dengannya begitu saja melewati pasukan musuh. Dia tidak bisa melindungi dirinya sendiri dan gadis itu secara bersamaan.
Selain itu kekuatannya juga tidak membuatnya jadi lebih kuat secara fisik, oleh karena itulah dia masih perlu latihan fisik, bela diri dan masih banyak lagi.
"Jadi ke mana dulu aku harus pergi?."
Yang ditugaskan pada Erwin adalah menemukan posisi teman-temannya yang lain lalu memberikan instruksi yang disiapkan pada mereka. Kalau hanya dari deskripsinya mungkin apa yang Erwin lakukan kedengaran mudah, tapi tentu saja tugasnya itu sama sekali tidak mudah.
Demi menghindari terpancingnya perhatian musuh dia harus keluar dari benteng dengan turun menggunakan tali dari tembok yang tingginya belasan meter. Dia juga harus bergerak dengan super hati-hati melewati parit serta jalur-jalur penghubungnya yang sudah seperti jalan semut agar tidak dicegat oleh pasukan musuh. Setelah itu dia juga harus memanjat sebuah susunan batuan alam besar yang ada di salah satu bagian benteng yang licin untuk masuk ke area hutan di belakang benteng, setelah itu dia harus bersembunyi di balik satu pohon ke pohon lain menghindari pengawas yang berpatroli.
Melakukan kesalahan sedikit saja dia bisa langsung dikepung dan dikeroyok.
Tapi dengan bantuan kemampuan khusus yang dimilikinya dia berhasil masuk ke area perkemahan musuh dengan selamat. Setelah berada di tempat itu dia langsung berganti baju untuk membaur dengan kelompok tentara bayaran yang jadi bagian pasukan musuh sambil menempatkan bubuk peledak yang digunakan untuk meriam musuh di tempat lain.
Begitu selesai melakukannya Erwin langsung keluar dari perkemahan dan mulai mencari keberadaan teman-teman Haruki yang lain dengan menyisir pemukiman kecil terdekat sampai ke hutan yang lokasinya lumayan berada di area yang tinggi.
Haruki memberitahukan kalau jalur yang diambil oleh teman-temannya adalah jalur yang menerobos gunung dan juga memutarinya. Dengan petunjuk itu Erwin bisa memperkirakaan beberapa tempat yang mungkin bisa digunakan untuk tempat berkumpul.
"Ini sudah titik yang ketiga tapi kenapa aku masih belum menemukan mereka?."
Erwin berusaha melihat ke peta yang ada di tangannya, tapi sebab dia berada di tengah hutan dan tidak memiliki sumber cahaya lain kecuali cahaya remang dari bintang dan bulan pemuda itu berakhir harus melihat petanya dari jarak yang sangat dekat seperti orang rabun.
Dan begitu Erwin tidak lagi melihat ke arah lain, sebuah serangan datang dari belakang dan depannya di saat yang bersamaan. Sebuah tinjuan berat dari depan dan sebuah hunusan pedang dari belakang.
Serangan yang punya resiko besar untuk melukai rekannya jika meleset itu dilakukan tanpa ragu dan akurat. Tidak ada keraguan dalam serangan itu, yang menandakan kalau yang mengekesukisnya adalah orang punya kepercayaan diri besar terhadap kemampuannya sendiri.
"Tunggu sebentar!."
Erwin mencoba menghentikan serangan kedua, tapi tidak ada yang mau mundur. Sebab dia tidak punya pilihan lagi, akhirnya Erwin memutuskan untuk setidaknya memberikan perlawanan.
Erwin mengeraskan telapak tangannya lalu menangkap pedang yang dihunuskan padanya dari belakang kemudian melemparkan benda itu jauh-jauh setelah menariknya dari pemiliknya. Setelah itu dia merendahkan badannya dan menjegal kaki orang di depannya, membuat orang itu terjatuh.
Normalnya dalam situasi seperti ini Erwin akan melancarkan serangan penghabisan, tapi sebab tujuannya bukanlah melukai mereka. Erwin malah melompat mundur lalu mengangkat kedua tangannya.
"Aku dari koalisi, dan aku ke sini membawa instruksi dari Haruki."
Bagitu nama Haruki disebutkan kedua orang yang tadi menyerang Erwin langsung menurunkan tensinya. Lalu salah satunya mendekati Erwin dan bicara.
"Aku Yuudai dari pelaton tiga belas sekolah militer Yamato, sementara ini aku yang bertanggung jawab jika kau ingin membicarakan sesuatu tolong sampaikan padaku."
"Seperti yang kubilang sebelumnya, aku membawa instruksi dari Haruki tapi kurasa membicarakan detailnya di sini secara pribadi bukan hal yang baik."
"Aku paham. . ."
Yuudai mengajak Erwin lebih masuk ke dalam hutan, di sana ada sebuah perkemahan darurat yang ditempati oleh sekitar tiga puluhan orang. Mereka adalah sisa-sisa dari murid Yamato yang akan mengikuti ujian dan berhasil selamat lalu punya ide yang sama untuk datang ke benteng itu melwati bergai macam jalur.
Selain yang ada di sana masih ada lebih banyak lagi, tapi mereka berada di tempat yang berbeda. Total dari keseluruhan siswa yang menunggu untuk bisa masuk ke dalam benteng adalah seratus dua puluh tiga. Seperempat batalion. Dengan kata lain dari semua orang yang berangkat hanya dua puluh puluh lima persennya yang sampai.
Tentu saja mereka khawatir pada teman-temannya yang lain, tapi situasinya tidak mengijinkan mereka untuk mengkhawatirkan orang lain.
"Jadi, apa maksudmu dengan membawa instruksi dari Haruki?."
Duduk bersama dengan orang-orang yang tidak dikenalnya, Erwin tetap menjawab dengan yakin dan tegas.
"Seperti yang kalian sudah lihat sendiri, benteng pasukan koalisi sedang dikepung dan pasukan musuh jumlahnya hampir tiga kali lipat dari pasukan koalisi. Dilihat dari manapun keadaan mereka dan juga kita sama-sama buruknya."
Sebagai murid sekolah militer tentu saja mereka paham apa yang Erwin maksud. Keadaan di dalam benteng jelas buruk dan akan terus memburuk seiring berjalannya waktu, dan di saat yang sama keadaan mereka juga sama sekali tidak lebih baik.
Jika perang atrisi terjadi mereka tidak akan bisa pulang dan cepat atau lambat mereka akan ditangkap oleh musuh.
"Haruki punya cara untuk membuat keadaan lebih baik, tapi dia butuh bantuan kalian dan aku ke sini untuk mengantarkan instruksi tentang apa yang harus kalian lakukan."
Erwin menyerahkan sebuah kertas berisi catatan yang Haruki buat.
Yuudai berdiam diri sebentar lalu melihat ke kanan dan kirinya untuk meminta pendapat dari teman-temannya yang lain. Setelah beberapa saat berlalu dan mereka mendapatkan konsensus, akhirnya Yuudai kembali bicara.
"Aku akan mengajukan pertanyaan."
"Silahkan."
"Kenapa Haruki yang memberikan perintah?."
Yuudai bukannya tidak mau diperintah oleh Haruki. Dia mengakui kalau Haruki lebih pintar darinya dan punya kemampuan yang tepat untuk bisa memberikan perintah yang akurat. Berkat saran-sarannya, Yuudai dan yang lain bisa selamat dan melakukan perjalanan yang relatif lebih aman daripada perjalanan teman-temannya yang lain saat menuju ke benteng koalisi.
Tapi meski begitu Haruki tidak punya kekuasaan untuk memberi perintah pada mereka. Dia tidak punya jabatan dan tanggung jawab, oleh sebab itulah Yuudai mempertanyakannya.
"Bertindak sendiri tanpa perintah adalah pelanggaran, selain itu instruksi yang diberikan sangat beresiko, dalam kasus ini aku berpikir jika memanggil bala bantuan dan menunggu perintah dari petinggi koalisi di sentral adalah keputusan yang terbaik, dan kami sudah mengirim seseorang untuk meminta bantuan."
Instruksi yang Haruki tuliskan melibatkan banyak orang, dan jika pengeksekusiannya tidak tepat maka akan ada banyak dari mereka yang jadi korban. Sebagai pemimpin sementara Yuudai tidak bisa sembarangan memerintahkan teman-temannya untuk membahayakan diri.
Dan meski misalkan mereka berhasilpun, tidak ada jaminan kalau mereka tidak akan kena penalti karena bertindak sendiri tanpa perintah.
"Kapan bala bantuan akan datang?."
"Seharusnya dalam lima hari mereka sudah sampai."
Terlalu lama. Lima hari terlalu lama. Erwin tidak bisa menunggu, dia harus segera cepat pulang. Selain itu dalam rencananya Haruki juga tidak pernah memberikan opsi mengulur waktu, dan jika pilihan itu tidak dimasukan dalam rencana, Erwin yakin kalau Haruki menganggap jika menunggu malah jauh lebih beresiko.
"Memanggil bala bantuan adalah keputusan yang bijaksana, tapi hanya menunggu bala bantuan adalah keputusan yang bodoh."
Begitu Erwin mengatakah hal itu, beberapa orang di sekitarnya segera bergerak dari tempat duduknya dan berniat untuk berdiri tapi mereka langsung dihentikan oleh Yuudai.
"Apa kau yakin kalau pasukan musuh tidak akan melakukan apa-apa selama lima hari ke depan? apa kau tahu bagaimana keadaan di dalam benteng? kita kalah persenjataan, amunisi, supply makanan, orang dan juga motivasi."
Pasukan koalisi masih bisa bertahan adalah karena musuh membiarkan mereka bertahan. Komandan musuh adalah orang yang hati-hati, dia tidak suka mengorbankan pasukannya sia-sia sebab banyak dari mereka mungkin adalah pasukan konskrip yang kurang pengalaman serta prajurit yang harus dibayar sehingga mereka tidak mau sembarangan membuang sumber daya manusianya.
