1
Daerah di mana Yamato berada adalah tempat dengan iklim tropis. Di sana tidak ada yang namanya musim dingin, semi, panas ataupun gugur. Yang ada hanya musim hujan dan musim panas. Musim di mana kau harus basah-basahan dan musim di mana kau harus berebut mencari sesuatu yang basah.
Tapi meski sekarang harusnya sedang musim panas, Haruki tidak kesulitan menemukan sesuatu yang basah. Sebab dia sedang basah kuyup oleh air asin yang rasanya tidak enak di kulit. Meski hanya kepalanya saja.
"Apa-apaan kau Amelie!!!!."
Begitu Haruki sadar, Amelie sedang berdiri di samping tubuhnya yang berada di lantai sambil membawa gayung yang sudah tidak ada lagi isinya.
"Harusnya aku yang bilang begitu!!! kenapa kau tidak ikut upacara keberangkatan!!?."
"Kenapa kau menanyakan hal bodoh semacam itu? tentu saja karena aku tidak mau! memangnya orang bodoh mana mau berdiri selama satu setengah jam di bawah terik sinar matahari yang panasnya minta ampun! ini?."
"Orang bodoh yang terpaksa jadi teman seangkatan orang bodoh sepertimu!!."
"Amelie. . . jika kau ingin membangunkanku kau cukup membangunkanku dengan cara normal, tidak perlu menyiramku seperti itu! bagaimana kalau pakaianku basah."
"Pakaianmu tidak akan basah!."
Karena bahkan Haruki tidak mengenakan apapun kecuali celana pendek. Jika dia mengenakan pakaian lengkap tentu saja Amelie juga tidak akan menyiram pemuda itu melainkan memukul kepalanya. Dia menyiram pemuda itu sebab dia punya tujuan tambahan, selain membangunkan Haruki dari tidur tindakannya tadi juga ditujukan untuk memotong jalur kabur Haruki.
"Kau itu bangunnya lama! selain itu jika tidak kubuat basah kau akan punya banyak alasan untuk tidak mau berganti dan ikut kegiatan selanjutnya."
Harusnya hari ini adalah hari penting untuk Haruki dan semua murid yang seangkatan dengannya. Tapi bagi Haruki semua hari itu sama pentingnya dengan hari-hari lain, yang artinya hari itu juga sama tidak pentingnya dengan hari-hari lain. Hari inipun dia tidak punya rencana untuk melakukan apapun kecuali malas-malasan di bawah bayangan kotak-kotak barang yang ada di sekitarnya.
"Setelah upacara selesai akan ada acara makan bersama di dalam kapal, ini satu-satunya kesempatanmu untuk bisa makan enak dengan gratis."
Biasanya Haruki selalu tertarik dengan kata gratis, tapi kali ini kata itu tidak mampu membuat perasaan Haruki jadi lebih baik. Alasan pertamanya adalah karena sekarang dia sedang berada di atas kapal yang bergoyang-goyang sambil bergerak ke tempat yang tidak disukainya. Lalu alasan kedua, dia tidak ingin bertemu dengan orang-orang yang berada di atasnya. Terutama teman-teman sekelasnya.
Bagi mereka melakukan perjalanan dan menuju tempat ujian praktek di pulau utama Amteric adalah hal yang baru. Tapi bagi Haruki hal itu adalah pengalaman ketiganya sehingga dia sudah merasa bosan.
Melakukan ujian prakteknya di sana sudah tidak lagi membuatnya merasa tertantang, seluruh seluk beluk tempat itu sudah dia hafal seperti halaman belakang sempit rumahnya sendiri. Dan dari hasil pengmatannya selama enam bulan, dia juga tidak menemukan ada murid yang menjanjikan kemampuannya.
Hanya saja alasan utamanya punya mood yang buruk adalah, mereka kesana bukan hanya untuk melakukan test.
Haruki memang belum pernah lulus dan nilai akademiknya sama sekali tidak bisa dibanggakan. Tapi ada satu hal yang dia punya tapi orang lain tidak miliki. Pengalaman yang melimpah.
Seperti tahun sebelumnya, Haruki berharap berakhir hanya menjadi penonton. Tapi harapannya tidak akan mungkin terkabul sebab tahun ada Amelie. Dan karena gadis itu juga, tahun ini Haruki harus mengikuti semua kegiatan yang dijadwalkan para guru. Meski dia sudah membolos satu agenda.
Agenda-agenda itu termasuk acara makan bersama di hall utama kapal. Belum kesanapun Haruki sudah tahu reaksi macam apa yang akan dia dapatkan ketika dia menampakan diri di acara itu. Tapi dia harus tetap datang sebab jika dia tidak ikut kemungkinan besar Amelie akan jadi bulan-bulanan orang di sekitarnya.
Setelah sekali lagi diberikan tatapan tidak ramah oleh Amelie , akhirnya Haruki pergi ke ruangannya sendiri dan mencuci mukanya lalu berganti baju. Kemudian, diapun pergi ke hall utama di mana ada banyak teman-teman sekelasnya yang sedang ngobrol maupun makan bersama dengan grupnya masing-masing.
Semuanya kecuali satu orang. Seorang gadis kecil yang kelihatan berada di tempat yang salah dan dan jadi mirip anak hilang yang terpisah dari orang tuanya. Begitu Haruki ingin mendekati gadis itu, seseorang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Tidak ikut upacara, tidak membantu persiapan, dan dan tidak mendengarkan ketua grup tapi muncul di acara makan tanpa muka bersalah, kau benar-benar tidak tahu malu!!."
Yang menghadang perjalannya adalah ketua grup kelompoknya. Yuudai Yuu.
Murid tahun akhir yang harus mengikuti ujian lapangan jumlahnya hampir mencapai satu batalion. Karena jumlah yang sangat banyak itu, tidak semua murid bisa langsung ikut melaksanakan ujian. Oleh sebab itulah ujian lapangan dilakukan secara bergilir setelah murid dibagi menjadi empat kompi.
Empat kompi murid itu dibagi lagi menjadi 10 platon yang terdiri antara empat sampai lima puluh murid. Dan salah satu pemimpin pelaton itu adalah Yuudai Yuu. Seorang murid yang jika kemampuan fisiknya sedikit dialihkan untuk digunakan otaknya maka dia akan langsung jadi murid dengan rengking tertinggi.
"Ooo. . . ternyata seorang bangsawan yang katanya punya tugas untuk jadi adil dan melindungi ternyata hanya orang pelit."
Yuudai menatap Haruki dengan pandangan marah.
"Maksudmu!!!?."
"Kau melarangku ikut makan hanya karena masalah pribadi, kurasa mementingkan urusan pribadi di tempat umum itu bukan sesuatu yang baik."
"Aku mencegatmu bukan karena urusan pribadi! tapi aku ingin memberimu hukuman karena kau sudah tidak mematuhi peraturan."
"Peraturan yang mana? peraturan mana yang membuatku tidak boleh makan?."
Yang Yuudai maksud dengan melanggar peraturan adalah tindakan Haruki yang tidak mengikuti kegiatan dalam agenda sekolah. Dan tidak mengijinkan Haruki menyentuh makanan yang ada di tempat itu adalah bentuk hukumannya terhadap Haruki.
Hanya saja makanan yang disiapkan di kapal adalah untuk murid, staff kapal, dan juga guru. Dengan kata lain semua orang boleh datang dan menikmatinya. Lalu, jika syarat untuk bisa menikmati hidangan yang disediakan adalah seseorang harus mengikuti agenda sekolah. Maka orang yang tidak bisa makan jumlahnya akan sangat banyak.
"Jangan berputar-putar!!! kau mau bilang apa?."
Haruki tersenyum pada Yuudai.
"Kau memang punya hak untuk menghukumku, tapi kau tidak punya hak untuk melarangku makan!."
