Chereads / Pak Guru Aku Mencintai Mu / Chapter 22 - Bab 22

Chapter 22 - Bab 22

Mencoba mencari makna di setiap langkah kehidupan, lalu menyatukan makna itu dalam sebuah bingkai, mengartikan nya lalu menjalankan apa yang telah aku artikan itu, agar menjadi pedoman dalam kehidupan yang sebentar ini.

Kadang rasa sepi akan kehilangan orang yang selalu dekat dengan kita, membuat kita terhenti untuk melangkah.

Merenungi atau pun selalu menoleh ke arah belakang, melihat kenangan masa lalu.

Mencoba menjalani apa yang masih tersisa, adalah hal yang baik.

Tapi tanpa perbutan yang nyata tak akan ada yang berubah.

Aku bisa mengubah kesedihan dengan suatu senyum kepalsuan di bibirku, namun aku tak bisa mengubah kesedihan dalam hati menjadi suatu kebahagian.

Kadang aku masih kalah akan rasa kehilangan, selalu terbayang akan masa lalu, seakan terbawa pada masa itu.

Namun saat aku sudah melayang dalam kenangan itu, sebuah tangan menarik ku agar tak ikut ke masa lalu itu.

Aku berpikir rasa yang membelenggu ku hanya bisa ku tepis dengan cara tak selalu menyendiri, mencoba menyibukan diri dan selalu ditemani dirinya.

Namun... Nyatanya itu sama sekali tidak serta merta menghilangkan rasa sepi dalam diri ku.

Kadang ia memeluk ku saat aku mulai tak bisa lagi membohongi diri, lalu ia berkata kepada ku, "Menangis lah, aku akan selalu siap untuk mengeringkan tangisan mu".

Dalam dekapan nya akhirnya aku pun menagis sejadi-jadinya.

"Aku tak bisa, namun jika aku menyerah aku akan kalah dan tak akan bisa menjalani kehidupan ini".

Ucap ku kepadanya.

Kalian tau, Apa arti dari kehidupan itu?

Saat malam tiba, dalam kesunyian aku selalu saja membayangkan itu, Dulu rumah ini begitu ramai akan suara-suara, Bapak, ibu, dan kakak.

Mereka selalu meramaikan suasana rumah ini, Rumah ini bagai memori, menyimpan setiap kenangan keluarga ku.

Apakah menikah dengan pak guru bisa menepis kesepian ini?

Aku rasa hanya akan sedikit berkuarang selebihnya masih akan ada dalam diriku.

"tok, tok, tok...".

suara pintuk rumah diketuk, membuyarkan lamunan ku, ku buka pintu rumah, kuliat siapa yang ada dibalik itu, yang tak lain adalah pak guru, membawa sebungkus nasih goreng.

"Bapak sebaiknya jangan sering-sering mengunjungi ku, aku takut warga akan membicarakan ini sebagai sebuah gunjingan".

Ucapku, ia pun mengiayakan.

Mungkin ia juga tau dari maksud perktaan ku.

"Lagian kita sebentar lagi akan menikah". Ucap nya lalu tersenyum kepada ku, membelai rambutku, lalu sesudah itu pamit pulang.

Lalu aku melihat kalender dirumah ku, Heh... Aku terkejut saat melihat kalender dirumahku, aku tak menyangka waktu itu akan segera tiba.

Memikirkan nya saja sudah membuatku terhenti mengunyah makanan.

Ujian peraktek sudah dimulai, dalam waktu limah hari, menunggu giliran kelas kami dipanggil, aku mengobrol dengan teman ku, awalnya hanya obrolan biasa saja, namun lama kelamaan obrolan itu, mulai menjurus pada hubungan aku dan pak guru.

Aku hanya menjawab seadanya, atau pun mengelak petanyaan itu dengan topik lain, namun nampaknya mereka tak mau menyerah walau aku terus saja mengelak pertanyaan itu.

Hingga tiba saat kelas kami dipanggil dan disuruh keruangan praktek di situlah semua pertanyaan itu dihentikan oleh mereka.

Cinta?

Tak perlu kata romantis nan puitis, cukup bisa merasakan debar saat didekatnya, dan selalu nyaman jika berada didekatnya.

Itulah sebuah makna sederhana dari cinta.

Semakin kebahagian itu besar,

semakin takut rasanya harus membayangkan perpisahan,

begitu menyakitkan bila membayangkan sesuatu perpisahan bagi orang yang pergi atau pun orang yang ditinggalkan.