"Tapi bagaimana kalau mereka berubah pikiran?."
Jika mau, pasukan musuh bisa memaksa menyerang dan masuk ke benteng.
"Apa kau bisa menjamin kalau hal seperti itu tidak akan terjadi?."
Yuudai mengrenyitkan dahinya, dia tidak suka dengan nada bicara Erwin tapi dia juga paham kalau apa yang Erwin katakan itu benar. Dan meski sudah tidak ingin mendengar, Yuudai masih dipaksa untuk mendengarkan apa yang Erwin katakan selanjutnya.
"Tempat ini adalah daerah menjerat, kau tahu artinya?."
"Tentu saja."
Dalam peperangan, normalnya sebuah daerah dibagi menjadi beberapa kategori. Daerah mudah, daerah menjerat, daerah sementara, daerah sempit dan daerah tinggi. Dan di antara semua jenis daerah itu, daerah menjeratlah yang paling susah ditangani.
Daerah menjerat adalah daerah yang susah diambil begitu musuh sudah menguasainya. Dengan kata lain, jika daerah di mana benteng itu berada dikuasai musuh untuk merebutnya kembali akan dibutuhkan usaha yang jauh lebih besar daripada usaha musuh saat merebutnya di waktu sebelumnya.
"Maaf tapi keputusan sudah final."
"Hah. . . saat ini untuk merebut benteng pasukan musuh membutuhkan empat ribu lima ratusan pasukan, itu berarti jika pasukan musuh mendapatkan benteng untuk merebutnya kembali pasukan koalisi membutuhkan dua belas ribu lebih pasukan."
Yuudai mendengarkan apa yang apa yang Erwin bicarakan tapi dia sama sekali tidak memberikan reaksi. Dari pengamatan Erwin sudah jelas gadis itu sudah tidak lagi tertarik untuk berdiskusi dan memikirkan pendapatnya.
Di sekolah Yuudai disebut sebagai murid yang patuh, tapi jika dilihat dari sisi lain dia itu hanya orang yang keras kepala.
"Kami itu prajurit dari sebuah negara jadi kami terikat oleh peraturan, maaf tapi sepertinya pembicaraan sudah cukup sampai di sini saja."
"Tidak ada pilihan lain lagi. . ."
Erwin punya kepercayaan yang sangat besar terhadap Haruki dan dia merasa kalau Haruki bisa membuat siapapun melakukan apa yang dia ingin mereka lakukan. Kecuali Amelie, dia belum pernah melihat ada orang yang gagal Haruki manipulasi. Bahkan saat kecil dia sering ditipu dan berakhir melakukan apa yang dia tidak mau setelah dipancing oleh pemuda itu.
Mungkin impresinya tentang Haruki penuh dengan bias, tapi bias itu tidak muncul begitu saja. Bias itu muncul setelah dia benar-benar melihat kemampuan pemuda itu. Dan sekarang dia bisa dengan mudahnya percaya kalau Haruki bisa menyelesaikan masalah yang tidak bisa diatasi orang lain.
Tapi sepertinya Haruki tidak terlalu dipercaya oleh teman-temannya, oleh karena itulah sepertinya dia harus membuat semua orang mau bergerak dengan cara yang lebih tradisional.
Tunjukan siapa yang berkuasa.
"Ahem . . ."
Erwin mengambil sebuah cincin dengan mata sebuah emblem berwana emas berbentuk belah ketupat yang berisi sebuah miniatur peta dengan sebuah logo negara Yamato di atasnya . Erwin mengangkatnya dengan tinggi agar semua orang bisa melihat lalu menyodorkannya pada Yuudai.
"Kalau aku bilang jika Haruki itu adalah anggota pasukan cadangan apakah kau mau mengikuti perintahnya?."
Yuudai kelihatan terkejut.
"Apa kau serius ? . . . ."
"Sangat serius!."
3
Amelie sudah diputuskan untuk ikut dimasukan dalam daftar pasukan cadangan, tapi karena dia bukan penduduk Yamato dia tidak bisa menerima posisi itu secara resmi. Sudah ada pembicaraan tentang usaha untuk memindahkan kependudukan Amelie, tapi rencana itu masih baru wacana dan tidak jadi prioritas.
Alasan utamanya adalah karena Amelie masih di bawah umur. Dan alasan keduanya dia adalah anggota keluarga kerajaan negara lain.
Oleh sebab itulah bukti keanggotaannya masih belum diberikan, dan cincin berisi emblem dari pasukan cadangan yang akan diberikan pada Amelie masih dipegang oleh Haruki.
Cincinya sudah dia pinjamkan pada Erwin untuk membuat Yuudai dan yang lainnya mau menurut jadi Haruki memutuskan untuk menggunakan cincin Amelie untuk dia gunakan sebagai kunci agar dia bisa mendorong gerakannya yang selanjutnya.
Dia harus bicara dengan pemimpin dari tempat itu. Dan sekarang dia sedang berjalan menuju ruang komando di mana orang-orang penting dari benteng itu sedang mengadakan rapat.
Di tempat ini Haruki hanyalah prajurit biasa, tidak. Posisinya bahkan masih lebih rendah dari prajurit biasa sebab dia masih belum lulus dari sekolah militer. Dia sendiri paham kalau berkeliaran di sekitar ruang komando sama sekali bukanlah tugasnya, tapi dia sedang tidak punya pilihan. Oleh karena itulah, dengan tenang dia mencoba melewati penjaga yang sedang mengawasi di luar ruangan.
Lalu tentu saja. . . .
"Tempatmu bukan di sini!! kembalilah ke ruanganmu.."
Keberadaannya langsung ditolak dan dia disuruh pergi.
"Aku ingin menyampaikan sesuatu pada pemimpin tempat ini."
"Jika kau ingin menyampaikan sesuatu lapor dulu ke kepala divisimu."
Haruki melihat ke langit dan dia menyadari kalau waktunya tidak lagi banyak.
"Tapi ini adalah masalah darurat, aku harus bicara langsung dengannya."
"Sepertinya kau tidak paham apa yang kukatakan? apa kau mau aku memberitahumu dengan cara lain."
Prajurit yang ada di depan Haruki adalah seorang pria besar dengan pakaian pelindung metal penuh. Tapi meski begitu otot-otot yang dimiliknya bisa kelihatan jelas dari celah pakaian pelindungnya. Dia memberikan kesan kalau tubuhnya itu adalah batu besar dan dia memberikan impresi kalau pukulan yang bisa diberikannya sama dengan hantaman batu besar.
"Kalau begitu apakah aku bisa titip pesan padamu, tolong bilang kalau aku ini anggota pasukan cadangan dari Yamato."
"Kau ini. . ."
Begitu Haruki bilang hal itu, penjaga lain yang sedari tadi membiarkan rekannya memberikan gretakan pada Haruki langsung bergerak dan menghentikan rekannya yang sudah bersiap untuk melakukan tindakan yang lebih pada Haruki. Setelah itu dia melihat Haruki dengan pandangan memeriksa.
"Apa kau punya bukti?."
Haruki menunjukan cincin pinjamannya. Setelah itu penjaga tadi melepaskan rekannya.
"Aku akan menyampaikan pesanmu."
"Ha? kenapa kau menuruti keinginannya?."
Panjaga sebelumnya tidak menerima keputusan baru itu. Tapi dengan tenang rekannya memberikan penjelasan.
"Dengarkan aku. . . jika kau masih ingin jadi prajurit koalisi dengarkan saja apa yang orang ini katakan. ."
Atau lebih tepatnya sebuah ancaman.
"Terima kasih."
Haruki memberikan hormat, setelah itu kedua penjaga berjalan menjauhi Haruki.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Haruki dipersilahkan untuk masuk dan menemui pemimpin dari tempat itu. Haruki memperkenalkan diri dan posisinya militernya di Yamato yang dibalas dengan kalimat perkenalan pendek dari lawan bicaranya.
"Namaku Butsuma, sentral memberikui tanggung jawab untuk mengurusi tempat ini."
Sentral adalah sebutan dari pusat komando dari pasukan koalisi. Tempat di mana sebagian besar teman Haruki yang lain dari pasukan cadangan berada.
"Jadi kenapa ada anggota dari pasukan cadangan di sini?."
"Sentral memperkirakan kalau akan ada masalah di sini, karena itulah aku dikirim untuk menyelesaikannya."
Tentu saja alasan itu adalah sebuah kebohongan. Kedatangannya di sini adalah sebuah kebetulan yang tidak direncakan. Tujuan awalnya adalah mengikuti ujian praktek di benteng lain delapan puluh kilometer dari tempatnya sekarang, dan tugas utamanya adalah menjaga keselamatan Amelie lalu memastikan gadis kecil itu bisa kembali ke Yamato dengan selamat tanpa cacat sedikitpun.
Untunglah sekarang tidak ada yang bisa mengkonfirmasi hal itu. Jika Haruki ketahuan bertindak sendiri tanpa membicarakannya dulu ke sentral pasti dia akan langsung mendapatkan hukuman.
"Jadi apa kau akan menggantikan posisiku di sini?."
"Tentu saja tidak, pasukan di sini adalah pasukanmu, aku hanya akan memberikan saran dari belakang layar."
Butsuma jauh lebih paham dengan keadaan pasukannya sendiri, lebih hafal dengan daerahnya sendiri, dan lebih dipercaya oleh orang-orangnya sendiri. Jika Haruki yang asalnya tidak jelas dan tidak punya pencapaian apa-apa tiba-tiba dijadikan pemipin, bisa saja pasukan itu tidak akan berfungsi dengan baik.
"Jadi tuan Butsuma, apakah anda sudah punya strategi untuk mengatasi masalah kita sekarang?"
"Aku tidak terlalu peduli dengan etika, jadi buang kalimat formal dari pembicaraan kita."
"Baiklah kalau begitu, apakah kau sudah punya strategi?."