Sebab orang-orang yang ada di atas memutuskan kalau semua orang boleh menikmati hidangan yang disediakan. Itu berarti jika Yuudai melarang Haruki untuk ikut makan dia sudah melawan perintah orang yang ada di atasnya. Dengan kata lain, untuk menghukum Haruki, Yuudai perlu melanggar sebuah peraturan.
"Murid tauladan sepertimu tidak akan melanggar peraturan kan? apalagi kalau alasannya adalah masalah pribadi."
Yuudai tidak akan melanggar peraturan, tapi bukan karena dia adalah seorang murid tauladan melainkan karena nama yang disandangnya. Keluarganya adalah salah satu bangsawan besar di di Yamato, jadi setiap gerak-gariknya selalu jadi bahan perhatian. Jika dia melakukan sesuatu yang bisa membuatnya dipandang buruk, kritikan tidak akan hanya diarahkan padanya tapi juga pada keluarganya.
Yuudai mengepalkan telapak tangannya dengan erat. Dia sedang menahan diri untuk tidak langsung memukul wajah Haruki. Meski awalanya keinginan untuk menghukum Haruki memang murni karena pemuda itu melanggar peraturan, sekarang Yuudai jadi benar-benar punya keinginan untuk menghukum pemuda itu karena masalah pribadinya.
"Berhenti membullyinya!!!."
"Ack. . ."
Karena terlalu fokus pada masing-masing lawan bicara, Yuudai dan Haruki tidak sadar kalau Amelie sudah mendekat. Gadis kecil itu mendekati Haruki lalu memukul pinggangnya dengan lumayan keras.
"Siapa yang sedang membully siapa Amelie? dilihat darimanapun Yuudailah yang sedang membullyku!."
"Maaf tapi pembelaanmu tidak mempan di hadapanku."
Mungkin orang lain melihat kalau Yuudai sedang memanfaatkan kekuasaannya untuk memberikan hukuman pada Haruki dan pemuda itu hanya sedang berusaha membela diri agar tetap diijinkan untuk makan di sana. Tapi sebenarnya, Haruki sedang mempermainkan Yuudai dengan argumennya karena tahu kalau gadis itu lemah kalau sudah diajak bicara masalah tugas, peraturan, dan tanggung jawab.
Yang sebenarnya terpojok adalah Yuudai.
Tentu saja argumen Haruki punya banyak kekurangan, tapi dia berhasil mengalihkan perhatian gadis di depannya dengan memberikan provokasi untuk menutupi flaw itu.
Amelie langsung menghadapi Yuudai dan menyuruh Haruki untuk minta maaf. Haruki sempat melawan dan tidak ingin melakukannya. Tapi pada akhirnya Haruki menyerah dan meminta maaf pada Yuudai dengan setengah hati. Persis seperti anak kecil yang dimarahi Ibunya karena nakal pada anak lain.
Hal itu sepat membuat semua orang benar-benar sedang penasaran sebenarnya siapa yang lebih tua di antara mereka berdua.
Bagi orang yang belum akrab dengan keduanya, pemandangan seorang anak kecil memarahi seorang pemuda yang jauh lebih tua darinya adalah sesuatu yang aneh. Tapi semua teman sekelas Haruki sudah terbiasa dengan hal itu sehingga ketika semua orang melihatnya, yang mereka pikirkan hanyalah 'Haruki kena omel lagi', 'Amelie marah lagi', atau 'mereka berdua mulai lagi."
"Aku tidak butuh permintaan maafnya, dan apa yang dia katakan memang benar jadi aku akan menghukumnya dengan cara lain."
Haruki mengangkat tangannya setinggi dadanya.
"Ah. . . tapi saat kita semua sampai anggota platon akan diacak lagi dan susunanya akan berbeda dengan yang digunakana untuk latihan di sekolah, jadi tolong menyerah saja."
Ada kemungkinan Haruki akan pindah platoon, dan saat Haruki berpindah platoon pemimpin di atasnyapun akan berganti. Sehingga Yuudai bisa kehilangan haknya untuk menghukum Haruki.
"Gnnnnnn. . . ."
Yuudai menatap Haruki dengan tajam tapi dia tidak berani melakukan apa-apa sebab memberikan hukuman fisik secara langsung akan membuatnya kelihatan barbar. Kemudian, di saat dia sudah benar-benar ingin menyerah menghukum Haruki, tiba-tiba Amelie yang berdiri di antara mereka berdua mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi agar bisa mendapatkan perhatian gadis di depannya itu.
"Kau masih bisa menghukumnya."
Haruki yang dari tadi kelihatan tenang tiba-tiba langsung panik. Dari tadi dia bisa memojokan Yuudai dan mampu menghindari hukumannya, tapi hal itu bisa dia lakukan bukan karena argumennya absolut melainkan karena lawan bicaranya tidak bisa menemukan lubang dalam argumennya.
"Amelie!!! kau, kau tidak akan menusukku dari belakang kan?."
Tapi jika yang dibicarakan adalah Amelie masalahnya jadi lain, gadis kecil itu bisa menemukan kelemahan argumen Haruki dengan sekali coba.
"Tentu saja tidak."
"Huuu. . ."
Haruki menarik nafas lega.
"Meski kau tidak bisa menghalanginya makan kau masih bisa menghukum Haruki!!."
"Amelieiiiiii!!!!."
Teriakan Haruki tidak Amelie pedulikan. Dia tidak akan menusuk Haruki dari belakang, tapi meski begitu dia tidak akan diam saja sebab dia sendiri merasa kalau Haruki perlu dihukum. Tusukan yang sudah dia hindari dengan hati-hati malah datang dari depan.
"Kau bisa membatasi apa yang bisa Haruki makan, dengan begitu kau bisa menghukumya tanpa melanggar perintah."
Sebelum platon mereka diacak kembali, Yuudai bisa memberikan Hukuman pada Haruki sekarang juga.
"Gah. . "
Haruki langsung berlutut begitu melihat ekspresi Yuudai yang langsung merekah setelah mendengar apa yang Amelie katakan tadi. Sekarang Yuudai yang balas tersenyum, dan senyumnya sama sekali tidak kelihatan cerah. Tapi malah gelap dan menakutkan.
"Harukiii!!!! sampai kita semua berada di pelabuhan kau harus makan tiga kali sehari! hanya dengan sambal dan minum air!!!!."
Hukuman itu lebih berat daripada tidak boleh makan.
"Kalau begitu, nikmati hidanganmu Haruki!!."
Yuudai menepuk pundak Haruki lalu meninggalkan keduanya. Tanpa membuang waktu gadis itu langsung menyuruh semua orang untuk mengawasi Haruki agar pemuda itu tidak makan yang lain secara sembunyi-sembunyi.
Haruki ingin segera protes pada Amelie sebagai orang yang sudah menjadi penyebab keadaan menyedihkannya itu. Tapi begitu dia dia melihat Amelie yang bengong sambil melihat ke arah Yuudai, Haruki memutuskan untuk menunda komplainnya dan menggantinya dengan sebuah pertanyaan.
"Kenapa kau?."
"Apa dia membenciku?."
"Siapa, Yuudai?."
Amelie mengangguk.
Meski Amelie secara aktif melakukan kontak dengan Yuudai lewat pembicaraan dan kontak mata bahkan bahasa tubuh secara agresif. Tapi gadis itu tidak memberikan respon pada Amelie dan hanya memberikan perhatiannya pada Haruki. Yuudai bertingkah seperti Amelie tidak sedang berada di depannya dan hanya berbicara dengan Haruki saja.
"Tenang saja, dia tidak membencimu."
"Tapi dia tidak menyukaiku, kan?."
"Kau tahu kalau aku sedang mencoba menghiburmu kan? jadi jangan membaca maksud di balik kalimat yang kukatakan, lagipula keadaan kita itu tidak jauh beda."
Yuudai tidak secara frontal membenci Amelie, tapi jika ditanya bagaimana perasaannya tentang keberadaan Amelie di sampingnya. Dia akan menjawab kalau dia tidak menyukainya. Hanya saja sebab dia punya tugas sebagai pemimpin Amelie dalam platonya, dia tidak bisa menjauhinya sebab gadis kecil itu adalah tanggung jawabnya.
