Sudah seminggu Leo menghilang dari kampus. Tempat parkir khusus itu bahkan telah kosong selama berhari-hari. Sehingga, semua menyadari ketiadaannya, termasuk Zavier dan Aryan.
"Leo ke mana?", tanya Zavier ke Jihan.
"Gue tau apa yang ada di pikiran Lo, dan itu benar", jawab Jihan.
Zavier hanya mengernyitkan alis, mencoba memastikan apakah Jihan benar-benar mengerti maksud pertanyaannya atau tidak.
"Leo jumpain Lea", lanjutnya.
Zavier baru berniat menggerakkan ujung bibirnya, tapi Jihan langsung menghentikan pertanyaan dan rasa penasaran Zavier dengan menggoyangkan jari telunjuknya.
"Jangan tanya gue mereka di mana, gue gak tau. Kalau pun gue tau, gue gak akan kasih tau Lo", ucap Jihan lalu meninggalkan Zavier.
"Lo juga, jangan nanya apapun ke gue", ucap Jihan pada Aryan yang baru saja muncul di hadapannya.
Zavier menoleh ke belakang, memastikan siapa lawan bicara Jihan. Dia menghela nafas ketika menyadari orang itu adalah Aryan, lalu pergi meninggalkankan keduanya. Sebaliknya, Aryan malah menahan senyum dan terkekeh membatin saat melihat reaksi kesal sang sepupu.
"Kapan Leo pulang?", tanya Aryan.
"Lo mau nanyain Leo atau Lea?", tanya Jihan.
"Kapan?", tanya Aryan tidak bergeming.
"Minggu depan, mungkin. Gue gak tau pasti karena Leo pergi ke Stockholm, jumpa Lea...", ucap Jihan.
"Thank you", ucap Aryan yang memotong ucapan Jihan lalu pergi.
"Thank you?", ucap Jihan kebingungan.
***
Aryan kembali ke ruangan studio-nya yang terpisah dari asrama kampus, tapi terletak tidak jauh dari sana. Dia berdiri untuk waktu yang lama di depan pintu, berpikir selama beberapa waktu, kemudian kembali menuruni anak tangga dan beralih ke studio di sebelahnya, studio Zavier.
Zavier tengah bersembunyi di sana seraya merebahkan badan dengan leluasa, sambil menunggu mata kuliah berikutnya.
Aryan mengetuk pintu yang selalu tertutup rapat itu untuk kali pertama. Zavier bangkit dengan tidak bersemangat karena tidak ada seorangpun yang pernah mengetuk pintu itu kecuali Aunty Zaara atau Oma-nya.
Zavier sempat kaget karena orang yang muncul di depan pintu adalah Aryan. Tapi, kemudian, mencoba bersikap biasa dengan tangan yang masih stand by pada gagang pintu.
"Leo nyusul Lea ke Stockholm, sekarang mungkin mereka udah di Oslo atau Kiruna", ucap Aryan.
"Kalau mau jumpa Lea, langsung aja ke destinasi terakhir mereka", lanjutnya.
"Abisko ?", ucap Zavier setengah bertanya dengan ekspresi yang berubah melunak.
Aryan hanya mengangguk pelan sebelum kembali berbalik menuruni anak tangga, beralih ke studio-nya. Tidak lama, Zavier setengah berlari mendahuluinya menuruni anak tangga.
"Thanks", ucap Zavier dengan nada yang agak enggan ketika tepat berada di samping Aryan saat menuruni anak tangga.
Hanya dengan melihat gelagatnya, Aryan sudah tahu bahwa Zavier sedang terburu-buru kembali ke rumah untuk mengambil passport, lalu terbang menuju Abisko.
Meskipun tidak keberatan menyusul Lea hingga ke Swedia Utara, bahkan kutub utara, tetap saja Zavier tidak melakukan apapun ketika perempuan itu tepat di hadapannya, selain terus mengikutinya dan melihatnya dari jauh.
***