"Aku tidak bisa menyebutnya strategi, tapi dengan keadaan yang serba terbatas ini pilihan yang ada sangat sedikit, rencananya aku akan mencari bagian formasi musuh yang agak longgar lalu memaksa menerobosnya."
"Kalau begitu apakah rencanamu itu adalah keluar dari satu gerbang secara bersamaan dan memfokuskan semua kekuatan pasukan kita pada satu titik dalam formasi musuh? atau mungkin kau ingin membagi pasukan untuk menyerang dan support menjadi dua lalu meninggalkan beberapa personel di benteng?."
"Sederhananya pilihan kedua . . apakah ada masalah?."
"Rencananya sendiri logis."
Butsuma mengangguk puas.
"Tapi fokus tujuanmu salah."
Selain itu menggunakan formasi bertahan dihadapan musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak sambil kabur itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Meski rencana itu berhasilpun korban yang berjatuhan mungkin bisa dibuat untuk membuat bukit.
"Maksudmu?."
Rencananya logis, tapi sebab rencana itu logis semua orang pasti sudah tahu akan hal itu. Dan tentu saja komandan pasukan musuh juga pasti sudah mempersiapkan diri kalau-kalau rencana logis itu akan dieksekusi oleh musuhnya.
"Selain itu apakah tuan Butsuma lupa kalau kita kalah jumlah?."
Pasukan musuh adalah empat ribu personil, tapi tentu saja tidak semua orang adalah pasukan yang ditujukan untuk menyerang musuh. Di antara banyak orang itu pasti ada yang bertugas untuk mengurusi supply senjata, makanan, dan keperluan lainnya serta personel medis. Hanya setelah mereka tidak dihitungpun, jumlah paling optimis yang bisa didapatkan dari musuh masih sekitar tiga ribu lima ratusan.
Dan tentu saja hal yang sama juga teraplikasi pada pasukan koalisi yang ada di benteng, sehingga jumlah total mereka sebenarnya lebih sedikit lagi.
"Meski seluruh pasukan di dalam benteng dikerahkan untuk maju, kita masih kalah dua ribu personel dari mereka! dan tentu saja pilihan kedua juga out."
Singkatnya, dari dua opsi yang Haruki katakan sebelumnya dua-duanya tidak ada yang punya kemungkinan untuk berhasil.
Sebagian besar pasukan musuh terdiri dari kavaleri, dan di antara mereka ada sekitar lima ratus penunggang kuda, lima ratus pemanah, dan sekitar lima puluh penembak yang diposisikan mengelilingi benteng.
Jika rencana Butsuma dieksekusi dalam situasi sekarang, meski pasukan di depannya lemah tapi pasukan yang keluar akan langsung dilindas kavaleri berkuda dari kiri dan kanan oleh musuh lalu setelah pasukan koalisi terhambat gerakannya pasukan utama musuh akan sampai dan mengahancurkan mereka semua. Selain itu jika jika musuh menyerang balik dengan pemanah maka perlindungan dari support orang-orang yang ditingal di benteng akan terganggu.
"Dan tolong ingat kalau tujuan kita bukanlah kabur dari benteng dan membiarkan musuh menguasainya, tapi menang dan mengusir orang-orang itu dari sini."
Mereka tidak bisa membiarkan benteng itu jatuh ke tangan musuh, sebab jika hal itu terjadi merebutnya kembali di hari lain akan jadi tugas yang sangat sulit.
"Apa kau bisa melakukannya?."
Butsuma sendiri paham kalau rencananya itu penuh resiko, tapi sebab memang dia sudah benar-benar tidak bisa memikirkan pilihan lain dia memutuskan untuk berjudi dengan rencana itu. Sebuah judi dengan hasil buruk entah dia menang atau kalah.
"Tentu saja tidak bisa, tapi yang bisa melakukannya adalah pasukanmu."
Pasukan yang hebat adalah pasukan dengan jendral yang hebat. Adalah konsep yang sering Haruki dengar dari guru-gurunya di sekolah militer. Tapi pandangannya pada seorang jendral tidaklah sama dengan pandangan orang lain pada umunya.
Menurutnya, seorang jendral hanyalah orang yang mengklaim hasil dari apa yang pasukannya sudah berhasil dapatkan.
Dengan kata lain, pandangan Haruki adalah. Seorang jendral hebat adalah orang beruntung yang ditempatkan pada pundak pasukan hebat yang bisa melakukan apa yang seorang jendral ingin lakukan.
"Aku tidak peduli dengan filosofi, jadi apa rencanamu?."
"Rencanaku tidak terlalu berbeda dengan rencana tuan Butsuma, bisa dibilang rencanaku hanyalah sebuah revisi kecil dari rencanamu."
Haruki tersenyum lalu mulai menjelaskan apa yang harus Butsuma lakukan untuknya.
4
Amelie. Begitu Haruki dan Erwin keluar dari kamarnya, gadis kecil itu langsung berganti pakaian dan berpindah ke atas kasurnya untuk merebahkan tubuhnya. Dia ingin segera tidur. Kelelahannya dari perjalanan delapan jam seharinya saat menuju benteng di hari sebelumnya belum benar-benar hilang, kedua kakinya masih merasa pegal. Selain itu dia juga ingin sejenak melupakan kekhawatirannya pada rumahnya.
Setelah berusaha keras untuk menutup matanya, akhirnya diapun berhasil tidur saat hampir tengah malam. Tapi hanya dalam beberapa jam saja, tidurnya langsung terganggu oleh suara ledakan besar yang datang dari arah bagian atas tembok benteng.
Suara itu adalah sebuah suara yang sudah akrab di telinganya, sebuah suara dari tembakan meriam.
"Apa yang mereka lakukan?."
Melakukan serangan malam sama sekali bukan strategi baru, dalam peperangan kegelapan adalah hal yang bisa jadi teman yang bisa diandalkan dan juga musuh yang kuat. Tapi tindakan menyerang musuh menggunakan meriam sama sekali tidak ada hubungannya dengan strategi serangan malam manapun yang pernah dia baca.
Seperti yang sudah Erwin bilang, menembakan meriam dari ketinggian akan membuat pelurunya mendapatkan jarak yang lebih jauh. Tapi musuh mereka sudah menjauh ke jarak aman yang tidak mungkin dijangkau meriam meski dengan tambahan perhitungan itu.
Jadi kenapa mereka tetap menembak? Bukankah sudah diputuskan kalau melakukannya tidak akan menghasilkan apapun dan malah membuat mereka rugi?.
Amelie langsung mendapat jawabannya.
Setelah suara tembakan meriam terdengar, sebuah suara ledakan kembali terdengar. Tapi kali ini arahnya dari camp musuh, dan begitu Amelie memperhatikan camp musuh dia melihat ada api yang berkobar.
"Tidak mungkin!. Bagaimana bisa?"
Setelah itu tembakan dan ledakan-ledakan lain menyusul dan membuat camp musuh berantakan. Pasukan musuh yang bingung dengan keadaan langsung mundur dari campnya secara buru-buru dengan tidak teratur karena tidak mau dihantam oleh peluru meriam.
Dalam sekejap kepanikan menular dari satu pasukan ke pasukan lain yang disebabkan oleh serangan meriam yang seharusnya tidak bisa mengenai camp mereka. Dan di saat pasukan musuh sedang sibuk kabur dan belum mampu mengatur dirinya pintu gerbang benteng terbuka dari dalam.
Pasukan koalisi keluar dari dalam benteng, tapi pasukan itu tidak membawa padang, tombak atau panah. Baris pertama pasukan yang keluar dari setiap gerbang benteng membawa pagar yang terbuat dari batang kayu runcing yang biasa digunakan untuk membuat blokade. Setelah itu ada juga yang membawa jaring dan juga tali.
Mereka semua berlari dengan sekuat tenaga seakan sedang adu lari dengan pasukan musuh yang sedang kabur dari ledakan. Sebagian kecil pasukan musuh yang menyadari hal itu langsung berbalik dan mulai menyerang, tapi dari gerbang di belakang mereka, barisan pasukan pemanah keluar dan menyerang balik pasukan yang datang ke arah mereka.
Dari dalam gerbang barisan pasukan koalisi kembali keluar, kali ini adalah pasukan kavaleri dengan tombak sebagai senjata. Mereka berlari dengan cepat melewati pasukan pertama yang membawa peralatan blokade dan menghabisi pasukan musuh yang sudah terkena serangan dari pasukan panah.
"Strategi ini? Haruki. . .."
Amelie langsung bangun dan buru-buru mencari bajunya yang lain. Haruki sudah mendapatkan seragam baru, tapi sebab tidak ada seragam perempuan yang bisa Amelie pakai dia berakhir mengenakan kembali pakaian murahan yang Haruki belikan untuknya di perjalanan.
Tapi hal itu sama sekali bukan masalah. Sekarang bukan waktunya tidur. Dan jelas bukan waktunya untuk tidak melakukan apa-apa.
"Kalau kau ingin melakukan sesuatu setidaknya bilang dulu padaku bodoh!!!."
Amelie melipat lengan bajunya lalu buru-buru keluar dari kamarnya.
"Sekarang aku jadi harus repot berpikir dulu sebelum bisa membantu!."
Mungkin memang benar tidak ada yang mengharapkan bantuannya, mungkin memang benar kalau tidak ada yang menyuruhnya membantu. Tapi meski begitu dia ingin membantu dan dia akan membantu. Dia akan menemukan celah di mana dia bisa memberikan bantuan.
Dengan tekad itu, Amelie mulai membongkar satu persatu logika di balik apa yang terjadi, apa yang sedang Haruki pikirkan, apa yang dia rencanakan dan tujuan akhir dari strateginya itu agar bisa menemukan apa yang bisa dia lakukan untuk membantu.
"Jangan remehkan aku!!!!."