Meski tidak secara terbuka mengatakannya, tapi Yuudai juga adalah salah satu murid yang masih punya rasa tidak suka besar terhadap Amelie. Dia tahu kalau Amelie tidak ada hubungannya dengan gugurnya saudara laki-laki dan pamannya dalam perang lima tahun yang lalu. Tapi meski begitu, dia tidak bisa berhenti tidak menyukai gadis kecil itu karena dia adalah anak dari raja dari negara yang sangat Yuudai benci.
"Jangan terlalu dipikirkan, tidak disukai seseorang itu sama sekali tidak buruk!."
Yang buruk adalah dibenci seseorang. Jika benci adalah hal aktif, maka ketidaksukaan adalah hal pasif. Dengan kata lain, tidak disukai tidaklah seburuk dibenci seseorang. Meski keduanya sama-sama bukan sesuatu yang mengenakan untuk diterima.
Haruki tidak ingin melanjutkan topik tadi dan memaksa untuk mengganti topik. Dan topik yang dia langsung bawa adalah keadaannya sekarang.
"Daripada itu!! kurasa ada yang harus penting untuk dipikirkan."
Haruki menundukan badannya untuk menyamakan tinggi kepalanya dengan Amelie yang berada di depannya.
"Apa?."
"Tentu saja nasibku!!!."
"Kenapa aku harus memikirkan hal tidak berguna semacam itu!!!?."
"Jangan menganggap nasibku tidak penting!!."
"Eh? kenapa! bukannya nasibmu memang tidak penting."
"Dengarkan aku Amelie, apa yang kau anggap sampah bisa saja harta karun untuk orang lain."
"Dengarkan aku juga Haruki, apa yang kau anggap harta karun bisa saja cuma sampah untuk orang lain."
Pada akhirnya, mereka berdua kembali melakukan apa yang mereka biasa lakukan. Berdebat tentang hal tidak berguna, adu argumen dan saling melempar logika tentang topik yang sama tidak pentingnya, kemudian saling hina dengan muka bahagia.
Mereka berdua kelihatan seperti sedang bertengkar, tapi pertengkaran mereka sama levelnya dengan dua anak kucing kecil yang saling cakar dan gigit. Pertengkaran mereka hanyalah salah satu cara untuk menunjukan seberapa dekat hubungan di antara mereka berdua.
Dan gara-gara hal itu, mood di antara mereka berdua membuat siapapun jadi susah untuk ikut masuk dalam pembicaraan ataupun mendekati keduanya. Menjadikan acara makan bersama yang sebenarnya ditujukan agar semua murid bisa saling berinteraksi berakhir dengan semua orang mencoba menghindari Haruki dan Amelie.
Tanpa Amelie sadari.
Setelah hampir setengah jam berada di ruang makan, Amelie memutuskan untuk keluar dari tempat itu menuju dek samping kiri kapal yang hampir tidak ada orangnya sambil menarik Haruki untuk ikut bersamanya.
Meski Amelie yang memberikan usul hukuman Haruki, tapi dia masih merasa agak tidak enak makan sendiri di depan orang yang tidak diijinkan untuk makan apapun kecuali sambal. Oleh karena itu dia memutuskan untuk berhenti makan dan keluar dari ruangan.
Begitu sampai deck kapal, dia mengeluarkan sebuah kantung kecil yang berisi makanan. Dan begitu Haruki melihatnya, pemuda itu langsung mengerenyitkan dahinya sebab merasa kalau Amelie cuma ingin pamer di depannya.
Hanya saja.
"Jangan melihatku dengan tatapan seperti itu! ummm."
Amelie mengulurkan sebuah biskuit yang ada di tangannya ke mulut Haruki.
"Settingnya adalah Haruki memakan makanan yang diambil oleh Amelie saat dia tidak tahu."
"Setting macam apa itu? kenapa aku jadi pencuri?."
"Jangan banyak bicara dan makan saja."
Haruki sedang dihukum dan tidak diijinkan memakan makanan lain kecuali yang sudah ditentukan. Tapi hal itu hanya berlaku untuk makanan yang disediakan oleh sekolah di kapal. Dengan kata lain dia bisa memakan apapun yang tidak diberikan sekolah.
"Aku tidak tahu kalau kau selicik ini."
Di tengah laut tentu saja tidak ada penjual makanan, dan meski adapun Haruki tidak punya uang untuk membeli apapun. Tapi, di tangan Amelie ada makanan. Dan begitu Amelie mengambilnya dari meja, maka biskuit yang dia bawah sudah langsung jadi miliknya. Yang berarti, makanan itu adalah hak pribadinya dan bukan lagi tanggung jawab sekolah.
Apapun yang ingin dia lakukan pada makanan itu adalah urusannya sendiri.
"Jadi kau mau atau tidak?."
"Tentu saja."
"Aaaaa. . . ."
"Apa. . .?"
"Aaa. . ."
"Apa?."
"Buka mulutmu."
"Tidak-tidak, aku bisa makan sendiri."
"Aku sudah bilang kalau settingnya adalah kau mengambil mekanan yang ingin kumakan kan?."
"Jadi yang tadi itu kau serius?."
"Tentu saja."
"Di saat seperti ini harusnya kau bilang kalau kau sedang bercanda."
"Tapi aku sedang serius! dan tolong jangan terlalu banyak berpikir sebab di kapal ini selain aku kurasa tidak ada orang lain yang mau memberimu makan, bagaimana kalau aku berubah pikiran?"
Setelah teman-temannya di angkatannya yang sebenarnya sudah lulus beberapa tahun lalu, bisa dibilang sekarang Haruki sudah tidak lagi memiliki seseorang yang bisa dia sebut teman baik. Dan satu-satunya orang yang bukan temannya tapi cukup baik untuk mau memberikannya makanan, saat ini jumlahnya hanya ada satu.
Amelie.
Jika Amelie tidak memberikannya makanan maka tidak akan ada yang memberinya makanan di kapal itu. Jika hanya disuruh menahan lapar Haruki bisa melakukannya, dia sudah sering tidak makan selama satu atau dua hari. Tapi masalahnya adalah, jadwal mereka di dalam kapal tidaklah selonggar itu sampai di bisa terus tidur di kamarnya.
Jika dia hanya sendiri, Haruki bisa dengan mudah membolos. Tapi sekarang dia harus terus bersama Amelie, dan sebab gadis itu tidak mungkin mau diajak membolos. Dia terpaksa harus mengikuti kegiatan yang diikuti oleh gadis kecil itu.
Dan untuk melakukan semua kegiatan itu dia membutuhkan energi, jadi dia tidak bisa seperti tahun-tahun sebelumnya. Menghindar dan tidak mengikuti ujian. Tentu saja Haruki tidak akan bisa apa-apa kalau dia tidak makan dulu dan menyimpan tenaga.
Persis seperti pepatah, seseorang tidak bisa berpergi perang dengan perut kosong.
"Aaaammm. . ."
"Anak baik. . ."
Dianggap anak kecil oleh seorang anak kecil sama sekali bukan perasaan yang mengenakan, tapi Haruki tidak punya pilihan lain kecuali menerima perlakuan itu. Lagipula, setiap hari dia juga sudah diperlakukan seperti anak kecil oleh Amelie.
"Hehe. . ."
Selain itu, senyum cerah yang dia dapatkan ketika menuruti perintah gadis kecil itu terlalu sayang untuk dilewatkan.
Haruki mulai khawatir kalau lama-lama dia akan mulai punya fetish aneh.
2
Ujian kelulusan sekolah militer Yamato terdiri dari dua jenis test. Yang pertama adalah test tertulis dan yang kedua adalah test praktek.
Test tertulis sendiri sudah diadakan dua minggu yang lalu, jadi selain mempersiapkan stamina yang dilakukan dengan cara beristirahat, harusnya tidak ada hal lain yang perlu dilakukan oleh semua murid.
