Chereads / Pak Guru Aku Mencintai Mu / Chapter 39 - Bab 39

Chapter 39 - Bab 39

Aku tak mengerti tapi aku cukup terkejut mendapati hal ini, tentangnya aku berharap ia cepat sadar (terbangun) dari tidur lama ini,

"kami tak yakin, kami hanya bisa melakukan yang terbaik untuk kesembuhanya."

Berulang kali jawaban itu yang aku dapatkan saat aku menanyakan perihal ini, tak ada jawaban yang memuaskan ku.

Tubuh nya, tubuh ini yang terbaring tak sadarkan diri, selalu aku tatapi.

Wajah ini penuh harapan atas kesadarannya mungkin kali ini aku harus sedikit egois.

Musim terus saja berganti tanpa pernah aku tersenyum bahagia bersamanya melewati musim ini

12 bulan sudah tapi tak ada tanda-tanda ia akan membuka matanya.

Apakah aku harus menyerah dan tak berharap lagi tentang ini, tapi ini...

"cobalah bagun pak guru, cobalah. Kamu tau musim terus saja berganti bulan terlewati begitu saja."

Aku tak bisa lagi bersabar, apa yang ada dalam diriku aku tumpahkan saat itu, tangis sendu, air mata tak mau berhenti.

Rasanya ini lebih menyesakan dada ku.

Beharap tentang yang belum pasti, aku selalu saja bedoa akan kesebuhannya.

Tak henti aku memanjatkan doa, dalam heningnya suara, dalam kalbu kesedihan, dalam angan yang tinggi lalu menukik hingga tanah berlubang.

Rasa abadi sebuah cinta menarik kesetian dalam sebuah ujian, selalu aku menggenggam tangannya dan bercerita dalam kesedihan.

Jika ini akhir dari kisah kita, aku beharap perpisahan bukan hal yang menjedihkan.

"bangunlah aku akan selalu menuggu mu."

Jalan ini, hembusan angin dingin ini, malam gelap ini, lampu jalan ini, tempat ini, dimana kita pernah mengukirkan kenangan, diwaktu itu ia dengan lembut mencium bibirku menyandarkan ku ditembok ini, rasanya aku ingin mengulangi waktu itu.

"Pesan apa nyonya."

Ucap karyawan yang dulunya memergoki kami saat ia dengan tak sabar langsung menciumku di tempat ini, rumah makan ini.

Rumah ini tak sedikit pun berubah semenjak kepergainku setelah menikah dengannya, rumah masa kecilku, kenangan tentang keluarga ku, tentang dirinya yang mengakui perasaan nya kepada ku, dulu aku sangat senang saat ia berkata seperti itu, sampai-sampai aku melompat kegirangan.

Meja ini masih sama, kursi ini tempat dimana ia selalu duduk saat berkunjung kerumah ku, almarhum ibu dan kakak selalu mengejek kami, aku masih mengingat dengan jelas ia dan aku tersipuh malu saat diejek dulunya.

Ha... Rasanya kenangan ini masih lekat dalam ingatan ku.

Entah mengapa dimalam ini bintang bayak bertaburan dilangit malam, jika aku ingat diwaktu itu ia, saat berkunjung selalu saja membawakan makanan untuk ku, dimana saat itu ibu sudah tak ada lagi (meninggal). Dan kakak ku sudah menikah, lalu kami menonton film yang ia sebut anime dulunya, ah... Kenangan ini sangat membahagiakan bagiku.

Malam semakin larut, aku memutuskan untuk bermalam disini dirumah lama ku, sembari mengenang semua yang telah kami lewati diwatu itu.

Gemercik air di irigasi disamping rumahku menenangkan hati.

"sanyang bangun! Udah siang, masa kamu masih tidur sih, kan katanya mau olahraga."

"Huh!"

rupanya aku bermimpi tentang nya, mimpi itu seperti nyata saja,

"Ha..."

Aku tak yakin namun aku tak berharap memimpikan ini, karena aku takut mimpi ini pertanda buruk tentang dirinya.

"Seberapa berharga sesorang untuk mu?

Jika kamu kehilangannya kamu akan tau seberapa berharga ia untuk mu."

Ania asandra.