Di saat Amelie sedang berapi-api untuk melawan Haruki saat ingin membantunya, di tempat lain Butsuma dan dua penjaga pribadinya sedang melihat situasi di luar benteng dari atas tembok tepat di samping para prajurit yang sedang menembakan meriam ke arah camp musuh.
Dan saat melihatnya, Han si penjaga yang hampir menghajar Haruki melihat ke depan dengan mulut menganga.
"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa keadaan hampir sekak mat ini bisa langsung dibalik begitu saja?."
Sedangkan Igor, rekannya sebagai penjaga juga tidak bisa berhenti heran saat melihat arena pertempuran.
"Aku tahu kalau dia bukan orang biasa, tapi ternyata perkiraanku meleset jauh! Dia jauh melampaui bayanganku."
Lalu Butsuma yang berdiri di antara keduanya hanya tersenyum dan bilang.
"Mau bagaimana lagi, dia itu adalah anggota pasukan cadangan! Kalau dia tidak bisa melakukan hal semacam ini tidak mungkin orang-orang yang di atas memberikannya posisi itu."
Han melihat ke arah atasannya itu dan memberanikan diri untuk bertanya.
"Tuan Butsuma, sebenarnya pasukan cadangan itu apa?."
Pasukan yang digerakan saat sudah tidak ada lagi yang bisa berbuat apa-apa di depan.
"Menurutmu sendiri?."
"Normalnya mereka adalah pasukan sisa."
Orang-orang yang tidak berhasil lolos masuk ke divisi yang mereka inginkan karena dikalahkan oleh rivalnya atau orang yang tidak punya bakat tapi sayang untuk dibuang. Pada dasarnya mereka adalah pasukan buangan dengan skill dan pengalaman yang nilainya di bawah standar.
"Hahahaha. . . normalnya memang begitu. . . tapi tidak di Yamato."
"Ha?."
"Apa kau tahu berapa jumlah prajurit yang tidak punya skill mumpuni di Yamato?."
"Tentu saja tidak, aku bukan dari sana."
"Jawabannya adalah nol."
"Tidak mungkin."
"Saat pertama mendengarnya aku juga hampir tidak percaya, tapi aku akan memberitahukannya padamu! Hanya saja untuk masalah pasukan cadangan kalian harus merahasiakannya."
Penjelasan mudahnya, pasukan cadangan adalah sebutan untuk pasukan elit di Yamato. Mereka adalah kumpulan orang paling elit di setiap bidangnya. Jadi bisa dibilang mereka adalah senjata rahasia Yamato yang hanya akan dikeluarkan saat ada masalah besar berskala nasional.
Lalu kenapa orang-orang hebat itu disebut pasukan cadangan?.
Jawabannya adalah karena di Yamato, biasanya mereka adalah orang-orang yang paling kelihatan bodoh, konyol, lemah, malas serta menyebalkan.
Yamato bukanlah negara besar, dan tentu saja jumlah penduduknya tidak sebanyak negara-negara lain oleh karena itulah mereka adalah negara yang paling paham seberapa pentingnya sumber daya manusia.
Persentasi penduduknya yang bisa baca tulis hampir tujuh puluh persen meski tidak ada sekolah untuk orang biasa, angka paling tinggi dibanding negara lain. Meski jauh dari negara lain tapi ekonominya stabil dan harga komoditas jarang bergerak terlalu tinggi atau rendah. Dan meski masih berbentuk kerajaan tapi hak masyarakatnya punya kebebasan yang relatif lebih besar dari tempat lain karena menejemen pemerintahan yang baik.
Lalu yang terakhir, standar pasukannya lebih tinggi bahkan dari Amteric yang saat ini adalah negara dengan kekuatan militer paling besar. Karena itulah banyak anak-anak dari negara lain yang dimasukan ke sekolah militernya.
Ada yang bilang kalau dalam sebuah koloni semut pasti selalu ada yang jadi pemalas dan tidak melakukan apa-apa. Manusiapun sama. Jika sekelompok orang diberikan tugas maka pasti ada yang benar-benar melakukannya dengan serius, ada yang dengan setengah hati, ada yang malas-malasan, dan bahkan ada yang tidak melakukan apapun sama sekali.
Setelah itu dengan alami orang-orang itu akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Orang yang punya bakat dan bekerja keras, orang yang tidak punya bakat tapi bekerja keras dan sebaliknya, lalu orang yang tidak punya bakat dan tidak bekerja keras.
Dengan begini akan terbentuk sebuah organisasi yang memiliki bagian atas hebat, bagian tengah cukup dan bagian bawah tidak kompeten. Dan para pendiri Yamato menganggap hal ini sebagai sebuah masalah besar.
Bagaimana kalau pikiran cemerlang atasan tidak bisa dieksekusi pekerja di lapangan? Bagaimana kalau startegi brilian seorang jendral tidak bisa dipahami oleh pasukannya?. Bagaimana kalau pemerintah membuat peraturan untuk rakyatnya tapi semua orang salah paham dan malah jadi tidak puas?. Lalu bagaimana kalau sebuah pasukan tangguh dikalahkan dan yang tersisa hanya pasukan lemah untuk menjaga negaranya sendiri?.
Setelah melihat semua masalah yang timbul karena struktur piramid itu, akhirnya orang-orang di balik layar dengan pikiran tidak normal memutuskan untuk membuat sistem baru. Sebuah sistem yang bentuknya seperti piramid yang runcing ke atas, melainkan sistem yang berbentuk seperti paku dan meruncing ke bawah.
Sebuah sistem yang membuat orang tidak kompeten tidak ada lagi.
Yamato adalah satu-satunya negara yang menggunakan doktrin "biarkan yang lemah maju duluan". Dalam sekolah militer di Kiri, murid paling lemah adalah murid yang paling sering dapat masalah. Tentu saja bukan berarti murid yang lemah akan dibully, tapi murid yang paling lemah diharuskan melakukan lebih dari orang yang ada di atasnya sampai mereka mencapai standart tertentu.
Jika kau lemah dalam bela diri kau harus berlatih dua kali lipat dan jika kau lemah dalam belajar kau akan mendapat ujian lebih banyak. Dengan sistem ini, jika seseorang bermalas-malasan atau tidak berusaha keras maka dia akan menderita. Sekolah tidak akan membiarkan seseorang yang tidak melakukan apa-apa tetap di bawah tanpa diperhatikan dan hanya ikut arus.
Malah sebaliknya, orang-orang yang ada di bawah akan mendapatkan jauh lebih banyak perhatian.
Dengan kata lain, jika kau ingin malas-malasan kau harus jadi orang hebat dulu. Jika mereka harus memiliki orang malas, setidaknya orang itu harus yang kompeten. Dengan begitu, orang yang sebenarnya ingin jadi pemalaspun akan ragu-ragu untuk mengambil jalan itu.
Dalam kalangan militer negaranya sistem ini juga diterapkan. Saat mengirim pasukan untuk melakukan ekspedisi biasanya pasukan terlemah dalam levelnya yang didahulukan untuk menjalankannya. Setelah itu jika mereka gagal atau diputuskan tidak bisa menjalankannya barulah pasukan level selanjutnya dikirimkan untuk membantu.
Dengan sistem ini pasukan lemah akan mendapatkan lebih banyak pengalaman dan skill untuk nanti digunakan menutupi kelemahannya. Sedangkan bagi negara mereka tidak perlu mengorbankan orang-orang berbakatnya untuk mati di garis depan sambil menutupi kekuatan militer mereka yang sesungguhnya.
Berbeda seratus persen dengan Amteric yang punya strategi untuk menggunakan kartu terkuatnya untuk mengahancurkan musuh dan memberikan impresi pada musuh kalau mereka tidak mungkin bisa dilawan dan langsung menyerah.
Yamato tidak peduli kalau mereka dipandang lemah, yang paling penting bagi mereka adalah tujuan yang mereka miliki bisa dicapai. Malah bisa dibilang, dengan dicap rendah oleh negara lain mereka bisa membuat semua orang menurunkan kewaspadaan mereka terhadapnya.
Normalnya, di Yamato pasukan terkuat hanya akan dipanggil saat ada masalah berskala besar tapi itu bukan berarti mereka bisa hanya berdiam diri saja. Jika skill mereka dinilai mulai tumpul maka mereka akan diturunkan ke pasukan di bawahnya. Yang sebaliknya juga berlaku, jika ada individu yang punya performa bagus maka dia akan dinaikan sesuai kemampuannya.
Begitulah cara Yamato mempertahankan standarnya. Mereka membuat orang yang dibawah termotivasi untuk naik dan membuat yang sudah di atas selalu waspada dengan orang yang ada di bawahnya.
Tapi tentu saja sistem itu tidak sempurna, ada orang-orang yang memilih status quo, orang yang terlalu percaya pada dirinya sendiri, dan juga orang yang tidak percaya pada dirinya sendiri.
Dan yang ditugaskan untuk mengatasi orang-orang itu adalah para pasukan cadangan. Mereka adalah pasukan elit dari pasukan yang paling elit dari sistem. Mereka adalah orang-orang yang kemampuannya jauh melebihi orang-orang elit yang ada di dalam sistem.
Jika orang yang ada di dalam sistem adalah paku, makan pasukan cadangan adalah palu yang mampu menancapkan ketakutan, menarik harapan, membengkokan kepercayaan diri, dan juga mematahkan semangat seseorang.
Pasukan cadangan, dengan kata lain orang-orang yang bisa disebut kartu As Yamato adalah orang-orang berkemampuan tinggi tapi posisinya dibuat di bawah. Mereka bisa dibilang adalah bagian cacat dari sistem yang sengaja dibuat.
Konsep keberadaan mereka adalah "orang tidak kompeten yang bisa melakukan apa saja."
Pasukan cadangan adalah orang paling tinggi levelnya yang disuruh untuk memainkan peran orang tidak kompeten agar orang-orang di sekitarnya tidak berhenti bergerak dan berpikir "kalau orang bodoh itu saja lulus masa aku tidak lulus?" atau "kalau orang lemah itu saja menang masa aku kalah?"
