"Aku sih menginginkan anak kembar, ya paling engak kembar lima."
Memdendengar itu, seketika aku menjadi merinding, bagai mana tidak kembar lima? Wah ini akan menjadi sulit bagiku, dan ditambah lagi bagai mana saat lahirannya, owh...
Tuhan ini cukup gila.
Berbicara perihal ingin mempunyai anak, kami terus saja membicarakan itu aku tak tau apa yang akan terjadi.
"Jangan pikirkan itu lagi, toh aku juga tak telalu... Kamu tau kenapa aku menikahi mu?"
Lama ia berhenti bicara sembari mengelus rambutku,
"Aku menikahi mu karena aku sungguh mencintai mu, bukan karena aku menginginkan keturuan dari mu."
Ucapnya yang membuat aku tertegun dan langsung saja aku memegang tangannya dan meletakan nya dikepala ku lalu aku tersenyum dan mengolok nya dengan cara menjulurkan lidah dan mengerlingkan mata kanan ku.
Di cubitnya kedua pipi ku dengan begitu gemasnya.
"Maaf...!"
ucap ku lalu memohon agar ia melepaskan cubitan di pipi ku, memeluknya dengan penuh rasa cinta, aku begitu bahagia dan begitu ingin selalu bersama nya,
namun...
"bukankah besok adalah peringatan hari kamatian ibu?"
Aku baru ingat akan hal itu, mungkin karena aku terlalu bahagia sampai melupakan hal ini, dan kami pun bermaksud untuk...
Sungguh aku masih tak bisa berkata seprti itu.
"Apakah ibu bahagia disana? Aku harap begitu."
Lalu aku menoleh kearah makam ayah ku, yang tak jauh dari makam ibu ku, ku coba menahan tangis dari mata ku, berbicara tetang hari-hari yang aku lewati selama ini, pak guru yang ada di sampingku mencoba mengelus punggung ku dan menyenderkan kepala ku ke pundaknya.
"Aku sudah menemukan kebahagian yang aku cari, namun aku tak tau apakah kebahagian ini akan tetap ada?"
Mendegar itu, mungkin saja pak guru bertanya-tanya didalam hati nya.
Lalu setelah itu kami berdoa, mendoakan kebaikan kepada ayah dan ibu ku yang sudah tiada.
"aku tak tau apa arti dari perkataan mu tadi, bisakah kamu menjelaskannya padaku?"
Benar saja apa yang aku katakan tadinya, kini ia tanyalan selepas itu.
Saat kami sudah pulang dan bersantai duduk-duduk diteras.
Aku tak ingin berbohong kepadanya, mengenai dirinya yang semakin memburuk dalam artian kondisi kesehatannya.
Aku menjelaskan semua itu kepadanya namun ia hanya menangapi itu dengan begitu satai, dan tak jarang ia tersenyum kepada ku.
"Aku sudah tau, mana mungkin aku tak tau dengan kondisi ku sendiri. Lagian aku..."
raut wajahnya berubah, seperti ada yang ia sembunyikan, aku coba membuat ia mengatakan hal itu, namu beberapa kali ia berkata bahwa itu tak ada hubungannya, aku yakin ia berbohong di waktu itu, maka dari itu aku terus menanyakan hal itu, terus menerus sampai ia mengatakan nya.
Aku tak percaya...
Bahkan aku tak akan percaya tentang apa yang ia katakan. Beberapa kali aku berkata
"ini leluconkan?"
tolonglah jawab ini hanya lelucon aku tak ingin ini menjadi kenyataan.
TOLONGLAH!.
Aku tak bisa menahan tangis di mata ku, aku tak bisa.
Kenapa ini harus terjadi kepada ku, kenapa harus aku? Tuhan tak adil.
Biarpun ia mencoba menenangkan diriku, itu tak akan bisa! Aku tak ingin ini terjadi.
"Selamat tinggal bukanlah kata-kata yang menyedihkan
Itu adalah Awal dari mimpi yang selama ini ingin kita wujudkan, jika kamu bersedih saat kamu berpisah dengan ku, aku harap ini bukan kemunduran diri mu."
Ucapnya.
Bisakah ia tak berkata seperti ini, ku mohon jangan katakan itu.