Pengecualian untuk jadwal itu adalah orang-orang yang gagal di test kelulusan dan harus melakukan remidial dengan soal yang berbeda dengan ujian utamanya. Dan seseorang yang mengambil kelas tambahan meski sebenarnya dia tidak membutuhkannya, seperti Amelie.
Setelah menemani Amelia mengambil pelajaran tambahannya, Haruki segera pergi ke kamarnya untuk beristirahat dan menghemat tenaga. Mengingat jatah makannya sudah dipotong.
"Kalau tahu begini harusnya aku membawa pancingku."
Dengan begitu setidaknya Haruki bisa punya kegiatan lain untuk menghibur dirinya sendiri sambil mencari sumber makanan tambahan.
Ketika Haruki sudah memutuskan untuk segera tidur pintu kamarnya diketuk dan seseorang bilang. . . .
"Aku masuk. . . ."
Sebelum Haruki sempat menjawab, Amelie sudah masuk lalu duduk dan menganggap kalau kamar itu adalah kamarnya sendiri. Sama seperti yang sudah biasa dia lakukan sebelum-sebelumnya di rumah pemuda itu.
"Kenapa kau ke sini Amelie?. ."
Sambil mengerang Haruki bangun dari tempat tidurnya dan menghampiri tempat duduk Amelie lalu mencoba mengintimidasi gadis kecil itu. Dan tentu saja intimidasinya sama sekali tidak berfungsi.
Amelie menampar tangan Haruki yang digunakan untuk menunjuk wajahnya.
"Aku bosan di kamar jadi aku datang ke sini untuk mengajakmu main catur."
Kapal yang digunakan mereka adalah kapal militer yang sedikit diberi modifikasi agar jadi lebih luas supaya bisa menampung lebih banyak orang. Dan tentu saja, dalam kapal seperti ini tidak ada fasilitas entertaiment yang bisa dijejalkan di dalamnya.
Tidak seperti Haruki, pada dasarnya Amelie adalah orang yang tidak bisa diam. Dia langsung kebosanan begitu dia tidak bisa melakukan apa-apa dan dia tidak bisa berbaring di tempat tidurnya kalau dia tidak benar-benar ngantuk atau capek. Dia sempat mencoba membaca, tapi setelah test tertulis dan pelajaran tambahannya selesai entah kenapa keinginannya untuk membaca jadi kabur begitu saja.
Oleh sebab itulah, dia mengambil sebuah papan catur kecil dan membawanya ke kamar Haruki.
Di kapal itu ada sangat banyak orang yang bisa dipilih untuk diajak bermain, tapi Amelie sama sekali tidak bisa membayangkan ada yang mau menerima ajakannya kecuali Haruki. Oleh karena itulah tanpa ragu dia langsung menyebrang ke kamar Haruki yang tepat berada di samping kamarnya sendiri.
"Aku paham kenapa kau ingin mengajaku main catur, tapi kuharap kau tidak sembarangan masuk kamarku, jika kau memanggilku aku akan keluar untuk menemanimu bermain."
"Jika aku ingin bermain di luar aku tidak akan masuk!, di luar sangat dingin dan aku tidak mau kedinginan! selain itu kalau aku mengajakmu ke kamarku kau juga tidak pasti akan mau karena itulah aku harus berkompromi."
Cuaca di luar sedang tidak terlalu baik, meski ruangan-ruangan untuk siswa terlindungi dari air hujan tapi lorong-lorongnya yang tersambung langsung ke luar terasa sangat dingin karena angin bisa masuk dengan mudah. Membuat tempat itu jadi seperti lorong angin.
"Lagipula bukankah yang seperti ini sudah biasa? jika kau ingin komplain, komplainlah dari dulu!!! sekarang tata bidakmu."
Haruki menggeser meja kecilnya lalu menempatkan benda itu di antara kursi yang sedang Amelie duduki dan kasurnya. Setelah itu keduanya menata bidak caturnya dan permainanpun dimulai dengan Amelie menggerakan pion di depan ratu.
"Tolong ingat posisimu Amelie, kau masih ingat kalau pada dasarnya kau ini orang penting kan? jadi lebih berhati-hatilah saat bertindak di depan orang lain."
"Yang ada di sini cuma teman sekelas kita semua, kurasa tidak ada yang tidak tahu kalau aku punya tugas untuk mengurusmu."
"Maksudmu mengajariku kan?."
"Sama saja."
"Beda, beda jauh! terutama konotasinya."
"Konotasi apa?, aku tidak paham, aku kan anak kecil."
"Kadang aku iri padamu yang bisa bilang 'aku sudah dewasa' saat tidak mau diberikan perintah yang tidak mengenakan lalu bilang 'aku masih anak kecil' saat kau sedang terpojok."
"Aku paham apa yang kau khawatirkan tapi kau tidak perlu khawatir, dan entah kenapa aku yang ada di pikiranmu kedengaran sangat licik."
Amelie adalah bagian dari keluarga kerajaan sebuah negara, dan sebagai seorang anggota keluarga raja mendapatkan skandal adalah sebuah masalah. Tapi Amelie sendiri hanya seorang keluarga raja dalam nama saja, dia tidak punya kekuatan maupun kekuasaan dan juga harta melimpah. Selain itu posisinya sebagai anak ketujuh dan ibunya yang orang biasa membuatnya tidak mempunyai kesempatan untuk memperebutkan tahta.
Jadi meskipun dia terkena masalah, atau mendapat evaluasi buruk dari orang-orang dan juga digosipkan dengan topik yang jelek hal itu tidak akan ada pengaruhnya terhadap saudara-saudara dan ayahnya yang sekarang dia hanya anggap sebagai keluarga jauh.
Kemudian, orang-orang yang ada di sekitar mereka juga adalah orang yang sudah paham tentang hubungan spesial Amelie dan Haruki. Hubungan guru-murid, hubungan pelayan dan tuannya, hubungan anak kecil dan orang dewasa, hubungan antara dua orang murid yang tidak punya teman, dan hubungan anatara dua orang yang pikirannya susah ditebak.
Hubungan yang. . . . definisinya susah diberikan.
"Pada dasarnya orang-orang di sana bahkan menganggapku sama levelnya dengan krikil di jalan, ada tapi tidak pantas untuk diperhatikan."
Amelie sedang tidak mengeluh, dia hanya sedang menyampaikan kenyataan. Dia bahkan mengatakannya dengan begitu mudah seakan sedang bernafas saja sambil terus melanjutkan permainannya,
"Lagipula, aku juga tidak tertarik dengan hal semacam perebutan kekuasaan! yang kuingin lakukan hanyalah membahagiakan Ibuku dan hidup damai sampai mati karena tua! asalkan aku tidak dinikahkan dengan orang tua mesum sadis hanya untuk mendapatkan hartanya kurasa aku tidak akan banyak protes."
Yang dia inginkan adalah kehidupannya dan Ibunya dijamin, jika ayahnya bisa memberikan hal itu dia akan menuruti perintahnya tanpa banyak tanya.
". . . . . ."
Haruki melihat ke arah Amelie lalu menyodok pipi gadis kecil itu yang sedang berpikir dengan serius. Jari tangannya merasakan sensasi lembut dan kenyal yang nyaman sampai dia ingin meremas pipi gadis kecil itu, tapi dia menahan diri dan akhirnya bisa bicara.
"Menikah? anak kecil sepertimu tidak pantas membicarakan topik semacam itu? lagipula siapa yang mau menikah dengan perempuan yang dari atas sampai bawah badannya rata semua?"
"Hehe. . . benar juga."
Amelie tertawa dan tersenyum, tapi senyumnya kali ini tidak cerah.
Meski hanya dalam nama saja Amelie tetaplah seorang anggota keluarga kerajaan, dan sebagai orang dengan kelas atas dia punya kewajiban minimum yang harus tetap dia lakukan. Dan bagi seorang gadis sepertinya, peran yang paling umum untuk dia ambil adalah sebagai alat politik.