Pasukan cadangan itu orang malas yang selalu bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik, orang bodoh yang selalu dengan ajaib lulus, orang lemah yang bisa mengalahkan siapa saja kalau dia mau, dan orang konyol yang licik.
Dan Haruki adalah salah satu dari mereka yang punya tugas untuk bermain sebagai orang bodoh. Lalu bidang yang dikuasainya untuk bisa jadi anggota pasukan cadangan adalah strategi. Dengan kata lain, jika hanya masalah strategi perang yang dibicarakan, tidak ada yang bisa mengalahkannya dalam generasinya.
Sebagai catatan kemampuan yang membuat Amelie jadi kandidat adalah kemampuan adaptasi dan pemecahan masalahnya . Evaluasi tentangnya menggambarkan kalau gadis kecil itu adalah sebuah "solusi yang sedang menunggu masalah.".
Selagi Butsuma bercerita, perang terus berlanjut. Dan di tempat lain, akhirnya Amelie mencapai kesimpulannya.
"Masukan prajurit yang luka berat ke dalam ruang perawatan dan utamakan perawatannya, untuk yang luka ringan taruh di tengah benteng supaya tidak mengganggu yang lain, yang masih bisa berjalan ambil obatmu sendiri! Semuanya sudah ditata di tempat yang mudah dijangkau! Petugas yang ada di sana akan memberitahu apa yang harus dilakukan."
Sambil melakukan tugas yang dia anggap bisa membuatnya membantu Haruki.
"Semua petugas non kombat bantu bawa peralatan ke luar benteng."
Amelie melihat check sheet dan jam kecil di tangannya.
"Bawa anak panah ke gerbang tiga, mereka harusnya hampir kehabisan supply."
Tugas yang Amelie berikan pada dirinya sendiri adalah pengatur lalu lintas dan supply. Dari namanya memang tugas itu kedengaran remeh, tapi komandan yang meremehkan pentingnya lalu lintas dan kelancaran supply adalah komandan yang bodoh. Apalagi kalau yang dibicarakan adalah aliran supply dari pasukan minim personel yang sedang menghadapi pasukan yang jauh lebih besar dalam area yang sangat terbatas menggunakan peralatan yang tidak kalah terbatasnya.
Efisiensi adalah sesuatu yang harus dikejar.
Sebab Haruki tidak hafal dengan personel pasukan koalisi di benteng itu, dia menyerahkan pemilihan personelanya pada Butsuma yang kembali menyerahkan tanggung jawab itu pada anak buahnya. Yang ternyata tidak semampu yang Haruki harapkan.
Sebelum Amelie datang, seseorang bertabrakan dengan orang lain lalu menjatuhkan bawaanya adalah hal yang sering terjadi. Seseorang salah meletakan benda dan menghalangi jalan juga jadi kebiasaan, salah memberikan supply, dan orang saling meneriaki satu sama lain juga merupakan pemandangan lumrah.
Haruki, meski memang ahli dalam strategi tapi tidak mungkin bisa mengatur operasi di dalam benteng saat dia juga harus mengatur jalannya perang dalam empat tempat sekaligus. Karena itulah Amelie maju dan mengambil pekerjaan itu.
Pekerjaan remeh yang biasanya diremehkan itu.
Awalnya Amelie dianggap hanya sebagi pengganggu, tapi begitu seseorang melaporkan protes Amelie pada Haruki akhirnya perintah untuk mendengarkan gadis yang umurnya setengah orang-orang di sekitarnya itu turun juga.
Melihat kesuksesan Haruki untuk membuka posisi skak mat pasukan mereka, semua orang dengan mudah percaya kalau Amelie juga bukan orang yang hanya boleh dilihat dari penampilannya saja.
Sekarang memang masih ada yang berteriak-teriak dengan keras, tapi kali ini yang berteriak hanya satu orang. Amelie.
"Nona Amelie, di luar sudah ada banyak pasukan musuh yang jatuh! Aku berpikir untuk mengajak semua orang yang masih bisa bergerak untuk mengambil peralatan mereka untuk menambah supply."
Seorang pemuda mendatangi Amelie yang matanya tidak berhenti mengawasi sekitarnya dan juga buku serta jamnya. Dia kelihatan berumur enam atau tujuh belas tahun. Sama dengan teman-teman sekelasnya.
"Tidak perlu, jika mereka bisa bergerak lebih baik bantu divisi medik merawat yang terluka."
"Tapi supply sudah mulai menipis, selain itu senjata yang sudah rusak juga perlu penggantinya."
"Sudah kubilang tidak perlu!.. jika kau benar-benar ingin membantu tolong menurut dan bantu saja orang yang terluka supaya mereka tidak cacat."
"Kau. . . . tidak paham situasinya!!!. . . ."
Sebenarnya dia ingin mengajak orang lain untuk memungut peralatan musuh tanpa memberitahu siapapun, tapi sebab sekarang Amelie sudah secara resmi diberi tanggung jawab oleh karena itulah dia memutuskan untuk minta ijin dan lapor terlebih dahulu.
Sayangnya dia merasa kalau Amelie tidak kompeten dan tidak paham situasi mereka sekarang. Sebelum pemuda itu kembali bicara Amelie lebih dulu bicara dan bertanya dengan wajah meremehkan.
"Jadi apa kau paham situasinya?."
"Tentu saja! Kita kalah jumlah dan peralatan! Oleh karena itulah kita harus mengumpulkan apapun yang bisa diambil untuk menambah dan mengganti suppy kita! Jika gagal memanfaatkan momentum keberhasilan serangan kejutan kita ini kita tidak akan bisa mengalahkan pasukan musuh dan pergi dari sini."
"Ok, aku paham! Kau sepertinya sama sekali tidak paham. ."
"Kau!! dasar bocah!!! bodoh!! . . ."
Jika Haruki adalah orang yang kelihatannya bodoh meski cerdas, Amelie adalah orang yang akan selalu diremehkan meski dia bisa apa saja.
"Aahhh. . . aku tidak punya waktu untuk melayanimu tapi akan kuberitahukan di mana letak salahnya pikiranmu itu. . . ."
"Di mana. . .?"
"Hampir semuanya. . ."
"Jangan menghinaku sembarangan!! aku adalah murid terpintar di sekolah bangsawan Amteric!!."
Kenapa ada bangsawan dari Amteric di tempat ini? Untuk sementara dia tidak akan terlalu mempedulikannya.
"O. . kebetulan sekali, aku adalah murid terbodoh di sekolah itu. . aku bahkan hanya masuk selama setahun."
Dan saat keluarpun dia keluar karena dikeluarkan.
"Karena itulah dengarkan aku bocah bodoh!!."
"Iya, iya, iya pegang ini."
Amelie memberikan dua batang kayu pada pemuda di depannya, dan secara reflex pemuda itu langsung mengambilnya.
"Letakan di tangannya, aku akan mengikatnya."
Tanpa sadar pemuda itu jadi membantu Amelie yang sedang mengurus seorang prajurit yang tangannya patah setelah ditabrak pasukan kavaleri berkuda musuh dan terlempar ke dalam parit dengan keras.
"Terima kasih bantuannya. . ."
"Woi!!!.."
"Apa lagi. . kau mulai mengganggu pekerjaanku sekarang."
"Aku masih ingin bicara. . ."
"Bukankah kau tadi ingin keluar? Sekarang kau jadi cuma ingin bicara?."
Merasa dipermainkan, pemuda itu mulai naik darah dan berusaha keras menahan dirinya untuk tidak melakukan tindakan keras pada Amelie.
"Aku akan menemanimu bicara, tapi kau harus membantuku."
"Baiklah. . ."
Amelie tidak menyangka kalau pemuda itu akan setuju. Sepertinya pemuda itu punya kepribadian yang sederhana.
"Biar kuberitahukan kau beberapa hal."
Pertempuran ini bukan untuk mendapatkan kemenangan jangka pendek.
Jangan meremehkan kemampuan musuh.
Tidak ada yang namanya momentum, semuanya sudah dikalkulasi.
Saat aku bilang kita tidak perlu mengambil peralatan lawan itu karena kita akan mengambil semua supply lawan.
Dan, tujuan pertempuran itu bukanlah untuk kabur tapi mengusir musuh.
5
Di tempat lain, Haruki juga sedang sibuk berteriak.
"Yang tidak ikut maju dan membawa padang bersihkan jalur parit dari musuh agar tidak menghalangi jalan."
Startegi yang Haruki gunakan pada dasarnya adalah memang hanya versi upgrade dari rencana Butsuma. Hanya saja strateginya lebih aman, lebih luas, dan lebih detail. Selain itu stratgeinya juga lebih membutuhkan banyak orang daripada rencana awal Butsuma.
Bagian awal dari strateginya adalah menyuruh Erwin meminta kerja sama dari teman-temannya yang ada di luar untuk meletakan peledak di camp musuh lalu meledakannya sesuai timing yang diberikan Haruki. Sebab mereka tidak bisa berkomunikasi secara langsung dan hanya mengandalkan cahaya obor sebagai sarana komunikasi timing pada tembakan-tembakan awal agak meleset.
Tapi sepertinya tidak ada yang menyadari hal itu dan tetap menyangka kalau tembakan meriam dari benteng berhasil mencapai camp. Jika situasinya terang dan mereka melakukannya pada siang hari rencana awal itu akan langsung ketahuan.
Untunglah kemampuan teman-teman Haruki bisa diandalkan dan musuh sedang dalam keadaan yang tidak terlalu waspada.
Ledakan itu ditujukan untuk memberikan rasa tidak aman palsu yang membuat musuh berpikir kalau mereka ada dalam jarak jangkau serang pasukan koalisi dan memutuskan mundur. Tujuan ledakan dan serangan palsu itu hanya membuat pasukan mundur dari posnya.
