Chereads / Pak Guru Aku Mencintai Mu / Chapter 28 - Bab 28

Chapter 28 - Bab 28

Rasa lelah di sekujur tubuhku, malas rasa nya aku untuk bergerak, aku hanya ingin meneruskan tidurku,

Namun ia terus-terusan menggangu tidurku.

Rasa nya hari ini ia begitu bersemangat, menyruhku cepat-cepat untuk bersiap, mengajak ku, ke suatu tempat.

Aku mencoba menuruti kemau'an nya,

mobil kami mulai memasuki jalan desa, namun ini bukan desa ku.

"kita sudah sampai."

ucap nya, kami turun dari mobil, berjalan ke arah yang ingin ia tuju, aku tak tau namun... aku tak ingin banyak tanya untuk hari ini, karena energi ku seperti nya sudah mulai habis.

"ini lah rumah masa kecil ku."

Ucap nya menujuk sebuah bangun'an,

eh! Bukan bangun'an namun, gubuk bambu, atap anyaman daun sagu.

"Awal mula kehidupan keluarga kami." Sambung nya, lalu mengajak ku kedalam rumah itu, menceritakan tentang masa kecilnya, yang hidup di bawah bayang kemiskinan, sama seperti ku.

"ayah ku seorang pengumpul barang rongsokan."

Ucap nya, duduk di sebuah kursi yang terbuat dari bambu.

Aku pun ikut duduk di sebelahnya.

"Kami jarang makan ayam, atau pun selama masa kecilku aku tak pernah makan bakso." Mendegar perkataan nya membuat tubuhku seperti... seperti tersambar pertir.

"Barang rongsokan itu ada yang masih bisa di jual, ada pula hanya bisa dilihat."

Aku tau, keluarganya dulu adalah pemulung. Aku yakin itu.

"tapi ayah dan ibu ku tak pernah menyerah untuk membuat ku tetap bersekolah, walau kadang baju sekolah yang aku punya, adalah hasil dari pemberian tetangga.

aku juga dulu hanya memakai baju biasa saat hari jum'at."

kulihat ia memainkan jari-jari tangan nya.

"Tapi aku tak ingin menyerah dengan ke adaan.

Aku terus belajar, aku terus berusaha agar aku bisa dapat biaya siswa.

Karena itu lah jalan satu-satunya untuk aku terus mengejar mimpi."

Hati ku terasa pilu mendegar ceritanya, aku tak menyangka ia lebih dari ku.

Merenungi perkataan nya membuat aku menangis dalam hati.

"Sebab itu lah aku berbuat sedemikian, aku mencoba menolong para anak-anak yang sama dengan ku agar mereka bisa mengapai apa yang mereka impikan (cita-citakan)."

"Aku juga berpikir bahwa apa yang aku punya hanya lah titipan, ibu ku pernah berkata, manusia itu terlalu kecil untuk dilihat, jadi apa yang ingin disombongkan oleh manusia."

Lalu ia bercerita kepada ku.

"coba kamu lihat manusia dari pelanet-pelanet yang ada ditata surya ini, apakah kelihatan?

lalu ibu ku berkata lagi, coba kamu lihat manusia dari luar tata surya, apa kelihatan?

lalu ia berkata lagi, coba kamu lihat manusia dari galaksi tetanga bima sakti, apa kelihatan?,

dan seterusnya.

Manusia itu, lebih kecil dari bakteri bila kamu melihat dari titik yang aku sebutkan itu." ucap nya kepada ku.

Sungguh pembelajaran yang baik untuk ku dari nya.

Hari ini ia mengajarkan ku agar tak menyombongkan diri, karena manusia itu sungguh kecil, semua itu tak bisa dipungkiri bahwa manusia itu kecil.

"Orang-orang selalu menyombongkan diri, mengangap ia paling WAH! Merendahkan orang lain, memandang orang lain dengan tatapan menjijikan, padahal ahlak nya lah yang menjijikan,

aku.

Kalau dipilih harus berteman dengan siapa di antar dua pilihan, yakni pemulung atau orang terkaya didunia,

aku tak perlu berpikir lagi,

aku akan memilih berteman dengan pemulung,

karena rata-rata orang kaya itu sombong."

Ucap nya,

mengelus menja kayu yang berdebu dan mulai lapuk itu, menceritakan setiap apa yang pernah ia lalu itu kepada ku, mengenang masa lalu dalam kenangan yang ia simpan dalam ingatan nya.

Aku sungguh iri melihat ia, yang bisa bangkit dari keterpurukan.

Mencoba menata apa yang ia impikan itu.