Keluarga kerajaan punya sedikit kebebasan untuk menentukan apa yang ingin dilakukannya, selain itu jika memang Amelie akan dijadikan alat politik waktunya bebas bisa dibilang sudah tidak lama lagi.
Di masa ini, anak perempuan menikah saat usianya lima belas tahun adalah hal yang lumrah. Itu berarti, dengan perhitungan optimis Amelie hanya masih memiliki waktu tiga tahun lagi untuk bisa bebas.
". . . ."
Haruki mengepalkan telapak tangannya yang ada di bawah meja.
Amelie memiliki banyak potensi, dan dia bisa melakukan jauh lebih banyak hal daripada sekedar jadi pajangan untuk dilihat dan dipamerkan. Tapi kemampuannya akan disia-siakan begitu saja oleh orang yang tidak tahu apa-apa tentangnya.
Haruki menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran tidak enak yang ada di otaknya. Setelah itu dia kembali menghadapi Amelie dan mencoba merefresh suasana yang sempat jadi lumayan berat.
"Apa kau sudah siap untuk menyerah Amelie?."
"Ha? menyerah? selama raja masih belum mati aku masih belum kalah! dan berhenti bicara padaku dengan nada sombong seperti itu!!!!!."
Amelie adalah seorang murid yang pintar. Dalam masalah akademik dia bahkan mengalahkan beberapa rekor-rekor yang dibuat Haruki sebelumnya saat dia masih jadi murid yang baik. Tapi meski begitu, kepintaranya untuk suatu alasan tidak pernah cukup untuk mengalahkan Haruki dalam catur.
"Apa kau butuh bantuan? ah? kalau iya bilang saja? aku akan memberikan petunjuk padamu."
"Sudah kubilang jangan bicara sombong seperti itu!!!!."
Sekarang Amelie sedang dalam keadaan terpojok, setengah pionya sudah tidak ada lagi dan sekarang salah satu kuda yang dia andalkan sebagai pusat rotasi serangannya sedang terkena tombakan.
Haruki menggunakan mentrinya untuk menyerang kuda milik Amelie yang posisinya sedang lurus secara diagonal dengan raja milik gadis itu.
Amelie tidak bisa menggerakan kudanya sebab di belakangnya ada raja yang akan mati kalau kuda berpindah. Tapi jika dia memindahkan raja maka kudanya akan dimakan secara gratis. Kemudian, dia bahkan tidak bisa menempatkan bidak apapun di yang bisa dia gunakan sebagai sarana counter attack.
"Sial."
Mau tidak mau Amelie harus merelakan kudanya dengan memindahkan rajanya dari jarak serang mentri milik Haruki.
"Kau tahu kenapa kau selalu kalah meski kau lebih pintar dariku dalam masalah akademik?"
". . ."
Haruki menggerakan ratunya ke dekat satu kuda Amelie yang masih tersisa. Tepat ke jarak serang kuda dari Amelie. Tapi. . . .
"Iiiiii. . . .."
Jauh di belakang sana ada benteng yang siap maju untuk bergerak ke arah raja yang tidak bisa bergerak maju atau mundur karena terkepung pasukannya sendiri dan hanya bisa bergerak secara horizontal.
Jadi meski Amelie menghabisi ratu milik Haruki pada akhirnya dia akan tetap kalah.
Pepatah yang tepat untuk menggambarkan keadaan Amelie adalah. . dia kalah dalam pertarungan, dan kalah juga dalam perang.
"Kesalahanmu adalah kau menganggap kalau catur itu game logika."
"Tapi catur memang game logika!!."
"Ck. .ck .. .ck salah, salah, salah."
"Catur itu adalah game strategi."
Jika catur adalah murni game logika maka catur tidak akan disamakan dengan simulasi perang.
"Kesalahan terbesarmu saat melawanku adalah kau selalu melakukan langkah terbaik."
Jika dua orang pemain memberikan langkah terbaiknya, kemungkinan pemain pertama akan menang jadi sangat tinggi. Jika seseorang selalu menggunakan langkah terbaiknya dia bisa menekan musuh dengan kekuatan seminimal mungkin. Tapi, jika seseorang selalu menggunakan langkah terbaiknya. Lawan bisa dengan mudah membaca apa yang akan dilakukan sebab asal kau bisa menebak apa yang akan dilakukan lawan kau mempersiapkan diri.
"Ughu. . . aku tidak mau mengakuinya tapi hal itu memang benar."
Catur adalah permainan strategi. Sama seperti perang. Dan dalam perang yang menentukan kemenangan atau kekalahan bukan hanya logika, tapi juga kemampuan membaca gerakan lawan, mengelabui lawan, dan juga keberuntungan lalu kebetulan.
Basis semua perang adalah penipuan.
Jika kau kuat kau harus kelihatan lemah, jika kau dekat kau harus kelihatan jauh, jika kau tahu kau harus kelihatan tidak tahu. Dan sebaliknya. Lalu. .
"Tidak semua jendral hebat mengandalkan logikanya."
Mereka punya insting yang tidak sesuai logika yang diasah di medan perang, dan kadang cukup dengan modal itu saja mereka bisa membalikan keadaan.
"Dan jangan lupa kalau ada banyak jendral bodoh yang bahkan tidak tahu situasi lalu memberikan perintah bodoh."
Pasukan yang paling ditakuti adalah pasukan yang hampir mati sebab mereka tidak takut mati lalu pasukan yang paling sulit dihadapi adalah pasukan yang bergerak tanpa logika. Seberapa keraspun kau berpikir, kau tidak akan bisa membaca pikiran orang yang bahkan tidak berpikir.
Kemudian. . .
"Rencana sebagus apapun bisa hancur saat dihadapkan dengan situasi tidak terduga."
Dalam permainannya, Haruki kadang akan menggunakan gerakan tidak berguna untuk memecah aliran permainan Amelie. Selain itu dia juga sering sengaja melakukan gerakan buruk untuk memancing Amelie keluar dari rencana awalnya sehingga ada bidak yang jadi terisolasi lalu dengan mudah dimangsa.
Dan tentu saja, sambil bermain Haruki juga terus melancarkan serangan psilkolgis agar Amelie kehilangan konsentrasi dan melakukan kesalahan sendiri atau membuat gadis kecil itu ragu lalu mengambil keputusan yang salah.
"Inilah yang namanya permainan strategi."
Strategi bukan hanya digunakan untuk memformulasikan rencana serangan yang tidak bisa dihentikan, menyusun pertahanan yang sulit ditembus ataupun memastikan pasukan bisa bereaksi dengan tepat terhadap apa yang dilakukan musuh.
Hal terpenting dari strategi adalah membuat lawan melakukan apa yang kau mau.
"Check mate."
Amelie sukses menyelamatkan rajanya dari serangan terakhir tadi dengan mengorbankan beberapa bidak-bidak vitalnya, tapi meski begitupun yang dia bisa lakukan hanyalah mengulur waktu kekalahannya.
"Sial. . .aku kalah."
Dengan ini rekor kemenangan Amelie masih tetap nol.
"Ok, permainannya sudah selesai jadi kembalilah ke kamarmu lalu tidur."
"Ayo main lagi."
"Hah. . "
Gadis itu benar-benar tidak suka kalah. Sayangnya Haruki bukan tipe orang yang mau melakukan sesuatu kalau dia menganggapnya tidak penting untuk dilakukan. Dan tentu saja memuaskan rasa kompetisi Amelie sama sekali dia tidak anggap penting.
"Aa. . . kalau begini tidak akan selesai-selesai, bagaimana kalau kita taruhan Amelie!."
"Taruhan apa."
"Bagaimana kalau yang menang boleh memberi perintah apa saja pada yang kalah."
"Ok aku setuju!."
"Amelie di saat seperti ini harusnya kau agak sedikit ragu dan waspada! Kalau bukan aku yang jadi lawanmu bisa saja kau akan diminta melakukan hal mesum."