Alasan kenapa pasukan koalisi susah melakukan manuver adalah karena posisi musuh terlalu dekat dan mereka akan mudah diserang saat keluar dari gerbang. Dan dengan mundurnya musuh yang panik maka pasukan koalisi punya kesempatan untuk keluar dengan aman.
Setelah keluar, pasukan koalisi tidak langsung menyerang adalah supaya pasukan musuh tidak panik dan langsung menyerang balik lalu tidak mempedulikan pengalih perhatiannya. Pasukan yang pertama keluar dari benteng adalah pasukan yang bertugas membawa peralatan barikade dan membuat garis pertahanan untuk memastikan musuh tidak bisa lagi mendekat dan memaksa mereka kembali masuk.
"Pasukan pemanah bersiap, fokus ke kuda dan juga sasaran yang mudah."
Tentu saja pemimpin pasukan musuh juga tidak bodoh, setelah melihat beberapa barikade darurat yang berdiri mereka langsung sadar kalau ledakan di awal hanya pengalihan lalu mengumpulkan pasukan yang masih belum kabur karena panik untuk menyerang.
Tapi ini juga bagian dari rencana. Selain pengalihan dan juga trik untuk memaksa pasukan mundur, ledakan tadi juga berguna untuk membagi pasukan musuh menjadi tiga. Yang takut maju dan kena serangan meriam, yang maju dan berani mati, lalu yang bingung dan tidak bisa memutuskan.
Meski mereka tidak jauh satu sama lain, tapi pikiran setiap orang berada di tempat yang berbeda. Inilah salah satu keahlian Haruki, perang psikologis.
Sesuai dugaan, pasukan berani mati musuh tidaklah terlalu besar. Memangnya siapa yang mau mati dengan suka rela?. Dan jumlah pasukan yang maju untuk menghalangi pembuatan barikade adalah jumlah yang bisa ditangani oleh pasukan pemanah koalisi yang sedikit.
Untuk menyelesaikannya pasukan kavaleri dikeluarkan untuk memburu sisa-sisa dari pasukan musuh yang menyerang. Dengan begini jumlah pasukan musuh bisa digerus dengan efektif. Strategi dasar dalam mengatasi musuh yang jumlahnya lebih banyak adalah memisah-misahkannya dan membuatnya jadi kecil lalu menghancurkannya satu-persatu.
Begitu pasukan penghalang musuh berhasil dijatuhkan barikade kembali didorong maju lalu barikade tambahan harusnya datang untuk mengakomodasi garis pertahanan yang lebih luas.
"Pasuklan barikade tambahaaaaannn!!!!."
Harusnya begitu. Tapi pasukan barikade tambahan tidak kunjung datang dan musuh berhasil mengatur ulang pasukannya.
"Mana barikade tambahannya???..."
"Ma-maaf, pasukan pembawa barikade terhenti dan harus memutar lewat gerbang lain karena jalur utama di benteng dipakai sebagai tempat perwatan prajurit yang terluka."
"Ha? Apa kau bilang. . ."
"Pasukan pembawa barikade dan kavaleri harus memutar."
"Hey kau!!! bukankah tadi kau cuma bilang pembawa barikade saja!!!?."
"Maaf. . ."
"Bo. . . . bod. . . ."
Di saat-saat terakhir dia berhasil menahan diri untuk tidak memanggil orang yang melapor padanya dengan sebutan bodoh. Kordinasi pasukannya sepertinya tidak terlalu baik, jika dia membuat masalah dengan orang yang ada di bawahnya, bisa jadi kordinasi pasukan mereka akan jadi semakin buruk karena ditambah maslaah personal.
"Haruki! Pasukan musuh mulai menyerang balik!!."
Butsuma meneriaki Haruki dari jauh.
"Mundur!!! suruh semua kavaleri dan pembawa barikade mundur! Sisakan pasukan pemanah dari garis pertahanan terakhir! Jangan biarkan kavaleri musuh mendekati gerbang!!!."
Haruki ingin protes tentang kekompetenan pasukan koalisi di sana, tapi dia menyerah dan memutuskan untuk berlari ke tempat lain untuk memberikan instruksi agar pertahan mereka tidak hancur.
"Sialan . . . gagal karena masalah macet sama sekali tidak lucu!! Semua pemimpin divisi cepat ke sini aku akan memberikan instruksi pada kalian secara pribadi!!!!.."
Dalam suaranya jelas sekali terselip kemarahan yang sedang ditahan, tapi meski begitu semua pemimpin divisi berkumpul dan menghadapinya. Mereka semua lebih tua dari Haruki, tapi pengalaman mereka memberitahukan kalau mempermasalah hal itu sekarang sama sekali tidak malah akan menambah masalah yang sudah menumpuk.
"Tempatkan pasukan kavaleri yang mundur pada setiap jalur parit, fokuskan serangan pasukan pemanah hanya pada area yang tidak ada paritnya, paksa musuh melewati jalur parit untuk berlindung! Usahakan jangan ada yang menghancurkan barikade! Pasukan barikade yang mundur harus memperbaiki barikade saat keadaan kelihatan aman! Dan bagian logistik. . . ."
"Maaf. . ."
Tanpa disebutpun pemimpin divisi supply sudah tahu di mana kesalahannya.
"Turun dan selesaikan masalahnya."
"Siap!."
Begitu instruksi selesai diberikan semua orang langsung berlari dan membagikan informasi itu pada pembawa pesan. Dan Haruki sendiri hanya diam lalu melihat ke arena pertempuran di bawahnya.
"Kuharap mereka tidak melupakan asuransinya."
Pasukan musuh datang dengan cepat, sesuai perintah Haruki begitu masuk ke dalam jarak serang pasukan pemanah langsung menghujani mereka dengan serangan dari jarak jauh. Ada yang nekat maju dan menerobos barikade tapi kebanyakan dari pasukan musuh memutuskan untuk masuk ke jalur parit. Terutama pasukan berkuda sebab mereka tidak ingin kudanya jadi korban.
"Ok, sampai di sini masih bagus."
Pasukan musuh yang memaksa menerobos berhasil diatasi dan pasukan kavaleri musuh berhasil dipaksa masuk ke dalam jalur parit. Dari jauh Haruki bisa mendengar teriakan "Majuuu!!" dan "Seraaaang!!" yaang disurakan oleh salah satu pemimpinnya.
Sebab parit yang digunakan sebagai jalur pasukan musuh tidak terlalu besar, barisan pasukan musuh jadi memanjang seperti ular. Menjaga kecepatan sambil memperhatikan orang yang ada di depan dan belakangnya memang susah, tapi pasukan musuh bisa melakukannya. Menunjukan kalau mereka benar-benar disiplin.
Tapi sayangnya hal itu masih belum cukup. Begitu pasukan berkuda yang bergerak lebih cepat dan berada di depan barisan melewati salah satu jalur parit, tiba-tiba kuda mereka tunggangi tergelincir dan jatuh.
"Aku harap itu bisa sedikit mengulur waktu."
Pasukan barikade memasang jaring dan berbagai macam benda lain untuk menghalangi perjalanan musuh di dalam parit di saat mereka keluar untuk memasang barikade. Dengan kuda yang jatuh dan pasukan baris depan yang berhenti berjalan, pasukan di belakangnya juga terpaksa harus ikut berhenti bergerak. Membuat bagian depan barisan mudah diserang kavaleri yang bersembunyi dan bagian tengah bisa dipanah dengan mudah karena tidak bergerak.
Tentu saja asuransi itu tidak akan bertahan lama, tapi setidaknya dia bisa mengulur waktu sampai masalah di dalam benteng terselesaikan.
"Tuan Haruki, aku mengirimkan pesan."
"Dari siapa?."
"Dari rekan satu tim tuan Haruki, nona Amelie."
"Hiii. . . . ap-apa pesannya."
"Dasar bodooooh! Kenapa kau tidak bicara dulu denganku sebelum bertindak!? Apa kau kira kau bisa melakukan semuanya sendirian dasar orang sombong!!."
"Maaf."
"Ha?. ."
Tentu saja permintaan maafnya tidak akan bisa didengar Amelia dan hanya membuat orang di depannya bingung.
"Bukan apa-apa. . lanjutkan, dia tidak mungkin hanya ingin memarahiku kan?."
Amelie memang lumayan emosional, tapi dia bukanlah tipe orang yang menunjukan masalah tanpa memberikan solusi. Dia juga bukan orang yang tidak akan memberikan alternatif saat dia tidak ingin seseorang melakukan sesuatu dengan cara yang tidak disukainya.
"Nona Amelie bilang, serahkan urusan di belakang padaku!."
Haruki tersenyum.
"Kalau begitu aku serahkan urusan di belakang padanya!."
"Lalu nona Amelie juga bilang kalau kemungkinan akan ada badai dalam dua atau tiga hari"
Si pembawa pesan tidak tahu apa hubungannya badai dengan perang yang sedang terjadi sekarang, tapi begitu mendengarnya Haruki langsung paham dengan apa yang coba Amleie beritahukan padanya..
"Panggil kepala divisi logistik, kita akan memindahkan semua meriam dari atas benteng ke garis pertahanan tengah."
Haruki melihat pasukan pemanah musuh dan mereka kelihatan bingung. Pasukan pemanah pasukan koalisi terlalu jauh untuk diserang balik, sedangkan jika mereka ingin memberikan bantuan kavalerinya harus mundur terlebih dahulu agar mereka tidak salah sasaran.
Kavaleri musuh yang terhenti di parit berhasil di serang balik, lalu bagian tengah formasi musuh juga berhasil dilukai. Dengan korban yang jatuh pasukan yang masih ada di belakang memutuskan untuk mundur dari jangkauan panah dan mencari jalur lain yang lebih aman untuk bisa masuk ke garis pertahanan pasukan koalisi.
Pasukan pemanah musuhpun menyerang balik.
