Kali ini, ia sudah diperbolehkan untuk pulang. Rumah ini kini akan menjadi ramai/berisik lagi dengan tingkah lakunya.
Aku yakin ini tak akan berubah sama sekali, kali ini daun-daun berjatuhan di halaman rumah, angin kencang menghembuskan itu, kali ini ia langsung tidur mungkin karena masih dalam masa pemulihan?
Entah lah.
Semoga ini tak membuat beberapa hal menjadi berubah.
Tentunya karena...
"Sayang peluk."
Lagi-lagi ia melakukan ini, hari ini sungguh berbeda dari kemarin.
Ia begitu menjengkelkan, menghalangi ku untuk melakukan beberapa pekerjaan, "jangan, aku mau kamu disini saja."
Ia menyuruhku untuk tetap berbaring, dengan dirinya yang terus saja memeluk dan menciumku, risih sekaligus senang menjadi satu dalam diri, aku tak tau kenapa ia selalu bersikap seperti ini.
Seharian ini aku dipeluknya terus, untuk mengambil air minum saja aku tak leluasa.
Berapa lama ia akan memeluk ku.
Hingga kami berdua terlelap tidur, hari sudah sore, tenggorokan ku menjadi kering mumpung ia masih tidur.
Haaaa...
Akhirnya tenggorokan ku kembali basah, mungkin ia masih tidur sejenak aku berpikir untuk melakukan sesuatu, akhirnya ya... Masak deh.
"Pak bangun..."
Tumben ia terbangun hanya dengan sekali panggil saja, biasanya ia akan susah untuk aku bangunkan, atau jangan-jangan ia sedari tadi sudah bangun dan berpura-pura tertidur agar bisa dibangunkan ku?
Hemzzz...
Ini tampak masuk akal.
Apakah aku harus membalasnya dengan sesuatu kejahilan?
Hehehehe...
"Kamu kenapa?"
Ia bertanya cemas kepada ku saat aku memegangi perutku dan berpura-pura kesakitan, ia begitu cemas sebenarnya aku kasihan melihat ia yang begitu cemas namun...
"AW!"
Pekik ku, tiba-tiba saja ia mengendongku, "Sayang..."
ucapku lalu ia menoleh dengan cepat, "Cup." Ciuman mendarat dibibirnya.
Tentu saja ia kaget karena aku menyerang dengan tiba-tiba begitu, tapi seperti biasa ia akan membawa ku masuk ke kamar.
Andai aku tak menjahili nya mungkin tubuhku tak sesakit ini, ia begitu bersemangat tadi, aku tak bisa berbuat banyak saat itu.
Apakah aku tidur-tiduran saja disini bersama dengan dirinya, ya sebaiknya aku disini saja toh aku juga malas untuk makan malam, malam ini.
Wajah yang begitu tenang saat tertidur, aku tak henti menatapi wajahnya sedari tadi, sudah 5 tahun kami menjalani hidup sebagai suami istri, mungkin saatnya aku harus memberi kebahagiaan lebih kepadanya, toh aku juga sebenarnya menginginkan anggota keluarga baru.
Aku saat ini dan mungkin seterusnya tak bosan akan dirinya, cairnya suasana akan tingkahnya yang menjengkelkan diriku, selalu memeluk diriku, manja dan penuh candaan hanya itu saja sudah membuat diriku bahagia, bagiku ia tak lebih dari suami biasa namun penuh akan hal-hal menakjubkan dalam dirinya.
Jika sewaktu-waktu ini berubah aku tak akan menyesali-Nya.
Jika kebahagian ini hanya sementara aku tak perlu menyesali-Nya.
Aku...
Bila ini hanya sesaat, walaupun kesedihan akan datang, walaupun waktu itu langit akan mendung aku harap...
Jika aku tak menyesali-Nya aku bukanlah manusia, sebab semua manusia pasti pernah merasakan penyesalan di dalam hidupnya. Hari-hari kami lalui bersama, aku menyarankan agar ia tak terlalu memaksakan diri nya lagi.
Aku ingin ia sebisa mungkin tak terlalu keras pada diri sendiri.
"Semakin kita larut dalam rasa kebahagian, semakin kita lupa akan kemungkinan buruknya. Menjadi lalai dan tak waspada, terlalu menganggap remeh dan tak mengindahkan perkataan orang lain yang memperingati diri. Berbahagia wajar saja namun tak terlalu larut dan selalu waspada akan kemungkinan buruknya itu langkah yang tepat untuk dilakukan."
Ania Assandra.