Mata Amelie melebar lalu dia mundur beberapa langkah dari Haruki sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
"Ja-jadi kau ingin memintaku melakukan hal mesum pa-padaku? aku akan mundur! Aku tidak mau mengorbankan diri hanya karena masalah kecil ini."
"Reaksimu lambat, dan ya, ya, ya. . . biar kuingatkan lagi Amelie, aku sama sekali tidak tertarik terhadap tubuh anak kecilmu jadi kau bisa tenang."
"Lalu kalau bukan itu kau mau minta apa."
"Jangan mengatakan hal yang konotasinya kalau aku ini selalu horny, yang kuinginkan adalah hak untuk menolak perintahmu selama sehari."
Memang benar kalau Amelie itu sangat imut, tapi keimutannya tidak cukup untuk membangkitkan nafsu Haruki. Salah, justru karena gadis kecil itu terlalu imut Haruki jadi tidak bisa berpikir kotor atau mesum tentang gadis itu. Dan penyebabnya bukan hanya karena masalah etika semacam perbedaan umur, tapi juga karena aura polos gadis kecil itu membuatnya merasa kalau menodai kecantikanny adalah dosa yang sangat-sangat besar.
"Eh. . . bukankah kau selalu menolak apa yang kuperintahkan padamu."
"Ya, setidaknya secara verbal tapi pada akhirnya aku selalu saja berakhir melakukan apa yang kau mau sebab kau tidak berhenti menggangguku."
". . . . . . Oooo jadi begitu ya. . . . ."
"Ada apa Amelie?. . ."
"Tidak ada apa-apa, aku terima tantanganmu! aku belum menentukan apa yang kumau tapi bersiaplah."
"Bersiap untuk apa?, kau juga pasti akan kalah lagi."
"Kepercayaan diri berlebih akan membuatmu lengah."
"Terima kasih nasehatnya."
"Geh. . sial. . . kenapa aku menyuruhnya untuk waspada."
Ronde keduapun dimulai.
3
"Jadi setelah lulus apa rencanamu Haruki?."
"Kau yakin sekali aku bisa lulus."
"Kalau kau tidak lulus setelah kubimbing setengah mati, kau akan menyusahkanku, jadi luluslah!."
"Alasanmu benar-benar egois, tapi kurasa memang sudah saatnya aku untuk lulus, lagipula tuga. . . .lagipula aku sudah merasa bosan di sekolah ini."
"Harusnya kau sudah bosan dari dulu! jadi apa rencanamu."
"Aa. . . mungkin aku akan mendaftar untuk masuk ke perpustakaan nasional."
"Eh. . . aku tidak tahu kalau kau itu kutu buku."
"Tentu saja bukan! tapi daripada karir militer aku lebih suka pekerjaan di mana aku bisa bermalas-malasan seharian tanpa diomeli siapapun."
"Alasan yang benar-benar Haruki sekali."
Perpustakaan nasional adalah target dari para anak-anak bangsawan yang masa karir militernya sudah berakhir. Tempat itu secara literal adalah satu-satunya tempat di mana seseorang bisa tidak melakukan apa-apa tapi tetap digaji.
Koleksinya yang sangat banyak, kompleksnya yang besar, dan pengunjungnya yang sedikit karena proses mendapatkan ijin untuk masuknya yang berbelit-belit membuat tempat itu cocok untuk orang yang tidak ingin bekerja tapi tetap ingin memiliki pekerjaan.
"Meski aku tidak diterima jadi petugas perpustakaan aku juga tidak keberatan jadi tukang bersih-bersih atau tukang kebun yang mengurusi taman, yang paling penting adalah aku bisa jauh dari medan perang dan hidup dengan damai."
Orang-orang yang bekerja di perpustakaan nasional pada dasarnya bisa terus bersantai, setidaknya sampai negaranya benar-benar akan hancur atau terjadi konflik besar di dalamnya.
"Haruki. . ."
Sama seperti Haruki yang mengakui potensi yang dimiliki Amelie, gadis kecil itu juga mengakui kemampuan Haruki.
Dalam masalah strategi pemuda itu tidak ada tandingannya, dan jika dia mau dia juga pasti bisa mengatasi masalah akademiknya. Tapi dia memutuskan untuk tidak menggunakan bakatnya dan berhenti berusaha.
Keputusannya benar-benar menyia-nyiakan apapun yang dimilikinya.
Tapi Amelie tidak bisa protes, sebab dia juga melakukan hal yang sama.
Permainan kembali berlanjut. Amelie yang sudah belajar dari kesalahannya berhenti langsung menyerang kelemahan yang sengaja dibuat Haruki. Tapi kekuasaan Haruki di papan catur masih belum tergoyahkan.
Haruki selalu berhasil menghindari serangan penentu sehingga permainan jadi berlangsung lama. Merasa kalau keadaan hanya akan semakin jadi buruk jika dia tidak merubah alur permainan, akhirnya Amelie memutuskan untuk langsung menyerang bagian tengah papan catur.
Dia mencoba mengajak Haruki untuk adu keberanian. Biasanya Amelie akan menghindari gerakan semacam itu, tapi untuk hari ini dia akan mencoba untuk terus maju dan menghabiskan sebanyak mungkin pasukan Haruki sebelum pemuda itu menghabiskan pasukannya.
Dan hasilnya.
Setelah setengah jam akhirnya pasukan Amelie yang tersisa hanyalah sebuah kuda yang sedang menghalangi arah serang ratu Haruki. Sedangkan Haruki sendiri berhasil membuat Amelie menempatkan rajanya di tengah-tengah kumpulan pion yang membatasi jalur kaburnya.
Yang Haruki butuhkan hanyalah satu langkah lagi untuk mengakhiri perlawanan Amelie, tapi di akhir permainan. . .
"A. . ."
Haruki salah melangkah dan tidak langsung mencheckmate raja Amelie. Dan di saat yang sama karena hal itu Amelie tidak bisa lagi menggerakan raja yang dimiliknya.
"Stalemate. . . aku tidak menyangka kau bisa melakukan kesalahan basic seperti itu."
"Sepertinya aku sedang beruntung."
Dalam perang ada yang namanya kekeberuntungan tapi dalam catur, tidak ada yang namanya kebetulan. Keduanya sempat kehilangan konsentrasi karena memikirkan hal lain, oleh sebab itulah ada beberapa langkah yang seharusnya tidak pernah mereka ambil tapi tetap dilakukan.
"Jadi bagaimana Haruki? kita berdua menang atau kita berdua kalah?."
"Hasilnya seri, jadi tidak ada yang menang atau kalah."
"Lalu taruhannya?"
"Batal."
"Ee. . . . "
"Jangan eee. . . . sekarang keluar dari kamarku dan tidur, besok kau harus bangun pagi kan?:"
"Bukan hanya aku tapi kau juga! kau jauga harus bangun pagi!."
"Jangan khawatir! kalau kau bisa menemukanku besok aku akan bangun pagi."
"Apa maksudnya itu!!!!? kalau begitu aku akan tidur di sini!."
"Diam-diam-diam! apa yang kau katakan! jangan mengatakan hal aneh seperti itu ketika orang lain bisa mendengarnya dengan mudah!! aku akan akan bangun pagi besok jadi cepatlah keluar dari siniii!!!."
"Kenapa kau jadi panik?. . . jangan bertingkah berlebihan seperti itu!."
"Kau itu benar-benar . . . . sekarang keluar saja. ."
Amelie mencoba melawan dan menambahkan pertanyaan, tapi Haruki yang sudah tidak sabar langsung meletakan kedua telapak tangannya di ketiak Amelia lalu mengangkat tubuh gadis kecil itu kemudian menaruhnya di luar dan menutup pintu kamarnya sendiri.
Untuk kali ini, keduanya benar-benar memutuskan untuk tidur. Dengan harapan paginya hujan dan angin sudah berhenti.