Tapi tidak lama kemudian, pasukan barikade tambahan keluar dari benteng, mereka membawa perisai lalu berjalan ke depan sambil melindungi pasukan pemanah yang kali ini ikut maju. Pasukan kavaleri musuh kembali dipaksa mundur dan serangan dari pemanah musuh posisinya jadi berantakan karena formasi yang pecah. Pasukan barikade kembali memasang barikade tambahan dan garis pertahanan kembali bisa diperlebar lalu dorong ke depan. Memaksa pasukan mundur lebih jauh sekali lagi.
Proses itu terus diulang, menyerang musuh dari jauh, mendorong garis pertahanan, lalu mengatasi musuh yang tersisa. Dan setelah Hampir empat jam bertempur, akhirnya tujuan utama Haruki tercapai.
Mengalihkan perhatian musuh, menyuruhnya mundur, membagi kekuatan musuh, menyerangnya satu-persatu, dan melebarkan area pertahanan hanyalah langkah-langkah untuk mencapai tujuan utamanya. Tujuan utama yang membuat Amelie dengan percaya diri bilang kalau mereka tidak perlu memungut apapun dari pasukan musuh yang dalam pertempuran kali ini.
Setelah meghembuskan nafas lega, beberapa orang mendekati Haruki dan memberikan laporan.
"Musuh sudah mundur sampai pinggir hutan."
"Barikade tambahan sudah didirikan, pemindahan barikade secara penuh kemungkinan akan selesai setelah matahari terbit."
"Camp musuh sudah berada di dalam garis pertahanan, divisi logistik akan memindahkan suppy musuh ke dalam benteng."
"Kerja bagus, tapi jangan berhenti waspada, sisir area pertahanan secara bergantian."
Setelah itu Haruki turun dari tempat pengawasan dan memberikan tanggung jawabnya pada anak buah Butsuma.
"Sekarang harusnya situasi sudah lima puluh-lima puluh."
Perbedaan jumlah musuh dengan pasukan koalisi tidak lagi sebesar sebelumnya, selain itu dengan supply musuh yang sebagian besarnya berhasil direbut, meski mereka mengajak perang atrisi pasukan Koalisi masih akan baik-baik saja selama setengah bulan.
Asalkan pasukan musuh tidak punya bala bantuan, pasukan koalisi bisa menang.
Dengan langkah berat dia meninggalkan arena pertempuran.
Haruki sudah diberikan ruangan baru, tapi kali ini dia tetap kembali ke ruangan lamanya meski teman sekamarnya sudah tidak ada. Yang dia harap, hanya karena dia dipindah ke tempat lain. Bukannya dunia lain.
Begitu berada di dalam kamarnya, dia memutuskan untuk duduk dan meluruskan kakinya. Dia melihat beberapa dokumen tapi kembali meletekannya ke atas meja, dia tidak bisa konsentrasi lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang lalu melihat ke langit-langit.
Sampai dia tertidur tanpa sadar.
Begitu dia membuka mata dia langsung mencium bau nikmat dari makanan hangat.
"Selamat pagi, apa tidurmu nyenyak?."
Dan begitu dia melihat ke samping kanannya dia melihat Amelie sedang menyiapkan sarapan di atas meja di depannya.
"Leherku sakit."
"Apa perlu kupijat?."
"Ti-tidak perlu."
"Kalau begitu bagaimana kalau kita sarapan dulu?."
"Um."
Dengan itu keduanyapan menyantap sarapannya dengan tenang. Haruki ingin agar Amelie tidak duduk di atas ranjangnya tapi dia tidak punya kesempatan untuk bicara dan berakhir memutuskan untuk membiarkannya saja.
Setelah keduanya selesai sarapan, akhirnya Haruki memulai pembicaraan.
"Bagaimana keadaannya?."
"Ada dua puluh prajurit yang tidak bisa diselamatkan, lima puluhan mungkin tidak bisa jadi prajurit lagi, yang mendapat luka ringan ada ratusan! Tapi keadaan di luar sudah agak tenang dan pasukan di garis depan sudah bisa bernafas lega! keputusanmu untuk menghentikan serangan adalah benar."
"Memperintah pasukan yang sedang lelah itu melelahkan, selain itu ada informasi tambahan darimu."
Haruki kembali diam, dan dia menyadarkan badannya ke kursi lalu menatap langit-langit dengan pandangan kosong.
"Apa kau tidak puas Haruki?."
"Sedikit, tapi daripada itu aku lebih merasa bersalah dan menyesal."
Amelie tidak bertanya kenapa.
"Jika aku bisa lebih hati-hati mungkin mereka tidak harus. . . . ."
Tanggung jawab yang dipikul Haruki itu besar, di bawah komandonya keselamatan semua orang yang ada di benteng digunakan sebagai alat untuk meraih kemenangan. Jika dia memberikan perintah yang salah seseorang bisa mati, jika dia tidak bisa menyampaikan perintahnya dengan benar seseorang akan terluka, dan meski semua berjalan sesuai rencananypun bukan berarti tidak ada orang yang sengaja dia jadikan korban agar dia bisa mendapatkan sebuah kemenangan kecil.
Jika semua yang mereka lakukan adalah tanggung jawab Haruki maka yang membuat mereka mati dan terluka bukan hanya musuh tapi juga Haruki.
Mungkin Haruki sudah punya banyak pengalaman, tapi dia tidak pernah bisa terbiasa menerima kabar buruk.
"Haruki, bersedih untuk yang sudah tidak ada memang perlu tapi bersukur untuk yang masih ada jauh lebih penting! jangan hanya berpikir tentang berapa yang sudah hilang tapi pikirkanlah yang masih terisa."
Brak.
"Kau sama sekali tidak paham!!!."
Haruki menggebrak meja di depannya dengan keras.
"Matinya banyak orang itu cuma statistik, tapi matinya satu orang itu tragedi."
Bagi dunia kau mungkin cuma satu orang, tapi mungkin saja bagi satu orang kau itu adalah dunia itu sendiri. Bisa saja mereka ditunggu di rumah, bisa saja mereka punya tanggung jawab terhadap orang lain, bisa saja mereka itu sangat penting untuk seseorang.
"Ahahah. . . maaf. ."
Amelie mengumpulkan gelas dan tempat makan yang mereka gunakan lalu meletakannya di tempat lain.
"Aku memang tidak paham. . bagaimanapun pengalaman kita berbeda, tapi meski begitu aku ingin paham."
Amelie tahu kalau Haruki punya banyak tanggung jawab. Dan Amelie juga tahu kalau dia sendiri mampu melakukan semua hal. Tapi bukan hanya karena dia bisa melakukan semua dia harus melakukan semuannya sendiri.
Meski kau bisa melakukan apapun, kau tidak akan bisa melakukan semua hal yang kau inginkan sendirian saja.
"Karena itulah aku ingin tahu, ingin paham dan ingin bisa membantu, meski misalkan aku tidak bisa membantu aku masih bisa mencari orang yang mampu membantu."
Amelie tidak mau kehilangan ketenangannya dan berbicara pada Haruki dengan nada seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya yang sedang marah. Mendorong seseorang terlalu keras bukanlah hal yang baik, tapi tidak menarik orang yang kesusahan berjalan juga bukanlah hal yang bisa disebut bagus.
Di saat seperti ini yang diperlukan hanyalah memegang tangannya lalu mengajaknya berjalan bersama. Itulah yang Amelie coba lakukan.
"Kena. . . kenapa kau masih sepeduli ini padaku? kau tahu kalau aku sudah menipumu selama ini kan?."
"Menipu?."
"Aku yakin kau sudah tahu tentangku."
"Maksudmu rahasia tentang kau ini sebenarnya anggota pasukan elit? kau tidak lulus karena menungguku lulus? kau yang sengaja bertingkah bodoh meski sebenarnya pintar? atau kau yang ditugaskan untuk selalu mengawasiku dari dekat? jadi yang mana?."
Haruki mengalihkan pandangannya dari Amelie. Tanpa Haruki mengatakannyapun jawabannya sudah jelas. Jawabannya, adalah semuanya. Jika lawan bicaranya bukan Amelie, semua rahasia yang dia coba sembunyikan itu mungkin tidak akan terbongkar. Tapi Amelie bukanlah orang bodoh, saat dia mencoba menguak strategi Haruki dia menemukan beberapa potongan puzzle yang tidak akan bisa dimasukan kalau Haruki hanya sekedar prajurit kelas bawah.
"Kau tadi bertanya kenapa aku masih mempedulikanmu? bagaimana kalau aku bertanya balik? misalkan kau tidak diberi perintah apakah kau akan berhenti mempedulikanku?."
"Tentu saja tidak!."
". . ."
Amelie sempat kaget dengan jawaban itu, dia bahkan sudah menyiapkan mentalnya kalau Haruki memberikan jawaban ragu-ragu atau malah tidak mau menjawabnya. Memang benar kalau saat kecil mereka sangat dekat, bersama dengan Erwin ketiganya bahkan sudah dianggap satu paket oleh semua orang di teritorinya karena saking dekatnya.
Tapi semua itu hanyalah kenangan saat mereka masih kecil dan tentu saja begitu mereka jadi lebih dewasa situasi di sekitar mereka jadi berubah dan memaksa mereka untuk ikut berubah. Selain itu kebersamaan Haruki juga hanya berlangsung selama dua tahun, dan sebab Haruki juga bukan penduduk Amteric dia sama sekali tidak punya kewajiban apapun terhadap keluarga kerajaan yang membuatnya perlu setia pada Amelia.
"Kalau begitu masalahnya sangat sederhana! jika kau mempedulikanku maka aku akan mempedulikanmu dan jika kau tidak meninggalkanku maka aku juga tidak akan pernah meninggalkanmu. . hehe. . ."
Datang ke kamar Haruki bukanlah sebuah keputusan mudah yang bisa langsung Amelie ambil dan lakukan. Ketika pertama kali sadar kalau Haruki sudah menyembunyikan banyak hal darinya dia juga merasa kesal. Jika keadaan tidak memaksa rahasia itu mungkin akan terus diajaga entah sampai kapan.