Lalu beberapa hari kemudian, ketika pagi datang.
Hujan dan angin besar memang sudah berhenti, kapal yang mereka tumpangi juga berhenti bergoyang dengan liar seperti malamnya. Tapi badai yang lain sudah bersiap menyambut semua orang yang ada di dalamnya.
Begitu Amelie bangun, yang menyambutnya bukanlah suara burung camar yang terbang dari di luar. Melainkan sebuah suara ledakan besar dan goncangan hebat yang menerpa kapal yang dinaikinya.
"Jika ini kejutan selamat datang aku benar-benar ingin memukul wajah orang yang merencanakannya."
"Jika kau masih sempat memberi komentar gila seperti itu berarti kau baik-baik saja!."
Dari sebelah, Haruki bisa mendengar Amelia memberikan tsukkomi. Tembok yang memisahkan kamar mereka berdua hanyalah tembok kayu tipis sehingga jika ada yang bicara keras sedikit saja tetangganya bisa langsung mendengarnya.
"Sitrepnya Haruki."
"Jangan tanya pada orang yang baru bangun dan bahkan belum sempat memakai celana."
"Aku tidak butuh laporan seperti itu!!!."
"Aku memang tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi kau tidak perlu bertanya hanya untuk tahu kalau situasinya kelihatan buruk kan?."
Hanya saja alasan keduanya bisa mengobrol dengan jelas adalah tembok kayu yang memisahkan kedua orang itu sudah berlubang besar. Dan di kamar Haruki ada sebuah bola hitam yang masih mengeluarkan uap.
"Kau sudah siap kan Amelie? aku akan masuk meski kau belum siap ok!!."
"Tung!, tungu dulu! aku masih. . . belum . . ."
Amelie adalah tipe orang yang akan menyiapkan barang-barangnya dulu dan sebelum penampilannya. Jadi sedari tadi yang dia persiapkan adalah barang-barang yang dia anggap akan dia perlukan.
"Uuu. . . ."
Roknya sudah terpasang dengan kencang, sepatu militernya belum diikat tapi sudah terpasang dengan di kedua kakinya. Seragam militernya masih ada yang belum terkancingkan, tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan sebab dadanya tidak terlalu bervolume sehingga tidak akan ada yang terlihat dari luar.
"Kurasa kau perlu mengkhawatirkan rambutmu di waktu yang lebih tepat."
Haruki segera mendekati Amelie dan menarik gadis itu keluar dari kamarnya.
"Setidaknya biarkan aku menyisir rambutku dulu."
Tanpa mendengarkan Amelie, Haruki langsung menarik Amelie untuk keluar. Dan begitu keduanya berada di luar, mereka langsung disambut dengan jatuhnya tiang layar yang tepat di depan keduanya.
"Kalian berdua! cepat naik ke perahu darurat!."
Haruki mendorong Amelie ke arah yang ditunjukkan oleh awak kapal dan bertanya dan menyuruhnya untuk buru-buru bergerak dengan isyarat kepalanya.
"Situasinya?."
"Belum jelas! tapi kemungkinan besar pelabuhan sudah dikuasai pasukan pemberontak?."
Dalam perang sebelumnya, Amteric menyerap negara-negara di sekitarnya dan memperluas areanya. Tapi sebab perang berhenti tidak terlalu lama setelah negara-negara itu jatuh, masih ada banyak tidak mau menerima pemerintahan baru dan ingin kembali merebut negaranya.
Kelompok orang-orang yang ingin kembali mengambil negaranya kembali inilah yang disebut dengan pemberontak. Dan setelah Amteric menyerah lalu mendeklarasikan kekalahannya, kelompok-kelompok semacam itu jadi semakin banyak dan besar.
Cukup besar untuk melumpuhkan pasukan-pasukan Amteric yang keadaanya sedang tidak stabil.
"Kami harus ke mana?."
"Delapan puluh kilo ke utara ada benteng pertahanan, tempat itu punya pasukan besar harusnya pasukan musuh tidak bisa menguasainya dengan mudah."
"Delapan puluh kilo?."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi kita tidak punya pilihan!."
Menempuh jarak delapan puluh kilo hanya dengan perahu adalah hal yang sangat sulit. Siapapun tidak akan ada yang kuat untuk mendayung perahu sejauh itu di tengah laut yang berombak. Belum lagi jika ada badai, kesulitan yang harus dihadapi akan bertambah semakin besar. Cukup besar sampai kemungkinan mereka bisa berhasil sampai dengan selamat sangatlah kecil.
Awak kapal tadi langsung berlari ke tempat lain untuk mengefakuasi murid-murid lain. Dan kegiatannya itu diiringi dengan suara-suara ledakan besar yang menandakan kalau Haruki dan semua orang yang ada di kapal itu tidak punya banyak waktu.
Haruki segera bergerak dan mencari perahu yang ditumpangi Amelie dan langsung menemukannya. Tapi begitu dia ingin naik seseorang menghentikannya.
"Haruki, cari skoci lain! skoci ini sudah penuh! aku tidak mau membuatnya tenggelam karena kelebihan muatan."
Yang menghalanginya naik adalah Yuudai.
"Ayolah. . . apa kau masih punya dendam padaku?."
"Bukan itu masalahnya!!."
Yuudai menjawab dengan serius.
Skoci yang dinaiki oleh Yuudai sudah penuh, tidak ada lagi tempat yang bisa digunakan. Selain itu kapasitas skoci itu adalah lima balas orang dan di lamanya sudah ada lima belas orang. Jika dipaksa bisa saja skoci kecil itu akan tenggelam dan membahayakan semua orang.
"Tidak bisa!."
Mungkin jika dia mencari skoci lain dia masih akan mendapatkan tempat, tapi dia harus naik skoci itu sebab Amelie ada di sana. Dan membawa Amelie untuk mencari skoci baru juga sudah dia lupakan sebab mengulur waktu di keadaan seperti sekarang adalah hal bodoh.
"Tapi tempatnya sudah penuh."
"Jika kau khawatir kalau benda ini akan tenggelam tenang saja! pembatasan jumlah itu bukan hanya dibuat untuk mengatur jumlah tapi juga berat."
Pembatasan jumlah dilakukan dengan menghitung total berat rata-rata penumpangnya. Haruki melihat ke sekitarnya dan menemukan beberapa orang yang posturnya di bawah rata-rata.
"Dan di skoci ini ada beberapa orang yang tubuhnya di bawah rata-rata."
Yang artinya masih ada toleransi beban yang bisa diterima oleh skoci itu.
"Tapi tempatnya penuh."
"Bukan masalah! tolong berdiri dulu Amelie!."
Meski tidak tahu alasannya, tapi Amelie menurut dan berdiri dari tempatnya duduk. Setelah itu Haruki naik, menarik Amelie dan duduk di tempatnya tadi. Amelie ingin protes tapi tubuhnya kembali ditarik dan sekarang gadis kecil itu duduk di atas pangkuan Haruki yang sedang duduk bersila.
"Masalah selesai kan?."
"Jika sekarang bukan keadaan darurat aku benar-benar sudah memukul wajahmu."
Amelie mengepalkan tangannya dengan keras, tapi Haruki langsung memegang kepalan tangan gadis kecil itu lalu menyilangkan kedua tangannya ke depan. Membuatnya jadi pada posisi memeluk gadis kecil itu dari belakang.
"Sayangnya sekarang adalah keadaan darurat jadi simpan saja tenagamu untuk mendayung!."
Amelie melihat ke arah skoci lain yang sama penuhnya.
"Yuudai, cepat potong tali ke kapal utama! kita harus segera menjauh dari tempat ini."
"Tapi yang lain. . . . ."
"Kalau kau tidak mau ikut tenggelam bersama kapal ini turuti saja omonganku!."
Musuh sengaja tidak langsung menyerang kapal dan membiarkannya mendekat dulu, setelah itu mereka menyerang layarnya sehingga kapal tidak bisa lagi bergerak. Dengan ukurannya yang besar dan ketidakmampuannya untuk bergerak, tinggal menunggu waktu saja sampai kapal itu akan tenggelam.
Dan jika mereka masih belum menjauh saat hal itu terjadi, mereka juga akan ikut tenggelam.
Yuudai memotong tali yang menghubungkan skoci dengan kapal utama, setelah itu mereka bergerak menjauhi pantai sambil terus menjaga posisi mereka agar tetap sejajar dengan kapal utama untuk menghidari tembakan meriam dari darat.
Haruki melihat skoci lain yang juga ikut melakukan hal yang sama.
"Mulai dari sini adalah judi."
Tidak, malah dari awal semuanya sudah jadi judi. Saat skoci darurat lain memisahkan diri dari kapal utama, ada beberapa yang terkena serangan dan tenggelam. Kelompok yang tidak beruntung tidak bisa kabur dan kelompok yang lebih beruntung tidak bisa datang untuk menyelamatkan.
Jarak, situasi, dan juga rasa takut membuat semua orang tidak ada yang berani kembali untuk menjemput yang lain begitu mereka keluar dari jarak serang. Karena itulah Yuudai tidak berani mengambil komando untuk menyelamatkan teman-temannya meski dia sangat ingin pergi menolong rekannya yang lain.
Dia tidak bisa mengorbankan yang sudah ada demi mengejar hasil yang belum pasti.
"Ah. . . akhirnya terjadi juga, karena itulah aku tidak ingin ke sini!."
"Hey kau. . ."
Meski Haruki tidak bicara pada siapapun secara personal dan hanya mengeluh pada dirinya sendiri, tapi ada orang yang merasa terganggu dengan apa yang Haruki katakan.
"Apa kau tidak bisa lebih bersimpati?."
Haruki melihat ke arah suara tadi. Di sana dia melihat seorang pemuda yang sedang menatapnya dengan marah. Saat seperti ini bukanlah waktunya untuk saling menyalahkan satu sama lain dan berbicara seakan kemalangan yang mereka alami adalah sesuatu yang normal.
"Hah. . . ."
Haruki menghela nafas dan memaklumi cara pandang pemuda itu.
"Kalian tahu tidak kenapa tiga tahun ke belakang ujian selalu dilakukan di tempat ini?."
Jawabannya adalah karena daerah itu tidak aman.
"Maksudmu?."
Kali ini Amelie di pangkuan Haruki yang bertanya.
"Maksudku adalah ujian cuma kedok untuk mengirim murid dari sekolah militer sebagai pasukan bantuan untuk menjaga daerah itu."
Ujian tertulis punya standar kelulusan yang mudah dipahami dan dimengerti oleh siapa saja. Tapi dalam ujian praktek, kriteria yang diambil adalah kemampuannya dalam beradaptasi dengan situasi perang dan seberapa bergunanya seseorang pada keseluruhan pasukan.
Sebuah standar ambigu yang sulit untuk diteliti.
"Kita memang sedang dalam melaksanakan ujian, tapi ujianya sendiri bukanlah prioritas."
Setelah perang berakhir, ada banyak negara termasuk Amteric yang menandatangi perjanjian non agresi. Dan dalam perjanjian itu ada kesepakatan untuk menjaga keamanan secara bersama yang mengharuskan negara yang tidak ikut dalam konflikpun tetap diharuskan mengirimkan pasukannya ke tempat konflik jika ada masalah.
Dan perjanjian itu Amteric gunakan untuk membuat negara lain harus ikut campur tangan mengatasi masalah militer internal yang ada negara itu. Setelah perang selesai sebagian besar pasukan Amteric mundur ke wilayah awalnya untuk mengatur masalah dalam negrinya. Meninggalkan wilayah yang sudah mereka ambil dan membuat keadaannya jadi tidak aman.
Masalah akan selesai jika wilayah itu dikembalikan ke pemerintahan sebelumnya, tapi Amteric tidak mau menarik kekuasaanya sehingga pemberontakanpun muncul.
"Ah. . . tapi meski aku bilang pemberontak mereka itu cuma orang-orang yang ingin merebut negaranya kembali."
Jika tidak ikut menandatangi perjanjian non agresi, mungkin ada banyak negara yang memanfaatkan melemahnya kekuatan militer Amteric untuk melakukan serangan balik. Tapi karena perjanjian itu, para anggotanya tidak bisa mendeklarasikan perang pada Amteric.
Dan kelompok, orang, atau negara yang mendeklarasikan perang pada Amteric akan dilihat sebagai musuh bersama. Meski yang mereka lakukan sebenarnya bukanlah menyerang tapi merebut kembali miliknya.
Dengan kata lain, seseorang yang seharusnya menjadi korban malah sekarang dianggap sebagai kriminal.
Sebab dalam perang perlu ada pihak yang benar dan pihak yang salah, maka orang-orang itu dilabeli sebagai pemberontak agar kedengaran buruk dan dijadikan penjahat.
"Lalu hubungannya dengan situasi kita itu apa Haruki?."
"Hubungannya adalah di mana-mana keadaan belum kondusif, dan bisa saja ada orang yang tidak berpikir logis."
Sama seperti permainan catur mereka tadi malam.
Yamato sendiri bukan negara besar, cadangan kekuatan militer aktif mereka juga tidak sebesar negara di sekitarnya oleh karena itu pasukan militer mereka jadi sangat penting untuk dimiliki. Dalam keadaan yang tidak kondusif ini bisa saja ada yang memutuskan membuang logikanya mencoba meruntuhkan status quo dan menyerang Yamato.
Karena itulah Yamato tidak bisa sembarangan mengirimkan pasukannya yang sudah sedikit untuk pergi ke negara lain. Mereka ditugaskan untuk menjaga wilayahnya sendiri dan sebagai gantinya murid sekolah militer yang jumlahnya lumayan banyak dikirimkan untuk menjadi bala bantuan dengan ujian praktek sebagai kedok.
"Jika yang dikirim adalah pasukan utama, maka ketika ada serangan dari luar yang tersisa hanyalah murid sekolah militer yang belum punya pengalaman! selain itu ada banyak murid dari luar negeri yang akan langsung pulang jika situasi jadi buruk."
Menyerahkan keamanan negara pada mereka adalah tindakan yang sangat bodoh.
"Tapi sebaliknya jika murid yang dikirim maka keamanan akan terjaga, jika mereka bisa pulang mereka akan jadi prajurit sesungguhnya, lalu kalau mereka gagal sekolah tinggal memberikan surat ketidaklulusan, dan yang terakhir jika mereka kalah dan dibantai musuh, mereka masih punya banyak cadangan murid baru yang terus datang."
Jika worst case scenario terjadi Yamato bahkan bisa menyalahkan Amteric.
"Tidak mungkin."
Semua orang hampir tidak bisa percaya, tapi memang begitulah kenyataannya.
"Amelie kompas!."
"Kenapa kau langsung memintanya padaku?."
"Karena kau pasti membawanya, dan miliki hancur bersama tembok kamar."
". . kita mau ke mana? langsung ke benteng di utara?."
Amelie memberikan kompas dari tasnya ke Haruki.
"Tidak."
Delapan puluh kilometer itu jauh, meski dengan bantuan layar darurat. Perhitungan optimisnya adalah mereka baru bisa sampai setelah semua orang tidak bisa bergerak dan hampir mati. Itupun dengan perhitungan paling optimis yang dibuatnya.
"Kita akan mencari tempat yang aman untuk menepi, setelah itu berjalan kaki menuju benteng."
Dengan menggunakan skoci memang mereka jadi tidak perlu berjalan. Tapi mengendalikan skoci kecil mereka di tengah laut itu susah. Selain itu masalah seperti sumber makanan dan tempat berteduh juga adalah hal yang tidak bisa diremehkan. Jika mereka ingin bertahan hidup lebih lama, akan lebih baik jika mereka menggunakan jalan darat.
"Ini benar-benar kejutan yang tidak mengenakan."