Tapi begitu dia selesai melampiaskan kemarahannya pada bantal-bantal di kamarnya, dia berhasil menenangkan diri.
Lalu begitu dia mengingat dan memikirkan kembali ke belakang dia sadar kalau kebohongan Haruki sama sekali tidak pernah berakibat buruk padanya. Dan malah sebaliknya. Di dunia ini ada banyak hal yang lebih baik tidak diketahui, dan mungkin saja jika dia dari awal sudah tahu situasi di balik semua tindakan Haruki bisa saja dia malah jadi akan ada dalam bahaya.
Kemudian. Entah itu karena perintah, entah itu karena ingin menghabiskan waktunya, atau entah itu karena Haruki merasa punya tanggung jawab terhadap Amelie. Ketika dia punya masalah orang yang selalu datang pertama adalah Haruki, orang yang menghiburnya saat dia merasa down adalah Haruki, dan orang yang selalu menemaninya saat dia tidak punya teman adalah Haruki.
Amelie mendapatkan lebih dari apa yang sudah diambil darinya.
Adalah apa yang dirasakan gadis kecil itu.
"Ah tapi tolong jangan sombong di depanku! di beberapa pelajaran kau memang kesulitan dan membutuhkan bantuanku untuk bisa lulus ujian! selain itu aku bersyukur kalau Haruki yang dulu ternyata masih belum hilang."
"Tapi. . semua pondasi dari hubungan kita selama ini hanyalah sekedar kebohonga. . . ."
"Hubungan apa yang sedang kau bicarakan Haruki!!!. . ."
". . ."
"Haruki!! lihat ke sini!!. . ."
Haruki adalah prajurit dengan level elit, dia punya banyak pengalaman, dia terbiasa dengan suasana menekan, dan tentu saja dia adalah orang yang patuh dengan peraturan dan perintah dari atasanya. Dia bukan tipe orang yang akan ragu dan jadi takut saat disuruh untuk menghadapi musuh yang dalam hal apapun lebih kuat darinya.
Karena memang itulah tugasnya. Membalikan situasi.
". . ."
Tapi kali ini dia tidak berani menatap langsung ke mata Amelie. Dia merasa kalau sekarang dia menghadapi Amelie dia akan kalah telak. Bukan dalam konteks adu argumen mereka yang biasanya, tapi sesuatu yang lain.
"Lihat aku Haruki!!."
Haruki berdiri lalu memegang dengar erat kedua pundak Haruki lalu memutar tubuh pemuda itu agar menghadap ke arahnya, setelah itu dia mendengatkan wajahnya dan menabrakan keningnya pada kening Haruki agar pemuda itu tidak bisa kabur.
"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tentangku! aku tidak tahu apa anggapanmu tentang kita selama ini! aku tidak tahu bagaimana perasaanmu tentang tugasmu! yang kutahu adalah.. . . . .
Aku!!
Tidak!
Peduli!
Dengan!!
Semua! itu!!
"Dengarkan aku baik-baik!!. . aku jujur saat bilang ingin membantumu! aku serius saat ingin berguna untukmu! dan aku tidak main-main saat aku bilang tidak ingin meninggalkanmu!! lalu ingat juga ini!! waktu yang kuhabiskan untuk mengejarmu sama sekali tidak sia-sia dan waktu yang kuhabiskan denganmu itu menyenangkan! apa kau pahaaaam!!!.. . . ."
Haruki yang melihat langsung ke mata Amelie akhirnya merasakan ada sesuatu yang putus di kepalanya. Dia merasa kalau dadanya baru saja ditusuk oleh sesuatu yang menyakitkan tapi juga manis. Dia memegang dadanya dengan erat, hanya tindakan itu sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap pikirannya.
". . . . . Sekarang kau benar-benar sudah melakukannya. . ."
Kali ini Haruki yang berdiri lalu memegang dengan Kuat pundak Amelie. Dengan muka bingung Amelie melihat ke wajah Haruki, tapi sebelum dia berhasil melakukannya tubuh gadis kecil itu terdorong ke belakang dan terjatuh ke atas kasur yang ada di belakangnya.
"Aku harus mengehentikan semua ini sebelum aku tidak bisa kembali lagi!!!."
"Haruki. . . ?"
Secepat kilat, Haruki ikut Naik ke atas kasur. Kedua tangannya kali ini dia gunakan untuk memegang kedua pergelangan tangan Amelie dan menahannya agar tidak bisa digerakan, setelah itu pemuda itu menempatkan lututnya di selangkangan Amelie.
"Dari tadi kau terus bilang membantu, membantu, membantu!! bagaimana kalau kau mulai membantuku sekarang!!?? membantuku melepaskan rasa stressku!!."
". . ."
"Kau paham yang kumaksud kan? apa aku perlu mengatakannya secara langsung?."
Sebelum Haruki benar-benar tidak bisa menahan dirinya sendiri dia harus memaksa seseorang agar menyuruhnya berhenti. Dan untuk melakukannya dia tidak peduli meski pada akhirnya dia harus dibenci sebagai akibatnya.
"Ame. . . ."
Hanya saja gadis kecil yang ada di bawahnya tidak melawan, tidak berteriak dan tidak meminta Haruki untuk berhenti. Tapi semua hal itu tidak Amelie lakukan bukan karena dia sudah menyerah setelah kalah adu fisik dengan Haruki. Malah sebaliknya.
"Kau benar-benar keras kepala!. ."
Pesan yang Amelie sampaikan sangat jelas. Seperti yang sudah dia katakan sebelumnya, jika kau peduli padaku maka aku akan mempedulikanmu dan jika kau tidak meninggalkanku aku juga tidak akan meninggalkanmu. Dengan kata lain, Amelie percaya kalau Haruki punya kepedulian yang lebih dari cukup untuk membuatnya tidak akan menyakitinya.
Melihat kekeraskepalaan Amelie, Haruki memutuskan untuk maju lebih jauh. Dia menurunkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Amelie. Dengan hal itu, Amelie yang sedari tadi menatapnya secara langsung memutuskan untuk menutup matanya dengan erat. Dengan sangat erat sambil mengepalkan tangannya.
Haruki ingin terus maju, tapi di saat hidungnya hampir menyentuh hidung kecil Amelie dia berhenti.
Dari matanya yang tertutup rapat, ada linangan air mata yang mengalir, jika gadis itu membuka matanya Haruki yakin dia akan bisa melihatnya matanya yang sudah basah. Selain itu dia juga melihat usaha keras Amelie untuk mengunci bibir mungilnya agar tidak mengeluarkan suara tangis. Kemudian yang terakhir, dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat Amelie mencoba menghentikan tubuhnya yang bergetar.
". . . . . . ."
Bodoh!.
Meskipun selalu bertingkah dewasa, Amelie tetaplah seorang anak kecil. Meskipun dia itu pintar, tapi tetap saja dia masih mengandalkan perasaan saat memutuskan untuk mendatanginya. Lalu, meskipun dia keras kepala tapi tidak mungkin dia tidak merasa takut.
Dia merasa takut, tapi dia menahan dirinya. Dan dia menahan rasa takutnya itu hanya untuk Haruki.
"Sudah cukup Amelie."
Haruki melepaskan pegangan tangannya lalu berdiri dan menjauhi Amelie.
Untuk suatu alasan membayangkan wajah ketakutan Amelie saat melihatnya membuat Haruki merasa lemah. Dia merasa takut. Cukup takut untuk membuat akal sehatnya kembali lagi.
"Lebih baik kau keluar Amelie, kurasa kita sudah tidak mungkin bisa bicara dengan normal sekarang."
Tapi dia tidak meminta maaf.
Amelie kembali duduk dan mengusap air matanya sedangkan Haruki kembali duduk dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
"Dengarkan aku Amelie, aku tidak tahu apa yang membuatmu bisa sepercaya itu padaku, tapi jika kau ingin membalas budi karena aku dulu pernah membantumu dulu, kau sudah melakukannya lebih dari cukup! dan biar kuberitahu juga sesuatu! aku tidak suka tuan putri yang menangis."
Dalam dongeng, air mata seorang tuan putri adalah sebuah kutukan. Dengan hanya menangis dia bisa membuat seorang kesatria mau mengorbankan nyawanya hanya untuk membuat si tuan putri berhenti menangis. Dan Haruki tidak menyukainya.
Air mata itu tidak lebih berharga dari nyawa seseorang. Lalu, kebodohan si kesatria membuat seakan nyawanya sendiri tidak punya harga. Penghargaan dan nama tidak akan ada gunanya saat kau sudah mati.
"Aku harap kau bisa mengerti."
"Um.."
Amelie mengangguk dan mengambil peralatan makan mereka lalu berjalan menuju pintu. Tapi sebelum keluar dia kembali berbalik dan bilang.
"Hari ini aku akan pulang, tapi itu tidak ada hubungannya dengan semua ini."
"Aku tahu itu."
Haruki paham betul kalau baginya, ibunya adalah orang paling penting di dunia bagi gadis kecil itu. Oleh karena itulah dia harus kembali untuk membantunya yang sedang terkena masalah.
"Lalu. . terima kasih sudah membukakan jalan."
". . . ."
Haruki memasang muka sebal. Sekali lagi, salah satu rencananya sudah dibongkar oleh Amelie.
Tujuan dari memperlebar garis pertahanan bukanlah hanya untuk mengambil supply pasukan musuh saja, tapi juga untuk mendorong musuh lebih jauh. Dan sebab di salah satu tempat ada sebuah bebatuan tinggi tidak mungkin pasukan musuh bisa mundur ke sana.
Dengan kata lain, Haruki sengaja membuat area kosong agar bisa Amelie lewati dengan aman.
Dengan begitu, Amelie memulai persiapannya untuk kembali ke rumahnya. Dan Haruki, memulai persiapannya untuk menyelesaikan tugas barunya.
Memenangkan perang.